Melalui hambaNya

Pertolongan dan permohonan ampunan melalui hambaNya
Kami tidak menyangka ada sebuah tulisan mereka  berjudul “Al-Imam Asy-Syafi’i dan Qashidah Al-Burdah” pada http://www.asysyariah.com/syariah/akidah/567-al-imam-assafii-dan-qashidah-al-burdah-akidah-edisi-55.html 
Tentu secara sekilas akan timbul anggapan adanya pendapat Al Imam Asy-Syafi’i terhadap  Qashidah Al Burdah. Setelah kami telusuri ternyata berisi pemahaman ulama mereka terhadap syair Qashidah Al Burdah. Mereka berpendapat bahwa

*****awal kutipan*****
Di dalam burdah tersebut terdapat pujian-pujian yang berlebihan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga mengangkat beliau setara dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan dalam salah satu baitnya, beliau diangkat melebihi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini menunjukkan sebuah kekufuran yang nyata dan kesyirikan yang jelas, bahkan mencakup tiga jenis kesyirikan sekaligus yaitu syirik dalam uluhiyah, syirik dalam rububiyah, serta syirik dalam asma’ dan sifat.
Di antara bait-bait syair yang dibawakan oleh Al-Bushiri di dalam Al-Burdah adalah:
يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَالِي‎ ‎مَنْ أَلُوذُ بِهِ‏‎ ‎سِوَاكَ عِنْدَ حُلُولِ الْحَادِثِ‏‎ ‎الْعَمِمِ
Wahai makhluk yang paling dermawan kepada siapakah aku berlindung kalau bukan pada dirimu ketika terjadi malapetaka yang menyeluruh

Kalimat ini merupakan kesyirikan dalam hal tauhid uluhiyah, yaitu meminta perlindungan dari berbagai marabahaya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita telah mengetahui bahwa meminta perlindungan adalah sebuah ibadah, dan ibadah itu tidak boleh diberikan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
*****akhir kutipan*****
Bait yang mereka permasalahkan adalah terkait izin Allah ta’ala kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk memberikan syafa’at kepada manusia pada hari yang dilukiskan oleh penyair sebagai “ketika terjadi malapetaka yang menyeluruh” yakni ketika Allah Azza wa Jalla akan mengumpulkan semua manusia dari yang pertama hingga yang akhir dalam satu tanah lapang, seorang penyeru akan menyeru mereka, pandangan menembus mereka dan matahari mendekat, duka dan kesusahan manusia sampai pada batas yang tidak mampu mereka pikul alias kiamat. Contoh hadits selengkapnya pada http://www.indoquran.com/index.php?surano=45&ayatno=230&action=display&option=com_bukhari
Rasulullah akan ditempatkan oleh Allah Azza wa Jalla pada kedudukan yang terpuji yang dipuji oleh seluruh makhluq yang berkumpul
Rasulullah bersabda, “Matahari akan didekatkan pada hari qiyamat hingga keringat akan mencapai ketinggian setengah telinga. Karena kondisi mereka seperti itu, maka orang-orang memohon bantuan (do’a) kepada nabi Adam, Musa, kemudian Muhammad Shallallahu’alaihiwasallam. ‘Abdullah bin Shalihmenambahkan telah menceritakan kepada saya Al Laits telah menceritakan kepada saya Ibnu Abu Ja’far: Maka Beliau memberi syafa’at untuk memutuskan perkara diantara manusia hingga akhirnya Beliau mengambil tali pintu (surga). Dan pada hari itulah Allah menempatkan Beliau pada kedudukan yang terpuji yang dipuji oleh seluruh makhluq yang berkumpul. (HR Bukhari  1381) Link:http://www.indoquran.com/index.php?surano=13&ayatno=74&action=display&option=com_bukhari
Telah menceritakan kepadaku Isma’il bin Aban Telah menceritakan kepada kamiAbu Al Ahwash dari Adam bin ‘Ali dia berkata; Aku mendengar Ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhuma berkata; Sesungguhnya pada hari kiamat kelak manusia akan menjadi bangkai. Setiap umat akan mengikuti nabinya hingga mereka saling berkata; ‘Ya Fulan, berilah aku syafa’at. ya fulan, berilah aku syafa’at.’ Sampai akhirnya mereka mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Itulah hari ketika Allah membangkitkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada kedudukan yang terpuji. (HR Bukhari 4349) Link :http://www.indoquran.com/index.php?surano=45&ayatno=236&action=display&option=com_bukhari
Qashidah Al-Burdah adalah salah satu karya paling populer dalam khazanah sastra Islam. Pengarang Qashidah Al-Burdah ialah Al-Bushiri (610-695H/ 1213-1296 M). Nama lengkapnya, Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Bushiri. Dia keturunan Berber yang lahir di Dallas, Maroko dan dibesarkan di Bushir, Mesir, Dia seorang murid Sufi besar, Imam as-Syadzili dan penerusnya yang bernama Abdul Abbas al-Mursi – anggota Tarekat Syadziliyah. Di bidang ilmu fiqih, Al Bushiri menganut mazhab Syafi’i, yang merupakan mazhab fiqih mayoritas di Mesir. Informasi lebih lengkap tentang Qashidah Al-Burdah diuraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/05/kasidah-burdah/
Beberapa penjelasan lain terhadap amal kebaikan yang sering mereka permasalahkan adalah

Tentang Sholawat Badar pada 
Selain mereka salah memahami syair Qashidah Al Burdah tersebut, mereka juga salah memahami firman Allah ta’ala seperti yang artinya “dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan” (QS Al Fatihah [1]:5) atau Firman Allah ta’ala yang artinya  Katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai subuh.” (QS Al-Falaq [113]:1)
Pemahaman mereka adalah bahwa “kita telah mengetahui bahwa meminta perlindungan adalah sebuah ibadah, dan ibadah itu tidak boleh diberikan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala“
Andaikata sebuah kesyirikan jika meminta perlindungan atau pertolongan pada manusia maka apa yang telah dilakukan kerajaan dinasti Saudi meminta perlindungan dan pertolongan kepada Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi adalah sebuah kesyirikan dan para ulama di wilayah kerajaan dinasti Saudi telah membiarkan kesyirikan terjadi di depan mata mereka.
Terjemahannya “hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”  namun maknanya adalah jika kita meminta pertolongan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam atau malaikat atau kepada hambaNya yang lain maka kita tidak boleh lupa bahwa sebab utama yang mendatangkan pertolongan dan pelindungan adalah Allah Azza wa Jalla.
Contohnya kalau kita meminta pertolongan atau berobat ke dokter maka kita harus meyakini bahwa yang menyembuhkan kita bukanlah dokter namun Allah Azza wa Jalla dengan perantaraan seorang dokter. Para pekerja mendapatkan perlindungan dari majikan mereka.  Para pengungsi mendapatkan pertolongan dari para sukarelawan dan para dermawan dan masih banyak lagi contoh yang pada hakikatnya hanyalah perantara pertolongan dan perlindungan dari Allah Azza wa Jalla.

Firman Allah ta’ala yang artinya
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)“  (QS Al Maaidah [5]: 55)
“Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah  itulah yang pasti menang” (QS Al Maaidah [5]: 56)
“dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mu’min yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula” (QS At Tahrim [66]:4)
“dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau” (QS An Nisaa [4]:75)
Para Sahabat ra sering memerlukan Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk memohonkan perlindungan dan pengampunan dari Allah subhanahu wa ta’ala, walaupun Allah ta’ala  sendiri sanggup mendengar setiap ucapan dan panggilan para Sahabat ra tersebut dan Dia juga lebih dekat di banding urat lehernya (para hamba-Nya).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak menolak permohonan para Sahabat ra dan tidak bersabda kepada Sahabat ra:  ‘Pergilah dan mintalah pada Allah subhanahu wa ta’ala  secara langsung’

Firman Allah ta’ala yang artinya
“Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk dita’ati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS An Nisaa [4]:64)
“Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka” (QS Ali Imran [3]:159)
“maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS An Nuur [24]:62)
“dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan perempuan” (QS Muhammad [47];19)
“maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka“  (QS Mumtahanah [60]:12)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka” (QS Munaafiquun  [63]:5)
Al-Imam Asy-Syafi’i yang kita akui sangat baik pemahamannya terhadap Al Qur’an dan Hadits yang berkompetensi sebagai  Imam Mujtahid Mutlak, juga mengharapkan pertolongan/perlindungan atau syafa’at Rasulullah.
Beliau mengungkapkannya dengan syair “Uhibbu asShalihiina wa lastu minhum La’alli an anaala bihim syafa’ah” . Syair adalah ungkapan perasaan atau ungkapan cinta yang sebaiknya kita pahami dengan balaghoh.  Syair dari Beliau artinya kurang lebih bahwa Beliau mencintai orang sholeh walaupun Beliau belum seperti mereka (contoh sikap tawadhu / rendah hati), Beliau berharap / semoga memperoleh pertolongan atau syafa’at dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk dapat termasuk orang yang sholeh. Syair dari Beliau jangan dipahami  bahwa Beliau meminta pertolongan atau perlindungan dari selain Allah ta’ala namun Beliau meminta pertolongan atau perlindungan kepada Allah Azza wa Jalla perantaraan (washilah) syafa’at Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Begitu juga dibolehkan meminta pertolongan atau ampunan kepada Allah Azza wa Jalla melalui perantaraan (washilah)  kekasih Allah atau para wali Allah atau mereka yang disisi Nya baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Mereka yang disisi Allah Azza wa Jalla walaupun mereka secara dzahir telah wafat namun mereka tetap hidup di sisi Allah sebagaimana contohnya para Syuhada.

Firman Allah ta’ala yang artinya
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda : ما من أحد يسلّم عليّ إلا رد الله عليّ وروحي حتى أرد السلام “Tidak ada satu pun orang muslim yang memberi salam kepadaku kecuali Allah akan mengembalikan nyawaku hingga aku menjawab salamnya.” HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah RA. Imam Al Nawaawi berkata : Isnad hadits ini shahih. Hadits ini jelas menerangkan bahwa Beliau Shallallahu alaihi wasallam menjawab terhadap orang yang memberinya salam. Salam adalah kedamaian yang berarti mendoakan mendapat kedamaian dan orang yang memberi salam mendapat manfaat dari doa beliau ini

Nabi  shallallahu alaihi wasallam bersabda:
حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.
“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi SAW. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih dengan komentarnya : hadits diriwayatkan oleh Al Bazzaar dan para perawinya sesuai dengan kriteria hadits shahih)

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)
“Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).

Nabi  shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)
“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
Sebagaimana yang telah kami sampaikan bahwa bertawassul adalah bagian dari akhlak (ihsan), bertawasul adalah adab berdoa yang sebaiknya kita lakukan sebelum masuk kepada doa inti atau permohonan inti kita kepada Allah Azza wa Jalla.
Bertawassul adalah jalan kita mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Firman Allah ta’ala yang artinya
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (washilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al Maa’idah [5]: 35 )”
Bertawasul pada hakikatnya adalah penghormatan, pengakuan keutamaan derajat mereka (yang ditawasulkan) di sisi Allah Azza wa Jalla dan rasa syukur kita akan peran mereka menyiarkan agama Islam sehingga kita dapat mendapatkan ni’mat Iman dan ni’mat Islam.
Bertawasul yang paling mudah adalah dengan sholawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
Anas bin Malik r.a meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tiada doa kecuali terdapat hijab di antaranya dengan di antara langit, hingga bershalawat atas Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka apabila dibacakan shalawat Nabi, terbukalah hijab dan diterimalah doa tersebut, namun jika tidak demikian, kembalilah doa itu kepada pemohonnya“
Rasulullah bersabda “Jika salah seorang di antara kalian berdoa maka hendaknya dia memulainya dengan memuji dan menyanjung Allah, kemudian dia bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, kemudian setelah itu baru dia berdoa sesukanya.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dapatlah kita pahami bahwa dalam memahami Al Qur’an dan Hadits sering kita jumpai antara terjemahan berbeda dengan makna atau apa yang seharusnya kita pahami.  Memang Al-Quran “dengan bahasa Arab yang jelas”. (QS Asy Syu’ara’ [26]: 195) namun dalam firman Allah ta’ala pada ayat lain yang menerangkan bahwa walaupun Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas namun pemahaman yang dalam haruslah dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten (ahlinya). “Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fush shilat [41]:3).
Rasulullah menjelaskan apa yang diwahyukanNya kepada para Sahabat, para Sahabat menjelaskan kepada Tabi’in, para Tabi’in menjelaskan kepada Tabi’ut Tabi’in dan seterusnya melalui lisan ke lisan ulama-ulama yang sholeh sehingga sampailah kepada kita melalui guru kita maka inilah yang dimaksud sanad guru atau sanad ilmu. Pemahaman yang baik adalah melalui apa yang telah disampaikan ulama/ustadz/guru yang bersanad ilmu. Kemungkinan kesalahpahaman akan terjadi jika pemahaman secara otodidak (belajar sendiri)

Dari Ibnu Abbas ra~ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Jadi bagaimana mereka melakukan pemberantasan kesyirikan, bid’ah, tahayul, khurafat jika mereka salah paham tentang kesyirikan, bid’ah dan perkara ghaib. Bagaimana jika mereka mengatakan “kamu telah melakukan perbuatan syirik, kamu telah murtad dan halal darah kamu” kemudian mereka membunuh orang tersebut hanya karena kesalahpahaman saja. Naudzubillah min zalik.   Mungkin inikah yang dimaksud dahulu sebagai sekte berdarah bagian dari sejarah yang tidak pernah kita ketahui dengan pasti. Wallahu a’lam
Sebagai penutup tulisan kami sampaikan penggalan dari hadits di atas yang merupakan doa orang sholeh yang telah wafat dan hidup disisiNya kepada kaum muslim yang masih hidup.
“Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.”
Oleh karenanyalah kita membalasnya dengan membaca “Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin”  ketika tahiyyat
Para Sahabat ra menerangkan bahwa kita mendoakan orang-orang sholeh dilangit yakni hamba-hamba shalih yang secara dzahir sudah wafat namun mereka hidup di sisi Allah Azza wa Jalla  ketika membaca  “Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin”
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Jarir dari Manshur dari Abu Wa`il dari Abdullah radliallahu ‘anhu dia berkata; “Kami biasa membaca (shalawat); ‘Assalaamu ‘alallahi, assalaamu ‘alaa fulaan (Semoga keselamatan terlimpahkan kepada Allah, semoga keselamatan terlimpah kepada fulan).” Maka suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami: ‘Sesungguhnya Allah adalah Salam, apabila salah seorang dari kalian duduk dalam shalat (tahiyyat), hendaknya mengucapkan; ‘AT-TAHIYYATUT LILLAHI -hingga sabdanya- SHAALIHIIN, (penghormatan, rahmat dan kebaikan hanya milik Allah -hingga sabdanya- hamba-hamba Allah yang shalih). Sesungguhnya jika ia mengucapkannya, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba yang shalih baik di langit maupun di bumi, ‘ (lalu melanjutkan); ‘ASYHADU ALLAAILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU AN NAMUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUH (Aku bersaksi bahwa tiada Dzat yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya).’ Setelah itu ia boleh memilih pujian yang ia kehendaki.’ (HR Bukhari 5853)  link: 

Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar