Kemajuan Umat Islam

Timbul pertanyaan dikalangan kita mengapa kemajuan umat Islam tertinggal dibandingkan dengan kaum Barat khususnya kaum non muslim.
Kemajuan umat Islam sangat-sangat tergantung dari pengetahuan, pemahaman dan pengamalan tentang IHSAN bagi seluruh umat Islam.
Ihsan adalah seolah-olah melihat Allah atau yakin bahwa Allah ta’ala melihat segala perbuatan
Dengan syarat minimal dari Ihsan bahwa setiap umat Islam harus dapat meyakini bahwa Allah ta’ala melihat segala perbuatan kita dapat mengatasi masalah korupsi, ketidak adilan, mafia pajak, mafia hukum dan masaah-masalah lainnya yang diakibatkan perbuatan yang telah dilarang oleh Allah ta’ala yang menciptakan kita.
Coba kita bayangkan bagaimana kemajuan umat Islam di negeri kita jika tidak ada sama sekali korupsi dan keadilan ditegakkan oleh para penguasa/pemimpin
Hal itu bisa terwujud jika umat Islam secara umum atau khususnya para penguasa maupun aparat pemerintah, malu dengan Allah ta’ala yang begitu dekat dan bagi mereka yang belum dapat merasakan kedekatan denganNya, minimal meyakini bahwa Allah ta’ala melihat seluruh perbuatan mereka.
Sungguh Allah itu dekat, sesuai dengan firman Allah yang artinya
“Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat” (QS Al-Waqi’ah: 85).
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf: 16)
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang “Aku” maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka itu beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” ( Al Baqarah: 186).
Allah swt berfirman kepada Nabi-Nya, “Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)“. (QS Al-’Alaq [96]:19 )
Saat ini kesalahpahaman telah terjadi, meluas dan sistematik, sebagian umat Islam meyakini bahwa Allah ta’ala bertempat di tempat yang begitu tinggi yakni di atas arasy (cipataanNya yang paling tinggi) sehingga secara tidak disadari umat Islam tidak merasakan kedekatan dengan Alah ta’ala
Allah itu dekat itu bukan berarti bahwa Allah ta’ala itu bertempat di bumi , di langit atau di mana-mana. Maha suci Allah ta’ala dari “di mana”.
Allah itu dekat dapat kita yakini dengan sifatNya, namaNya dan perbuatanNya sedangkan sifatNya,namaNya dan perbuatanNya tidak berpisah dengan dzatNya.
Jadi dengan sifatNya,namaNya dan perbuatanNya, atas kehendakNya kita dapat menjadi seolah-olah melihat dzatNya inilah yang dinamakan dengan Ihsan

Dari sifat 20 Allah ta’ala kita paham dan yakin bahwa Allah itu wujud (ada) , mustahil tidak ada (adam).
Kita secara syariat ada karena Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim nya Allah ta’ala.
Coba bayangkan jika seluruh indera kita seperti penglihatan, pendengaran, penciuman/rasa itu tidak diberikan oleh Allah yang maha pengasih dan penyayang , apakah kita ada ?
“Kemudian Dia menyempurnakan penciptaannya dan Dia tiupkan padanya sebagian dari Roh-Nya dan Dia jadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan rasa, tapi sedikit sekali kamu bersyukur” (QS As Sajadah (32):9)
Lalu pada bagian manakah dari agama Islam kita dapat mengetahui tentang Ihsan.
Tentang Ihsan atau tentang Akhlak diuraikan dalam Tasawuf dalam Islam.

Dengan tasawuf dalam Islam kita dapat mengetahui tentang akhlak yakni bagaimana kita berakhlak sebagai hamba Allah dengan Allah ta’ala, bagaimana kita berakhlak dengan ciptaanNya yang lain seperti alam, tumbuh2an, hewan dan termasuk bagaimana kita berakhlak dengan sesama manusia.
Baik, kita sedikit masuk ke dalam tasawuf dalam Islam.
Pada hakikatnya kita mengenal Allah ta’ala sejak kesaksian kita sewaktu di rahim ibu sampai kita dewasa.
Kesaksian kita sewaktu di rahim Ibu
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (QS- Al A’raf 7:172)

Namun sayangnya kita lupa akan kesaksian tersebut dipengaruhi beberapa hal yang pada awalnya keadaan fitri (suci). Silahkan baca tulisan pada

Dari keadaan fitri (bagaikan kertas putih) berubah karena pengaruh orang tua, guru dan lingkungan terhadap pemahaman agama. Pokok-pokok agama Islam yakni, tentang Islam (rukun Islam/Fiqih), tentang Iman (rukun iman/Ushuluddin/I’tiqad) dan tentang Ihsan (akhlak/tasawuf dalam Islam).
Umumnya kita diajarkan lebih mengutamakan dua pokok saja yakni tentang Islam dan Tentang Iman namun umumnya sebagian ulama tidak mengajarkan dan membimbing tentang Ihsan (akhlak/tasawuf dalam Islam) karena belum paham atau salah paham. Sebagaiman yang kami sampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/07/20/tasawuf-dalam-islam/
Padahal dalam dunia Tasawuf dalam Islam dikenal
Awaluddin makrifatullah, awal-awal agama ialah mengenal Allah
Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu, Siapa yang kenal kenal dirinya akan Mengenal Allah.

Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Sayyidina Ali ra menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, (dzohir atau “mata kepala”)
tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan …”. (dilihat oleh hati atau bashirah, “mata hati”)

Sayyidina Ali ra, merupakan khalifah penutup dari Khulafaur Rasyidin yang empat, beliaulah yang lebih khusus menyiarkan tentang Ihsan atau akhlak atau tasawuf dalam Islam. Silahkan baca tulisan pada

Sayang sekali sebagian umat muslim tidak atau belum mendalami apa yang beliau syiarkan karena terganggu oleh “pencitraan” terhadap Sayyidina Ali ra yang dilakukan oleh saudara-saudara muslim kita kaum Syiah
Imam ‘Ali رضي الله عنه berkata: aku bertanya: Wahai Rasulullah! Apakah ciri-ciri mereka? Baginda صلى الله عليه وآله وصحبه وسلم bersabda: “Mereka menyanjungimu dengan sesuatu yang tidak ada padamu”.
Terjadi perbedaan pemahaman tentang Sayyidina Ali ra sebagai imam dan khalifah antara kaum Syiah dengan kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah atau disingkat Sunni
Silahkan baca tulisan (bagian akhir) pada

Perbedaan pemahaman inilah salah satunya gangguan bagi kemajuan umat Islam
Jadi kesimpulan kami kemajuan umat Islam sangat-sangat tergantung dari pengetahuan, pemahaman dan pengamalan tentang IHSAN bagi seluruh umat Islam.
Wassalam
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar