Kezuhudan Pemimpin

Kezuhudan Pemimpin
16 November 2009 oleh mutiarazuhud
Sebagian orang mengatakan bahwa sufi mengajak orang mukmin agar menghindari nikmat-nikmat duniawi, meninggalkan pakaian-pakaian yang elok, makanan-makanan yang lezat dan tak mau tinggal di tempat-tempat yang mewah. Mereka mencela orang-orang yang menikmati pemberian-pemberian Ilahi ini, dan mencap orang-orang seperti itu sebagai “ahli dunia” dan jauh dari sisi Allah.
Bagi saya tidak ada yang salah tentang kesufian. Namun perlu kehati-hatian dalam memahaminya, karena sufi itu halus dan begitu besar godaan syetan sehingga sekali tersesat maka itu akan jauh dari “jalan yang lurus”.
Sufi bukanlah ajaran atau seolah mazhab baru, namun sekedar pengelompokan dari ajaran Islam yang berhubungan dengan pengenalan diri, penyakit hati, pensucian hati/diri, untuk menghadap ke hadirat Allah.
Sufi bukanlah menjauhi/menghindari dunia yang dikenal dengan zuhud namun sejauh yang saya pahami, konsep zuhud adalah meletakkan dunia pada tangan dan menempatkan akhirat pada hati kita. Apapun yang menarik dari kehidupan didunia tidak akan memalingkan kita dari Allah sang pencipta.
Kita berusaha/berupaya/berikhtiar di dunia sebagai bekal di akhirat.
Sesuai firman Allah, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (Az Zariyat 56)
“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu” (al Hijr 99).
Sufi adalah suatu sarana untuk mendalami ihsan. Dengan pemahaman sufi yang baik, sebagai contoh kita dapat segera meninggalkan pekerjaan/usaha ketika mendengar azan dan mensegerakan mendirikan sholat dan mengupayakan yang terbaik yakni mengikuti sholat berjamaah bagi pria.
Bagi pria, ketika kita dapat mendengarkan azan dengan jelas dan masjid/musholla dalam “jangkauan”, maka lebih baik kita berjama’ah di masjid/musholla. Kalau kita cinta dunia dan mengikuti kecondongan hati yang keliru maka hal ini akan berat dilakukan.
Bagi yang memahami sufi tentu bukanlah sosok yang sempurna tetap saja ada kemungkinan keliru/ berbuat salah. Namun biasanya ketika mereka keliru / berbuat salah maka insyaallah mereka akan segera beristighfar. Bagi mereka yang memahami sufi, mereka akan berupaya  selalu bersama Allah dalam menjalankan kehidupan di dunia ini. Mereka adalah lemah sehingga mereka selalu membutuhkan Allah.
Berdasarkan uraian diataslah maka saya menamakan blog saya sebagai mutiarazuhud.wordpress.com.
Dalam blog tsb ada artikel seputar sufi antara lain,
Salah satu tokoh sufi yang tulisan-tulisan yang baik untuk dipahami adalah tulisan-tulisan dari Ibn Athoillah.
Mohon maaf,  blog saya beberapa tulisan terakhir adalah seputar politik untuk mengingatkan mereka yang cinta dunia.
Bagi saya menjadi seorang pemimpin adalah berat dan mereka harus menyadarinya.  Sebagai pemimpin sebaiknya meneladani sebagai contoh Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA.
Meskipun Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari kalangan Bani Umayah yang terbiasa hidup mewah, namun pada kenyataannya ia lebih suka hidup sederhana. Bahkan terkenal dengan kezuhudan serta kewara’annya.
Pernah ada suatu malam ketika Khalifah Umar sedang memeriksa dokumen didalam kamar kerjanya dengan memakai lampu milik negara, tiba-tiba sang istri mengetuk pintu.
Umar segera mempersilahkan masuk dan bertanya: “Ada keperluan apa dinda datang kemari, keperluan pribadi atau negara?”
Tatkala istrinya menjawab bahwa ada urusan pribadi, Umar segera memadamkan lampu tersebu. Tentu saja wanita itu sangat terkejut atas pebuatan suaminya. Selanjutnya khalifah memberikan penjelasan, bahwa dalam urusan pribadi sangat tidak tepat jika memakai lampu yang minyaknya dibeli dengan uang dari kas negara.
Di malam yang lain ketika khalifah sedang menulis, kedatangan seorang tamu. Sementara lampu penerangan yang dipakai hampir padam karena kehabisan minyak. Melihat hal itu sang tamu segera meminta ijin untuk memperbaiki lampu tersebut, namun khalifah menolaknya. “Jangan, sangat tidak baik jika seseorang memperlakukan tamunya sebagai pelayan. Dan itu bukan akhlak mulia.”
Tamu: “Kalau begitu, biar saya bangun kan pelayan.”
Khalifah : “Jangan, ia baru saja tidur karena dari tadi belum merasakan kelezatan bantalnya.”
Khalifah segera mengisi minyak pada lampu tersebut.
Tamu : “Wahai aminul mu’minin. Kenapa anda sendiri yang mengisi minyak ke dalam lamput itu?
Khalifah : “Kenapa ? Kalau saya pergi, tetap sebagai Umar. Pulang pun tetap Umar, tidak kurang sedikitpun dengan apa yang saya lakukan tadi, bukan ? Selamanya saya tetap Umar.”
Pada suatu hari datang seseorang dengan membawa hadiah yang aka diserahkan kepada Khahfah Umar. Tetapi khalifah menolak, sehingga orang tersebut bertanya: “Bukankah Nabi dahulu suka meneri ma hadiah?”
Khalifah Umar menjawab dengan singkat dan tegas: “Hadiah pada zaman Nabi adalah benar-benar hadiah, sedangkan pada saat ini adalah bentuk lain dari suap atau kolusi.”
Demikianlah contoh kezuhudan walaupun beliau dari kalangan yang terbiasa hidup mewah. Sekarang kita tengok dengan fakta terkini dari pemimpin-pemimpin di negeri kita yang dianugerahkan Allah sumber daya alam yang begitu besar.
Wakil-wakil rakyat dengan senang hati menerima kendaraan dengan harga ratusan juta bahkan sampai milyar rupiah ditengah rakyatnya yang menurut Bank Dunia 50% rakyat Indonesia berpendapatan Rp. 600.000 per bulan.
Mereka mengatakan hal ini kewajaran atas “pencapaian” mereka pada posisi saat ini. Mereka beralasan bahwa mereka adalah orang-orang yang pandai menggunakan ni’mat Allah, sehingga mereka berpendidikan tinggi bahkan lulusan Amerika sehingga saat ini wajar menikmatinya.
Jikalau orang lain atau rakyat yang diwakili mereka dengan pendapatan Rp. 600.000 per bulan, mereka anggap wajar karena mereka rata-rata malas dan berpendidikan kurang ?
Beberapa lagi meneladanai sebagian pernyataan Imam Ja’far Ash-Shadiq, guru dari seluruh imam-imam mazhab dalam Islam bahwa jika hidup di suatu masa dimana keperluan–keperluan hidup mudah didapat dan kondisinya mengizinkan kita untuk menikmati pemberian-pemberian Ilahi, maka yang paling berhak untuk menikmati karunia dan nikmat-nikmat Allah tersebut adalah orang-orang yang saleh dan bertakwa, bukan orang-orang fasiq, bukan orang-orang kafir, melainkan orang-orang Muslim
Disisi lain mereka melupakan pernyataan Imam Ja’ far Ash-Shadiq saat berdialoq dengan Sufyan Al-Tsury (yang terlampau sempit mengartikan zuhud). Seperti di sampaikan oleh Imam Ja’far Ash-Shadiq bahwa “Sejak masa baligh-ku sampai sekarang, tidak pernah malam dan siang berlalu tanpa aku menyadari apakah hak orang lain masih ada di tanganku atau tidak. Kalau ada, segera aku lunasi dan kusampaikan kepadanya.”
Jadi Imam Ja’far Ash-Shadiq mengingatkan kita bahwa boleh hidup mewah / berkecukupan asalkan peduli dengan lingkungan, apalagi sebagai orang pemimpin harus terlebih dahulu memperhatikan rakyat yang dipimpinnya.
Atau perhatikan bagaimana pemimpin membiarkan rakyatnya sebagai contoh korban lapindo yang merana bertahun-tahun sedangkan menteri-menteri sedang mempertimbangkan kenaikan gaji.
Bahkan pemimpin seperti kita dengar dalam rekaman yang diperdengarkan pada sidang MK, bahwa karena uang memungkinkan untuk pengaturan keadilan / penegakan hukum.
Sebaliknya mereka mengatakan bahwa mereka akan berlaku adil jika tingkat pendapatan mereka layak seperti yang mereka inginkan. Mereka seolah-seolah menyandarkan segala tindakan di dunia berdasarkan uang semata tanpa menyadari bahwa takdir Allah yang menetapkan mereka sebagai penegak hukum. Maaf,  mereka cinta dunia dan mereka bagaikan menuhankan uang. Nauzubillahi min zalik.
Disisi lain, pemimpin di Bank Indonesia, mereka dengan tingkat pendapatan tinggi bahkan menurut kabar melebihi presiden ? namun hasilnya mereka tetap saja memberikan unjuk kerja yang mengecewakan seperti kasus Century. Mereka cukup berkata maafkan atas kelalaian kami dalam pengawasan. Uang sebesar 6,7 Trilyun cukup untuk mencegah rakyat yang mati karena kelaparan / sakit.
Ingatlah kematian rakyat karena ulah kepemimpinan akan diminta pertanggung jawaban kelak di akhirat.
Sebagai contoh terkini, bagaimana bisa pemimpin seperti menkes Endang Rahayu, membiarkan tanpa pengusutan, kematian 8 orang rakyat setelah pengobatan massal filariasis di Kabupaten Bandung dan dengan cepat beralasan kematian disebabkan penyakit bawaan semata. Padahal sebagian rakyat yang “selamat” setelah pengobatan massal mengeluh pusing, mual, dan muntah.
Logika sederhananya andaikan kedelapan orang yang meninggal dengan penyakit bawaan tsb, tentu ada kemungkinan tidak meninggal jika tidak mendapatkan pengobatan missal. Besar kemungkinan ada efek samping dari pengobatan dengan penyakit bawaan yang mereka derita.
Semoga para pemimpin, pejabat publik di negeri kita dapat memahami arti kezuhudan sesungguhnya. Sebaiknya janganlah hidup berlebihan jika sebagian besar rakyat hidup kekurangan.
Ibarat makan yang baik, sebagaimana dicontohkan Rasulullah,  maka sebaiknyacukuplah sekedar untuk menegakkan tulang punggung.
Wassalam
Zon di Jonggol

2 Tanggapan
very nice to blogs tanks site admin



pada 22 Januari 2010 pada 9:37 am | BalasMuhammad Hendra
Menarik
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar