Imam An-Nawawi berkata :
اتفق العلماء على أن خير القرون قرنه صلى الله عليه وسلم والمراد أصحابه
“Para ulama sepakat bahwa sebaik-baik masa adalah masanya Nabi shallallahu alaihi wasallam, maksudnya yaitu: para sahabatnya.” [syarh shahih muslim ْ XVI/hlm 84]
Makna perkataan Imam An Nawawi tersebut adalah sebaik-baik masa adalah masa Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika beliau ada diantara para Sahabat. Masa ketika ada tempat untuk bertanya.
Perhatikan riwayat yang telah kami sampaikan dalam tulisan sebelumnya pada
Berikut kutipannya
Para Sahabat ra menyampaikan jawaban atas pertanyaan Rasulullah , “siapakah makhluk Tuhan yang imannya paling menakjubkan”
“Kalau begitu para sahabat-sahabatmu, ya Rasul”.
“Bagaimana sahabat-sahabatku tidak beriman, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka saksikan. Mereka bertemu langsung denganku, melihatku, mendengar kata-kataku, dan juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda kerasulanku.” Ujar Rasulullah.
Masa Salafush Sholeh adalah masa yang sebaik-baiknya karena Rasulullah berada di antara para Sahabat, tempat untuk bertanya begitu selanjutnya para Sahabat berada di tengah-tengah para Tabi’in kemudian Tabi’in berada di tengah-tengah Tabi’ut Tabi’in. Selanjutnya masa sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah sebagai “Kemudian akan datang sebuah kaum yang persaksian seorang dari mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya. “ (HR Bukhari 2458) Sumber:
Kami tidak sependapat bahwa sebaik-baik muslim hanyalah pada masa Salafush Sholeh.
Kami tidak sependapat bahwa tidak mungkin ada muslim yang lebih baik dengan muslim semasa Salafush Sholeh karena tidak ada kaitannya dengan kapan seseorang itu dilahirkan.
Sebaik-baik manusia adalah muslim, sebaik-baik muslim adalah muslim yang ihsan, sebaik-baik muslim yang ihsan adalah mereka yang selalu melihat Rabb. Mereka yang mendapatkan maqom (derajat) terdekat dengan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Mereka bertanya, “berarti ada yang lebih sholeh dari pada Abu Bakar ra ?”
Kesholehan seseorang atau maqom (derajat) kedekatan seseorang dengan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang hanya diketahui oleh Allah Azza wa Jalla dan diketahui oleh manusia yang diberikan petunjukNya
Namun yang pasti manusia yang paling utama, yang paling sholeh, yang paling dekat dengan Allah Azza wa Jalla adalah sayyidina kita yakni Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
Maqom (derajat) kedekatan seseorang dengan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang disebut Al-Walâyah (Kewalian)
Diantara para Khulafaur Rasyidin yang maqom (derajat) yang paling dekat adalah Imam Sayyidina Ali ra.
Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Ali, -ketika beliau mengangkatnya sebagai pengganti (di Madinah) dalam beberapa peperangan beliau. Ali bertanya; Apakah anda meninggalkanku bersama para wanita dan anak-anak! beliau menjawab: Wahai Ali, tidakkah kamu rela bahwa kedudukanmu denganku seperti kedudukan Harun dengan Musa? hanya saja tidak ada Nabi setelahku. Dan saya juga mendengar beliau bersabda pada Perang Khaibar; Sungguh, saya akan memberikan bendera ini kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah dan RasulNya dan Allah dan RasulNya juga mencintainya. Maka kami semuanya saling mengharap agar mendapatkan bendera itu. Beliau bersabda: Panggilllah Ali! (HR Muslim 4420) Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=45&ayatno=32&action=display&option=com_muslim
Dari hadits tersebut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyatakan Sayyidina Ali ra adalah salah satu yang utama mencintai Allah dan RasulNya dan Allah dan RasulNya juga mencintainya inilah yang disebut Wali Allah atau kekasih Allah.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya” (Al Maidah [5]:54)”Allah mencintai mereka”.
Dia yang menciptakan, memberi rezeki, memberi makan, memberi minum, mencukupi, melindungi, kemudian Dia mencintai mereka.
Dia yang memelihara, membimbing, mangajari, mengilhami kemudian Dia mencintai mereka.
Dia yang menurunkan kitab suci, mengutus Rasul, menjelaskan tujuan, menerangkan pegangan kemudian Dia mencintai mereka.
Sungguh! Satu karunia yang besar dan pemberian yang agung!
Wali Allah adalah maqom (derajat) kedekatan seseorang dengan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atau Al-Walâyah (Kewalian) dimana maqom tersebut bertingkat-tingkat. Paling dekat disetiap generasi dinamakan Wali Zaman atau Imam Zaman
Rasulullah menyampaikan setelah wafatnya beliau maka pengganti beliau sebagai Imamnya Wali Allah atau Imam Zaman adalah Sayyidina Ali ra dan kedudukan Imam Zaman seperti Nabi, namun kita ketahui, paham dan yakini bahwa tiada Nabi setelah Rasulullah.
Riwayat dari Sa’ad bin Abi Waqash, Aku mendengar khutbah Rasulullah saw pada hari Jumat. Ia memegang lengan Ali dan berkhutbah dengan didahului lafaz pujian kepada Allah Swt, dan memuji-Nya. Kemudin beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, aku adalah wali bagi kalian semua“. Mereka menjawab, “Benar apa yang engkau katakan wahai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam“. Kemudian beliau mengangkat lengan Ali dan bersabda. “Orang ini adalah waliku, dan dialah yang akan meneruskan perjuangan agamaku. “Aku adalah wali bagi orang-orang yang mengakui/meyakini Ali sebagai wali, dan aku juga merupakan orang yang akan memerangi orang yang memeranginya“
Perhatikan bahwa Rasulullah mengatakan “Aku adalah wali bagi orang-orang yang mengakui/meyakini Ali sebagai wali” maksudnya hanya muslim yang ahlinya yang dapat mengakui/meyakini Ali sebagai wali atau imamnya para Wali Allah. Mereka adalah orang-orang yang dapat memahami/meyakini pula bahwa Rasulullah adalah imamnya para Wali Allah.
Telah terjadi fitnah, perselisihan dan kesalahpahaman segelintir umat muslim tentang pemahaman riwayat yang disampaikan Sa’ad bin Abi Waqash ataupun riwayat yang semakna, mereka memahami imamnya para Wali Allah adalah khalifah dan mengakui riwayat-riwayat seperti itu merupakan ketetapan Rasulullah untuk pengangkatan Sayyidina Ali ra sebagai khalifah. Mereka adalah saudara-saudara muslim kita yakni kaum Syiah.
Jadi apa yang diperselisihkan segelintir umat muslim bahwa Sayyidina Abu Bakar ra ataupun Sayyidina Umar ra “merebut” kepemimpinan atau khalifah dari Imam Sayyidina Ali ra atau bahkan anggapan keji bahwa Sayyidina Abu Bakar ra ataupun Sayyidina Umar ra menghianati ketetapan Rasulullah di Ghadir Khum adalah merupakan kesalahpahaman karena sesungguhnya kepemimpinan pada wilayah yang berbeda.
Imam ‘Ali رضي الله عنه berkata: aku bertanya: Wahai Rasulullah! Apakah ciri-ciri mereka? Baginda صلى الله عليه وآله وصحبه وسلم bersabda: “Mereka menyanjungimu dengan sesuatu yang tidak ada padamu”.
Khalifah adalah kepemimpinan secara umum atau secara syariat. Sedangkan Al-Walâyah (Kewalian) adalah kepemimpinan yang secara khusus yang diketahui/diyakini oleh para ahlinya atau secara hakikat.
Rasulullah tidak pernah mewasiatkan tentang khalifah dan kita sudah ketahui khalifah pertama adalah Sayyidina Abu Bakar ra, kemudian Sayyidina Umar ra, dilanjutkan oleh Sayyidina Ustman ra dan terakhir dari para Khulafaur Rasyidin yakni Imam Sayyidina Ali ra, yang kekhalifahan bukan atas keinginan beliau namun permintaan / permohonan dari para Sahabat ra.
Akibat fitnah terhadap Sayyidina Ali ra mengakibatkan tidak banyak kaum muslim yang mendalami apa yang disampaikan oleh Sayyidina Ali ra, khataman (penutup) Khulafaur Rasyidin yakni seputar Ihsan atau akhlak
Wali Songo adalah termasuk wali Allah pada generasi sembilan, kebetulan juga jumlah yang dikenal orang awam berjumlah sembilan orang. Berdasarkan informasi yang kami dapat bahwa pada saat ini masuk dalam generasi ke sebelas.
Kesholehan tertinggi atau kewalian (Al-Walâyah) hanya diketahui dan dikenal oleh manusia yang diberikan petunjukNya. Jika banyak orang awam mengenal seseorang yang masih hidup sebagai wali, boleh jadi yang mereka kenal termasuk orang sholeh pada umumnya. Orang sholeh pun termasuk manusia yang disisi Allah ta’ala.
Dalam hadits qudsi, “Allah berfirman yang artinya: “Para Wali-Ku itu ada dibawah naungan-Ku, tiada yang mengenal mereka dan mendekat kepada seorang wali, kecuali jika Allah memberikan Taufiq HidayahNya”
Abu Yazid al Busthami mengatakan: Para wali Allah merupakan pengantin-pengantin di bumi-Nya dan takkan dapat melihat para pengantin itu melainkan ahlinya.
Sahl Ibn ‘Abd Allah at-Tustari ketika ditanya oleh muridnya tentang bagaimana (cara) mengenal Waliyullah, ia menjawab : “Allah tidak akan memperkenalkan mereka kecuali kepada orang-orang yang serupa dengan mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat manfaat dari mereka – untuk mengenal dan mendekat kepada-Nya.”
As Sarraj at-Tusi mengatakan : “Jika ada yang menanyakan kepadamu perihal siapa sebenarnya wali itu dan bagaimana sifat mereka, maka jawablah : Mereka adalah orang yang tahu tentang Allah dan hukum-hukum Allah, dan mengamalkan apa yang diajarkan Allah kepada mereka. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang tulus dan wali-wali-Nya yang bertakwa.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam : Sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah subhanahu wa ta’ala seorang dari shahabatnya berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka. Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab dengan sabdanya: Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
“Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.”Seorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?” mudah-mudahan kami menyukainya. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Yunus [10]:62 )
Cara mengenali Wali Allah adalah dengan mendekati Allah Azza wa Jalla salah satunya melalui (washilah) mendekati manusia yang paling dekat dengan Allah ta’ala yakni Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Cara mendekati RasulNya adalah dengan sering “mendatangi” Beliau, salah satunya bertawasul dengannya. Bertawasul dengannya yang paling mudah adalah dengan bersholawat kepadanya.
Dari Ibnu Mas’ud ra. bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : ”Orang yang paling dekat denganku nanti pada hari kiamat, adalah mereka yang paling banyak membaca shalawat untukku” (HR. Turmudzi)
Hujjatul Islam Al Ghazali meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang lupa membaca shalawat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Lalu pada suatu malam ia bermimpi melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tidak mau menoleh kepadanya, dia bertanya, “Ya Rasulullah, apakah engkau marah kepadaku?” Beliau menjawab, “Tidak.” Dia bertanya lagi, “Lalu sebab apakah engkau tidak memandang kepadaku?” Beliau menjawab, “Karena aku tidak mengenalmu.” Laki-laki itu bertanya, “Bagaimana engkau tidak mengenaliku, sedang aku adalah salah satu dari umatmu? Para ulama meriwayatkan bahwa sesungguhnya engkau lebih mengenali umatmu dibanding seorang ibu mengenali anaknya?”
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Mereka benar, tetapi engkau tidak pernah mengingat aku dengan shalawat. Padahal kenalku dengan umatku adalah menurut kadar bacaan shalawat mereka kepadaku.”
Terbangunlah laki-laki itu dan mengharuskan dirinya untuk bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, setiap hari 100 kali. Dia selalu melakukan itu, hingga dia melihat Rasululah Shallallahu alaihi wasallam lagi dalam mimpinya. Dalam mimpinya tersebut Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sekarang aku mengenalmu dan akan memberi syafa’at kepadamu.” Yakni karena orang tersebut telah menjadi orang yang cinta kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dengan memperbanyak shalawat kepada beliau…
Rasulullah bersabda “Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya(pada hari kiamat)”. (HR Bukhari 5702) Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=58&ayatno=190&action=display&option=com_bukhari
Maka barangsiapa yang ingin dikenali oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, dekat denganya, mencintainya, hendaklah ia memperbanyak bacaan shalawatnya. Dengan “mendatangi” Rasulullah maka akan mengenal atau mengetahui wali Allah, mereka yang dicintai Allah dan RasulNya dan mereka mencintai Allah dan RasulNya.
Sedangkan mereka yang khasyaf dapat mengetahui dan mengenal para Wali Allah
Mereka yang khasyaf atau mereka yang terbukanya hijab atau tabir pemisah antara hamba dan Tuhan ( Allah membukakan tabir bagi kekasih-Nya untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mengetahui hal-hal ghaib) dapat mengetahui atau mengenal siapa-siapa yang melakukan “perjalanan” kepada Sang Kekasih , Allah Azza wa Jalla.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bertanya kepada Bilal ketika shalat Shubuh: “Hai Bilal, katakanlah Kepadaku apakah amalanmu yang paling besar pahalanya yang pernah kamu kerjakan dalam Islam, karena tadi malam aku mendengar derap sandalmu di dalam surga? ‘ Bilal menjawab; ‘Ya Rasulullah, sungguh saya tidak mengerjakan amal perbuatan yang paling besar pahalanya dalam Islam selain saya bersuci dengan sempurna, baik itu pada waktu malam ataupun siang hari. lalu dengannya saya mengerjakan shalat selain shalat yang telah diwajibkan Allah kepada saya. (HR Muslim 4497) Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=45&ayatno=109&action=display&option=com_muslim
Mereka mengetahui dan mengenal siapa-siapa yang melakukan “perjalanan” kepada Sang Kekasih dari seluruh penjuru dunia . Mereka bertemu di hadapan Allah Azza wa Jalla dengan maqom (derajat) masing-masing. Mereka bertegur sapa dan nama-nama mereka disebut-sebut oleh para Malaikat dengan nama yang telah diberikan, umumnya mengandung kata Abdullah , hamba Allah seperti contohnya Syaikh Abdul Qadir Jilany
Maqom (derajat) tergantung “perjalanan” yang telah dicapai. Bisa saja maqom (derajat) seorang murid lebih tinggi dari gurunya.
Seseorang muslim bisa saja telah berada pada jalan yang lurus namun kenyataannya dia tidak berjalan kepada Allah Azza wa Jalla
SurgaNya adalah sebuah keniscayaan bagi “orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya” namun yang berbeda dari mereka para penghuni surga adalah maqom (derajat) kedekatan kepada Allah Azza wa Jalla
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” ( QS An Nisaa’ [4]:175 )
Jadi boleh saja terjadi maqom (derajat) seseorang yang tidak dikenal sebagai ahli hadits, ahli tafsir atau seseorang yang sama sekali tidak mempunyai kitab hadits namun pada kenyataan maqom (derajat) mereka lebih dekat kepada Allah ta’ala dan lebih dekat kepada Rasulullah, misalkan karena mereka bersholawat dengan sholawat nariyah atau sholawat badar atau sholawat-sholawat lainnya
Dari Ibnu Mas’ud ra. bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : ”Orang yang paling dekat denganku nanti pada hari kiamat, adalah mereka yang paling banyak membaca shalawat untukku” (HR. Turmudzi)
Tulisan ini kami peruntukkan sebagai penjelasan atas kisah yang disampaikan oleh kawan kami, entah kisah nyata atau fiktif tentang seorang ibu yang mengadukan persoalan anaknya yang baru pulang mengenyam pendidikan agama di wilayah kerajaan dinasti Saudi. Seorang Ibu yang telah ditinggal oleh suaminya. Mereka berdua adalah orang tua muslim yang taat. taat mengerjakan sholat, zakat, puasa, bahkan telah melaksanakan ibadah haji, mereka melaksakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya, menyebarkan dakwah, mendirikan masjid, dan menegakkan syi’ar-syi’ar-Nya namun dalam anggapan anaknya, orang tuanya telah sesat karena mengamalkan sholawat seperti sholawat nariyah, badar bahkan maulid barjanzi. Sehingga anak tersebut memperlakukan orang tuanya sebagaimana orang kafir.
Wasallam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
3 Tanggapan
Koalisi
Rasulullah SAW telah mengumumkan di hadapan Seratusan Ribu Sahabat di Ghadir Khum bahwa Imam Ali sebagai ‘pemimpin’ ( maula/wali/wali ) sepeninggal beliau. Riwayat ini adalah riwayat mutawatir di dalam kitab – kitab Ahlus Sunnah.
Bahkan diriwayatkan setelah pengumuman Rasulullah SAW itu, Sayyidina Umar dan para Sahabat menyampaikan selamat atas penobatan/pelantikan Imam Ali sebagai pemimpin mereka. Jadi, kaum muslimin Syi’ah yakin seyakin yakinnya ( haqqul yaqin ) bahwa sepeninggal Rasulullah SAW yang berhak menjadi ‘pemimpin umat’ ( wali/maula/Imam/Khalifah ) adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib AS.
Lalu, Pak Zon Jongggol menulis :
…………..Jadi apa yang diperselisihkan segelintir umat muslim bahwa Sayyidina Abu Bakar ra ataupun Sayyidina Umar ra “merebut” kepemimpinan atau khalifah dari Imam Sayyidina Ali ra atau bahkan anggapan keji bahwa Sayyidina Abu Bakar ra ataupun Sayyidina Umar ra menghianati ketetapan Rasulullah di Ghadir Khum ……………..
Yang mengatakan bahwa kedua Sahabat ini telah merebut ‘hak’ beliau sebagai ‘pemimpin pasca Rasulullah SAW’ adalah Sayyidina Ali sendiri. Pak Zon bisa baca di dalam kitab Nahjul Balaghah di dalam khutbah beliau ‘Asy Syiqqisyiqiyyah’.
Yang mengatakan bahwa para Sahabat akan mengkhianati Imam Ali sepeninggal Rasulullah SAW adalah Rasulullah SAW sendiri. Riwayat ini termaktub di dalam kitab – kitab Ahlus Sunnah sendiri.
Apakah kita berani mengatakan hal tersebut sebagai tuduhan keji , Pak ?. Na’udzubillahi min dzalik. Kami rasa jauh dari persangkaan kami seperti itu terhadap saudaraku, akhi Zon Jonggol.
Salam damai.
mutiarazuhud
Mas Koalisi, apa yang kami sampaikan adalah apa yang kami dengar dari mereka yang bersanad ilmu tersambung kepada Sayyidina Ali ra, tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Rasulullah bersabda :
اِنَّ ِللهِ ضَنَائِنَ مِنْ عِبَادِهِ يُعْذِيْهِمْ فِى رَحْمَتِهِ وَيُحْيِيْهِمْ فِى عَافِيَتِهِ اِذَا تَوَافَّاهُمْ تَوَافاَّهُمْ اِلَى جَنَّتِهِ اُولَئِكَ الَّذِيْنَ تَمُرُّ عَلَيْهِمُ الْفِتَنُ كَقَطْعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ وَهُوَ مِنْهَا فِى عَافِيَةٍ
Sesungguhnya bagi Allah ada orang-orang yang baik (yang tidak pernah menonjolkan diri di antara para hamba-Nya yang dipelihara dalam kasih sayang dan dihidupkan di dalam afiat (sehat yang sempurna). Apabila mereka diwafatkan, niscaya dimasukkan kedalam surganya. Mereka terkena fitnah atau ujian, sehingga mereka seperti berjalan di sebagian malam yang gelap, sedang mereka selamat daripadanya.
Para Wali Allah terkena fitnah termasuk yang dialami oleh Imam Sayyidina Ali ra
Imam ‘Ali رضي الله عنه berkata: aku bertanya: Wahai Rasulullah! Apakah ciri-ciri mereka? Baginda صلى الله عليه وآله وصحبه وسلم bersabda: “Mereka menyanjungimu dengan sesuatu yang tidak ada padamu”.
Koalisi
Ma’af, apakah riwayat – riwayat mu’tabar yang termaktub di dalam kitab – kitab terpercaya di kalangan Ahlus Sunnah tidak menjadi pegangan Mas Zon ?.
Mas Zon, bisa disebutkan lebih spesifik – dengan contoh- apa yang dimaksud dengan ‘ …….menyanjungimu dengan sesuatu yang tidak ada padamu…..
Salam.
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar