Contoh bid’ah

Contoh bid’ah dlolalah dan hasanah
Alhamdulillah, pagi ini ada yang bertanya tentang contoh bid’ah dlolalah dan hasanah telah menginspirasi kami menuliskan tulisan kali ini.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS adz Dzariyat [51]:56 )
Oleh karenanya segala bentuk perilaku / perbuatan, akhlak, hati, pikiran, semuanya, seharusnyalah untuk beribadah kepada-Nya.
Ibadah terdiri dari dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan.
Amal ketaatan adalah ibadah yang terkait dengan menjalankan kewajibanNya (perkara kewajiban) dan menjauhi laranganNya (perkara larangan dan pengharaman).
Amal ketaatan adalah perkara mau tidak mau harus kita jalankan atau kita taati.
Amal ketaatan jika tidak dijalankan atau tidak ditaati akan mendapatkan akibat/ganjaran baik ganjaran baik atau pahala maupun ganjaran buruk atau dosa.
Amal ketaatan adalah bukti ketaatan atau “bukti cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal ketaatan dikenal juga sebagai perkara syariat artinya syarat yang harus dipenuhi atau ditaati sebagai hamba Allah Azza wa Jalla.

Amal kebaikan adalah ibadah diluar amal ketaatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Amal kebaikan adalah perkara yang dilakukan atas kesadaran kita sendiri untuk meraih kecintaan atau keridhoan Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan adalah ibadah yang jika tidak dilakukan tidak berdosa.
Amal kebaikan adalah “ungkapan cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal kebaikan adalah upaya kita untuk mendekatkan diri  kepada Allah Azza wa Jalla.

Bid’ah dlolalah adalah bid’ah dalam amal ketaatan, bid’ah dalam perkara kewajiban, larangan dan pengharaman.
Bid’ah hasanah/mahmudah adalah bid’ah (perkara baru)  di luar amal ketaatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.

Imam as Syafi’i ~rahimullah membolehkan perkara baru dalam amal kebaikan (amal sholeh), dikatakan beliau sebagai, “apa yang baru terjadi dari kebaikan“
Imam Asy Syafi’i ~rahimullah berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)”

Contoh bid’ah dlolalah dan hasanah antara lain
1. Jika berkeyakinan bahwa tidak mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam adalah berdosa, atau sebaliknya berkeyakinan bahwa mengikuti peringatan Maulid Nabi adalah berdosa  termasuk bid’ah dlolalah.
Penetapan larangan  yang tidak pernah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah kejahatan (bid’ah dlolalah)

“Sungguh sebesar-besarnya kejahatan diantara kaum muslimin adalah orang yang mempermasalahkan hal yang tidak diharamkan/dilarang, kemudian menjadi diharamkan/dilarang karena ia mempermasalahkannya“. (HR. al-Bukhari)
“Betul! Tetapi mereka itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
2. Jika berkeyakinan bahwa sholat Tarawih adalah kewajiban dalam bulan Ramadhan atau berkeyakinan tidak melaksanakan sholat Tarawih adalah berdosa, termasuk bid’ah dlolalah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menghindari bid’ah dlolalah dalam perkara kewajiban
Rasulullah bersabda, “Aku khawatir bila shalat malam itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687)

Selengkapnya,
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salam berkata, telah mengabarkan kepada kami ‘Abdah dari Yahya bin Sa’id Al Anshari dari ‘Amrah dari‘Aisyah berkata, “Pada suatu malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah shalat di kamarnya, saat itu dinding kamar beliau tidak terlalu tinggi (pendek) hingga orang-orang pun melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri shalat sendirian. Orang-orang itu pun berdiri dan shalat di belakang beliau, hingga pada pagi harinya orang-orang saling memperbincangkan kejadian tersebut. Kemudian pada malam keduanya beliau kembali shalat, dan orang-orangpun mengikuti shalat beliau kembali. Mereka melakukan ini selama dua atau tiga malam hingga setelah malam itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk di rumahnya dan tidak keluar melaksanakan shalat seperti malam sebelumnya. Pada pagi harinya orang-orang mempertanyakannya, lalu beliau bersabda: “Aku khawatir bila shalat malam itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687)

Oleh karenanya kita sebaiknya berkeyakinan bahwa sholat Tarawih adalah amal kebaikan selama bulan Ramadhan bukan amal ketaatan.
3. Jika seorang ustadz memberikan untaian doa/dzikir kepada muridnya dan menyampaikan adanya kewajiban berdoa dengan untaian doa/dzikir tersebut  atau  jika muridnya tidak berdoa dengan untaian doa/dzikir tersebut maka ia berdosa, termasuk bid’ah dlolalah.
Dosa/keburukan adalah sesuatu yang mendekatkan/mengakibatkan neraka
Pahala/kebaikan adalah sesuatu yang mendekatkan/mendapatkan surga.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
Pada hakikatnya bid’ah dlolalah adalah mengada-ada atau membuat perkara baru dalam perkara kewajiban, larangan dan pengharaman.
Selama berkeyakinan terhadap perkara baru di luar amal ketaatan yakni di luar perkara menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan (larangan dan pengharaman) sebagai amal kebaikan dan selama perkara baru tersebut tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits maka hal itu adalah kebaikan.
4.  Azan kedua atau adzan sebelum adzan sholat Jum’at yang diperkenalkan oleh Sayyidina Ustman radliallahu ‘anhu selama diyakini sebagai amal kebaikan bukan bagian dari amal ketaatan sholat jum’at maka hal itu adalah kebaikan.
Telah menceritakan kepada kami Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi’b dari Az Zuhri dari As Sa’ib bin Yazid berkata, Adzan panggilan shalat Jum’at pada mulanya dilakukan ketika imam sudah duduk di atas mimbar. Hal ini dipraktekkan sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar dan ‘Umar radliallahu ‘anhuma. Ketika masa ‘Utsman radliallahu ‘anhu dan manusia sudah semakin banyak, maka dia menambah adzan ketiga   di Az Zaura’. Abu ‘Abdullah berkata, Az Zaura’ adalah bangunan yang ada di pasar di Kota Madinah. (HR Bukhari 861)
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin Abu Salamah Al Majisyun dari Az Zuhri dari As Sa’ib bin Yazid, Sesungguhnya orang yang menambah adzan ketiga pada shalat Jum’at adalah ‘Utsman bin ‘Affan radliallahu ‘anhu, ketika penduduk Madinah semakin banyak. Dan tidak ada mu’adzin bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali satu. Dan adzan shalat Jum’at dilaksanakan ketika Imam sudah duduk, yakni duduk di atas mimbar. ( HR Bukhari 862 )
Dikatakan adzan ketiga karena adzan setelah khatib naik mimbar dan iqamah dihitung dua.
Sayyidina Ustman ra memperkenalkan adzan ketiga ketika jumlah kaum muslim di Madinah telah bertambah banyak guna memberikan kesempatan kepada kaum muslim untuk bersiap-siap seperti memenuhi Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seperti berikut,
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad bin Asma’ berkata, telah mengabarkan kepada kami Juwairiyah bin Asma’ dari Malik dari Az Zuhridari Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar dari Ibnu Umar radliallahu ‘anhuma, bahwa ketika ‘Umar bin Al Khaththab berdiri khuthbah pada hari Jum’at, tiba-tiba ada seorang laki-laki Muhajirin Al Awwalin (generasi pertama), sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, masuk (ke dalam Masjid). Maka ‘Umar pun bertanya, “Jam berapakah ini?” Sahabat tersebut menjawab, “ Aku sibuk, dan aku belum sempat pulang ke rumah  hingga akhirnya aku mendengar adzan dan aku hanya bisa berwudlu.” Umar berkata, “Hanya berwudlu’ saja! Sungguh kamu sudah mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mandi (di hari Jum’at).” (HR Bukhari)
5.  Selama berkeyakinan bahwa salam-salaman setelah mengucapkan salam pada amal ketaatan sholat wajib selama berkeyakinan sebagai amal kebaikan bukan sebagai bagian dari amal ketaatan sholat wajib maka hal itu adalah kebaikan.
Oleh karenanya hal yang sebaiknya kita ingat selalu bahwa jika ulama hendak menetapkan atau berfatwa sehubungan perkara kewajiban, larangan dan pengharaman maka wajib mengikuti atau “turunan” dari apa yang telah Allah Azza wa Jalla tetapkan karena perekara kewajiban, larangan dan pengharaman hanyalah hak Allah Azza wa Jalla semata.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Jika ulama menetapkan atau berfatwa dalam perkara amal ketaatan tanpa dalil dari Al Qur’an dan Hadits maka jelaslah mereka terperosok atau terjerumus dalam bid’ah dlolalah. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada

Kenapa mengada-ada atau membuat perkara baru dalam perkara yang menjadi hak Allah Azza wa Jalla berupa penetapan kewajiban, larangan dan pengharaman adalah bid’ah dlolalah, kesesatan yang akan bertempat di neraka ?
Karena mengada-ada atau menetapkan kewajiban, larangan dan pengharaman yang tidak pernah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla maupun tidap pernah disampaikan/dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah bentuk penyembahan kepada selain Allah Azza wa Jalla. Penyembahan diantara manusia yang menetapkan dan yang mengikutinya.
“Betul! Tetapi mereka itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/03/bentuk-penyembahan/
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

Satu Tanggapan
shalat jum’ah pada hari sabtu juga bid’ah dlolalah^_^
=====
15 Agustus 2011 oleh mutiarazuhud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar