Kolaborasi


“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” (Al Maaidah: 82).
Kolaborasi dengan mereka yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman
Sumber tulisan :  klik di sini
Ada banyak hal yang menarik dan luar biasa dari buku Api Sejarah karya Dr. Ahmad Mansur Suryanegara yang menggoncangkan kemapamanan manipulasi sejarah Islam selama ini. Namun saat ini yang paling menarik perhatian penulis dari buku itu adalah penyebutan Saudi dan Wahabi dalam kaitannya dengan imperialisme dan kolonialisme Barat terhadap dunia Islam.
Pada beberapa tempat dalam bukunya, Ahamd Mansur Suryanegara menyebutkan Saudi dan Wahabi dengan;
Saudi wahabi berkolaborasi dengan Kerajaan Protestan Anglikan Inggirs untuk menggulingkan raja Husein dan putranya Raja Ali (Ahli sunnah wal jama’ah) yang mengangkat dirinya sebagai Khalifah setelah Sultan Turki Utsmani Abdul Majid diturunkan pada 3 Maret 1924.
Saudi wahabi bekerjasama dengan zionisme dan Kerajaan Protestan Anglikan Inggris menggulingkan Raja Husein yang mengklaim batas wilayah Arabia meliputi Palestina dan Syiria bekas wilayah Kesultanan Turki. Klaim atas kedua wilayah tersebut menjadikan Raja Husein dimakzulkan. Kelanjutan dari kerjasama tersebut, kerajaan Protestan Anglikan Inggris mengakui Abdul Aziz bin Saud, wahabi, sebagai Raja Kerajaan Saudi Arabia yang tidak mengklaim wilayah palestina dan Syiria sebagai wilayahnya. Hal ini memungkinkan berdirinya Negara Israel sesudah perang dunia II 1939-1945 M. Tepatnya 15 Mei 1948.
Wahabi di Nusantara pada saat meletusnya perang Padri 1821-1837 M mendapatkan bantuan dari Amerika karena sebelumnya sudah terjalin kontak dagang di antara mereka di Agam Sumatera Barat. Pemerintah kolonial Protestan Belanda dalam usahanya meniadakan pengaruh Amerika di Sumatera Barat, menggunakan potensi kaum adat melawan Wahabi dalam perang Padri yang berlangsung selama 17 tahun. Operasi serdadu Belanda di Sumatera barat, sepintas seperti hanya bertujuan menumpas perkembangan wahabisme. Namun, tujuan sebenarnya mengusir Amerika dan Inggris yang mengadakan kontak dagang dengan kaum Padri atau wahabi di Padang.
Inggris dan Amerika menggunakan potensi wahabisme untuk melumpuhkan kekhilafahan Turki yang Ahli sunnah wal jama’ah.
Proses tumbangnya kerajaan Arabia di bawah Raja Husein, diawali dengan timbulnya tuntutan rakyat Arabia, kemudian Raja Husein digantikan putranya Raja Ali. Keduanya ditumbangkan oleh serbuan Abdul Aziz bin Saud dari Kuwait, penganut wahabi ke Hijaz, Makkah, dan Madinah, pada 1343 H / 1925 M dengan bantuan Inggris dan Amerika. Dengan demikian berdirilah kerajaan Saudi Arabia dari wahabisme, 1343 H / 1925 M.
Wilayahnya atau kerajaannya disebut Saudi Arabia. Jadi penyebutan jazirah Arabia berubah menjadi jazirah Saudi Arabia sejak dikuasai Abdul Aziz bin Saud. Sebelum raja-raja wahabisme berkuasa hanya disebut sebagai jazirah Arab.
Tidak ada ulama dari kalangan wahabi Indonesia yang bekerjasama dengan penjajah Barat seperti ulama di Saudi Arabia, timur tengah, yang bekerjasama dengan Inggris dan Amerika. Ahli sunnah wal jama’ah dan wahabi di Indonesia, keduanya menentang imperialisme barat.
Itulah kutipan-kutipan dari buku Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara terkait hubungan Saudi Arabia dengan imperialisme Barat di awal berdirinya.
Dua kesimpulan penulis dari data-data di atas adalah; pertama, Ahmad Mansur Suryanegara bisa jadi beranggapan wahabisme Saudi adalah pengkhianat (pemberontak) terhadap kekhilafahan Turki Utsmaniyah, dan kedua wahabisme Saudi telah bekerjasama dengan Inggris dan Amerika memberikan tanah Palestina ke zionis Yahudi.
Kaitan dengan hal itu Rizky Ridyasmara menulis di eramuslim.com tentang peran “Lawrence of Arabia” dibalik berdirinya kerajaan Saudi. Berikut kutipannya,
sebuah film yang dirilis tahun 1962 berjudul ‘Lawrence of Arabia’ yang banyak mendapatkan penghargaan internasional, dikisahkan tentang peranan seorang letnan dari pasukan Inggris bernama lengkap Thomas Edward Lawrence, anak buah dari Jenderal Allenby (jenderal ini ketika merebut Yerusalem menginjakkan kakinya di atas makam Salahuddin Al-Ayyubi dan dengan lantang berkata, “Hai Saladin, hari ini telah kubalaskan dendam kaumku dan telah berakhir Perang Salib dengan kemenangan kami!”).
Film ini memang agak kontroversial, ada yang membenarkan namun ada juga yang menampiknya. Namun produser mengaku bahwa film ini diangkat dari kejadian nyata, yang bertutur dengan jujur tentang siapa yang berada di balik berdirinya Kerajaan Saudi Arabia.
Konon kala itu Jazirah Arab merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmaniyah, sebuah kekhalifahan umat Islam dunia yang wilayahnya sampai ke Aceh. Lalu dengan bantuan Lawrence dan jaringannya, suatu suku atau klan melakukan pemberontakan (bughot) terhadap Kekhalifahan Turki Utsmaniyah dan mendirikan kerajaan yang terpisah, lepas, dari wilayah kekhalifahan Islam itu.
Bahkan di film itu digambarkan bahwa klan Saud dengan bantuan Lawrence mendirikan kerajaan sendiri yang terpisah dari khilafah Turki Utsmani. Sejarahwan Inggris, Martin Gilbert, di dalam tulisannya “Lawrence of Arabia was a Zionist” seperti yang dimuat di Jerusalem Post edisi 22 Februari 2007, menyebut Lawrence sebagai agen Zionisme.
Sejarah pun menyatakan, hancurnya Kekhalifahan Turki Utsmani ini pada tahun 1924 merupakan akibat dari infiltrasi Zonisme setelah Sultan Mahmud II menolak keinginan Theodore Hertzl untuk menyerahkan wilayah Palestina untuk bangsa Zionis-Yahudi. Operasi penghancuran Kekhalifahan Turki Utsmani dilakukan Zionis bersamaan waktunya dengan mendukung pembrontakan Klan Saud terhadap Kekalifahan Utsmaniyah, lewat Lawrence of Arabia.
Entah apa yang terjadi, namun hingga detik ini, Kerajaan Saudi Arabia, walau Makkah al-Mukaramah dan Madinah ada di dalam wilayahnya, tetap menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat. Mereka tetap menjadi sahabat yang manis bagi Amerika.
Selain film ‘Lawrence of Arabia’, ada beberapa buku yang bisa menggambarkan hal ini yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Antara lain:
* Wa’du Kissinger (Belitan Amerika di Tanah Suci, Membongkar Strategi AS Menguasai Timur Tengah, karya DR. Safar Al-Hawali—mantan Dekan Fakultas Akidah Universitas Ummul Quro Makkah, yang dipecat dan ditahan setelah menulis buku ini, yang edisi Indonesianya diterbitkan Jazera, 2005)
* Dinasti Bush Dinasti Saud, Hubungan Rahasia Antara Dua Dinasti Terkuat Dunia (Craig Unger, 2004, edisi Indonesianya diterbitkan oleh Diwan, 2006)
* Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia (George Lenczowski, 1992)
* History oh the Arabs (Philip K. Hitti, 2006)
Sebab itu, banyak kalangan yang berasumsi bawah berdirinya Kerajaan Saudi Arabia adalah akibat “pemberontakan” terhadap Kekhalifahan Islam Turki Utsmani dan diback-up oleh Lawrence, seorang agen Zionis dan bawahan Jenderal Allenby yang sangat Islamofobia. Mungkin realitas ini juga yang sering dijadikan alasan, mengapa Arab Saudi sampai sekarang kurang perannya sebagai pelindung utama bagi kekuatan Dunia Islam.
Republika (27/12/2009) menulis dalam rubrik Islam Digest terkait Saudi dan Wahabi sebagai berikut,
Abdullah Mohammad Sindi, seorang professor Hubungan Internasional berkebangsaan Saudi-Amerika, dalam artikelnya yang bertajuk Britain and the Rise of Wahhabism and the House of Saud, menyebutkan, pemerintah kerajaan Inggris turut andil dalam membidani kelahiran gerakan Wahabi.
Menurutnya, Inggrislah yang telah merekayasa Abdul Wahhab sebagai imam dan pendiri gerakan Wahabi, untuk tujuan menghancurkan Islam dari dalam dan meruntuhkan Daulah Turki Utsmani.
Seluk beluk tentang konspirasi Inggris dengan Abdul Wahhab, papar Prof Sindi, tertulis dalam buku memoir Hempher: The British Spy to the Midle East. Dalam karya tersebut, sebagaimana dikutip Nur Khalik Ridwan dalam buku Doktrin Wahabi dan benih-Benih Radikalisme Islam, Hempher menyebut sang pendiri Wahabi sebagai asuhan dari mata-mata Inggris.
Hempher dalam memoir itu, menyebut dirinya sebagai guru Abdul Wahhab, sang pendiri sekaligus ideolog Wahabi. Guna memudahkan tugasnya sebagai seorang mata-mata Inggris, menurut Prof Sindi, Hempher berpura-pura menjadi seorang Muslim dan memakai nama Muhammad.
Dengan cara yang licik, Hempher mendekati Abdul Wahhab dalam waktu yang relatif lama. Menurut Prof Sindi, Hempher telah memberi Abdul Wahhab uang dan hadiah-hadiah lainnya, mencuci otaknya dengan meyakinkannya bahwa orang-orang Islam mesti dibunuh, karena mereka telah melakukan penyimpangan yang berbahaya.
Mereka (kaum Muslim) telah keluar dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar. Mereka semua telah melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dan syirik. Hempher juga membuat sebuah mimpi liar, dan mengatakan bahwa dia bermimpi Nabi Muhammad SAW mencium kening Abdul Wahhab.
Berdasarkan versi itu, Abdul Wahhab menjadi terobsesi dan merasa bertanggung jawab untuk melahirkan suatu aliran baru di dalam Islam, yang bertujuan memurnikan dan mereformasi Islam, aliran ini lalu menyerang dan memberantas semua adat kebiasaan buruk yang terdapat dalam masyarakat Arab.
Menurut Wahabi orang yang menyembah selain Allah SWT telah musyrik dan boleh dibunuh. Wahabi pun dipandang sebagai salah satu aliran yang menumbuhkan benih-benih radikalisme dalam Islam.
Benarkah semua itu?
Karena hal di atas jelas dibantah dengan sangat dahsyat oleh pihak yang berseberangan.
Nampaknya masih perlu penelitian sejarah yang lebih teliti dan akurat.
Penulis sendiri belum bisa mengambil kesimpulan dan pendapat mana yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan.
Wallahu A’lam
Saran dan Kesan admin blog terhadap buku API SEJARAH,
Bacalah buku API SEJARAH, Ahmad Mansur Suryanegara, Penerbit Salamadani. Telah terbit dalam dua jilid.
Buku ini mengungkapkan sejarah bagaimana besarnya peran Ulama dan Umat Islam untuk negeri tercinta ini.
Buku ini mengungkapkan sejarah ulama-ulama kita menerima pengajaran langsung dari zaman salafush sholeh yang kemudian mereka menyiarkan melalui pondok-pondok pesantren lengkap dengan tarekat/manhaj masing-masing sehingga sejak dahulu rakyat negeri ini terkenal dengan keramah-tamahan dan berakhlakul karimah, kesadaran dan perbuatan/perilaku secara sadar dan mengingat Allah swt, muslim-muslim yang sholeh (ibaadillaahish shoolihiin).
Buku ini menjelaskan tentang modernisasi agama yang menerima “konsep-konsep” dari mereka yang mempunyai rasa permusuhan terhadap orang-orang beriman, dan pada akhirnya justru mendangkalkan ajaran agama Islam.
Buku ini mengungkapkan bagaimana berbagai pihak yang mempunyai rasa permusuhan terhadap orang beriman-beriman, mereka berupaya memutar balikkan fakta.
Buku ini wajib dimiliki oleh Sekolah Islam, Madrasah, Pondok Pesantren dan Lembaga-lembaga Islam lainnya.
Wassalam
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar