Sudahkah membaca tulisan sebelumnya tentang Menjadi Muslim Terbaik ?.
Klo belum, silahkan baca dahulu Menjadi "muslim terbaik"
Muslim yang terbaik adalah yang dapat mencapai tingkatan Ihsan (muhsin).
Seorang yang sampai pada tingkatan seolah-olah melihat Allah atau paling tidak seorang yang yakin bahwa segala perbuatannya dilihat Allah maka tentu akan terdorong melakukan perintahNya dan menjauhi laranganNya
Inilah sesungguhnya bentuk ketaqwaan kepada Allah yang menentukan tingkat/ukuran kemuliaan seorang muslim dihadapan Allah.
Sesuai firman Allah :
“Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa” (QS. Al-Hujurat: 13)
Tingkatan utama yakni “Seolah-olah melihat Allah” bersifat aktif artinya dengan karunia Allah kita “melakukannya”/”merasakannya” sedangkan tingkatan dibawahnya adalah “Segala perbuatan dilihat Allah” bersifat pasif.
“Seolah-olah melihat Allah”, tentu tidak boleh diartikan secara harfiah atau secara fisik atau tersurat. Namun pahami secara hakekat adalah dengan menelisik apa yang tersembunyi / tersirat, mencari makna spiritual (thariq al bathin), guna mensucikan bathin (thathhir al bathin).
Sesungguhnya manusia tidak akan mampu “melihat” Allah ketika di dunia.
Peristiwa ini diabadikan dalam surat Al A’raf (7) ayat 143 :
“Dan tatkala Musa tiba di miqat lalu berkata, ‘Tuhanku, tampakkanlah diri-Mu supaya aku bisa melihat-Mu.’ Maka Tuhan pun berkata, ‘Kamu tidak akan bisa melihat-Ku , tetapi pandang saja gunung di seberangmu, bila dia tetap di tempatnya, maka kamu akan melihat-Ku’. Maka ketika Tuhannya menampakkan cahaya-Nya ber-tajalli kepada gunung, jadilah gunung itu hancur lebur. Maka Musa tersungkur pingsan. Dan setelah siuman dia berkata, ‘Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku akan menjadi orang mukmin pertama’.”
Kisah ini tercantum juga dalam kitab Qishashul Anbiya’ karangan Ibnu Katsir yang mencoba menjelaskan bahwa Nabi Musa a.s. adalah Kalimullah, orang yang mampu berbicara langsung dengan Allah. Namun dia hanya mendengar suara Allah dari balik hijab. Ketika dia meminta hijab itu disingkapkan, Allah tidak menuruti, tetapi Ia memberikan pelajaran telak kepada hamba-Nya sehingga pingsan dan sadar kelemahan diri. Manusia memang tidak akan sanggup melihat Allah. Jangankan cahaya Allah, memandang matahari pun mata manusia akan terbakar.
Tetapi kelak di akhirat, melihat Allah merupakan puncak kenikmatan ahli surga. Lebih mulia dari kenikmatan istana, kebun, buah-buahan, dan bidadari surgawi.
Ketika para sahabat bertanya :
“Ya Rasulullah, akankah kita kelak bisa memandang Allah?” Beliau menjawab, “Kalian akan memandang-Nya sebagaimana kalian memandang bulan purnama raya. Dan setelah itu para ahli surga tidak mau lagi memalingkan wajah mereka dari memandang Allah.”
Subhanallah.
Sebagian umat muslim memahami ihsan itu khususnya pada ketika ibadah saja, seperti ketika sholat.
Maka setiap melakukan ibadah khususnya pada waktu sholat, bila tidak disertai perasaan, “seperti sungguh-sungguh” melihat Tuhan, maka ibadah itu tidak tergolong dalam katagori ibadah yang ihsan (baik).
Allah SWT. berfirman :
“Sesungguhnya sembahyang (Sholat) itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu yaitu mereka yang yakin akan berjumpa dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan kembali kepadaNya” (QS. Al-Baqarah 2 : 45).
Sebagian umat muslim lainnya memahami ihsan ibaratnya “melihat” dengan “mata hati”.
Sebagian umat muslim lainnya memahami ihsan ibaratnya “merasakan” “kedekatannya” dengan Allah disetiap saat kehidupan.
Sungguh Allah itu dekat, sesuai dengan firman Allah yang artinya :
“Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat” (QS Al-Waqi’ah: 85).
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf: 16)
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang “Aku” maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka itu beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran" ( Al Baqarah: 186).
Allah swt berfirman kepada Nabi-Nya :
“Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)“ (QS Al-’Alaq [96]:19 )
Selalu berada dalam kebenaran bisa diartikan selalu merasakan “bersama” Allah dalam menjalani kehidupan di dunia.
Kedekatan kita dengan Allah terhalang/terhijab dengan dosa. Untuk itulah langkah pertama agar kita lebih dekat dengan Allah adalah bertaubat, salah satunya dengan berzikir
Astaghfirullah.
“Ampunilah hambamu ini ya Allah”.
Firman Allah yang artinya :
“dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (Al Hud : 3)
“dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (Al Hujurat : 12) .
Istighfar diikuti dengan taubat, penyesalan atas dosa dan sekuat tenaga dan sepenuh kesadaran untuk tidak mengulangi lagi.
Kemudian perbaharuilah selalu kesaksian dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Asyhadu anlaailaaha illallah Wa-asyhadu anna Muhammadar-rasulullah
Syahadat berarti bersaksi dan meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Membaca dua kaliamat Syahadat merupakan cara untuk mengislamkan kembali atau untuk mengembalikan iman seorang muslim yang telah murtad, karena melakukan perbuatan syirik kepada Allah atau lainnya baik disengaja ataupun tidak disengaja.
Seorang yang kafir bila beramal shaleh maka tidak akan diterima dan bila berdoa maka akan terhijab ( tertutup ). Semua amal dan doa mereka sia-sia dan ditolak oleh Allah, kecuali jika mereka beriman dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat.
“Dan doa ( ibadah ) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka ” ( Arra’d : 14 ).
Selanjutnya biasakan Zikir Hauqolah agar kita didekatkan dengan Allah atas pertolonganNya.
Laahaulaa walaaquw-wata il-laabillahil ‘aliy-yil ‘adziim.
”Tiada daya upaya dan kekuatan selain atas izin/pertolongan Allah”
Yakinlah bahwa kita sebagai manusia adalah “lemah” dan upaya kita mendekatkan diri kepada Allah semata-mata atas karunia / izin Allah.
Tentang karunia Allah. Allah telah berfiman yang artinya :
“Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar” ( Al-Jumu’ah : 4)
Bershalawat kepada Nabi Muhammad adalah salah satu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
“Allahumma sholli alaa Muhammad wa alaa ali Muhammad“
Membaca shalawat atas Nabi merupakan perintah Allah dan anjuran dari Nabi Muhammad.
Firman Allah yang artinya :
” Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya ” ( Al Ahzab:56 )
Membaca shalawat merupakan salah satu kunci diterimanya doa, karena tanpa diawali dengan shalawat maka doa tidak diterima oleh Allah.
” Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan “ ( Al Maidah:35 )
Selanjutnya adalah upaya yang sering dilakukan oleh muslim agar terjaga dekat dengan Allah yakni dengan berdoa sebelum melakukan perbuatan/kegiatan atau minimal dengan membaca basmalah.
Bismillahirohmanirohim
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang”
Dalam Hadits Rasulullah saw bersabda :
“Setiap pekerjaan yang baik, jika tidak dimulai dengan “Bismillah” (menyebut nama Allah) maka (pekerjaan tersebut) akan terputus (dari keberkahan Allah)”
Sebagaimana dalam kehidupan kita ,secara naluri jika ingin keberhasilan perbuatan atau permohonan biasanya kita menyebut nama orang yang berkuasa.
Misalnya,
Zaman orde baru, tingkat keberasilan menjadi besar, jika kita menyebut (mengenalkan/mereferensi) nama pa Harto yang berkuasa kala itu.
Memberikan perintah kepada bawahan atau ajakan kepada sesama staff akan “lebih segera” dilaksanakan/diikuti jika menyebut nama yang lebih berkuasa seperti nama direktur atau manajer sebagai sumber perintah atau bentuk izin.
Begitu pula dalam mengarungi kehidupan kita di dunia, sebelum melakukan perbuatan/tindakan upayakan selalu diawali menyebut nama Allah, mengingat Allah. Sehingga Allah yang Maha Kuasa akan mengizinkan dan menolong perbuatan/tindakan tersebut akan terlaksana. Seberapa dekat dengan Allah akan memperbesar kemungkinan terkabulkannya.
Perbedaannya, kalau kita menyebut nama manusia, manusia yang kita sebutkan tidak mendengar dan bukan pula dia yang menolong. Namun kalau kita menyebut nama Allah, Allah Maha Mendengar dan berkenan menolong kita
Kita sangat ingin untuk taqarrub mendekatkan diri kepada-Nya.
Dari Abu Hurairah RA disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Allah bersabda, ‘Aku menuruti prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Kalau ia mengingat-Ku dalam hati, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Kalau ia mengingat-Ku di tengah kerumunan orang, Aku pun akan mengingatnya di tengah kerumunan yang lebih baik daripada mereka. Kalau ia mendekat diri kepada-Ku sejengkal, Aku pun mendekatkan diri kepadanya sehasta. Kalau ia mendekatkan diri pada-Ku sehasta. Aku pun akan mendekatkan diri padanya sedepa. Jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil”
Waktu-waktu di keseharian kita, perbanyaklah dzikir kepada Allah.
Rasulullah SAW bersabda :
“Siapa yang duduk dalam suatu tempat, lalu di situ ia tak berdzikir kepada Allah, maka kelak ia akan mendapat kerugian dan penyesalan” (HR Abu Dawud).
Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Berlaku zuhudlah di dunia, pasti dicintai Allah SWT dan berlaku zuhudlah terhadap milik orang lain, pasti dicintai oleh sesama manusia.”
Manakala sifat zuhud di kalangan muqarrabin (orang yang sentiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT) pula adalah dengan terus meninggalkan kenikmatan dunia; segala-galanya adalah tidak penting bagi mereka melainkan mendekati Allah SWT semata-mata.
Suatu saat terjadi dialog antara Rosulullah SAW dengan Hudzaifah Ra. Rosulullah bertanya kepada HUdzaifah, ” Ya Hudzaifah, bagaimana keadaanmu saat ini?”
Jawab Hudzaifah, ” Saat ini saya bener-bener beriman ya Rosulullah.” Rosulullah kemudian mengatakan, “ setiap kebenaran itu ada hakikatnya, maka apa hakikat keimananmu wahai Hudzaifah?”
Jawab Hudzaifah, ” Ada dua, Ya rosulullah.
Pertama saya sudah hilangkan unsur dunia dari kehidupan saya, sehingga bagi saya debu dan emas itu sama saja. Dalam pengertian, saya akan cari kenikmatan dunia, lantas andaikata saya dapatkan maka saya akan menikmatinya dan bersyukur pada Allah SWT.
Tapi kalau suatu saat kenikmatan dunia itu hilang dari tangan saya, maka saya tinggal bersabar sebab dunia bukanlah tujuan. Bila ia datang maka Alhamdulillah dan bila ia pergi maka Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.
Yang kedua Hudzaifah mengatakan, ” Setiap saya ingin melakukan sesuatu, saya bayangkan seakan-akan syurga dan neraka itu ada di depan saya. Lantas saya bayangkan bagaimana ahli syurga itu menikmati kenikmatan syurga, dan sebaliknya bagaimana pula ahli neraka itu merasakan azab neraka jahanam. Sehingga terdoronglah bagi saya untuk melakukan yang di perintahkan dan meninggalkan yang dilarang Nya.“
Kesimpulan,
Atas karunia Allah kita berupaya mendekatkan diri kepada Allah, Dengan kedekatan itulah kita terdorong untuk melakukan yang diperintah dan meninggalkan yang dilarangNya. Dengan ketaqwaan inilah membuat kita menjadi lebih mulia di sisi Allah.
Atas karunia Allah kita berupaya mendekatkan diri kepada Allah, Dengan kedekatan itulah kita terdorong untuk melakukan yang diperintah dan meninggalkan yang dilarangNya. Dengan ketaqwaan inilah membuat kita menjadi lebih mulia di sisi Allah.
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar