Bertasyabuh yang terlarang

Bagaimanakah bertasyabuh dengan orang kafir yang terlarang
Kami telah uraikan dalam tulisan sebelumnya pada
bahwa mereka sebaiknya tidak melarang amal kebaikan (amal sholeh) saudara muslim lainnya karena salah pikir (fikr) atau salah pemahaman atau tanpa pengetahuan sehingga menyesatkan (manusia) dari jalan Allah.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan ” (QS Luqman [31]: 6)
Namun mereka bersikeras melarang amal kebaikan (amal sholeh) yang dilakukan kaum muslim pada umumnya seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mereka melarangnya berdalilkan larangan bertasyabuh (menyerupai) dengan orang kafir (tasyabbuh bil kuffar) dimana kaum Nasrani merayakan kelahiran Yesus, nabi bagi mereka sekaligus sebagai putera Tuhan.
Kita harus memahami bertasyabuh (menyerupai) yang bagaimana yang terlarang.
Dahulu memang pernah ada larangan bertasyabuh (menyerupai) untuk membedakan antara kaum muslim dan kaum kafir dalam peperangan yakni kaum kafir identik menggunakan kumis sedangkan kaum muslim identik menggunakan janggut. Namun pada zaman sekarang kekhasan seperti itu tidak dapat dipergunakan lagi untuk membedakannya.
Larangan bertasyabuh (menyerupai) dengan orang kafir adalah larangan untuk mengikuti sikap, perbuatan, perkataan, pemahaman, keyakinan orang kafir yang bertentangan dengan hukum Allah atau bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Kaum Nasrani memperingati hari kelahiran manusia bukanlah hal yang terlarang. Mereka terlarang atau bertentangan dengan hukum Allah karena menjadikan manusia sebagai putera Tuhan. Berulang kali dalam Al Qur’an ditegaskan bahwa ‘iisaa ibna maryama” yang maknanya “Isa putera Maryam”
Al Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh manusia menegaskan kesesatan kaum Nasrani maupun kaum Yahudi karena berkeyakinan bahwa Tuhan mempunyai anak.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan : “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara“. ( QS An Nisaa [4]:171 )

“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS At Taubah [9]:30 )
Hukum Allah, larangan tasyabbuh bil kuffar berlaku bagi seluruh manusia sejak dahulu kala sampai dengan akhir zaman.
Kaum Yahudi dan Kaum Nasrani telah dilarang bertasyabuh dengan orang-orang kafir yang terdahulu, dalam hal ini adalah larangan meniru/menyerupai perkataan atau keyakinan orang-orang kafir terdahulu.
Firman Allah ta’ala, “yudaahi-uuna qawlal ladziina kafaruu min qablu”, “mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu” (QS At Taubah [9]:30 )
Kaum Yahudi dan Kaum Nasrani walaupun telah diutus Nabi Musa a.s dan Nabi Isa a.s kepada mereka, namun mereka bertasyabuh dengan orang-orang kafir terdahulu dengan berkeyakinan bahwa Tuhan mempunyai anak.
Keyakinan Tuhan mempunyai anak juga diyakini oleh kaum Arab Jahiliyah dengan menyembah berhala-hala dengan nama al Lata, al Uzza dan Manah yang menurut keyakinan mereka sebagai anak perempuan Tuhan.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) mengaggap al Lata dan al Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)” (An Najm [53]: 20-21 )

Jelaslah dalam hal ini bahwa larangan bertasyabuh dengan orang kafir adalah larangan meniru/menyerupai sikap, perbuatan, perkataan, pemahaman, keyakinan orang kafir yang bertentangan dengan hukum Allah, pada zaman sekarang ini yang termuat dalam kitab suci Al Qur’an dan Hadits.
Pada masa kinipun kita dapat temukan kaum muslim yang bertasyabuh dengan orang kafir dalam hal keyakinan/pemahaman seperti,
“Semua agama adalah sama dan benar”, sebagaimana yang dikemukakan kaum pluralisme. Padahal agama hanyalah Islam , sejak Nabi Adam a.s sampai dengan Nabi terakhir, Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/01/18/2011/01/21/agama-hanya-islam/
Ada aktivitas atau perbuatan yang tidak terkait dengan Tuhan yakni urusan dunia”, sebagaimana yang dikemukakan kaum sekularisme.
“Untuk urusan dunia, sikap dan perbuatan dikatakan baik adalah hasil kesepakatan antar manusia dengan mempertimbangkan kebebasan dan hak asasi manusia” sebagaimana yang dikemukan kaum liberalisme. Ada dari mereka berkeyakinan bahwa perbuatan zina adalah tidak terlarang jika tidak ada paksaan di dalamnya. Keyakinan seperti ini terlihat pula dikalangan artis kita. Mereka seolah tidak mempermasalahkan perbuatan zina namun mereka hanya menyayangkan ada pihak yang menyebarluaskan video perbuatan zina mereka karena bagi mereka perbuatan itu telah melanggar hak privasi mereka.
Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme yang biasa disingkat SPILIS merupakan pemahaman yang diciptakan kaum kafir, Zionis Yahudi sebagaimana yang telah kami uraikan dalam tulisan pada
Selain itu , pada zaman modern ini kita dapat jumpai juga kaum muslim yang bertasyabuh dengan orang kafir dalam hal perkataan/keyakinan bahwa sesuatu yang baik atau benar dibuktikan dengan perolehan materi atau derajat kehidupan manusia dalam hal keberhasilan memperoleh materi berupa harta, tahta dan wanita. Kebahagian atau kesuksesan diukur dengan materi. Jadi bagi mereka , orang miskin atau orang berkehidupan materi yang tidak baik adalah akibat tidak mempunyai keyakinan atau pemahaman yang baik atau benar.
Perkataan atau keyakinan orang kafir tersebut dapat kita temukan dalam Firman Allah ta’ala, “Waqaalal ladziina kafaruu lilladziina aamanuu lau kaana khoiron maa sabaquunaa ilaihi”
“Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: “Kalau sekiranya (Al Qur’an) adalah suatu yang baik (benar), tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya” (QS Al Ahqaf [46]: 11)

Asbabun Nuzul ayat tersebut, Qutadah mengatakan bahwa ayat itu (Al Ahqaaf [46]:11 ) diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang musyrikin (kafir) yang suatu ketika berkata, “Kami yang paling mulia, perkasa, dan terhormat. Jika terdapat kebaikan dalam Al-Qur’an / Islam, tentulah kami yang pertama kali masuk Islam (Diriwayatkan Ibnu Jarir)
Secara umum QS Al-Ahqaaf [46]:11 itu menyampaikan bahwa orang-orang kafir meremehkan Bilal, ‘Ammar, Shuhaib dll , bahwa jika beriman pada Al-Qur’an itu mendatangkan kebaikan tentu derajat mereka akan sebaik orang-orang kafir.
Orang-orang kafir tersebut mengukur kebenaran (pemahaman/keyakinan) berdasarkan keberhasilan materi atau derajat orang yang mengikuti kebenaran (pemahaman/keyakinan) tersebut.
Begitupula pada saat ini ada pula kaum muslim yang mengukur kebenaran pemahaman atau amal kebaikan (amal sholeh) saudara muslim lainnya berdasarkan keberhasilan materi. Bagi mereka kaum muslim yang tidak berhasil dalam materi disebabkan salah pemahaman atau salah dalam amal perbuatan atau telah melakukan perbuatan yang termasuk bid’ah dloalalah.
Keberhasilan seseorang melaksanakan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya tidak terkait dengan keberhasilan materi namun terwujud dalam akhlak yang baik.
Indikator seseorang telah beragama dengan baik dan benar adalah menjadi muslim yang baik atau muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin/sholihin). Sholihin adalah salah satu dari golongan manusia yang berhasil mencapai orang yang mulia dan disisi Allah Azza wa Jalla sebagaimana para Nabi, para Shiddiqin dan para Syuhada.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS Al Fatihah [1]:6 )
” (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:7 )
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Hal ini telah kami uraikan dalam beberapa tulisan pada

Akhir atau tujuan beragama adalah berakhlakul karimah atau menjadi muslim yang sholeh (sholihin) atau muslim yang Ihsan (muhsin/muhsinin).
Rasulullah menyampaikan yang maknanya “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Jadi indikator bahwa seorang muslim pemahaman Al Qur’an dan Hadits yang benar, setelah mereka melaksanakan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya adalah terbentuknya akhlak yang baik (akhlakul karimah).
Ada ulama begitu bingungnya mendefinisikan bagaimana yang dimaksud muslim yang berakhlak baik.
Muslim yang berakhlak baik adalah muslim yang ihsan.
Ada dua kondisi seorang muslim telah mencapai muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin/sholihin)
Muslim yang berakhlak baik , keadaan minimumnya adalah selalu berkeyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla melihat sikap dan perbuatan manusia
Muslim yang berakhlak baik, keadaan terbaik adalah muslim yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati atau hakikat .
“Dia (malaikat Jibril) bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.’ (HR Muslim)
إن رجلاً سأل رسول الله عليه السلام فقال أي المسلمين خير فقال من سلم الناس من لسانه ويده

”Musllim yang bagaimana yang paling baik?” Seorang lelaki bertanya pada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
“Ketika orang lain tidak (terancam) disakiti oleh tangan dan lisannya” Jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.

Muslim yang berakhlak baik adalah muslim yang telah berma’rifat.
Keadaan minimum adalah hamba yang merasa selalu dalam pengawasan dan pantauan Allah, dalam segala hal tentang dirinya, tentu dia merasa malu dan takut kalau Allah melihat sesuatu yang buruk dan membuatNya murka.
Hamba yang terbaik adalah hamba yang selalu melihat kehadiran Allah sehingga malu dan takut membuat sesuatu yang buruk atau membuatNya murka .
Hal ini telah kami uraikan dalam beberapa tulisan terkait tasawuf dalam Islam atau tentang Ihsan antara lain,

Muslim yang berma’rifat adalah muslim yang telah berhasil menjalankan tasawuf dalam Islam atau muslim yang telah berhasil medekatkan diri kepada Allah ta’ala karena “memperjalankan” diri mereka kepada Allah Azza wa Jalla dalam arti yang sebenarnya sehingga mereka “menyaksikan” bahwa tidak ada sesuatu yang menghalangi Allah Azza wa Jalla termasuk tidak terhalang oleh jarak. Mereka juga sebenar-benarnya “menyaksikan” bahwa “tiada tuhan selain Allah”
Imam Qusyairi mengatakan
“Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”.

Tentang muslim yang terbaik yang telah sampai(wushul) ke hadirat Allah Azza wa Jalla, silahkan baca tulisan pada
Jadi dapat kita simpulkan bahwa larangan bertasyabuh dengan orang kafir adalah larangan menyerupai sikap, perbuatan, perkataan, pendapat, pemahaman atau keyakinan kaum kafir yang bertentangan dengan hukum Allah. Setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, hukum Allah yang berlaku adalah yang termuat dalam kitab suci Al Qur’an dan teruraikan dalam Hadits.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

7 Tanggapan
Bang zon, bagaimana tanggapannya tentang tema dari orang barat yang sedang marak di bahas oleh orang-orang yang mau sukses yaitu masalah kekuatan pikiran atau tarik menarik energi alam semesta yang bergantung pikiran kita. Seperti buku the secret. Mungkin menarik kalau Bang Zon yang mengulasnya dari sisi tasawuf.



pada 15 Juli 2011 pada 10:31 pm | Balasmutiarazuhud
Mas Dian, kenapa kita disibukkan memandang ciptaanNya sehingga terhalang memandang Sang Pencipta ?
Kenapa kita memerlukan energi alam semesta sedangkan ada “energi” Sang Pencipta alam semesta
Kenapa kita masih membutuhkan selain Allah Azza wa Jalla ?
Hasbunallah wani’mal wakil (Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik tempat bersandar).
(QS Ali `Imran (3): 173




he he he, begitulah mas zon, banyak orang islam itu bukan hanya bertasyabuh dengan amal dan tradisi adat orang kafir, tapi kita juga sering mengikuti pemahaman dan pengetahuan orang kafir tanpa koreksi dan sifat kritis. Kalaulah dengan turats pemikiran ulama islam saja kita perlu kritis, apalagi dengan pemikiran dan pengetahuan (terutama masalah falsafah kehidupan) yang dari orang kafir.



Al Qur’an itu petunjuk jalan keselamatan bagi orang2 yg mau….



pada 15 Juli 2011 pada 10:54 pm | Balasmutiarazuhud
Mas Andi , kami menyampaikan apa yang kami pahami dari Al Qur’an dan Hadits dalam rangka meluruskan mereka yang salah pikir (fikr) atau salah paham agar terwujud kembali Ukhuwah Islamiyah



tidaklah mungkin membenahi kerusakan berfikir dengan pandangan yang juga rusak, yang campur aduk.



mana mungkin bisa membenahi kerusakan berfikir ummat dengan pandangan yang rusak, aduk-adukan. itu cuma angan – angan kosong.
=====
11 Juli 2011 oleh mutiarazuhud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar