Derap sandalmu

Aku mendengar derap sandalmu di dalam surga
Tujuan hidup kita sesungguhnya adalah semata-mata memenuhi keinginan Allah yang Maha Pemurah.

Allah Azza wa Jalla telah menyampaikan keinginan dalam firmanNya yang artinya
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)
“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu” (QS al Hijr [15] : 99)
Oleh karenanya segala sikap dan perbuatan kita adalah ibadah kepada Allah Azza wa Jalla.
Ibadah terbagi dalam dua kategori yakni amal ketaatan dan amal kebaikan

Amal ketaatan adalah ibadah yang terkait dengan menjalankan kewajibanNya (perkara kewajiban) dan menjauhi laranganNya (perkara larangan dan pengharaman).
Amal ketaatan adalah perkara mau tidak mau harus kita jalankan atau kita taati.
Amal ketaatan jika tidak dijalankan atau tidak ditaati akan mendapatkan akibat/ganjaran, ganjaran baik (pahala) maupun ganjaran buruk (dosa).
Amal ketaatan adalah bukti ketaatan atau “bukti cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas (larangan), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Contoh amal ketaatan atau perkara mau tidak mau harus kita jalankan atau kita taati adalah mengucapkan syahadat, menunaikan sholat wajib lima waktu, zakat, puasa bulan ramadhan, menunaikan ibadah haji bagi yang telah sampai kewajibannya, tidak menyekutukanNya, jujur, berbakti kepada orang tua, tidak berzina, tidak melakukan riba, tidak dengki, tidak iri, tidak menunda hak-hak manusia, tidak menyia-nyiakan hak keluarganya, familinya, tetangganya, kerabat dekatnya, dan orang-orang senegerinya dan lain lain.
Telah menceritakan kepadaku Salamah bin Syabib telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin A’yan telah menceritakan kepada kami Ma’qil -yaitu Ibnu Ubaidullah- dari Abu az-Zubair dari Jabir bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Apa pendapatmu bila saya melaksanakan shalat-shalat wajib, berpuasa Ramadlan, menghalalkan sesuatu yang halal, dan mengharamkan sesuatu yang haram, namun aku tidak menambahkan suatu amalan pun atas hal tersebut, apakah aku akan masuk surga? Rasulullah menjawab: Ya. Dia berkata, Demi Allah, aku tidak akan menambahkan atas amalan tersebut sedikit pun (HR Muslim 18) Sumber:

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi telah mengabarkan kepada kami Abu al-Ahwash. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abu al-Ahwash dari Abu Ishaq dari Musa bin Thalhah dari Abu Ayyub dia berkata, Seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, seraya bertanya, ‘Tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang mendekatkanku dari surga dan menjauhkanku dari neraka? ‘ Beliau menjawab: ‘Kamu menyembah Allah, tidak mensyirikkan-Nya dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyambung silaturrahim dengan keluarga.“  Ketika dia pamit maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika dia berpegang teguh pada sesuatu yang diperintahkan kepadanya niscaya dia masuk surga’. Dan dalam suatu riwayat Ibnu Abu Syaibah, Jika dia berpegang teguh dengannya. (HR Muslim 15)
Jika kita melakukan amal ketaatan maka disebut sebagai orang beriman (mukmin), peningkatan dari muslim menjadi mukmin, balasannya adalah surga. SurgaNya adalah sebuah keniscayaan bagi “orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya”

Firman Allah ta’ala yang artinya
“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” ( QS An Nisaa’ [4]:175 )
Dalam firmanNya tersebut Allah ta’ala akan menunjuki orang beriman (mukmin) kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepadaNya
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman. “Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal ibadah yang lebih aku cintai dari pada perkara yang Aku wajibkan (amal ketaatan). Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah (amal kebaikan) hingga Aku mencintainya. (HR Bukhari) Sumber:http://www.indoquran.com/index.php?surano=61&ayatno=89&action=display&option=com_bukhari
Hal yang berbeda bagi calon penghuni surga, muslim yang meningkat menjadi mukmin adalah maqom (derajat) kedekatan kepada Allah Azza wa Jalla hingga menjadi kekasih Allah atau Wali allah
Perkara yang akan mendekatkan kepada Allah ta’ala hingga sampai (wushul) kepadaNya adalah amal kebaikan.

Amal kebaikan adalah ibadah diluar amal ketaatan yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Amal kebaikan adalah perkara yang dilakukan atas kesadaran kita sendiri untuk meraih kecintaan atau keridhoan Allah Azza wa Jalla.
Amal kebaikan adalah ibadah yang jika dilakukan dapat pahala (kebaikan) dan tidak dilakukan tidak berdosa.
Amal kebaikan adalah “ungkapan cinta” kita kepada Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Amal kebaikan adalah upaya kita untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan bahwa amal kebaikan (amal sholeh) sangat luas sekali.
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim 1674)
Setiap muslim yang menjadi mukmin dan  melakukan amal kebaikan disebut muhsin (muhsinin) atau muslim yang ihsan atau muslim yang baik atau muslim yang sholeh (sholihin). Muslim yang memperjalankan diri mereka kepada Allah Azza wa Jalla dan akan mendapat maqom (derajat) kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla sesuai perjalanan yang dilakukan atau sesuai dengan amal kebaikan yang telah diperbuat.
Muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin) adalah muslim yang selalu merasa diawasi/dilihat Allah atau muslim yang dapat melihat Allah
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.’ (HR Muslim 11) Link: 
Urutannya adalah muslim (orang Islam) –>  mukmin (orang beriman) –> muhsin (orang sholeh)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bertanya kepada Bilal ketika shalat Shubuh: “Hai Bilal, katakanlah Kepadaku apakah amalanmu yang paling besar pahalanya yang pernah kamu kerjakan dalam Islam, karena tadi malam aku mendengar derap sandalmu di dalam surga? ‘ Bilal menjawab; ‘Ya Rasulullah, sungguh saya tidak mengerjakan amal perbuatan yang paling besar pahalanya dalam Islam selain saya bersuci dengan sempurna, baik itu pada waktu malam ataupun siang hari. lalu dengannya saya mengerjakan shalat selain shalat yang telah diwajibkan Allah kepada saya.”  (HR Muslim 4497) Sumber:http://www.indoquran.com/index.php?surano=45&ayatno=109&action=display&option=com_muslim
Rasulullah adalah manusia yang paling utama, paling mulia, paling dekat dengan Allah Azza wa Jalla. Beliau termasuk salah satu manusia yang telah kasyaf.
Kasyaf terbukanya hijab atau tabir pemisah antara hamba dan Tuhan.  Allah membukakan tabir bagi kekasih-Nya untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mengetahui hal-hal ghaib.
Mereka yang kasyaf dapat mengetahui atau mengenal siapa-siapa yang melakukan “perjalanan” kepada Sang Kekasih , Allah Azza wa Jalla.  Inilah yang dikiaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan perkataannya yang artinya “aku mendengar derap sandalmu di dalam surga”.
Bilal ra memperjalankan dirinya kepada Allah ta’ala dengan amal kebaikan berupa selalu menjaga wudhunya dan menjalankan sholat selain sholat yang telah diwajibkan (selain sholat dalam amal ketaatan)
Ulama-ulama kita yang sholeh ada diantara mereka juga telah kasyaf. Mereka ada dalam tharikat-tharikat yang muktabaroh. Mereka memberikan (mengijazahkan) amalan atau untaian doa dan dzikir kepada mereka yang akan memperjalankan dirinya kepada Allah ta’ala atau mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Untuk itulah amalan atau untaian doa dan dzikir yang telah diberikan ulama yang sholeh yang telah kasyaf jangan diniatkan untuk keperluan lain seperti kedigdayaan, pangkat, harta dan lain lain namun niatkan hanya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla untuk menjadi kekasih Allah. Jika telah menjadi kekasih Allah maka segala permintaan kita akan dipenuhi oleh Allah yang Maha Pengasih lagi  Maha Penyayang.
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah bersabda, Allah ta’ala berfirman “Jika Aku mencintainya, Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk berjalan.Jika dia meminta kepada-Ku akan Aku berikan, jika dia meminta perlindungan pada-Ku, akan Aku lindungi.”
Dengan amal kebaikan yang mudah seperti membaca surat Yasiin secara rutin atau sekedar membaca sholawat badar atau sholawat nariyah secara rutin pada waktu sesuai keinginan dapat memperjalankan diri kita kepada Allah Azza wa Jalla sehingga mendapatkan maqom (derajat) kedekatan dengan Allah ta’ala.   Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah manusia yang paling dekat kepada Allah ta’ala maka mereka yang rutin bersholawat akan mendekatkan diri kepada Rasulullah dan otomatis mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla
Dari Ibnu Mas’ud ra. bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : ”Orang yang paling dekat denganku nanti pada hari kiamat, adalah mereka yang paling banyak membaca shalawat untukku” (HR. Turmudzi)
Semakin kita dekat kepada Allah maka semakin cepat pula Allah ta’ala mengabulkan segala permintaan.
Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Hafs telah menceritakan kepada kami Ayahku telah menceritakan kepada kami Al A’masy aku mendengar Abu Shalih dari Abu Hurairah radliyallahu’anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku berada dalam prasangka hamba-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku, dan jika ia mengingat-Ku dalam perkumpulan, maka Aku mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih baik daripada mereka, jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta, dan jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku mendekatkan diri kepadanya sedepa, jika ia mendatangi-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari.” (HR Bukhari 6856) Sumber: 
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Siapa yang bertawakal kepada Allah, Dia akan mencukupinya”  (QS ath Thalaq [65]: 3)
Mereka yang dekat kepada Allah dan mereka yang kasyaf dapat bertemu di hadapan Allah Azza wa Jalla dengan maqom (derajat) masing-masing. Mereka bertegur sapa dan nama-nama mereka disebut-sebut oleh para Malaikat dengan nama yang telah diberikan, seperti contoh  Abdullah , hamba Allah bagi  Syaikh Abdul Qadir Jailani.
Ulama-ulama kita terdahulu yang telah kasyaf, mereka dapat berkomunikasi dengan ulama-ulama lainnya yang berjauhan dengan cara memperjalankan diri mereka ke hadapan Allah dengan dzikrullah.  Mereka bertemu dan berkomunikasi di hadapan Allah. Mereka mi’raj dengan dzikrullah.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda, bahwa Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin,  “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“. Yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah.
Dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya kalian apabila sholat maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (bertemu) dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerti bagaimana bermunajat dengan Tuhan”
Sholat adalah dzikrullah yang utama
Firman Allah ta’ala , “waladzikrullaahi akbaru”, “Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain)” (QS al Ankabut : [29] : 45)
Maqom (derajat) yang sebagaimana telah diuraikan dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/28/maqom-wali-allah/ tergantung “perjalanan” yang telah dicapai. Bisa saja maqom (derajat) seorang murid lebih tinggi dari gurunya.
Seseorang muslim bisa saja telah berada pada jalan yang lurus namun kenyataannya dia tidak memperjalankan dirinya kepada Allah Azza wa Jalla karena mereka tidak melakukan amal kebaikan.
Seorang berilmu, mengetahui bahasa Arab, memahami Al Qur’an dan hadits, beramal berdasarkan ilmu yang diketahui dan pahami namun tidak memperjalankan dirinya kepada Allah ta’ala karena tidak berakhlak baik seperti suka mencela, menghujat, memperolok-olok saudara muslim sendiri.  Ingatlah nasihat orang-orang tua kita dahulu jadilah seperti padi semakin berisi semakin merunduk.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran”. (HR Muslim)
Ilmu harus dikawal hidayah. Tanpa hidayah, seseorang yang berilmu menjadi sombong dan semakin jauh dari Allah ta’ala. Sebaliknya seorang ilmuwan yang mendapat hidayah maka hubungannya dengan Allah ta’ala semakin dekat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“.
Jadi boleh saja terjadi maqom (derajat) seseorang yang tidak dikenal sebagai ahli hadits, ahli tafsir atau seseorang yang sama sekali tidak mempunyai kitab hadits, dia hanya muqollid, tahu ilmu agama dari guru mereka semata namun pada kenyataan maqom (derajat) mereka lebih dekat kepada Allah ta’ala dan lebih dekat kepada Rasulullah, misalkan karena mereka bersholawat dengan sholawat nariyah atau sholawat badar atau sholawat-sholawat lainnya.
Oleh karenanya jangan lah menganggap rendah saudara muslim lainnya karena bisa jadi mereka maqomnya (derajatnya) lebih dekat kepada Allah Azza wa Jalla.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
29 September 2011 oleh mutiarazuhud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar