Sebaiknya istilah manhaj salaf atau mazhab salaf ditiadakan
Demi tegak kembali Ukhuwah Islamiyah sebaiknya istilah manhaj atau mazhab salaf ditiadakan.
Oleh karena adanya istilah manhaj atau mazhab salaf sehingga mereka merasa pasti benar dan timbullah perdebatan, perselisihan, saling merendahkan, saling mengujat, saling menghina, saling berlepas diri dan memutus silaturrahmi diantara sesama manusia yang telah bersyahadat (muslim).
Mereka melakukan itu semua tanpa menyadari bahwa Allah Azza wa Jalla melihat segala sikap dan perbuatan manusia. Mustahil yang haq akan bercampur dengan yang bathil. Setiap yang memperturutkan hawa nafsu pastilah sedang dalam kesesatan.
“…Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah..” (QS Shaad [38]:26 )
“Katakanlah: “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS An’Aam [6]:56 )
Manhaj dalam bahasa Arab sama dengan minhaj, yang bermakna sebuah jalan yang terang lagi mudah. Manhaj adalah metode atau cara atau jalan membawa kepada kebenaran. Kebenaran adalah yang datang dari Allah Azza wa Jalla
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS Al Maa’idah [5]:48)
Manhaj pada hakikatnya sama dengan tharekat namun tharekat maknanya lebih luas yakni bukan lagi jalan atau metode atau cara pemahaman atau pemikiran namun jalan yang pernah dilalui atau ditempuh diri (ruhani dan jasamani) seseorang sehingga sampai kepada Allah Azza wa Jalla. Sampai di sisi Allah Azza wa Jalla sebagaimana 4 golongan manusia yakni para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-orang sholeh.
Mazhab adalah istilah dari bahasa Arab, yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun abstrak.
Mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
Manhaj / Mazhab / Tharekat disandingkan kepada yang tunggal atau kepada seseorang yang telah melakukan upaya pemahaman, pemikiran dan menjalaninya.
Sedangkan Manhaj Salaf atau Mazhab Salaf bukanlah bersifat tunggal atau perorangan.
Juga tidak banyak dari para Salaf (salafush sholeh tentunya) melakukan upaya pemahaman atau pemikiran atau mengutarakan “perjalanan” mereka. Pada umumnya Salafush sholeh hanyalah meriwayatkan, mereka bertanya, mendengar dan mentaati/menjalankannya.
Salafush Sholeh atau khususnya Tabi’ut Tabi’in yang upaya pemahaman atau pemikiran yang masih terkenal sampai sekarang ini hanyalah apa yang dilakukan dan disampaikan oleh Imam Mazhab yang empat.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah mengatakan bahwa pemahaman atau pemikiran yang terbaik adalah para Sahabat ra. Para Sahabat dikatakan terbaik karena mereka mengakui kerasulan Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Mereka bertanya, mendengar dan mentaati / menjalankannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengatakan “sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku (generasi sahabat)” bukanlah mengatakan sebaik-baik pemahaman atau pemikiran. Sahabat dikatakan “sebaik-baik manusia” karena termasuk manusia awal yang “melihat” Rasulullah atau manusia awal yang bersaksi atau bersyahadat.
Ini terkait dengan firman Allah ta’ala yang artinya, “kuntum khayra ummatin ukhrijat lilnnaasi“, “Kamu (umat Rasulullah) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” (QS Ali Imran [3]:110 ).
Ibnu Hajar al-Asqalani asy-Syafi’i berkata:
“Ash-Shabi (sahabat) ialah orang yang bertemu dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan Islam“
Begitu pula dengan Tabi’in (orang yang “melihat”/”bertemu” dengan Sahabat) maupun Tabi’ut Tabi’in (orang yang “melihat”/”bertemu” dengan Tabi’in adalah “sebaik-baik manusia” karena mereka termasuk manusia awal yang bersaksi atau bersyahadat.
Bahkan Allah Azza wa Jalla menjamin untuk masuk surga bagi “sebaik-baik manusia” paling awal atau manusia yang bersaksi/bersyahadat paling awal atau yang membenarkan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam sebagai utusan Allah ta’ala paling awal atau as-sabiqun al-awwalun. Hal ini dinyatakan dalam firmanNya yang artinya,
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS At Taubah [9]:100 )
Mereka yang termasuk 10 paling awal bersyahadat/bersaksi atau yang termasuk “as-sabiqun al-awwalun” adalah, Abu Bakar Ash Shidiq ra, Umar bin Khattab ra, Ustman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib ra, Thalhah bin Abdullah ra, Zubeir bin Awwam ra, Sa’ad bin Abi Waqqas ra, Sa’id bin Zaid ra, ‘Abdurrahman bin ‘Auf ra dan Abu ‘Ubaidah bin Jarrah ra .
Jadi yang disebut generasi terbaik atau sebaik-baik manusia adalah bagi seluruh umat Nabi Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wasallam atau bagi seluruh manusia yang telah bersaksi/bersyahadat atau bagi seluruh umat muslim sampai akhir zaman. Tidak ada hubungannya antara “generasi terbaik” dengan mazhab atau manhaj salaf dan tidak ada pernah Rasulullah mewajibkan umat muslim untuk bermazhab atau bermanhaj Salaf. Ulama yang mewajibkan bermanhaj salaf adalah mereka yang mebuat perkara baru (muhdats) dalam agama. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
Kesimpulannya istilah manhaj salaf atau mazhab salaf adalah istilah yang menyesatkan.
Ulama mereka mengatakan apa yang mereka sampaikan adalah pemahaman Salafush Sholeh padahal kenyataannya adalah pemahaman mereka sendiri terhadap (lafadz/nash) Al-Quran dan (lafadz/nash) Hadits atau pemahaman mereka sendiri terhadap kitab atau tulisan ulama salaf.
Kita pahami bahwa setiap pemahaman, penafsiran, pemikiran bisa benar dan bisa pula salah karena yang pasti benar hanyalah (lafadz/nash) Al Qur’an dan (lafadz/nash) Hadits.
Dengan adanya istilah manhaj salaf atau mazhab salaf mengakibatkan banyak kaum muslim terkelabui seolah-olah apa yang disampaikan ulama mereka adalah pasti benar sehingga mereka lupa merujuk atau memeriksa kepada sumbernya yakni Al-Qur’an dan Hadits
Istilah manhaj salaf atau mazhab salaf yang menyesatkan ini ditimbulkan oleh karena ulama Muhammad bin Abdul Wahhab mengangkat kembali pemahaman ulama Ibnu Taimiyah yang sebenarnya telah ditolak oleh jumhur ulama pada masanya dan telah terkubur lama.
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab berkolaborasi dengan penguasa Muhammad bin Saud mendirikan kerajaan Arab Saudi dan adanya “pertemanan” atau “kesepakatan” dengan kolonialis Inggris yang pada hakikatnya di belakangnya adalah zionis Yahudi.
Kenyataanyalah bahwa umat muslim pada saat ini “disibukkan” dengan diskusi, perdebatan pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadits sehingga melupakan persaudaraan sesama muslim dan mengabaikan Ukhuwah Islamiyah sehingga tidak mengurus yang seharusnya diurus seperti banyak terbunuhnya saudara-saudara muslim kita di Palestina, Irak, Afghanistan dan belahan dunia lainnya oleh Amerika yang dibaliknya adalah Zionis Yahudi.
Marilah kita kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Jika kita tidak mampu merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah secara langsung maka kita membutuhkan pemahaman mereka yang mengetahuinya. Ketidakmampuan bisa disebabkan oleh karena kompetensi/keahlian, waktu, dana dan sebab-sebab yang lain.
Firman Allah yang artinya, “Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fush shilat [41]:3).
Mereka yang mampu memahami ilmuNya diantaranya adalah para Imam Mazhab yang diteruskan oleh para pengikutnya.
Imam Asy Syafi’I mengatakan tiada ilmu tanpa sanad.
Berkata pula Imam Sufyan Ats-Tsauri : “Sanad adalah senjata orang mukmin, maka bila kau tak punya senjata maka dengan apa kau akan berperang?”
Berkata pula Imam Ibnul Mubarak : “Pelajar ilmu yang tak punya sanad bagaikan penaik atap namun tak punya tangganya, sungguh telah Allah muliakan ummat ini dengan sanad” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433).
Kebenaran disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena Beliau hanya menyampaikan apa yang diwahyukanNya
Oleh karenanya kita lebih baik mengikuti ulama yang hanya menyampaikan apa yang disampaikan oleh Rasulullah melalui lisan ke lisan guru/ulama sebelumnya. Inilah yang dinamakan sanad guru atau sanad ilmu.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
Share this:
6 Tanggapan
afwan….apakah demikian adanya???serem jg ya…
tp ana pernah denger…blom baca si…ad 3 permintaan rasulullah…1 tdk dkabulkan Allah…yaitu bersatunya umat islam…
jd kayaknya emang umat islam susah bersatu gitu ya…
afwan…
pada 19 Juni 2011 pada 9:32 am | Balaspanitia
daripada istilah salaf yg ditiadakan, kayaknya mendingan Sufi yang diberantas, deh..
pada 19 Juni 2011 pada 4:54 pm | BalasRejeb
sufi itu gentle..meskipun mreka mengaku pengikut salafush sholeh tapi tidak menyebut hanya dirinya dirinya yg salaf..
pada 22 Juni 2011 pada 10:38 am | BalasZainal
OOOH … jadi wahabi itu di backingi inggris dan yahudi tooo
oh ya???
salam kenal n salam ukhuwah.. sesama muslim bersaudara.
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar