Klaim mereka yang merasa benar

Dalam tulisan sebelumnya padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/07/pendapat-ulama/ disampaikan bahwa salah satu ciri utama sekte Salafi Wahhabi (pengikut pemahaman ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengikuti pemahaman ulama Ibnu Taimiyah) adalah klaim kebenaran yang mereka sematkan kepada Salafi Wahhabi, golongan mereka sendiri. Selain pemahaman mereka adalah salah, sesat atau pemahaman yang terjatuh dalam kebid’ahan

Hal ini dapat kita ketahui dari tulisan mereka pada
Kami kutipkan di sini.
“Wahai Syaikh, engkau membawakan biografi 3 ulama terdahulu yaitu Al-Baihaqy, An-Nawawy dan Ibnu Hajar. Mereka terjatuh pada penakwilan terhadap sebagian sifat-sifat Allah. Mereka memiliki karya-karya tulis yang besar dan berfaedah. Oleh karena itulah Ahlus Sunnah memandang bahwa manusia sangat membutuhkan untuk mengambil faedah dari kitab-kitab mereka selain kebid’ahan yang mereka terjatuh padanya.“
Mereka berpendapat bahwa sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh Imam Baihaqi, Imam Nawawi dan Ibnu Hajar telah terjatuh dalam kebid’ahan

Pendapat serupa diutarakan seperti
“Ibnu Hajar dan An Nawawi rahimahumallah memang dalam beberapa masalah aqidah terdapat ketergelinciran terutama dalam pembahasan Asma’ wa Shifat, di mana mereka berdua di antara orang yang mentakwil makna nama dan sifat Allah tanpa dalil. Namun demikianlah kesalahan ini tertutupi dengan kemanfaatan ilmu dan keutamaan mereka. Moga Allah merahmati mereka.“

Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-’Ilmiyyah wal Ifta` (Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa)  kerajaan dinasti Saudi ditanya tentang aqidah Imam Nawawi dan menjawab: “Lahu aghlaath fish shifat” (Beliau memiliki beberapa kesalahan dalam bab sifat-sifat Allah).
Bagi mereka , “tauhid jadi tiga” atau khususnya tauhid asma wa sifat sebagaimana pemahaman Ibnu Taimiyah maupun pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab lebih benar daripada pemahaman Imam Baihaqi, Imam Nawawi maupun Ibnu Hajar. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun

Kesalahpaham istiqra (hasil telaah) konsep “tauhid menjadi tiga” telah diuraikan dalam tulisan pada
Dalam hal memahami sifat-sifat Allah, telah terjadi salah pikir (fikr) atau salah paham yang dialami oleh segilintir ulama. Mereka menyampaikan kesalahpahaman dalam menjelaskan dan menguraikan sifat-sifat dari Allah Azza wa Jalla. Hasil istiqro atau telaah mereka terhadap Al Qur’an dan Hadits mengalami kesalahpahaman , pada hakikatnya karena mereka memahaminya dengan metodologi “terjemahkan saja” atau memahami secara harfiah (dzahir) atas lafadz-lafadz Al Qur’an dan Hadits yang menerangkan sifat-sifat dari Allah Azza wa Jalla.
Ada beberapa pendapat ulama yang baik kita pegang sebagai landasan bagi kita dalam memahami sifat-sifat Allah Azza wa Jalla di antaranya,

Pendapat Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad yang sebaiknya kita ingat selalu agar kita terhindar dari kekufuran dalam i’tiqod / akidah.
“Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”
“Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis mutasyabihat, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran”.
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” mengatakan “Ia (ayat-ayat mutasyabihat) memiliki makna-makna khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiapa memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaimana makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, betempat), ia kafir secara pasti.”
Andaikan mereka mau memahami dan mendalami apa yang telah disampaikan oleh para pengikut Imam Asy’ari dan Imam Maturidi yang terurai dalam Aqidatul Khomsin, Lima puluh Aqidah yang terkenal dengan istilah “sifat wajib bagi Allah” , insyaallah mereka tidak terjerumus dalam kekufuran dalam I’tiqad. Tentang Aqidatun Khomsin , ada sedikit kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/07/lima-puluh-aqidah/ danhttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/04/10/nothing-likes-him/
Contoh lain ketika ulama Ibnu Taimiyah memahami hadits Qudsi, dimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda menceritakan firman Allah riwayat Shahih Bukhari  “Yanzilu Rabbuna tabaaraka wa ta’ala fi tsulutsullailil akhir…” (Allah itu turun ke langit yang paling dekat dengan bumi pada sepertiga malam terakhir). Pemahaman ulama Ibnu Taimiyah salah satunya terurai dalam kitab “Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah li Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah” bahwa “telah jelas turunnya Allah Tabaraka wa Ta’ala ke langit dunia pada setiap malam, ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir“.

Hal ini telah diluruskan oleh ulama Ahlussunnah wal Jama’ah, salah satu contohnya oleh  Habib Munzir. Beliau menyampaikan makna hadits tersebut adalah “Allah itu senang semakin dekat, semakin dekat, semakin dekat kepada hamba hamba Nya disaat sepertiga malam terakhir semakin dekat Kasih Sayang Allah. Allah itu dekat tanpa sentuhan dan jauh tanpa jarak. Berbeda dengan makhluk, kalau dekat mesti ada sentuhan dan kalau jauh mesti ada jarak. “Allah laysa kamitslihi syai’un” (QS Assyura 11).  “Allah tidak sama dengan segala sesuatu”.  Allah subhanahu wa ta’ala  turun mendekat kepada hamba Nya di sepertiga malam terakhir maksudnya Allah membukakan kesempatan terbesar bagi hamba hamba Nya di sepertiga malam terakhir“.
Habib Munzir mendapatkan pemahaman i’tiqod tidak didapati dengan upaya membolak balik kitab yang kecenderungannya akan bercampur dengan ra’yu (akal pikiran) sendiri namun Beliau mendapatkan dari lisan ke lisan ulama-ulama yang sholeh yang tersambung kepada lisannya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.  Inilah yang dinamakan sanad ilmu atau sanad guru.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:  “Sepeninggalku kelak, akan muncul suatu kaum yang pandai membaca Al Qur`an tidak melewati kerongkongan mereka” (HR Muslim)
Pengertian “tidak melewati kerongkongan” adalah pemahaman dengan akal pikiran sendiri, ra’yu / logika  tanpa sanad ilmu atau sanad guru
“Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu Abbas ra~ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dlm neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Sebuah keironian pada zaman kini bahwa dua tanah suci dikelilingi oleh pemahaman yang tidak mengikuti pemahaman Imam Mazhab yang empat atau pemahaman mereka yang tidak lagi bermazhab.  kesalahpahaman-kesalahpahaman tersebut tersebarluaskan ke seluruh negeri kaum muslim dari pemuda-pemudi yang mengenyam pendidikan di wilayah kerajaan dinasti Saudi, atau dari pemuda-pemudi kita yang berguru dengan ustadz/ulama yang baru mengenyam pendidikan di wilayah kerajaan dinasti Saudi.
Perlukah upaya pembebasan Mekkah dari pemahaman-pemahaman mereka yang tidak lagi bermazhab ?.
Upaya tersebut pernah dilakukan oleh Al Imam As Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al Maliki Al Hasani, dzurriyat Rasulullah dari fam Al-Hasani berasal dari putra Sayyidina Hasan yang bernama Hasan Al-Mutsana. Beliau berdialog dengan Syeikh Abdul Azis bin Baz (Mufti Kerajaan Arab Saudi) . Hasil dialog tersebut dituangkan dalam tulisan dengan bahasa yang sudah diperhalus, serta dengan tidak menyebutkannya sebagai hasil debat, dalam kitab beliau: Mafahim Yajibu An Tushahhah.

Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani, dicekal dari kedudukan sebagai pengajar di Masjid Alharam akibat penerbitan kitabnya yang berjudul;  Mafahim Yajibu an Tushahhhah (Pemahaman-Pemahaman yang Harus Diluruskan). Terjemahan cuplikan tulisan Abuya tersebut  dapat dibaca pada
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

3 Tanggapan
ana abdullah



mutiarazuhud
Itu wahhabi yang lain lagi.

Cobalah cek lini-link berikut, apakah mereka membicarakan wahhabi yang sama ?

atau



Siti Mamhudah Hasanah

..buat admin, saya hanya ada sedikit saran, agar tdk selalu memberikan link-link terkait dalam setiap artikel. kami paham, link terkait tsb ada hubungannya dgn pembahasan, namun ada baiknya tuliskan saja dalam pembahasan tsb secara singkat dan sederhana apa isi dari link terkait tersebut, lalu baru diberi link terkait.
..ini untuk kenyamanan para pembaca hingga tdk malas untuk mengikuti pembahasan yg penuh dengan link2 terkait karena merasa terlalu banyak artikel yg harus dibuka sekaligus dalam sebuah artikel yg sedang dibahas.
..semoga menjadi bahan pertimbangan admin. terimakasih.
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar