Bahkan ada yang menyatakan bahwa saya telah menyatakan sesat kepada ulama salaf.
Dalam tulisan awal, saya tidak pernah menulis atau bermaksud mensesatkan ulama salaf. Apalah ilmu yang saya ketahui dibandingkan mereka semua. Derajatnya jauh sekali tinggi mereka. Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada mereka para alim ulama.
Manhaj Salaf atau salaf(i) yang inipun terpecah dalam beberapa ustadz/pengajian yang mana antar merekapun saling “men-sesat-kan”.
Ini semata-mata ungkapan kesedihan saya terhadap saudara-saudara muslim saya.
Sedangkan pandangan saya kepada saudara-saudara muslim saya yang bersandar pada ulama salaf, silahkan lihat tulisan lain saya di
Dalam tulisan itu saya katakan bahwa,
Bagi mereka yang mempunyai “kesempatan” untuk mempelajari atau menyandarkan pada salaf silahkan, namun perlu diingat bahwa “kesempatan” itu adalah semata-mata karunia Allah dan juga sebaiknya tidak menjadikan sombong terhadap umat islam lainnya.
Saya akui bahwa saudara-saudara muslim yang menyandarkan kepada salaf tentu sangatlah berilmu dan mungkin sempat belajar pada sumber-sumber secara langsung. Apalah kami ini yang belum mempunyai “kesempatan” belajar dan penuh dengan kesibukan pekerjaan, namun tetap ingin ingat selalu dan berupaya mendekatkan diri pada Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Masyarakat Islam sekarang boleh dibagi dua:
1. Orang Islam yang ahli, yang ulama, yang sarjana dalam arti kata yang sebenar-benarnya.
2. Orang Islam yang awam, yaitu kaum Muslimin yang banyak ini yang hidup bertani, memburuh,bertukang, berdagang, karyawan dan lain-lain.
Bagi saya,
a. Ulama-ulama yang sampai derajatnya kepada Imam Mujtahid, berijtihadlah dan galilah hukum-hukum dari Al Qur’an dan Hadits.
b. Orang banyak, yang tidak sampai derajatnya ke situ, mengikutlah kepada Imam Mujtahid, atau degan kata yang biasa terpakai “Taqlidlah kepada Imam-imam Mujtahid”.
Imam-imam mujtahid bisa juga dari kalangan yang bersandar langsung pada imam-imam salaf bisa juga imam-imam mazhab.
Inilah jalan yang sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya.
Sekarang saya balik bertanya,
Apakah ummat Islam yang menganut Mazhab Syafi’i tidak menjalankan hukum Allah dan Rasul ?
Apakah sendi-sendi Mazhab Syafi’i itu tidak kitabullah dan Sunnah Rasul ?
Apakah ummat Islam Indonesia yang terdahulu jauh sebelum antum lahir, yang mana mereka bermahzab Syafi’i, apakah antum meyakini bahwa mereka tersesat?
Penekanan postingan saya marilah kita untuk tidak saling men-sesatkan apalagi saling mengkafirkan sesama muslim.
Kita harus meyakini bahwa sesama muslim adalah bersaudara.
Justru kita harus selalu waspada kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik sebagaimana firman Allah,
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” (Al Maaidah: 82).
Untuk menghadapi orang-orang yang memusuhi kita, perlu berpikir strategis dan meluas. Peperangan tidak lagi secara fisik saja namun dilakukan mereka secara pemikiran (ghazwul fikri).
Salah satu yang mereka lakukan untuk memutus rantai pemikiran adalah merusak sumber-sumber tulisan, buku-buku, manuskrip karya imam-imam Muslim.
Sumber-sumber tulisan, buku-buku karya Imam Muslim terdahulu banyak tersimpan di perpustakaan-perustakaan seperti baitul hikmah yang berlokasi di Bagdad (Iraq). Petugas perpustakaan dibayar mahal oleh Khalifah ketika itu. Perpustakaan–perpustakan Islam yang tersebut diatas mengalami pengrusakan yang memilukan hati pustakawan dan para ilmuwan yakni pada terjadinya perang salib pada abad ke 9 dan penyerangan bangsa Mongol Tartar pada abad ke 12 dan ke 13 masehi. Yang menjadi objek penyerangannya adalah perpustakaan yang tidak berdosa. Bahwa sebelum perpustakaan akan dihancurkan beberapa buku yang dipilih dicuri dan diboyong ke kampung penyerang dan yang lainnya dibakar besar-besaran, abunya dibuang ke sungai Eufrat dan Tigris. Itu terjadi pada masa keemasan kemajuan umat muslim. Pada masa sekarang ini terjadi lagi pemusnahan perpustakaan Islam yakni masih di Iraq dan perpustakaan Islam lainnya; mulai tahun 2003 sampai tahun 2008 Direktur Dar Mahthuthat Iraqiyah menyebutkan di surat kabar Mesir Al Ahram (14 /11 /004) bahwa ketika Amerika mengancam hendak menyerang Iraq pada tahun 1991 Pencurian manuskrip mulai terjadi., sekitar 364 manuskrip hilang, termasuk beberapa makhthuthat langka seperti Sihr al Balaghah dan Sihr al bar’ah karya Imam Tsa’labi yang ditulis pada th 482 H. Tidak hanya itu, manuskrip-manuskrip yang berada di perpustakaan fakultas Adab Universitas Baghdad banyak hilang. Benda-benda berharga itu hendak diselundupkan keluar, tapi di perbatasan usaha itu dapat digagalkan dan pelakunya berkebangsaan Brazil dan Yordania.
Mereka telah melakukan upaya “pemutusan” pemikiran dari imam-imam terdahulu dan kemudian memilih dari beberapa diantara yang sesuai dengan maksud/tujuan dan keinginan mereka untuk disebarluaskan kembali.
Mereka dapat memperalat orang-orang yang bersemangat tinggi, untuk menyebarkan buku-buku yang menimbulkan fitnah dan perpecahan di kalangan umat Islam. Buku-buku ini, sebenarnya dicetak dan dibiayai dengan biaya dari Mossad untuk membuat pertempuran marginal antara aktivis Islam, khususnya antara Syi’ah dan Sunnah di Palestina, Pakistan, Yaman, dan Yordan.
Puluhan judul buku-buku yang menyerang Syi’ah dengan cara menjijikkan, dan buku lain yang menyerang Sunnah, sudah dicetak. Dan dimanfaatkan juga orang-orang yang fanatik dari kedua belah pihak, setelah diyakinkan bahwa buku-buku tersebut dicetak oleh para dermawan Teluk dengan cetakan lux.
Selebihnya, pekerjaan akan dilakukan oleh mereka yang teripu dari kelompok fanatik, “seolah-olah” seperti Salafiyyin, neo khawarij dan lain-lain.
Tujuan utama dari pencetakan dan penyebaran buku ini, adalah menimbulkan fitnah dan kebencian serta saling mengkafirkan antarpihak dan menyibukkan mereka dengan pertarungan sampingsan sesama mereka, agar Israel dapat merealisasikan tujuannya, yaitu menghancurkan Islam, menelan tanah air, menghapus identitas generasi muda melalui penyebaran dekadensi moral, atau menggunakan orang-orang yang tersingkir di luar kehidupan, fanatik dan keras kepala. Hati mereka penuh dengan kebencian terhadap saudara mereka sesama Muslim, baik Sunnah atau Syi’ah.
Dalam hal ini, jaringan Mossad telah cukup sukses menjalankan missinya. Anda dapat melihat kira-kira semua masjid dan perkumpulan anak muda di Yaman, Pakistan, dan Palestina tenggelam dengan buku-buku ini, yang dicetak dan dibagikan secara gratis; yang dikesankan seolah-olah dibiayai dari kocek para donatur kaya Arab Saudi, padahal Mossad ada di belakang semua ini.
Sayang sekali, banyak orang-orang yang tidak menyadari, termasuk para imam masjid, khatib-khatib, dan da’i-da’i yang menyibukkan diri secara ikhlas dan serius dengan menyebarkan buku-buku beracun minimal bisa dikatakan buku-buku lancang dan fitnah. Fitnah lebih berbahaya dari pembunuhan. Karena pikiran mereka sempit, maka mereka tidak berpikir tentang tujuan sebenarnya dari penyebaran buku-buku ini, yang meniupkan kebencian, perpecahan dan fitnah khususnya hari-hari belakangan ini.
Waspada, antisipasi dan pemikiran strategis perlu dilakukan oleh ummat muslim.
Dalam sejarah Islam terjadi suatu peristiwa.
Setelah terjadi gencatan senjata dalam perang “Shiffin” antara tentara Saidina ‘Ali dan Saidina Mu’awiyah maka kedua belah pihak mengangkat suatu panitia yang terdiri dari dua golongan yang bermusuhan ini.
Panitia ini tujuannya untuk menjadi hakim dalam perselisihan ini, yakni mencari jalan untuk terlaksananya perdamaian antara dua golongan ummat Islam yang melakukan perang saudara.
Sekumpulan orang “khawarij” tidak mau menerima terbentuknya panitia penyelesai itu, karena menurut pendapat mereka hukum tidak boleh diminta kepada manusia, tetapi harus diminta kepada Allah.
Mereka mengeluarkan semboyan: “La hukma illah lillah”, tidak ada hukum melainkan hanya dari Allah.
Ketika disampaikan kepada Saidina ‘Ali semboyan orang khawarij ini beliau menjawab : “kalimatu haqin urida bihil batil” (perkataan yang benar dengan tujuan yang salah).
Inilah pemikiran strategis yang dicontohkan oleh Saidina ‘Ali
“Kalimatu haqin urida bihil batil”
(Perkataan yang benar dengan tujuan yang salah)
Sebagai conntoh pada masa kini, bagaimana kaum liberal “menggunakan” perkataan yang benar untuk tujuan yang salah.
Lihat
Kaum liberal menggunakan pemikiran Ibnu Taimiyyah untuk membenarkan paham/akidah mereka. Naudzubillah min zalik.
Untuk itulah, saya mengajak diri pribadi saya dan saudara muslim sekalian untuk berpikir strategis dan selalu mengingat bahwa kita sesama muslim adalah bersaudara.
Marilah kita intropeksi diri sendiri maupun jamaah/kelompok/organisai adakah tersusupi kaum yang sesungguhnya memusuhi ummat muslim atau adakah tersusupi pemikiran/pendapat dari kaum itu
Wallahu a’lam
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar