Ulama Dahulu

Kami telah sampaikan tentang bagaimana yang dimaksud dengan mengikuti Rasululullah dan Salafush Sholeh dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/10/ulama-yang-sholeh/ dan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/05/pengikut-salafush-sholeh-sebenarnya/
Kesempatan kali ini kami sampaikan tulisan habib Hasan Husen Assagaf  mengenai perilaku ulama dahulu.
Perilaku Ulama Dahulu
Daripada mikirin dunia melulu, mari sebentar kita alihkan pikiran kita ke tempo seabad yang lalu, ke satu masa, di mana masyarakat dan ulama masih baik-baik perilakunya dan bersih jalan pikiranya. Perilaku baik itu dalam bahasa Arab disebut suluk atau sirah. Yaitu hal baik yang tidak hanya menyangkut tindakan atau perbuatan, tetapi juga baik dalam hal pikiran dan perasaan. Orang yang alam pikir dan rasanya baik akan melahirkan perilaku atau suluk yang baik. Sebaliknya orang yang perilakunya atau suluknya buruk, timbul dari alam pikir dan rasa yang rusak. Sudah pasti alam pikir dan rasa yang rusak inilah yang mendorong perilaku atau suluk menjadi jahat seperti merusak di muka bumi, menipu, mencuri, korupsi, mencaci-maki, memfitnah, dst.
Perilaku atau suluk yang mulia dalam tindakan, perbuatan dan perasaan itu menjadi motif mufti besar pertama di Indonesia, Habib Ustman bin Yahya seabad yang lalu atau lebih, yang hidupnya penuh disegani oleh semua lapisan masyarakat. Bukan dari masyarakat Muslim saja, bahkan non Muslim juga sangat menyeganinya. Beliau dikategorikan sebagai ulama dahulu yang berdakwah penuh dengan perasaan, penuh dengan ilmu dan perilaku baik dalam tindakan dan perbuatan, menghormati sesama, tidak berlebih-lebihan atau ikut-ikutan.
Cita-cita mufti besar Habib Ustman bin Yahya adalah ingin mengangkat derajat dan martabat manusia Muslim Indoneisa menjadi manusia yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesamanya, terhormat dalam perbuatan, tindakan, serta pikiran dan perasaannya. Orang yang terhormat itu adalah orang yang tidak tercela perbuatannya. Ia adalah orang pintar dan terpelajar, berani dan jujur serta cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama mufti besar Habib Ustman bin Yahya yang ingin membebaskan Muslimin Indonesia dari belenggu kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Dan mengangkat mereka menjadi manusia terhormat, terpelajar, berakhlak dan bersuluk baik.

Adapun ulama yang terhimpun dalam wadah Habib Ustman bin Yahya, mereka pintar-pintar, terpelajar, dan digembleng di madrasah Rasulullah SAW. puluhan tahun. Di samping menguasai bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama secara menyeluruh. Di antara tokoh-tokoh itu adalah Habib Ali Al Habsyi (Kwitang), penerus ajaran dan cita-cita Habib Ustman bin Yahya. Ribuan umat Islam datang ke majlis Habib Ali semasa hidupnya hanya sekedar mendengar nasihat, wejangan dan diakhiri dengan pembacaan kalimat tauhid. Tidak pernah kita mendengar di majlis itu caci-maki terhadap seseorang atau golongan, melaknat atau mengkufurkan seseorang atau golongan. Majlis penuh dengan ilmu dan nasihat, penuh dengan akhlak dan suluk yang baik, penuh dengan doa dan rahmat.
Dakwah semacam inilah yang telah diwasiatkan Rasulullah SAW. lima belas abad silam, yang datang membagi rahmat dan membawa perdamaian bagi alam semesta. Bukankah Rasulallah, setelah berhijrah ke Madinah pertama-tama yang dilakukannya, setelah mempersaudarakan antara kaum Anshor dan Muhajirin, adalah mengadakan perdamaian dengan tiga kelompok Yahudi yang berada di sana, Bani Qainuqa’, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah. Beliau telah membuat hubungan baik dan menggelar perjanjian untuk hidup damai dan saling menghormati. Akan tetapi orang-orang Yahudi sendirilah yang mengkhianati dan merusak perjanjian tersebut.
Islam adalah agama yang membawa damai dan rahmat lil ‘alamin (bagi semesta alam). Islam diambil dari kata “salam” yang berarti damai, damai di dunia dan damai di akhirat. Damai yang dimaksudkan disini adalah berperilaku baik dan berbuat hormat kepada sesama manusia.
Contohnya, suatu saat Rasulullah sedang duduk di beranda rumahnya. Tiba-tiba ada orang-orang lewat mengusung keranda jenazah. Beliau pun berdiri karena rasa hormat terhadap jenazah tersebut. Namun salah seorang sahabat memberi tahu Nabi SAW., serta berkata “Wahai Rasulullah, itu adalah jenazah orang Yahudi?” Nabi menanggapi “Bukankah ia juga jiwa manusia” ( HR Imam Bukhari )
Islam mengajarkan damai dan berbuat baik bukan hanya terhadap manusia, akan tetapi sampai terhadap hewan dan tumbuh-tumbuhan. Bukankah dalam hadist Nabi saw telah diriwayatkan bahwa seorang wanita masuk neraka karena telah menganiyaya seekor kucing? Begitu pula seorang pelacur masuk sorga karena telah memberi minum seekor anjing yang kehausan?.
Rahmat Islam rupanya benar-benar lil ‘alamin (bagi semesta alam). Tidak hanya manusia, tetapi hewan, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan hidup, semua memperoleh rahmat Islam. Ibnu Abbas ra. meriwayatkan, ada seorang lelaki yang merebahkan kambingnya sementara dia masih menajamkan pisaunya. Lalu Rasulullah bersabda, “Apakah engkau ingin membunuh kambing itu dua kali? Jangan lakukan itu. Tajamkan pisaumu sebelum kamu merebahkan kambingmu.”
Ibnu Sirin juga meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab pernah melihat seseorang sedang menyeret kaki kambing untuk disembelih. Beliau marah dan menegur orang tsb., “Jangan lakukan itu! Giringlah hewan itu menuju kematiannya dengan baik.” (HR Imam Nasai)
Itulah kebesaran agama Islam. Itulah kehebatan agama kita. Rahmat semacam inilah yang pernah dirintis rastusan tahun yang lalu oleh ulama pendatang dahulu. Mereka datang tidak membawa pendang atau keris, belati atau penangkis, akan tetapi berkat ilmu yang luas serta akhlak dan perilaku (suluk) yang luhur, Islam menjadi agama terbesar di seluruh lapisan masyarakat Indoneisa.
Rasulullah tidak mengajarkan kita berdakwah dengan kekerasan, paksaan dan brutal. Akan tetapi beliau mengajarkan umatnya berdakwah dengan hikmah dan mauizhah hasanah, dengan akhlak dan suluk yang ramah. Ini kunci kesuksesan dakwah ulama kita masa lalu.
Wallahu’alam
Hasan Husen Assagaf


5 Tanggapan
hmm..ty


pada 24 Maret 2011 pada 4:58 am | Balasmamo cemani gombong
bang Zon pelajaran apa yang kita petik dari pelacur yang masuk sorga karena memberi minum seekor anjing …..? mohon pencerahannya …..salam


pada 24 Maret 2011 pada 5:56 pm | Balasmutiarazuhud
Dari Abi Hurairah r.a. dari Rasulullah saw berabda, “Telah diampuni seorang wanita pezina yang lewat di depan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia berkata, “Anjing ini hampir mati kehausan”. Lalu dilepasnya sepatunya lalu diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Maka diampuni wanita itu karena memberi minum. (HR Bukhari)
Pertanyaan mas Mamo serupa dengan pertanyaan Bung Karno kepada Al Mukaram Al Mujaddid Prof. DR. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin , silahkan baca tulisan pada
http://www.blogsief.co.cc/2010/06/dialog-bung-karno-dan-kadirun-yahya.html
Mas Mamo, sebelum pelacur itu wafat, dia menyadari kenistaannya dan dengan amal yang dilakukannya secara ikhlas mengantarkan dia ke surga. Menyadari kesalahan atau bertobat , seberapapun besarnya dosa jika Allah Azza wa Jalla menerima tobat mereka maka mereka kembali suci seperti baru terlahir.
Rasulullah Saw. bersabda “Sesungguhnya Allah akan menerima tobat seorang hamba, selama ruhnya belum tercabut” (HR Ibnu Majah dan Al-Tirmidzi)
Kisah pelacur ini serupa pula dengan kisah pembunuh 99 jiwa sebagaimana telah kami cuplikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/04/menghukum-yang-berdosa/
Inti sari hadits tentang amal seorang pelacur adalah keikhlasan. Rasa cinta atau kasih kepada seekor anjing tanpa mengharapkan kembali.
Begitulah kita seharusnya mencintai dan mengasihi tanpa mengharapkan kembali hanya karena Allah Azza wa Jalla . Sungguh hanya karena Ar-rahmaan dan Ar Rahiim Allah Azza wa Jalla maka kita dapat mencintai dan mengasihi yang lain. Ar-rahmaan dan Ar Rahiim Allah Azza wa Jalla tanpa mengharapkan kembali, karena Allah Azza wa Jalla tidak membutuhkan apapun dari ciptaanNya.
Pada zaman modern ini, dapat kita temukan muslim yang menjalankan sholat karena mereka tahu dan mampu bukan karena Allah Azza wa Jalla. Wallahu a’lam. Hal ini telah kami sampaikan bahwa
Jangan merasa senang, karena sudah beribadah, menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah Azza wa Jalla
Tetapi merasa senanglah, karena diberi kekuatan oleh Allah ta’ala, untuk beribadah, menjalankan perintah dan menjauhi larangan.
Wassalam


Ulama dahulu yang berada 1 abad silam berarti kita berbicara di masa penjajahan,
Bagaimana hubungan mereka dengan penjajahan, apakah ada peristiwa2 yang menimbukan ketegangan, intimidasi dari pihak penjajah?
Maklumlah , penjajahan belanda bukan sekedar menjajah hasil bumi, tapi menyebarkan agama kristen dengan oritentalisnya,
Diwaktu itu gerakan wahabi juga ada pengaruhnya di Indonesia, apakah tidak terjadi gesekan sperti zaman sekarang?
Maaf , ya tanyanya banyak banget, :)
Kabar bang zon baik sekali? semoga slalu dinaungi hidayahNya :) oya icon senyumnya apa ngak ada nih, untuk ungkapan ekspresi?
Wasalam slah satu sahabatmu dari forum MyQuran


pada 26 Maret 2011 pada 6:07 pm | Balasmutiarazuhud
Alhamdulillah, mengenai seputar ulama dahulu dan hubungan dengan penjajah, ada sedikit diulas dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/17/wali-sanga/
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar