Sufi mi’raj sampai (wushul) ke hadiratNya dengan dzikrullah
Sufi adalah mereka yang telah diperjalankan oleh Allah Azza wa Jalla hingga sampai (wushul) kehadiratNya
Syekh Abu al-Abbas r.a mengatakan bahwa orang-orang berbeda pendapat tentang asal kata sufi. Ada yang berpendapat bahwa kata itu berkaitan dengan kata shuf (bulu domba atau kain wol) karena pakaian orang-orang shaleh terbuat dari wol. Ada pula yang berpendapat bahwa kata sufi berasal dari shuffah, yaitu teras masjid Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang didiami para ahli shuffah. Menurutnya kedua definisi ini tidak tepat.
Syekh mengatakan bahwa kata sufi dinisbatkan kepada perbuatan Allah pada manusia. Maksudnya, shafahu Allah, yakni Allah Azza wa Jalla menyucikannya sehingga ia menjadi seorang sufi. Dari situlah kata sufi berasal.
Lebih lanjut Syekh Abu al Abbas r.a. mengatakan bahwa kata sufi (al-shufi) terbentuk dari empat huruf: shad, waw, fa, dan ya.
Huruf shad berarti shabruhu (kebesarannya), shidquhu (kejujuran), dan shafa’uhu(kesuciannya)
Huruf waw berarti wajduhu (kerinduannya), wudduhu (cintanya), dan wafa’uhu(kesetiaannya)
Huruf fa’ berarti fadquhu (kehilangannya), faqruhu (kepapaannya), dan fana’uhu(kefanaannya).
Huruf ya’ adalah huruf nisbat.
Apabila semua sifat itu telah sempurna pada diri seseorang, ia layak untuk menghadap ke hadirat Tuhannya.
Kaum sufi telah menyerahkan kendali mereka pada Allah. Mereka mempersembahkan diri mereka di hadapanNya. Mereka tidak mau membela diri karena malu terhadap rububiyah-Nya dan merasa cukup dengan sifat qayyum-Nya. Karenanya, Allah memberi mereka sesuatu yang lebih daripada apa yang mereka berikan untuk diri mereka sendiri.
Firman Allah ta’ala yang artinya: ”...Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)
Firman Allah yang artinya,
“Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat“
“Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik“
(QS Shaad [38]:46-47)
Begitupula Allah Azza wa Jalla mensucikan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebelum Beliau mi’raj
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam didatangi Jibril shallallahu ‘alaihi wasallam, saat beliau sedang bermain bersama anak-anak. Malaikat itu kemudian mengambil lalu merebahkan beliau, lalu membelah hatinya, mengeluarkan hati dan mengeluarkan segumpal darah darinya seraya berkata, ‘Ini bagian setan darimu kemudian mencucinya dalam bejana dari emas dengan air Zamzam’, kemudian malaikat menjahitnya dan kemudian mengembalikannya ke tempat semula.(HR Muslim)
Sufi telah diperjalankan (mi’raj) oleh Allah Azza wa Jalla dengan dzikrullah
Rasulullah bekata bahwa “Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin“, “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“
Atas izin Allah Azza wa Jalla mereka dapat berjumpa dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Mereka dapat berjumpa dengan orang-orang sholeh yang telah mendahului kita. Mereka dapat berjumpa dengan Nabi-Nabi terdahulu, dengan para Syuhada, dengan para Shiddiqin termasuk berjumpa dengan Nabi Khidir as.
Orang-orang yang mulia di sisi Allah Azza wa Jalla yakni para Nabi, para Shiddiqin , para Syuhada dan orang sholeh-sholeh walaupun mereka secara dzhahir telah wafat namun mereka hidup dan ditempatkan oleh Allah Azza wa Jalla ditempat/kedudukan (maqom) yang dikehendakiNya
Anas bin Malik berkata, “Lalu dia menyebutkan bahwa dia mendapati pada langit-langit tersebut Adam, Idris, Isa, Musa, dan Ibrahim -semoga keselamatan terlimpahkan kepada mereka semuanya- dan dia tidak menyebutkan secara pasti bagaimana kedudukan mereka, hanya saja dia menyebutkan bahwa beliau menjumpai Adam di langit dunia, dan Ibrahim di langit keenam.” (HR Muslim)
Sumber: http://www.indoquran.com/index.php?surano=2&ayatno=229&action=display&option=com_muslim
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal“. ( QS Al Hujurat [49]:13 )
Tentulah tempat/kedudukan (maqom) yang paling mulia, paling dekat, di sisi Allah Azza wa Jalla adalah manusia yang paling mulia, sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Para Sahabat menyampaikan bahwa “sesungguhnya jika kita mengucapkan “Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin”, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba yang shalih baik di langit maupun di bumi“. Perkataan ini dilukiskan dalam hadits pada
Hamba-hamba shalih yang di langit adalah hamba-hamba shalih yang secara dzahir sudah wafat namun mereka hidup di sisi Allah Azza wa Jalla sebagaimana para Syuhada, sebagaimana yang difirmankan Allah Azza wa Jalla yang artinya.
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan(sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
Atas izin Allah Azza wa Jalla, merekapun dapat sampai ke telaga Arasy atau melihat Arasy. Malaikat Muqorobin penjaga telaga Arasy akan menyambut manusia yang sholeh (sufi) yang telah disampaikan (diperjalankan) oleh Allah Azza wa Jalla ke telaga Arasy. Mereka yang telah sampai (diperjalankan) pastilah tidak akan bertanya lagi “di mana Allah” atau “bagaimana Allah”
Imam al Qusyairi menyampaikan, ” Dia Tinggi Yang Maha Tinggi, Luhur Yang Maha Luhur dari ucapan “bagaimana Dia?” atau “dimana Dia?”. Tidak ada upaya, jerih payah, dan kreasi-kreasi yang mampu menggambari-Nya, atau menolak dengan perbuatan-Nya atau kekurangan dan aib. Karena, tak ada sesuatu yang menyerupai-Nya. Dia Maha Mendengar dan Melihat. Kehidupan apa pun tidak ada yang mengalahkan-Nya. Dia Dzat Yang Maha Tahu dan Kuasa“.
Mereka (sufi) dapat menceritakan segala detailnya kepada kita dan cerita detailnya diantara mereka di seluruh dunia adalah sama karena mereka mengalami dan menyaksikan hal yang sama.
“Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” ( QS An Nuur [24]:35 )
Imam Qusyairi mengatakan
“Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”.
Sufi adalah mereka yang telah berjumpa atau kembali kepada Allah Azza wa Jalla ketika mereka hidup (sebelum mereka mati). Inilah yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Muutu qabla an tamuutu” (matilah sebelum mati). Wallahu a’lam
Tulisan terkait
dan
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Satu Tanggapan
pada 14 Juli 2011 pada 3:58 pm | Balas
Yā ‘Ayyuhā Al-Ladhīna ‘Āmanū Lā Tarfa`ū ‘Aşwātakum Fawqa Şawti An-Nabīyi Wa Lā Tajharū Lahu Bil-Qawli Kajahri Ba`đikum Liba`đin ‘An Taĥbaţa ‘A`mālukum Wa ‘Antum Lā Tash`urūna.
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar