Paham Individualisme dan Nasionalisme


Orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman yang sebagaimana telah Allah ta’ala sampaikan dalam ( QS Al Maaidah [5]: 82 ) melancarkan paham individualisme untuk meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah.
Mereka melancarkan perang pemikiran (ghazwul fikri) yang ditujukan kepada beberapa ulama-ulama muslim maupun kepada para penguasa negeri yang muslim.  Secara sederhana mereka menyampaikan bahwa beragama hanyalah hubungan individual antara seorang manusia dengan Sang Pencipta manusia. Jadi beragama tidak diperlukan dalam hubungan antar manusia selain sholat berjama’ah dan majelis pendidikan. Selebihnya adalah hubungan antar manusia yang terikat dalam ikatan sebagai warga negara.
Baiklah tulisan kami awali dengan sebuah hadits yang mengisyaratkan bahwa dengan rasa kasih sayang antar manusia maka akan timbullah kebutuhan untuk berjama’ah atau berkelompok.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).”   (HR Bukhari 5552) (HR Muslim 4685)
Sumber:
atau
Hadits di atas menggambarkan bagaimana Ukhuwah Islamiyah dalam perwujudan saling mengasihi, mencintai dan menyayangi bagi sesama muslim.
Dahulu kita “terikat” pada kesatuan dalam aqidah (aqidah state) atau jama’atul muslimin (jama’ah kaum muslim) dan berakhir pada masa kekhalifahan Turki Ustmani.
Keberakhiran kekhalifahan pada dasarnya karena terpengaruh paham individualisme. Paham individualisme untuk memecah belah umat Islam atau upaya meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah
Kita telah terpecah belah ke dalam beberapa wilayah atau negara  atau kesatuan dalam negara (nation state) yang dikenal dengan propaganda nasionalisme.
Sebelum keruntuhan kekhalifahan Turki Ustmani lahir gerakan nasionalisme Arab. Jenderal Allenby mengirim seorang perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence ke Hijaz untuk menemui para pemimpin di sana. TE. Lawrence ini diterima dengan sangat baik dan seluruh hasutannya di makan mentah-mentah oleh tokoh-tokoh Hijaz. Maka orang-orang dari Hijaz ini kemudian membangkitkan nasionalisme Arab dan mengajak tokoh-tokoh pesisir Barat Saudi untuk berontak terhadap kekuasaan kekhalifahan Turki Utsmaniyah, dan setelah itu mendirikan Kerajaan Islam Saudi Arabia. Selengkapnya telah diuraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/02/23/bahaya-laten/
Nasionalisme sejatinya adalah individualisme dalam skala besar atau skala negara. Dengan terhasut paham nasionalisme (individualisme skala besar) mengakibatkan “keadaan perang” di negara atau wilayah saudara muslim lainnya seperti di Palestina, Afghanistan, dll,  tidak dianggap atau dirasakan sebagai keadaan perang di negara kaum muslim lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan hadits pada awal tulisan, “tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya)”.
Dorongan rasa saling menyayangi bagi sesama muslim,  umat muslim setelah terpecah belah dari jama’atul muslimin membentuk jama’ah minal muslimin (jama’ah atau kelompok dari beberapa orang muslim) sebagai perwujudan kehidupan berjamaah dalam kesamaan aqidah.  Sekilas tentang jama’ah minal muslimin dapat dibaca dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/01/28/jamaatul-muslimin/
Selanjutnya untuk mempertahankan paham individualisme skala besar (nasionalisme) maka diupayakanlah paham individualisme skala menengah/regional dengan cara menentang terbentuknya jama’ah minal muslimin agar tidak timbul kekuatan-kekuatan yang dapat mempengaruhi ketahanan nasional (nasionalisme). Ditakuti-takutilah atau diopinikan bahwa terbentuknya kelompok, organisasi, harakah, partai, hizb dan bentuk-bentuk jama’ah minal muslimin lainnya sebagai pemecah belah umat muslim yang sejatinya sudah terpecah belah. Intinya umat muslim berjama’ah hanya sebatas sholat berjama’ah atau majelis pendidikanm diluar dari itu tidak ada lagi kehidupan berjama’ah atau kesatuan umat muslim selain dalam bentuk kesatuan negara atau nasionalisme.
Guna membangkitkan ketaatan kepada penguasa negara maka disalah-gunakanlah hujjah atau dalil dari nash-nash Al-Qur’an dan Hadits yang semula peruntukannya bagi  ketaatan kepada pemimpin jama’atul muslimin dialihkan menjadi ketaatan bagi penguasa negara.
Langkah untuk menghambat terbentuknya kekuatan jama’ah minal muslimin (kelompok  orang-orang muslim) maka dialihkan tujuan semula dari beberapa nash-nash Al-Qur’an seperti.
“Kemudian mereka menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)”. (QS Al Mu’minun [23]:53 )
“yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (QS Ar Ruum [30]:32 )
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat”. (QS Al An’aam [6]:159 )
Dengan nash-nash tersebut dimaksudkan untuk membodohi orang-orang yang bodoh, membingungkan orang yang bingung dan menakut-nakuti orang yang penakut agar tidak terbentuk jama’ah minal muslimin seperti organisasi kemasyarakatan, partai, kelompok yang disematkan sebagai hizb atau “ketakutan” hizbiyyah.
Kalau kita kaji lebih lanjut ayat-ayat sebelumnya dari (QS Al Mu’minun [23]:53 ) bahwa yang dimaksud “mereka” menjadikan agama mereka terpecah belah” adalah para pengikut rasul-rasul karena sesungguhnya agama hanya satu. Orang Yahudi berpegang menurut pemahaman mereka sebagai kitab Taurat dan mendustakan hukum-hukum dalam kitab Injil dan Al-Qur’an, Demikian pula orang-orang Nasrani yang berpegang menurut sangkaan mereka pada kitab Injil dan mendustakan kitab Al-Qur’an.  Mereka berpecah-belah menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi
Jelas Hizb dalam (QS Al Mu’minun [23]:53 )  adalah Ad-Din wal Millah  , kelompok dalam berbeda aqidah atau perpecahan pemahaman dari agama yang satu. Pada hakikatnya agama hanya satu, Islam sebagaimana yang telah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/21/agama-hanya-islam/
Jadi QS Al Mu’minun [23]:53 bukanlah larangan untuk berkelompok dalam kesatuan akidah atau jama’ah minal muslimin namun larangan berbeda-berbeda dalam aqidah, atau berbeda dalam pemahaman atau keyakinan pada kitab suci persis sebagaimana perbedaan Yahudi dan Nasrani atau musyrikin,
Begitupula yang dimaksud “orang-orang yang memecah-belah agama mereka” dalam (QS Ar Ruum [30]:32 ) dan  “orang-orang yang memecah belah agama-Nya” dalam (QS Al An’aam [6]:159 ) adalah para pengikut rasul-rasul terdahulu seperti kaum Yahudi, kaum Nasrani yang telah memecah belah agama-Nya yakni agama yang satu atau agama tauhid yang disampaikan sejak Nabi Adam a.s sampai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Jadi kesimpulannya adalah ketiga ayat tersebut bukanlah larangan untuk membentuk jama’ah minal muslimin atau membentuk kelompok-kelompok muslimin atau hizb.
Selain untuk menggalakkan paham individualisme dalam skala menengah dengan pelarangan pembentukkan jama’ah minal muslimin atau berkelompok atau hizb maka langkah terakhir adalah menggalakkan paham individualisme dalam skala terkecil dengan larangan bersalam-salaman setelah sholat berjama’ah , larangan berdoa dan berzikir secara berjama’ah, larangan peringatan maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam atau peringatan hari besar Islam lainnya dan larangan-larangan lainnya yang tidak berdasar dari nash-nash  Al-Qur’an dan Hadits. Diciptakanlah larangan yang hakikatnya perkara baru (bid’ah) sesungguhnya seperti “Lau kana khoiron lasabaquna ilaih”, “Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya”. Kaidah seperti ini tidak pernah dikatakanlah oleh Rasulullah maupun para Sahabat.
Allah ta’ala hanya menyampaikan yang artinya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”  (QS. Al-Hasyr [59]:7)
“Apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampumu dan apa yang aku larang maka jauhilah“. (HR Bukhari)
Jelas bahwa kita disuruh meninggalkan sesuatu terbatas pada apa yang dilarang Rasul, bukan pada apa yang tidak dikerjakannya
Sebagian ulama tersebut membuat-buat larangan dan diikuti oleh pengikutnya sehingga tanpa disadari mereka telah menyembah selain Allah Azza wa Jalla.
“Betul! Tetapi mereka itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi).
Semoga saudara-saudara muslim kita dengan kesalahpahaman-kesalahpahaman di atas dapat tersadar dan segera bertaubat.  Prasangka mereka telah mengikuti para Salafush Sholeh namun kenyataannya mereka mengikuti ulama mereka dengan pemahaman mereka sendiri bahkan mungkin sebagian mereka tanpa disadari menyembah di antara mereka karena mentaati fatwa yang mengada-ada tidak berlandaskan Al-Qur’an maupun Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Firman Allah,
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (QS al Baqarah [2]: 166)
“Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS Al Baqarah [2]: 167)
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

4 Tanggapan
mamo cemani gombong
sepakat bang …….


zon, bercerminlah dengan Al Qur’an secara jujur, jangan sampai kita memper-alat Al Qur’an, dimana fungsi Al Qur’an sebagai petunjuk?
pengakuan sebagai mukmin itu bukanlah sekedar peng-aku aku an.
mukmin itu ketika bercermin pasti memakai cermin yang utuh. Dan jujur ketika bercermin.
Kalau dirinya salah bukan kacanya yg di akali, tapi dirinya yang dibenahi.


zon, coba perhatikan dan pahami tulisan anda, justu ayat ayat yang anda kutip membantah tulisan dan pemahaman anda sendiri.
sudahkah anda menghayati ayat2 yang anda kutip?
lihatlah fakta di sekeliling anda, tidakkah anda bisa mengambil pelajaran?
apakah zon tidak tahu cara memfungsikan cermin?


mutiarazuhud
Mas Andi ini kalau berkomentar selalu berapi-api penuh dengan semangat. Silahkan antum menyampaikan pendapat terhadap tulisan kami di atas. Bagian mana yang antum tidak setujui atau antum kritisi. Silahkan antum sampaikan dengan baik dan sopan. Kami insyaallah akan menanggapi segala komentar terhadap apa yang telah kami sampaikan/tuliskan. Mohon komentarnya yang jelas dan kalau perlu menyalinkan bagian dari tulisan kami yang akan dikomentari agar kami tidak perlu meraba-raba apa yang antum maksudkan
======

Tidak ada komentar:

Posting Komentar