Menyakiti sendiri

Habib Ali Zainal Abidin Assegaf, pengurus Naqobatul Asyrof Al-Kubro (lembaga pemeliharan, penelitian, sejarah dan pencatatan silsilah Alawiyin) mengungkapkan mayoritas habib (sayyid) di Indonesia yang ber-fam Al-Hasani berasal dari putra Sayyidina Hasan yang bernama Hasan Al-Mutsana. Pemilik fam Al-Hasani, kata dia, tak sebanyak jumlah fam di keluarga Bani Alawi yang merupakan keturunan Sayyidina Husein ra. “Al-Hasani itu mastur (tidak banyak, langka dan tersembunyi, red),” ujar Chaidar.
Al-Hasani memang mastur, tapi diantara yang sedikit itu saat muncul ke permukaan sangat masyhur (sangat terkenal). Beberapa figur ternama yang memiliki fam Al-Hasani adalah Sulthanul Awlia (Pemimpin Para Wali) Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Syekh Saman Al-Madani (pendiri Tarekat Sammaniyah), Abul Hasan Asy-Syadzili (Sufi besar asal Maroko), Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliky dan putranya Al Imam As Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliky al Hasani.
Beliau, Al Imam As Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al Maliki Al Hasani (wafat dan di makamkan di pemakaman Ma’la, Makkah Al Mukarromah pada 15 Ramadhan 1425H / 29 Oktober 2004), adalah seorang Muhaddits & tokoh Ulama Sunni abad ini, seorang mufassir yang ahli dalam ilmu Fiqh, Aqidah, Tasawwuf, dan Sirah. Diantara kitab karya monumental beliau yang telah mendapat sambutan tidak kurang dari 40 ulama besar dunia. adalah : Mafahim Yajibu An Tushahhah (Pemahaman-pemahaman yang harus diluruskan).
Beliau (Abuya Al Maliki), sebagaimana diceritakan oleh Ketua Tanfidziyah PB NU, Prof DR. KH Said Agil Siraj MA dalam majalah Sabili No. 14 (4 Febr 2010), pernah melakukan debat terbuka dengan Syeikh Abdul Azis bin Baz (Mufti Kerajaan Arab Saudi). Debat tsb Alhamdulillah dimenangkan oleh Abuya Al Maliki, tapi oleh pemerintah Saudi dokumentasi debat ini tidak boleh disebarluaskan. Akhirnya, abuya Al Maliki menuliskan hasil debat tersebut dengan bahasa yang sudah diperhalus, serta dengan tidak menyebutkannya sebagai hasil debat, dalam kitab beliau: Mafahim Yajibu An Tushahhah.
Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani, dicekal dari kedudukan sebagai pengajar di Masjid Alharam akibat penerbitan kitabnya yang berjudul;  Mafahim Yajibu an Tushahhhah (Pemahaman-Pemahaman yang Harus Diluruskan). Terjemahan cuplikan tulisan Abuya tersebut  dapat dibaca pada

Namun amat disayangkan kesalahpahaman-kesalahpahaman tersebut tersebarluaskan ke seluruh negeri kaum muslim dari pemuda-pemudi yang mengenyam pendidikan di wilayah kerajaan dinasti Saudi, atau dari pemuda-pemudi kita yang berguru dengan ustadz/ulama yang baru mengenyam pendidikan di wilayah kerajaan dinasti Saud sehingga timbullah perselisihan antara kaum muslim karena pemahaman mereka menyelisihi pemhaman jumhur ulama, pemahaman as-sawaad al-a’zhom (jama’ah kaum muslimin yang terbanyak).
Padahal sunnah Rasulullah mengatakan kita wajib mengikuti pemahaman as-sawaad al-a’zhom (jama’ah kaum muslimin yang terbanyak) jika menemukan perbedaan pemahaman.
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Hadit semakna, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا تختلفوا فتختلف قلوبكم، إذا رأيتم خلافاً فعليكم بالسواد الأعظم ومن شذ شذا فى النار.. لا تجتمع أمتى على ضلالة.. ما راءه المسلمون حسن فهو عند الله حسن

“Janganlah kalian berpecah belah hingga berpecah belah hati kalian, apabila kalian melihat perpecahan maka hendaknya kalian bersama yang mayoritas… dan siapa yang menyendiri maka akan menyendiri di neraka… tidak akan berkumpul umatku dalam kesesatan… apa-apa yang dipandang kaum muslimin baik maka baik pulalah di sisi Allah.”
Setiap yang keluar dari pemahaman jumhur ulama maka dapat dikatakan sebagai khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.
Mereka yang khawarij (keluar) dari pemahaman kaum muslim pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Abu Al-Yaman telah menceritakan pada kami, Syuaib telah mengabarkan pada kami dari Al-Zuhri, ia berkata: Abu Salamah ibn Abdurrahman telah mengabarkan kepadaku bahwa Abu Said Al-Khudri r.a. berkata, “Ketika kami berada di samping Rasulullah, sementara Beliau sedang membagikan bagian harta (rampasan perang), datang kepadanya Dzul Huwaishirah. Ia adalah seorang laki-laki dari Bani Tamim. Kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, berlaku adillah Engkau!” Rasul pun menjawab, “Celakalah engkau! Siapa lagi yang akan berbuat adil kalau aku tidak berlaku adil? Kau pasti akan kecewa dan merugi kalau aku tidak berbuat adil.” Umar kemudian berkata, “Izinkan aku, wahai Rasulullah, untuk memukul tengkuknya.” Beliau menjawab, “Biarkan saja dia. Sebab, dia memiliki teman-teman yang salah seorang di antara kalian akan menganggap shalatnya sendiri belum seberapa kalau dibandingkan dengan shalat mereka, begitu pula dengan shaumnya dibandingkan dengan shaum mereka. Mereka membaca Al-Quran, tapi tidak sampai melewati tenggorokan mereka……

Pada zaman Sayyidina Ali ra, khawarij adalah bagi kaum yang menyelisihi pemahaman Sayyidina Ali ra dan umat muslim pada umumnya tentang firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Barang siapa yang membuat keputusan hukum dengan selain yang diturunkan Allah, maka ia adalah kafir” (Al-Maidah: 44)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
بهجته مال على جاره بسيفه (فقطع أذنه)، وقال له أشركت، فقال له الصحابة يا رسول الله أيهما أحق بها الرامى أم المرمى، قال لهم الرسول بل الرامى
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah seseorang dari umatku yang membaca alquran hingga apabila disampaikan kepadanya keelokan dirinya, ia mengayunkan pedangnya kepada teman di sebelahnya (memotong telinganya)  dan berkata kepadanya: “kamu syirik”. Maka sahabat bertanya kepada Rasul: Wahai Rasulullah, mana yang lebih pantas dengan kalimat itu, yang mencela atau yang dicela? Rasulullah menjawab: Tentulah yang mencela.”
Perkataan Rasulullah yang artinya “mengayunkan pedangnya kepada teman di sebelahnya (memotong telinganya)” merupakan ungkapan kiasan yang maknanya adalah “mencela saudara muslimnya sendiri”
Perkataan Rasulullah dalam bentuk kiasan tersebut terkait dengan perkataan Rasulullah yang artinya
“Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Bukhari 5552)

Jadi pada hakikatnya mengatakan saudara muslim lain sebagai ahlul bid’ah yang merupakan bahasa halus dari pentakfiran / pengkafiran karena ahlu bid’ah adalah kesesatan dan segala kesesatan tempatnya neraka, pada hakikatnya  merupakan tindakan menyakiti tubuh sendiri.
Begitupula perbuatan mencela saudara muslim sendiri adalah perbuatan yang menentang sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim).
Jika menentang sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka akan dustalah ia sebagai ittiba’ li Rasulihi. Mereka yang berdusta (tidak sesuai antara perkataan dengan perbuatan) maka akan termasuk kedalam kaum munafik yang akan bertempat di neraka yang paling dasar
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka“. QS An Nisaa [4]:145 )

Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar