Bagaimanakah kita menyikapi hadits berikut.
Tersebut dalam kitab Thabarani, bahwa Nabi bersabda yang artinya,
“Demi Tuhan yang memegang jiwa Muhammad ditanganNya, akan berfirqah ummatku sebanyak 73 firqah, yang satu masuk surga dan yang lain masuk neraka”.
berkata para Sahabat : ” Siapakah firqah (yang tidak masuk neraka) itu Ya Rasulullah ?”
Nabi menjawab : “Ahlussunnah wal Jama’ah” (jamaah yang mengikuti sunnah).
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Thabrani.
Hadits yang serupa maknanya.
Nabi Muhammad bersabda yang artinya:
“Akan ada segolongan dari umatku yang tetap atas kebenaran sampai hari kiamat dan mereka tetap atas kebenaran itu (hadits Sahih Riawayat Bukhari)
Sebagian umat muslim “menggunakan” hadits di atas sebagai “keputusan” bahwa jama’ah mereka adalah firqah “yang satu masuk surga”. Bahkan lebih keji dengan menyatakan bahwa diluar jamaah mereka adalah sesat, ahlu bid’ah dan kafir. Naudzubillah min zalik.
Sebagian umat muslim “mengaku-aku” bahwa mereka firqah yang “murni” atau “asli” yang merupakan firqah “yang satu masuk surga”, yang lain palsu atau salah bahkan “sesat” dengan menyebutkan ciri-ciri yang tidak ada pada mereka atau sesungguhnya mereka terbatas sebatas ilmu dan pemahaman mereka.
Sangat berbahaya jika mengukur, menilai saudara muslim atau jamaah lainnya dengan batasan ukuran ilmu atau pemahaman yang dimiliki, karena sesungguhnya tingkat pemahaman muslim terhadap agama adalah sangat berbeda-beda tergantung anugerah / karunia yang telah Allah berikan. Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (Al-Baqarah – 269). Kita harus menghormati saudara-saudara muslim lainnya.
Sebaiknya kita harus meyakini bahwa “keputusan” atau hasil adalah hak Allah sedangkan hak manusia hanyalah pada proses, upaya atau ikhtiar. Untuk itulah kita harus menyerahkan hasil kepada Allah setelah kita berupaya atau yang kita kenal dengan tawakal.
Sebaiknya dengan hadits diatas kita boleh memasuki jama’ah yang mengikuti sunnah dan menyikapi dengan selalu “memeriksa” (keadaan selalu terjaga) apakah jama’ah yang diikuti sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah (hadits). Adakah larangan yang telah dikerjakan ?. Jika ada larangan yang dikerjakan, lakukan tabayun, saling menasehati. Jika tidak ada perubahan maka jama’ah tersebut dapat ditinggalkan.
Berhati-hatilah dengan jama’ah yang sibuk “mengukur” , “menilai”, “melabeli” saudara muslim atau jama’ah lainnya karena itu bisa jadi merupakan wujud “berpuas-diri” atau bahkan sebuah bentuk “kesombongan” atau ujub yang akan memupuskan seluruh amal ibadah di dunia. Naudzubillah min zalik
Rasulullah memperingatkan manusia dari bahaya bangga diri, “Kalaulah bukan karena dosa, niscaya manusia akan binasa karena ujub.”
Satu Tanggapan
majalahababail
assalamualaikum , terimakasih untuk banyak info bermanfaat di sini, sekalian kami menyampaikan majalah kami edisi terbaru
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar