Kutipan-kutipan mereka tentang tahlilan
Telah diuraikan tentang tahlilan dalam dua buah tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/30/tahlilan-dan-anak-sholeh/ dan http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/06/01/riwayat-tahlilan/
Mereka pun menguraikan tentang tahlilan namun telah memotong-motong pendapat ulama terdahulu sehingga dapat menyesatkan pemahaman masyarakat umum.
Contoh
Mereka menyampaikan kutipan terjemahan sebagai berikut,
“Dan diantara bid’ah yang munkarat yang tidak disukai ialah apa yang biasa dikerjakan orang tentang cara penyampaian rasa duka cita, berkumpul dan acara hari keempat puluh, bahkan semua itu adalah haram.” (I’anatut Thalibin, Sarah Fathul Mu’in, Juz 2 hal. 145-146) Sumber:http://fauzyachmed.blogspot.com/2009/10/bismillah-assalaamualaikum-wa.html
“Di antara bid’ah munkarat yang tidak disukai ialah perkara yang sangat biasa diamalkan oleh individu dalam majelis untuk menyampaikan rasa duka cita (kenduri arwah), berkumpul dan membuat jamuan majelis untuk kematian pada hari keempat puluh, bahkan semua itu adalah haram” (lihat buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, hal. 69).
“Dan di antara bid’ah munkaroh yang sangat dibenci adalah apa yang dilakukan orang di hari ketujuh dan di hari ke-40-nya. semua itu haram hukumnya” (lihat buku Membongkar Kesesatan Tahlilan, hal. 31).
Berikut teks lengkapnya
وفي حاشية العلامة الجمل على شرح المنهج: ومن البدع المنكرة والمكروه فعلها: ما يفعله الناس من الوحشة والجمع والاربعين، بل كل ذلك حرام إن كان من مال محجور، أو من ميت عليه دين، أو يترتب عليه ضرر، أو نحو ذلك.
“Dan didalam kitab Hasiyatul Jamal ‘alaa Syarh al-Minhaj (karangan Al-‘Allamah asy-Syekh Sulaiman al-Jamal) ; “dan sebagian dari bid’ah Munkarah dan Makruh mengerjakannya yaitu apa yang dilakukan orang daripada berduka cita , berkumpul dan 40 harian, bahkan semua itu haram jika (dibiayai) dari harta yang terlarang (haram), atau dari (harta) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya, atau yang lain sebagainya”
Mereka menyampaikan sebagai berikut
Imam Sayyid Al Bakr Ad Dimyathi Asy Syafi’i Rahimahullah, beliau berkata dalam I’anatuth Thalibin:
نعم، ما يفعله الناس من الاجتماع عند أهل الميت وصنع الطعام، من البدع المنكرة التي يثاب على منعها والي الامر، ثبت الله به قواعد الدين وأيد به الاسلام والمسلمين.
Ya, apa yang dilakukan manusia, yakni berkumpul di rumah keluarga si mayit, dan dihidangkan makanan, merupakan bid’ah munkarah, yang akan diberi pahala bagi orang yang mencegahnya, dengannya Allah akan kukuhlah kaidah-kaidah agama, dan dengannya dapat mendukung Islam dan muslimin.” (Imam Sayyid Al Bakr Ad Dimyathi Asy Syafi’i, I’anatuth Thalibin, 2/165. Mawqi’ Ya’sub) sumber: http://ibnumaulay.multiply.com/journal/item/3
Berikut teks lengkapnya;
وقد اطلعت على سؤال رفع لمفاتي مكة المشرفة فيما يفعله أهل الميت من الطعام. وجواب منهم لذلك. (وصورتهما). ما قول المفاتي الكرام بالبلد الحرام دام نفعهم للانام مدى الايام، في العرف الخاص في بلدة لمن بها من الاشخاص أن الشخص إذا انتقل إلى دار الجزاء، وحضر معارفه وجيرانه العزاء، جرى العرف بأنهم ينتظرون الطعام، ومن غلبة الحياء على أهل الميت يتكلفون التكلف التام، ويهيئون لهم أطعمة عديدة، ويحضرونها لهم بالمشقة الشديدة. فهل لو أراد رئيس الحكام – بما له من الرفق بالرعية، والشفقة على الاهالي – بمنع هذه القضية بالكلية ليعودوا إلى التمسك بالسنة السنية، المأثورة عن خير البرية وإلى عليه ربه صلاة وسلاما، حيث قال: اصنعوا لآل جعفر طعاما يثاب على هذا المنع المذكور ؟
“Dan sungguh telah aku perhatikan mengeni pertanyaan yang ditanyakan (diangkat) kepada para Mufti Mekkah (مفاتي مكة المشرفة) tentang apa yang dilakukan oleh Ahlu (keluarga) mayyit perihal makanan (membuat makanan) dan (juga aku perhatikan) jawaban mereka atas perkara tersebut. Gambaran (penjelasan mengenai keduanya ; pertanyaan dan jawaban tersebut) yaitumengenai (bagaimana) pendapat para Mufti yang mulya (المفاتي الكرام) di negeri “al-Haram”, (semoga (Allah) mengabadikan manfaat mareka untuk seluruh manusia sepanjang masa) , tentang kebiasaan (‘urf) yang khusus di suatu negeri bahwa jika ada yang meninggal , kemudian para pentakziyah hadir dari yang mereka kenal dan tetangganya, lalu terjadi kebiasaan bahwa mereka (pentakziyah) itu menunggu (disajikan) makanan dan karena rasa sangat malu telah meliputi ahlu (keluarga mayyit) maka mereka membebani diri dengan beban yang sempurna (التكلف التام), dan (kemudian keluarga mayyit) menyediakan makanan yang banyak (untuk pentakziyah) dan menghadirkannya kepada mereka dengan rasa kasihan. Maka apakah bila seorang ketua penegak hukum yang dengan kelembutannya terhadap rakyat dan rasa kasihannya kepada ahlu mayyit dengan melarang (mencegah) permasalahan tersebut secara keseluruhan agar (manusia) kembali berpegang kepada As-Sunnah yang lurus, yang berasal dari manusia yang Baik (خير البرية) dan (kembali) kepada jalan Beliau (semoga shalawat dan salam atas Beliau), saat ia bersabda, “sediakanlah makanan untuk keluarga Jakfar”, apakah pemimpin itu diberi pahala atas yang disebutkan (pelarangan itu) ?
أفيدوا بالجواب بما هو منقول ومسطور. (الحمد لله وحده) وصلى الله وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه والسالكين نهجهم بعده. اللهم أسألك الهداية للصواب. نعم، ما يفعله الناس من الاجتماع عند أهل الميت وصنع الطعام، من البدع المنكرة التي يثاب على منعها والي الامر، ثبت الله به قواعد الدين وأيد به الاسلام والمسلمين.
“Penjelasan sebagai jawaban terhadap apa yang telah di tanyakan, (الحمد لله وحده) وصلى الله وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه والسالكين نهجهم بعده, Ya .. Allah aku memohon kepada-Mu supaya memberikan petunjuk kebenaran”.
“Iya.., apa yang dilakukan oleh manusia dari berkumpul ditempat ahlu (keluarga) mayyit dan menghidangkan makanan, itu bagian dari bid’ah munkarah, yang diberi pahala bagi yang mencegahnya dan menyuruhnya. Allah akan mengukuhkan dengannya kaidah-kaidah agama dan mendorong Islam serta umat Islam” Kitab I’anatuth Thalibin, Al-‘Allamah Asy-Syekh Al-Imam Abi Bakr Ibnu As-Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathiy Asy-Syafi’i.
Apa yang mereka kutipkan sebenarnya adalah jawaban atas pertanyaan terhadap sikap pentakziyah yang menunggu disajikan makanan sehingga keluarga ahli kubur menyediakan makanan dengan terpaksa atau merasa terbebani.
Sedangkan keluarga ahli kubur yang mengadakan tahlilan atau mengundang tahlilan, biasanya pada malam harinya atau malam selanjutnya, pada umumnya mereka telah mempersiapkan dan tidak merasa terbebani karena mereka meniatkannya sebagai amal sedekah atau amal kebaikan.
Kita dapat pahami bahwa tahlilan yang umumnya tidak diselenggarakan setelah penguburan, diselenggarakan oleh seorang anak yang berupaya menjadi anak yang sholeh dengan menyambung tali silaturrahim dan memuliakan tamu adalah amal kebaikan (amal sholeh).
Amal kebaikan (amal sholeh) yang dilakukan oleh anak ahli kubur yang diniatkan untuk orang tuanya (ahli kubur) akan sampai pahalanya kepada orang tuanya (ahli kubur).
Tahlilan bukanlah sebuah kewajiban yang jika ditinggalkan akan berdosa. Tahlilan adalah amal kebaikan (amal sholeh) dan masih banyak bentuk amal kebaikan (sholeh) lainnya.
Tidak mengapa jika tidak mampu menyelenggarakan tahlilan lebih utama mewujudkan menjadi anak yang sholeh akan lebih bermanfaat bagi orang tua kita (ahli kubur).
Anak yang sholeh yakni anak yang menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya serta berbuat kebaikan pada hakikatnya adalah bagaikan anak yang setiap saat (selalu) berdoa bagi orang tuanya yang telah wafat (ahli kubur).
Anak yang sholeh menjadikan kebaikan bagi dirinya dan orang tua yang telah wafat serta guru-guru mereka yang telah menyampaikan ilmuNya
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Inspirasi tulisan bersumber pada http://www.facebook.com/notes/abi-tama/membongkar-kedustaan-yg-penuh-dg-taqiyah-tuduhan-dan-fitnah-keji-orang2-sawah/248688995173948
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar