Begitulah slogan pada blog kami
Diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
“Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai. Apakah tidak perlu aku tunjukkan pada satu perkara, jika kalian melakukannya maka niscaya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian!” (HR. Muslim).
Blog mutiarazuhud kami upayakan dalam rangka menebarkan salam, saling mencintai sesama muslim dan dalam rangka saling mengingatkan agar kita semua tidak dalam kerugian.
Akhir-akhir ini kami menyampaikan masalah Salafy adalah karena kami temukan perpecahaan dikalangan umat Muslim di negeri kita sebagai contoh adalah,
- Perbedaan pendapat ketika memasuki bulan Maulid (Rabiul Awwal).
- Perbedaan pendapat masalah membaca fatihah di belakang imam sehingga mengakibatkan ketika Masjid “dikuasai” salafy, sebagian umat Islam tidak lagi mau mengikuti sholat berjamaah padahal kita ketahui bahwa sholat berjamaah merupakan suatu keutamaan.
- Perbedaan pendapat dalam mengikuti pemilu dan berpolitik sampai merusak silaturahim
- Perbedaan pendapat tentang zikir berjama’ah
dll.
Oleh karenanya kami mengadakan kajian dan diskusi secara internal dan dengan kemampuan teknologi informasi seadanya, saya mendapat tugas menyampaikan pada dunia internet.
Setelah kami mengadakan kajian, kesimpulan kami, (mohon maaf) bahwa perpecahaan itu salah satu merupakan sumbangan metode pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah (Salafy)
Awalnya dari metode pemahaman Salafy yang kemudian pecah kedalam beberapa kelompok yang secara garis besar ada pada dua kelompok yang bertolak belakang.
Silahkan baca tulisanhttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/29/keterhubungan-salafy/
Kami setuju, ada saudara-saudara muslim kita yang berupaya untuk mengikuti Sunnah dan Salafush Sholeh namun mereka tidak mengikuti sama sekali metode pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah dan Syaikh-syaikh sepemahaman dengan beliau.
Mereka langsung mengkaji pada Al-Qur’an, Tafsir, Hadits-Hadits dan Syarahnya, Kitab-kitab Fiqih, Kitab-Kitab Ushuluddin, Kitab-Kitab Tasawuf dan buku-buku umum lainnya. Namun terkadang mereka terkendala untuk mendapatkan sumber dan literatur.
Begitulah kenyataannya beragamnya sumber literatur tentang metode pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah. Sebagai contoh salah satu tulisan di
Dimana sosok-sosok pengungkap pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah ada pula dilakukan oleh “orang lain”, lihatlah nama-nama asing yang tercantum sebagai sumber.
Kami sangat khawatir dari upaya-upaya Kerajaan Arab Saudi untuk “memaksa” penerimaan pemahaman Salafy Wahabi. Saudara-saudara muslim negeri kita yang sekembali belajar di sana ada sebagian yang tekontaminasi dengan pemahaman Salafy Wahabi
Untuk memenuhi sikap pragmatis tersebut, ada kemungkinan mereka sampai melakukan ”perubahan” atas kitab-kitab Ulama di Timur Tengah yang terdahulu.
Sebagai contoh kitab “Madarijus Salikin”, Ibnu Qoyyim Al-Jauziah. Pada edisi yang kami dapatkan tertulis yang artinya “Barangkali edisi ini lebih “akurat” dan “korektif” ketimbang terbitan al-Manar, karena naskah ini dirujuk kepada empat manuskrip tulisan tangan yang terdapat di Dar al-kutub al-Mishriyah, Mesir…..”
Apalagi mempertimbangkan bahwa orang-orang yang memusuhi Islam (orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik) ketika perang dengan negeri-negeri Islam, mereka turut juga melakukan perusakan pada sumber-sumber, literatur, manuskrip karya ulama-ulama Islam terdahulu. Namun ada juga mereka “membantu” menerbitkan ulang beberapa karya ulama-ulama Islam yang sumber asli ada pada mereka.
Jadi keaslian kitab-kitab karya Syaikh Ibnu Taimiyah mulai ada keraguan bagi kami. Sungguh pada zamannya metode pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah ditolak oleh jumhur ulama waktu itu. Bahkan beliau masuk penjara karena perbedaan metode pemahaman. Salah satu perbedaan dapat dilihat dihttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/10/allah-turun/
Oleh karenanya kami menyarankan untuk meninggalkan metode pemahaman Ibnu Taimiyah. Keputusan ada ditangan antum masing-masing, kami hanya sebatas menyampaikan hasil kajian.
Kalaupun ingin berupaya mengikuti Sunnah dan Salafush Soleh maka sebaiknya pada sumbernya langsung tanpa mengikuti hasil upaya yang telah dilakukan Syaikh Ibnu Taimiyah. Namun kita sadari bahwa upaya kita mengikuti Sunnah dan Salafush Soleh secara langsung (sumber primer) akan terkendala dalam mencari sumber-sumber, literatur, manuskrip. Juga kendala terlampau besar jarak waktu antara zaman sekarang dengan generasi terbaik. (Salafush Sholeh).
Sekali lagi pesan kami, karya-karya ulama setelah tahun 300 H perlu kita lebih berhati-hati dan selalu merujuk pada Al-Quran dan Hadits atas segala pendapat atau fatwa mereka.
Sebaiknya jangan percaya begitu saja segala sesuatu pemahaman/pendapat/fatwa yang datang dari wilayah kerajaan Arab mempertimbangkan hadist tentang Imam Mahdi akan berperan sebagai panglima perang ummat Islam di akhir zaman.
Beliau akan mengajak ummat Islam untuk memerangi para Mulkan Jabriyyan (Para Penguasa Diktator). “Kalian perangi jazirah Arab dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian Persia (Iran ), dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Rum, dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Dajjal,dan Allah beri kalian kemenangan.” (HR Muslim 5161)
Makna hadits adalah bahwa orang-orang di Jazirah Arab dalam perkembangan dan sampai akhir zaman nanti akan kembali kedalam kesesatan sehingga Imam Mahdi perlu memerangi mereka.
Kita paham bahwa Allah menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh Bangsa Arab. Sedangkan kita dengan sedikit kendala dalam segi bahasa namun Insya Allah pemahaman dapat kita dapati pula. Kami lebih menyenangi karya-karya ulama-ulama Islam “tua” negeri kita yang penuh hikmah. Kami pun lebih memahami fatwa-fatwa majelis ulama Indonesia karena fatwa mereka adalah bentuk kesepakatan para ulama dari berbagai unsur.
Bahkan ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya nama Indonesia mengambil inspirasi dari surah Ali Imran: 19, “Inna al-din ‘inda Allahi al-Islam”. Begitu pula sumber daya alam Indonesia yang berlimpah ruah dianugerahkan oleh Allah kepada rakyat yang mayoritas beragama Islam. Pada kenyataannya kita kurang bersyukur sehingga pemanfaatan alam tidak dengan baik malah “membiarkan” ikut dinikmati oleh orang-orang memusuhi Islam yakni seperti peringatan yang disampaikan Allah yang artinya,
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” (Al Maaidah: 82)”
Wallahu a’lam
8 Tanggapan
pada 30 April 2010 pada 5:58 pm | Balas
malas aku komentari tulisanx, habis itu2 aja trus dan knpa komentarku tdk pernah di bls, jgn egois !
pada 1 Mei 2010 pada 9:42 pm | Balas
mutiarazuhud
Saya sudah berusaha membalas. Beberapa komentar antum bukan berisi pertanyaan.
pada 30 April 2010 pada 8:44 pm | Balas
salafi
Kenapa orang-orang ‘zuhud’ ini peduli dengan wahaby, kenapa?, kenapa tidak hidup di gunung berkhalwat, menyatu dengan Allah dan menyatu dengan alam, jangan makan, jangan bersosialisasi, tinggalkan dunia zahir…..?, bukan kah setiap hari takziyatun nafs, bukankah hatinya dah bersih kayak di-bayklin…….
pada 30 April 2010 pada 10:45 pm | Balas
mutiarazuhud
Kami peduli, karena kami menganggap bahwa Salafy Wahabi adalah saudara kami. Semua kami lakukan dalam rangka saling mengingatkan.
pada 9 Mei 2010 pada 5:19 pm | Balas
salafi
Saya gak ngerti kenapa salafi dibilang pemecah umat, memangnya sebelumnya bersatu ? bukankah 90% negara indon ini muslim aqidah asy’ariyah & fiqh syafi’iyah.
Jauh sebelum salafyoon ada zaman syeikh Ahmad Hasan dan Syeih Ahmad Dahlan, apakah mereka pemecah umat juga?
Apakah karena berkurangnya peminat tahlilan dan maulidan sodara katakan umat jadi berpecah-belah?
Saya hanya mengajak orang2 untuk menjadi salafy, seperti sodara mengajak orang kepada asy’ariyah dan tasawuf, seperti dakwah HTI dan IM mengajak ke masing2 golongan..
saya kira berpisah untuk mengikuti hal kebenaran adalah wajar bukannya jadi terpecah belah.
mutiarazuhud
Salafi (madzhab Taimiyah) dikatakan sebagai pemecah umat karena Salafi (madzhab Taimiyah) “menilai” atau bahkan “menghukum” umat muslim lainnya berdasarkan upaya pemahaman mereka. Padahal pemahaman Al-Qur’an dan Hadits tergantung karunia Allah yang didapatkan. Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Al-Baqarah – 269).
Sungguh jikalau muslim dalam sekali pemahaman Al-Qur’an dan Haditsnya, kemungkinan besar tidak akan “menilai” atau “menghukum” saudara muslim lainnya secara serampangan. Ibaratnya mereka tidak akan melakukan yang bukan wewenang mereka.
pada 12 Mei 2010 pada 10:02 am | Balas
salafi
Hukum dari dulu sudah ditetapkan, saya hanya mengikutinya.
contoh :
dulu yang berwenang pernah memenggal kepalanya sufi
dulu yang berwenang pernah memenggal kepalanya khawarij, Ali r.a pernah membakar orang2 syiah.
kita hanya ngikutin yang berwenang dari dulu.
Bukankah asy’ariyah syafi’iyah juga menghukum dan menilai golongan lain sesat, bukankah mereka menuduh wahabi sebagai mujasimah, murjiah, liberal menuduh wahabi sebagai penyembah teks ?
orang sufi tidak belajar hukum makanya gak ngerti-ngerti dan kayaknya gak peduli dengan hukum islam.
pada 25 Mei 2010 pada 10:27 pm | Balas
danie
ya,,salafi mengikuti yang salah,jadinya salah kaprah dalam penerapannya..gitu aja berbelit2..dibuat simple aja fi,jangan suka mempersulit diri sendi
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar