Sekilas Riwayat Dzurriyat (Para Anak Cucu/ Keturunan) Baginda Nabi shallallahu alaihi wasallam
Pendahuluan
Ad Dailami meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Said ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw berkata, “Kemurkaan Allah swt amat besar kepada orang yang menyakitiku dengan cara menyakiti keturunanku.”
Dalam al Ausath, Ath Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Hasan bin Ali ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Pertahankanlah rasa cinta kalian kepada ahlul bait, karena barang siapa yang berjumpa dengan Allah swt sementara ia mencintai kami, maka ia akan masuk surga dengan syafaat kami. Demi Dzat yang menggenggam jiwaku, ketahuilah bahwa perbuatan seorang hamba tidak akan berguna baginya kecuali ia mengetahui hak kami.”
Ad Dailami meriwayatkan sebuah hadits dari Ali ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “4 golongan yang akan aku tolong kelak di hari kiamat adalah orang yang memuliakan keturunanku, orang yang berusaha memenuhi kebutuhan mereka, orang yang berusaha membantu segala urusan mereka ketika terdesak, serta para pecinta mereka dengan hati & lisannya.”
Abu Na’im meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Utsman bin Affan ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa berbuat baik kepada salah seorang dari bani Muthalib di dunia, sementara salah seorang dari mereka (bani Muthalib) tidak mampu membalasnya, maka akulah yang akan membalasnya kelak di hari Kiamat.”
Imam at Tirmidzi dan Imam ath Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Cintailah Allah agar kalian memperoleh sebagian nikmat-Nya, cintailah aku agar kalian memperoleh cinta Allah, dan cintailah keluargaku (ahlul baitku) agar kalian memperoleh cintaku.”
Mungkin saja, secara syariat, mereka terjatuh ke dalam kesalahan dan dosa. Akan tetapi, Allah swt memelihara mereka dengan pemeliharaan dari-Nya. Dengan demikian, tidaklah salah bagi kaum muslimin untuk mencintai keluarga & keturunan baginda Nabi saw dengan sepenuh hatinya.
Meskipun begitu, menurut Al Habib Salim bin Abdullah Asy Syathiri, pengasuh Rubat Tarim Hadramaut, apabila kita menemukan dari keturunan Rasul ada yang menyimpang, sebagai bentuk rasa cinta kasih kita kepada kereka, kita wajib ber amar ma’ruf nahi munkar.
Riwayat singkat kedua cucu baginda Nabi Muhammad saw.
Sayyidina Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib ra.
Sayyidina Hasan bin Ali bin abi Thalib ra, bersama adiknya Sayyidina Husein bin Ali bin abi Thalib ra adalah cucu dan buah hati Baginda Rasulullah saw dari putri tercinta beliau saw, yaitu Siti Fathimah az zahra ra. Sayyidina Hasan ra, yang dilahirkan di Kota Madinah pada tanggal 15 Ramadhan tahun 3 Hijriah, merupakan cucu pertama baginda Nabi saw. Putra Imam Ali karamallahu wajhah ini sangat mirip dengan Rasulullah saw. Namun kebersamaan Rasulullah saw bersama Al Hasan dan saudara Al Husein tidak berlangsung lama, karena ketika Al Hasan masih berumur 7 tahun, Rasulullah saw meninggal dunia.
Kesedihan yang dirasakan oleh Siti Fathimah ra dan Imam Ali karamallahu wajhah atas wafatnya Rasulullah saw, juga dirasakan oleh Al Hasan. Maklum beliau sangat dekat dengan datuknya. Namun tidak lama kemudian, kira-kira enam bulan setelah Rosululloh SAW wafat, ibu tercintanya yaitu Siti Fathimah ra. meninggal dunia.
Sayyidina Hasan ra memegang tampuk pemerintahan sesudah ayahnya (Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra) wafat syahid terbunuh dipukul dengan pedang oleh Abdurahman bin Muljam, berdasarkan pembai’atan yang dilakukan oleh penduduk Kota Kufah. Beliau memerintah selama enam bulan dan beberapa hari, sebagai pemimpin yang benar, adil dan jujur.
Beliau (Sayyidna Hasan ra) membuat perjanjian damai dengan pemberontak Mu’awiyyah. Dengan terjadinya penyerahan kekuasaan dari Sayyidina Hasan ra ke Muawiyah yang terjadi pada pertengahan bulan Jumadil Awal tahun 41 Hijriyah, maka kekhalifahan selanjutnya dipegang oleh Sahabat Muawiyah. Usia Muawiyah saat itu 66 tahun, sedang usia Sayyidina Hasan adalah 38 tahun. Dalam sejarah Islam, tahun dimana terjadi perdamaian antara Sayyidina Hasan ra dan Muawiyah ini, disebut ‘Aamul Jama’ah, karena pada saat itu kaum muslimin bersatu dibawah satu komando.
Selanjutnya beliau (Sayyidina Hasan ra) dan seluruh keluarganya segara meninggalkan Kufah dan kembali menetap di Madinah. Hampir 10 tahun Sayyidina Hasan ra tinggal di Madinah, dan waktunya banyak beliau habiskan dalam beribadah dan mengamalkan ilmunya. Apabila beliau selesai sholat subuh, beliau selalu mampir ketempat istri istri Rasulullah saw. Dan terkadang memberi mereka hadiah. Namun apabila beliau selesai sholat dhohor, beliau tetap duduk di Mas’jid mengajar, dan terkadang menambah ilmu dari para Sahabat Rasulullah saw yang masih ada.
Akhirnya, pada tanggal 28 Shafar tahun 50 Hijriyah, Sayyidina Hasan ra berpulang ke rahmatullah dalam usia 47 tahun dan dimakamkan di pemakaman umum Baqi’. Dalam kitab Al-Ishaabah, Al-Waqidi bercerita: “Pada hari (penguburan Sayyidina Hasan ra) orang-orang yang menghadirinya sangat banyak. Sekiranya jarum dilemparkan di atas mereka, niscaya jarum tersebut akan jatuh di atas kepala mereka dan tidak akan menyentuh tanah.”
Mengenai kematian Sayyidina Hasan ra ini, para ahli sejarah mengatakan, bahwa beliau wafat karena diracun. Saudaranya yaitu Sayyidina Husein ra, tatkala mengetahui sang kakak telah diracun, memaksanya agar memberitahu siapa pelakunya, namun beliau (Sayyidina Hasan ra) menolak.
Abul Faraj Al-Ishfahani dalam bukunya Maqatiluth Thalibiyin menulis: “Mu’awiyah ingin mengambil bai’at untuk putranya, Yazid. Demi merealisasikan tujuannya ini ia tidak melihat penghalang yang besar melintang kecuali Sayyidina Hasan ra dan seorang sahabat ra Sa’d bin Abi Waqqash. Dengan demikian, ia membunuh mereka berdua secara diam-diam dengan racun.”
As Sibth bin Jauzi meriwayatkan dari Ibnu Sa’d dalam kitab At-Thabaqat dan ia meriwayatkan dari Al-Waqidi bahwa Sayyidina Hasan ra ketika sedang menghadapi sakaratul maut pernah berwasiat: “Kuburkanlah aku di samping kakekku Rasulullah saw”. Akan tetapi, Bani Umaiyah, Marwan bin Hakam dan Sa’d bin Al-’Ash sebagai gubernur Madinah kala itu tidak mengizinkannya untuk dikuburkan sesuai dengan wasiatnya.Akhirnya, jenazah Sayyidina Hasan ra diboyong menuju ke pekuburan Baqi’ dan dikuburkan di samping kuburan neneknya (Ibunda dari Sayyidina Ali bin abi Thalib ra), yaitu Fathimah binti Asad.
Ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya Tadzkirah Al-Khawas menukil dari Abu Sa’id dalam Thabaqat-nya menyebutkan putra putri Sayyidina Hasan ra adalah: Muhammad Al-Ashghar, Ja’far, Hamzah, Muhammad Al-Akbar, Zaid, Hasan Al-Mutsana, Fatimah, Ummul Hasan, Umul Khair, Ummu Abdurrahman, Ummu Salmah, Ummu Abdullah, Ismail, Ya’qub, Abubakar, Thalhah dan Abdullah.
Muhammad Ali Shabban dalam bukunya ‘Teladan Suci Keluarga Nabi’ mengatakan keturunan Sayyidina Hasan ra yang sahih yang ada sekarang adalah Zaid dan Hasan Al-Mutsana. Zaid lebih tua dari saudaranya Hasan Al-Mutsana. Sesudah pamannya (Sayyidina Husein ra) meninggal, ia membai’at Abdullah bin Zubair sebagai khalifah. Menurut salah satu pendapat, Zaid hidup selama seratus tahun.
Sedangkan Hasan Al-Mutsana, ikut pamannya (Sayyidina Husein ra) di Karbala , dan mendapat luka-luka dalam perang melawan pasukan Yazid Muawiyyah. Ketika pihak musuh hendak mengambil kepalanya, mereka dapati ia masih bernafas, lalu Asma bin Kharijah Al-Fazzari berkata: ‘Biarkan dia kubawa!” Kemudian dibawanya ke Kufah dan diobati sampai sembuh. Setelah itu, Hasan Al-Mutsana kembali ke Madinah.
Habib Ali Zainal Abidin Assegaf, pengurus Naqobatul Asyrof Al-Kubro (lembaga pemeliharan, penelitian, sejarah dan pencatatan silsilah Alawiyin) mengungkapkan mayoritas habib (sayyid) di Indonesia yang ber-fam Al-Hasani berasal dari putra Sayyidina Hasan yang bernama Hasan Al-Mutsana. Pemilik fam Al-Hasani, kata dia, tak sebanyak jumlah fam di keluarga Bani Alawi yang merupakan keturunan Sayyidina Husein ra. “Al-Hasani itu mastur (tidak banyak, langka dan tersembunyi, red),” ujar Chaidar.
Al-Hasani memang mastur, tapi diantara yang sedikit itu saat muncul ke permukaan sangat masyhur (sangat terkenal). Beberapa figur ternama yang memiliki fam Al-Hasani adalah Sulthanul Awlia (Pemimpin Para Wali) Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Syekh Saman Al-Madani (pendiri Tarekat Sammaniyah), Abul Hasan Asy-Syadzili (Sufi besar asal Maroko), Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliky dan putranya Al Imam As Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliky al Hasani.
Beliau, Al Imam As Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al Maliki Al Hasani (wafat dan di makamkan di pemakaman Ma’la, Makkah Al Mukarromah pada 15 Ramadhan 1425H / 29 Oktober 2004), adalah seorang Muhaddits & tokoh Ulama Sunni abad ini, seorang mufassir yang ahli dalam ilmu Fiqh, Aqidah, Tasawwuf, dan Sirah. Diantara kitab karya monumental beliau yang telah mendapat sambutan tidak kurang dari 40 ulama besar dunia. adalah : Mafahim Yajibu An Tushahhah (Pemahaman-pemahaman yang harus diluruskan).
Beliau (Abuya Al Maliki), sebagaimana diceritakan oleh Ketua Tanfidziyah PB NU, Prof DR. KH Said Agil Siraj MA dalam majalah Sabili No. 14 (4 Febr 2010), pernah melakukan debat terbuka dengan Syeikh Abdul Azis bin Baz (Mufti Kerajaan Arab Saudi). Debat tsb Alhamdulillah dimenangkan oleh Abuya Al Maliki, tapi oleh pemerintah Saudi dokumentasi debat ini tidak boleh disebarluaskan. Akhirnya, abuya Al Maliki menuliskan hasil debat tersebut dengan bahasa yang sudah diperhalus, serta dengan tidak menyebutkannya sebagai hasil debat, dalam kitab beliau: Mafahim Yajibu An Tushahhah.
Dari kediaman beliau di Makkah Al mukarromah yang juga merupakan Majelis Ilmu dan Ribath Sunni, telah bermunculan ulama-ulama besar yang membawa panji Rasulullah ke seluruh penjuru dunia. Murid-murid beliau dapat kita jumpai di India , Pakistan , Afrika, Eropa, Amerika dan terutama Asia . Di Indonesia, Haiah As Shofwah adalah wadah bagi para alumni dari ma’had beliau.
Sayyidina Husein Bin Ali Bin Abi Thalib ra.
Sayyidina Husein ra (Abu Abdillah) adalah cucu Rasulullah saw dan beliau adalah adik dari Sayyidina Hasan ra. Beliau ra lahir pada hari ke 5 bulan Sya’ban tahun ke 4 hijriyah. Sayyidina Husein ra gugur sebagai syahid dalam usia 57 tahun, pada hari Jum’at, hari ke 10 (Asyura) dari bulan Muharram, tahun 61 Hijriyah di padang Karbala, suatu tempat di Iraq yang terletak antara Hulla dan Kuffah.
Menurut al-Amiri, Sayidina Husein dikarunia 6 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Dan dari keturunan Sayyidina Husein ra yang meneruskan keturunannya hanya Ali al-Ausath yang diberi gelar “ALI ZAINAL ABIDIN”. Sedangkan Muhammad, Ja’far, Ali al-Akbar, Ali al-Asghar , Abdullah, tidak mempunyai keturunan (ketiga nama terakhir gugur bersama ayahnya sebagai syahid di Karbala ). Sedangkan anak perempuannya adalah: Zainab, Sakinah dan Fathimah.
Kaum Alawiyyin adalah keturunan dari Rasulullah saw melalui Imam Alwi bin Ubaydillah bin AHMAD AL MUHAJIR bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin ALI ZAINAL ABIDIN bin SAYYIDINA HUSAIN RA. Istilah Alawiyin atau Ba’alawi digunakan untuk membedakan keluarga ini dari keluarga para Sayyid yang lain yang sama –sama keturunan Rasulullah saw.
Prof. Dr. Hamka mengutip kata-kata mutiara dari al Imam Asy Syafi’i saat menulis kata sambutan dalam sebuah buku karangan Al Habib Hamid Al Husaini yang berjudul Al-Husain bin Ali Pahlawan Besar sbb: “Jika saya akan dituduh (sebagai) orang Syiah karena saya mencintai keluarga Muhammad saw, maka saksikanlah oleh seluruh manusia dan jin, bahwa saya ini adalah penganut Syi’ah.”
Beliau juga pernah mengatakan : “Tidak layak untuk tidak mengetahui bahwa Alawiyyin Hadramaut berpegang teguh pada madzhab Syafi’i. Bahkan, yang mengokohkan madzhab ini di Indonesia , khususnya di tanah Jawa, adalah para Ulama Alawiyin Hadramaut.”
Di beberapa negara, sebutan untuk dzurriyat rasul saw ini berbeda-beda. Di Maroko dan sekitarnya, mereka lebih dikenal dengan sebutan Syarif, di daerah Hijaz (Semenanjung Arabia) dengan sebutan Sayyid, sedangkan di nusantara umumnya mereka dikenal dengan sebutan Habib. Di Indonesia sendiri ada lembaga khusus yang berpusat di Jakarta , bernama Rabithah Alawiyah, yang mencatat nasab (silsilah) para Alawiyin. Sehingga benar-benar gelar Habib atau Sayyid tidak disalahgunakan oleh seseorang.
Dalam buku “Sejarah masuknya Islam di Timur Jauh”, Prof DR. Hamka menyebutkan bahwa: “Gelar Syarif khusus digunakan bagi keturunan Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husain ra apabila menjadi raja. Banyak dari para Sultan di Indonesia adalah keturunan baginda Rasulullah saw. Diantaranya Sultan di Pontianak mereka digelari Syarif. Sultan Siak terakhir secara resmi digelari Sultan Sayyid Syarif Qasim bin Sayyid Syarif Hasyim Abdul Jalil Saifuddin. Demikian pula dengan pendiri kota Jakarta yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati, beliau digelari Syarif Hidayatullah.”
Kemudian Buya Hamka menjelaskan bahwa dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, yang artinya “Sesungguhnya anakku ini adalah pemimpin (sayyid) pemuda ahli surga” (Seraya menunjuk kedua cucu beliau, Sayyidina Hasan dan Husain). Berlandaskan hadits tsb, sudah menjadi tradisi turun temurun bahwa setiap keturunan Sayyidina Hasan ra dan Sayyidina Husain ra digelari Sayyid.
Dipandang sangat tidak hormat kepada Rasulullah, jika ada yang mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak memiliki keturunan dan mengatakan bahwa orang yang mengaku keturunan beliau adalah seorang yang berbohong. Tidak akan mengatakan perkataan seperti ini kecuali orang yang iri dan dengki. (Seperti didalam Al Qur’an Surat Al Kautsar).
Pada sekitar abad 9 H sampai 14 H, mulai membanjirnya hijrah kaum Alawiyin keluar dari Hadramaut. Mereka menyebar ke seluruh belahan dunia, hingga sampailah ke nusantara ini. Diantara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang masih dapat disaksikan hingga kini, diantaranya: Kerajaan Al Aydrus di Surrat (India ), Kesultanan Al Qadri di Kepulauan Komoro dan Pontianak , Kesultanan Al Bin Syahab di Siak dan Kesultanan Bafaqih di Filipina. Tokoh utama Alawiyin pada masa itu adalah Al Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad (Shahibur Ratib Al Haddad). Sejarawan Hadramaut, Syaikh Muhammad Bamuthrif, mengatakan, bahwa Alawiyin atau Qabilah Ba’alawi dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut, dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika.
Riwayat Al Imam Ahmad Al Muhajir
Beliau (Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra.) adalah dzurriyat (keturunan) baginda Nabi saw yang hijrah dari Baghdad (Iraq) menuju ke Hadramaut Yaman pada abad ke 4 Hijriah. Beliau memilih Hadramaut sebuah negeri miskin yang tandus sebagai tempat hijrahnya, demi untuk menyelamatkan akidah dan agamanya.
Pada saat itu (abad ke 4 Hijriah), merupakan masa yang paling gelap dalam sejarah Islam. Di kalangan muslimin, umat terpecah belah menjadi beberapa kelompok, diantaranya: Sunnah, Syiah, Khawarij, Mu’tazilah (Faham Rasionalisme pertama dalam Islam) dan lain – lainnya. Belum lagi datangnya kelompok Zanji (Komunitas budak kulit hitam asal Afrika) di kota Bashrah (Iraq ), yang menjarah dan banyak menimbulkan kekacauan di segala bidang.
Disebutkan bahwa ketika terjadi serangan dari kelompok Zanji ini, ribuan warga Basrah terbunuh dalam tiap harinya (871 M). Ditambah lagi kehadiran kaum Qaramitha (Kelompok ekstrim Syiah yang berniat menumbangkan kaum Sunni) pada tahun 310 H, yang telah menjadikan kota Basrah semakin mencekam. Pada masa itu, sejarah mencatat, bahwa pada tahun 930 M, kaum Qaramitha masuk dan menyerang kota suci Makkah, bahkan Hajar Aswad berhasil dijebol dan dirampok dari tempat asalnya dan berada di tangan kaum Qaramitha selama 23 tahun. Suasana Makkah dan Madinah saat itu sangat mencekam, pembunuhan terjadi di berbagai penjuru kota .
Dalam keadaan seperti itulah, Al Imam Ahmad Al Muhajir meninggalkan tanah kelahirannya untuk menyelamatkan akidahnya, serta bagi generasi keturunan berikutnya. Ketika masuk ke Hadramaut, beliau menggunakan metode dakwah dengan akhlak yang lembut dan luwes. Menurut sumber sejarah yang shahih, dikatakan bahwa madzhab Khawarij merupakan madzhab yang paling banyak dianut masyarakat di Hadramaut kala itu. Mereka saling berebut pengaruh dengan kelompok Zaidiyah (Penganut Syiah yang ajarannya mendekati Ahlussunnah).
Namun dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian Al Imam Ahmad Al Muhajir beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih dan Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah. Tidak sedikit dari kaum Khawarij yang dulunya bersifat brutal, akhirnya menyatakan taubat di hadapan beliau. Dan sebelum abad 7 H berakhir, madzhab Khawarij telah terhapus secara menyeluruh dari Hadramaut, dan Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah diterima oleh seluruh penduduknya.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” terutama bagi kaum Alawiyin, karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya. Ini dapat dilihat bagaimana amalan mereka dalam bidang ibadah, yang tetap berpegang pada madzhab Syafi’i, seperti pengaruh yang telah mereka tinggalkan di Nusantara ini. Dalam bidang Tasawuf, meskipun ada nuansa Ghazali, namun di Hadramaut menemukan bentuknya yang khas, yaitu Tasawuf sunni salaf Alawiyin yang sejati.
Dari Hadramaut inilah, anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Saat ini negeri muslimin terbesar di dunia adalah Indonesia , dan yang membawa Islam ke Indonesia adalah penduduk Yaman (yang datang pada abad ke – 16 dari Hadramaut dan juga ada yang melalui Gujarat), dari keluarga Al Hamid, As Saggaf , Al Habsy dan As Syathiry, Assegaf dan lain lain (masih banyak lagi para keluarga dzurriyat baginda Nabi saw, yang sampai kini masih terus berdakwah membimbing ummat di bumi Indonesia seperti: Al Aydrus, Al Attas, Al Muhdhor, Al Haddad, Al Jufri, Al Basyaiban, Al Baharun, Al Jamalullail, Al Bin Syihab, Al Hadi, Al Banahsan, Al Bin Syaikh Abu Bakar, Al Haddar, Al Bin Jindan, Al Musawa, Al Maulachila, Al Mauladdawilah, Al Bin Yahya, Al Hinduan, Al Aidid (–bukan Aidit–), Al Ba’bud, Al Qadri, Al Bin Syahab, dan lain lain) termasuk juga para Wali Songo, yang menyebar ke pedalaman – pedalaman Papua , Sulawesi, Pulau Jawa , mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Khusus para Wali Songo, menurut Al Habib Salim bin Abdullah Asy Syathiri (pengasuh Rubat Tarim Hadramaut), silsilah mereka sampai kepada Paman dari Al Faqih Al Muqaddam, yaitu Al Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi Alawiyin bin Ubaydillah bin Imam Ahmad Al Muhajir.
Mereka (para Wali Songo) selalu berpegang teguh kepada para leluhurnya, yaitu bermadzhab Syafi’i secara Fiqih, dan secara aqidah mereka menganut teologi Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi, sedangkan manhaj dakwah mereka mengikuti thariqah Ba’alawi.
Maka benarlah sabda Baginda Nabi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu :
أَتَاكُمْ أَهْلَ اْليَمَن هُمْ أَرَقُّ أَفْئِدَةً وَأَلْيَنُ قُلُوْبًا اَلْإِيْمَانُ يَمَانٌ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَّةٌ
“ Datang kepada kalian penduduk Yaman, mereka lebih ramah perasaannya dan lebih lembut hatinya, iman adalah pada penduduk Yaman, dan hikmah kemuliaan ada pada penduduk Yaman .” ( Shahih Al Bukhari )
اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا
“ Ya Allah limpahkanlah keberkahan untuk wilayah Syam, Ya Allah limpahkanlah keberkahan untuk Yaman “
Syam adalah wilayah Jordan dan sekitarnya , mengapa Rasulullah mendoakan keberkahan untuk wilayah yaman ? , karena beliau mengetahui bahwa nanti stelah beliau wafat akan ada Al Imam Ahmad Al Muhajir keturunan beliau hijrah ke Yaman dari Baghdad dan kemudian terus menyebar Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan hadits ini , beliau berkata bahwa hadits ini terikat pada kaum Anshar karena ternyata kaum Anshar itu adalah keturunan orang –orang Yaman , yang mana Rasulullah telah bersabda :
مَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُمُ اللهُ وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُمُ اللهُ
“ Barangsiapa yang mencintai Anshar maka ia dicintai Allah , dan siapa yang membenci Anshar maka ia dibenci Allah “
Anshar adalah keturunan orang Yaman , bahkan Hujjatul Islam wabarakatul anam Al Imam An Nawawy alaihi rahmatullah menjelaskan bahwa penduduk Makkah pun ketika di masa datangnya Siti Hajar ‘alaihassalam yang ditinggalkan oleh nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang ketika itu sayyidah Hajar bersama putranya yaitu nabi Ismail alaihissalam ditinggal di Makkah, ketika itu datang kafilah dari Bani Tihamah dari Yaman , jadi penduduk Makkah pun asal muasalnya dari Yaman juga , ternyata Makkah dan Madinah awalnya juga dari Yaman, demikian pula muslimin yang sampai ke Indonesia awalnya juga dari Yaman. Maka benarlah sabda Baginda Nabi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan kemuliaan ahlu Yaman. Subhanallah.
(Diolah dari berbagai sumber)
Daftar Rujukan:
- 17 Habaib Berpengaruh di Indonesia; Abdul Qadir Umar Mauladawilah.
- Petunjuk Monogran Silsilah Berikut Biografi dan Arti Gelar Masing-masing Leluhur Alawiyin; Al Habib Muhammad Hasan Aidid.
- 60 Hadits tentang Ahlul Bait Nabi saw; Al Imam al Hafizh Jalaluddin as Suyuthi.
- Katakan Inilah Jalanku; Ceramah Al Habib Jindan bin Novel bin salim bin Jindan.
- Kemuliaan Ahlu Yaman, Ceramah Al Habib Munzir Al Musawa, 8 Februari 2010.
- Mutiara Ahlul Bait dari Tanah Haram; Al habib Muhsin bin Ali Hamid Ba’alawi
74 Tanggapan
pada 6 April 2011 pada 9:49 pm | Balas
Simak hadis Nabi SAW tentang Ahlulbait berikut ini :
1. Hadis shahih dalam kitab Mustadrak As Shahihain Al Hakim, Juz III hal 110.
“Rasulullah SAW berhenti di suatu tempat di antara Mekkah dan Madinah di dekat pohon-pohon yang teduh dan orang-orang membersihkan tanah di bawah pohon-pohon tersebut. Kemudian Rasulullah SAW mendirikan shalat, setelah itu Beliau SAW berbicara kepada orang-orang. Beliau memuji dan mengagungkan Allah SWT, memberikan nasehat dan mengingatkan kami. Kemudian Beliau SAW berkata” Wahai manusia, Aku tinggalkan kepadamu dua hal atau perkara, yang apabila kamu mengikuti dan berpegang teguh pada keduanya maka kamu tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah (Al Quranul Karim) dan Ahlul BaitKu, ItrahKu. ……….
2. Hadis dalam Sunan Tirmidzi jilid 5 halaman 662 – 663
‘Rasulullah saw telah bersabda, ‘Sesungguhnya aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yang mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan ‘itrah Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga. Maka perhatikanlah aku dengan apa yang kamu laksanakan kepadaku dalam keduanya”.
3. Hadis shahih dalam Mustadrak As Shahihain Al Hakim juz III hal 148
“Rasulullah SAW bersabda. “Kutinggalkan kepadamu dua peninggalan (Ats Tsaqalain), kitab Allah dan Ahlul BaitKu. Sesungguhnya keduanya tak akan berpisah, sampai keduanya kembali kepadaKu di Al Haudh“
4. Hadis shahih dalam kitab Mustadrak As Shahihain Al Hakim, Juz III hal 110.
……Aku tinggalkan kepadamu dua hal atau perkara, yang apabila kamu mengikuti dan berpegang teguh pada keduanya maka kamu tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah (Al Quranul Karim) dan Ahlul BaitKu, ItrahKu…..
Dan, masih banyak lagi hadis – hadis serupa.
Dari 4 hadis di atas kita dapat menyimpulkan :
1. Umat Islam harus berpegang teguh kepada Kitab Allah dan ‘Itrah, Ahlulbait Nabi SAW, sepeninggal Rasulullah SAW
2. Berpegang teguh kepada Kitab Allah dan Itrah,Ahlulbait Nabi SAW sepeninggal Rasulullah SAW adalah syarat untuk tidak tersesat.
3. Itrah,Ahlulbait Nabi SAW dan Kitab Allah tidak akan terpisah sampai keduanya kembali bertemu dengan Rasulullah SAW di Al Haudh.
Bahwa Itrah, Ahlulbait Nabi SAW harus diikuti, berpegang kepada mereka adalah syarat untuk tidak tersesat dan mereka tidak terpisah dengan Al Qur’an, apakah ini tidak mengindikasikan ‘kemaksuman’ Ahlulbait Nabi SAW ?.
Wallahu’alam bissawab.
pada 7 April 2011 pada 4:15 am | Balas
mutiarazuhud
Alhamdulillah, jumhur ulama berpendapat para ahlul bait dan para sahabat ra memang bukan ma’sum (terpelihara), tetapi mereka itu mahfuzh (dipelihara) dengan pemeliharaan Allah swt terhadap orang-orang sholeh.
Ahlul Bait memang mepunyai kelebihan yakni karunia Allah Azza wa Jalla berupa jasmani atau sulbi ke sulbi dari orang-orang yang telah mencapai ke-sholeh-an atau ke-ihsan-an namun semua itu tergantung pencapaian mereka sendiri dalam ke-ruhani-an sehingga mencapai ke-sholeh-an atau ke-ihsan-an. Pencapai ke-ruhani-an merekapun lebih mudah karena mereka mendapatkan sunnah Rasulullah melalui lisan ke lisan dalam rantai yang paling singkat/pendek.
Perhatikanlah wasiat Sayyidina Ali kw, “Ketahuilah wahai putraku, bahwa sebaik-baiknya wasiat adalah taqwa kepada Allah, bersunguh-sungguh menjalankan tugas yang diwajibkan-Nya atasmu, dan mengikuti jejak langkah ayah-ayahmu yang terdahulu (Rasullullah) dan orang-orang yang sholeh dari keluargamu. ”
Beliau mewasiatkan agar mengikuti orang-orang yang sholeh karena ke-sholeh-an atau ke-ihsan-an adalah bukti seseorang berada (istiqomah) di jalan yang lurus. Orang-orang sholeh/ihsan adalah mereka yang dengan sholatnya terjaga dari perbuatan keji dan mungkar atau secara hakikat akan terjaga/terpelihara dari kesalahan. Jadi pada umumnya semua muslim dapat terjaga/terpelihara dari kesalahan ketika mereka telah mencapai ke-sholeh-an atau ke-ihsan-an. Ke-sholeh-an atau ke-ihsan-an hanya terbagi dalam dua tingkatan yakni tingkatan utama adalah mereka yang dapat memandang Allah Azza wa Jalla dengan hati atau hakikat keimanan dan tingkatan di bawahnya adalah mereka yang selalu yakin bahwa Allah Azza wa Jalla melihat segala perbuatan.
Jadi menurut pendapat kami tidaklah bertentangan antara perkataan Rasulullah kepada umat muslim pada umumnya, “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah Rasulullah Saw” (HR. Muslim) dengan perkataan-perkataan Rasulullah kepada lingkungan dekatnya bahwa harus berpegang teguh kepada Kitab Allah, yang merupakan tali Allah. Barangsiapa yang mengikutinya maka dia berada di atas petunjuk, dan barangsiapa yang meninggalkannya maka dia berada di atas kesesatan.’ kemudian berpegang teguh kepada Ahlul Bait yang berpegang teguh kepada Kitab Allah yang keteguhan tersebut dibuktikan dengan ke-sholeh-an atau ke-ihsan-an.
pada 9 April 2011 pada 10:34 pm | Balas
Sepanjang yang kami ketahui bahwa hadis Nabi SAW yang berbunyi “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah Rasulullah Saw”, tidak terdapat di dalam kitab – kitab hadis sahih dari para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Akhi menyebutkan bahwa hadis ini terdapat di dalam Sahih Muslim. Mohon disebutkan di jilid berapa, halaman berapa dan hadis nomor berapa, teks hadis ini bisa kita temukan di dalam Sahih Muslim.
Kami telah melakukan penelitian terhadap hadis ini. Hasilnya, semua riwayat – riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi SAW berkata : Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah Rasulullah Saw” atau yang senada dengannya adalah riwayat – riwayat yang lemah ( dho’if ).
Sementara, riwayat – riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi SAW berkata : “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan Itraku, Ahlul Bait”. adalah riwayat – riwayat yang sahih dan bahkan ada yang mengatakan riwayat – riwayat tersebut mutawatir.
Tentang kewajiban mengikuti Ahlul Bait sepeninggal beliau ditegaskan oleh Imam Ali AS dalam berbagai khutbahnya sbb :
1. Tentang Keluarga Nabi. “Tengoklah anggota keluarga Nabi. Bertautlah pada arahan mereka, ikuti langkah mereka karena mereka tak pernah membiarkan kalian tanpa petunjuk dan tak akan pernah melemparkan kalian ke dalam kehancuran. Apabila mereka duduk, duduklah kalian dan apabila mereka bangkit, bangkitlah kalian. Janganlah mendahului mereka, karena dengan itu kalian akan tersesat dan jangan ketinggalan di belakang mereka karena dengan itu kalian akan runtuh.
Aku telah melihat para sahabat Nabi, tetapi tidak aku temukan seseorang yang menyerupai mereka
( Kitab Nahjul Balaghah, Khotbah 97, hal. 272 ).
2. Tentang Kedudukan Ahlubait AS. “Dimanakah mereka secara batil dan lalim mengaku bahwa mereka berilmu secara mendalam dibanding dengan kami, padahal Allah SWT mengangkat kami dalam kedudukan dan menahan mereka di bawah, menganugerahi kami pengetahuan tetapi tidak memberikannya kepada mereka, dan memasukkan kami ( ke dalam benteng pengetahuan ) tetapi membiarkan mereka di luar. Pada kami bimbingan harus dicari dan kebutaan diubahmenjadi kecerlangan.
( Kitab Nahjul Balaghah, Khotbah 143, halaman 368 )
Pertanyaannya ialah sudah sejauh manakah kita mengikuti bimbingan dan petunjuk dari Ahlulbait Nabi SAW sepeninggal Rasulullah Muhammad SAW ?.
Walaupun kita selalu mengatakan bahwa kita mencintai Ahlulbait Nabi SAW, kita menghormati Ahlulbait Nabi SAW, namun sayang sekali, pada saat yang sama – dalam kenyataannya – kita justru meninggalkan Ahlulbait, tidak mau mengikuti ajaran – ajaran Islam yang mereka sampaikan bahkan menentang dan memusuhi mereka. Sebagian diantara kita malah mendukung ,berpihak dan mengikuti orang – orang yang memusuhi mereka.
Wallahu’alam bis sawab
pada 12 April 2011 pada 9:44 pm | Balas
mutiarazuhud
Koq antum terlampau fanatik seperti itu.
Coba kami tanya sekarang, apakah pegangan Ahlul Bait selain Al-Qur’an agar tidak sesat ?
Tentu Hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Jadi tidak salahkan kalau kaum muslim pada umumnya (bukan keluarga dekat) berpegang pada pokok/sumber pegangan Ahlul Bait
Perhatikan jika kita berlainan pendapat seperti ini, apakah yang diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla ? kembalikan kepada Ahlul Bait ? Jawabannya tentu tidak karena Allah ta’ala berfirman yang artinya
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya) (QS An Nisaa [4]:59 )”
pada 13 April 2011 pada 6:01 am | Balas
Saya setuju dengan apa yang akhi sampaikan.
Pada saat Rasulullah SAW masih hidup, memang ketika umat Islam menghadapi berbagai persoalan hidup baik yang menyangkut agama maupun yang bukan agama, mereka dapat langsung mendatangi Rasulullah SAW dan mendapatkan jawaban dari ‘Sunnah Nabi’ langsung dari Rasullah SAW yang masih hidup.
Namun, setelah Rasulullah SAW wafat, kepada siapa atau kepada apa umat Islam akan merujuk jika menghadapi persoalan – persoalan agama/non agama ?. Pasti jawabnya adalah Sunnah Nabi SAW ! .
Tetapi, masalahnya ialah sesaat setelah Rasulullah SAW wafat, Sunnah Nabi SAW belum terbukukan atau belum terwujud dalam bentuk kitab – kitab hadis seperti yang kita kenal sekarang ini. Kitab hadis pertama dibukukan lebih kurang 100 tahun setelah Rasulullah SAW wafat. Jadi, 100 tahun setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, baru muncul kitab hadis pertama yang merekam Sunnah Nabi SAW.
Pertanyannya ialah sesat setelah Rasulullah SAW wafat lewat siapa atau melalui apa umat Islam pada waktu itu memperoleh Sunnah Nabi SAW tersebut ?. Apakah kepada para Sahabat Nabi ?. Sahabat yang mana, diantara 114 ribu orang Sahabat Nabi SAW pada waktu itu ?.
Dan…Inilah jawaban Nabi buat mereka dan kita semua :
“Sesungguhnya aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yang mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu KITAB ALLAH, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan ‘ITRAHKU, AHLULBAITKU. Keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga Al Haudh. Maka perhatikanlah aku dengan apa yang kamu laksanakan kepadaku dalam keduanya” .
Hadis ini sangat kuat. Bahkan ‘gembong’ Salafi Wahabi ( SAWA ), Nashiruddin Al Albani ( alm ) mengakuinya sebagai hadis sahih di dalam kitabnya ‘SILSILAH HADIS SAHIH’ . Sebagian ulama lain menyebutnya, hampir mencapai tingkat mutawatir.
Berdasarkan hadist tersebut, maka setelah Rasulullah SAW wafat, satu – satunya orang/kelompok yang diberikan otoritas untuk menyampaikan ‘ajaran-ajaran Rasulullah SAW’ dan yang bertindak sebagai ‘mandataris’ yang memiliki wewenang untuk menafsirkan Kitabullah, tentunya berdasarkan apa yang diwariskan Rasulullah SAW, ….adalah para Imam yang merupakan ‘Itrah ( Keturunan ) dari Ahlulbait beliau.
Namun, yang dimaksudkan para Imam dari ‘Itrah Ahlulbait disini bukanlah semua keturunan Rasulullah SAW atau bukan sembarang dzurriyat Rasulullah SAW. Rasulullah SAW juga menyebutkan puluhan kelebihan dan keutamaan mereka. Ini memerlukan bahasan yang khusus
Jadi, dalam pandangan kami, mengikuti ‘Itrah Ahlulbait merupakan konsekwensi dan konsistensi dari tunduk dan patuh terhadap apa yang diwajibkan oleh Rasulullah SAW kepada kita semua. Walhasil, itu juga merupakan Sunnah Nabi SAW.Wallau’alam bi Sawab
Salam
pada 13 April 2011 pada 10:32 am | Balas
mutiarazuhud
Alhamdulillah, pada prinsipnya kita sepakat bahwa jika terjadi perbedaan pendapat maka kita kembalikan kepada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Setelah Rasulullah SAW wafat, kepada siapa atau kepada apa umat Islam akan merujuk jika menghadapi persoalan – persoalan agama/non agama ?. Pasti jawabnya adalah Sunnah Nabi SAW ! .
Kemudian antum mengungkapkan bahwa Sunnah Nabi SAW belum terbukukan atau belum terwujud dalam bentuk kitab – kitab hadis seperti yang kita kenal sekarang ini. Kitab hadis pertama dibukukan lebih kurang 100 tahun setelah Rasulullah SAW wafat. Jadi, 100 tahun setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, baru muncul kitab hadis pertama yang merekam Sunnah Nabi SAW.
Memang Sunnah Nabi SAW baru dibukukan lama setelah wafat Rasulullah namun “kelebihan” atau “keterjagaan” hadits adalah melalui penghafalan hadits. Dari Rasulullah ke para sahabat terus ke tabi’ini (yang “bertemu” dengan Sahabat ) terus ke tabi’ut tabi’in (yang bertemu dengan yang bertemu dengan Sahabat) . Jadi tidak ada keterputusan dengan waktu dibukukannya hadits. Justru permasalahan timbul ketika hadits setelah dibukukan karena memahami melalui tulisan/buku/literatur/transkript mempunyai kelemahan dibandingkan dengan melalui “bertemu”.
Antum ndak perlu khawatir karena umat muslim ahlussunnah wal jamaah atau di singkat sunni juga mengikuti Imam Sayyidina Ali ra, Imam-imam ahlul bait lainnya. Lihat saja pada blog kami ini kami berpegang kepada Imama Sayyidina Ali kw, sang penutup khulafaur rasyidin yang telah menauladankan bagaimana zuhud terhadap dunia sebenarnya. Namun kami tidak melebih-lebihkan beliau sebagaimana yang diriwayatkan Imam Sayyidina ‘Ali رضي الله عنه berkata: aku bertanya: Wahai Rasulullah! Apakah ciri-ciri mereka? Baginda صلى الله عليه وآله وصحبه وسلم bersabda: “Mereka menyanjungimu dengan sesuatu yang tidak ada padamu”.
Oh ya ada juga hadits yang berbunyi,
“Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua pusaka. Kalian tidak akan tersesat selagi berpegang teguh atau mengamalkan keduanya, yaitu al Qur’an dan Sunnahku. Keduanya tidak terpisahkan sampai mengantarkan aku ke al-haudl/telaga.”(H.R. al Baihaqy).
pada 20 April 2011 pada 8:45 am | Balas
Dalam posting sebelumnya, Akhi menyebutkan bahwa hadis “Kitabullah wa Sunnati” ( Kitab Allah dan Sunnahku ) terdapat di dalam Sahih Muslim. Mohon disebutkan di jilid berapa, halaman berapa dan hadis nomor berapa, teks hadis ini bisa kita temukan di dalam Sahih Muslim.
Sepanjang penelitian ana, hadis “Kitabullah wa Sunnati” yang diriwayatkan oleh Al Baihaqy adalah hadis yang lemah. Hadis ini diriwayatkan oleh Al Baihaqy di dalam Sunan-nya, bersumber dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah. Kedua riwayat ini lemah karena – pada riwayat Ibnu Abbas – terdapat perawi yang bernama IBNU ABI UWAIS , sedangkan pada riwayat Abu Hurairah – terdapat SALEH BIN MUSA- dan keduanya adalah lemah.
Sekali lagi ,menurut penelitian kami, tidak ada hadis “Kitabullah wa Sunnati” yang bisa dikategorikan sebagai hadis sahih atau hasan. Hadis “Kitabullah wa ‘Itrati,Ahlulbaiti’ adalah hadis yang sahih/sangat kuat dan bahkan menurut sebagian ulama dikategorikan sebagai hadis mutawatir.
Antum mengatakan :
” Memang Sunnah Nabi SAW baru dibukukan lama setelah wafat Rasulullah namun “kelebihan” atau “keterjagaan” hadits adalah melalui penghafalan hadits. Dari Rasulullah ke para sahabat terus ke tabi’ini (yang “bertemu” dengan Sahabat ) terus ke tabi’ut tabi’in (yang bertemu dengan yang bertemu dengan Sahabat) . Jadi tidak ada keterputusan dengan waktu dibukukannya hadits…..”
Pertanyaan ana :
1. Apakah betul semua hadis – hadis Nabi benar – benar terjaga melalui penghapalan dari Rasulullah SAW kepada para Sahabatnya terus ke tabi’in dan terus ke tabi’ut tabi’in ?.
2. Sahabat mana yang kita yakini memiliki kemampuan menjaga hadis secara tepat dan benar persis seperti yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW ?. Apakah semua Sahabat Nabi SAW yang jumlah lebih dari 100 ribu orang ?.
Saya ingin kita mendiskusikannya pada posting berikutnya.
Antum juga mengatakan :
“Antum ndak perlu khawatir karena umat muslim ahlussunnah wal jamaah atau di singkat sunni juga mengikuti Imam Sayyidina Ali ra, Imam-imam ahlul bait lainnya…”
Apakah benar Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengikuti Imam Ali dan para Imam Ahlulbait ?. Mohon ma’af, banyak riwayat – riwayat yang sampai ke kami, tidak menunjukkan apa yang akhi sampaikan tersebut, bahkan – sekali lagi, ma’af, bertolak belakang dengan apa yang antum katakan tersebut
Saya juga ingin kita mendiskusikannya pada posting – posting berikutnya
Salam damai
Wassalam
pada 20 April 2011 pada 10:25 am | Balas
mutiarazuhud
Silahkan merujuk di sini http://www.rabithah-alawiyah.org/id/?page_id=151
---cinta hbaib--
berkata Habib Munzir bin Fuad Al Musawa :
Ahlulbait memilih dan masuk pd semua madzhab, tidak memiliki madzhab sendiri,
namun ada Thariqah sendiri, yaitu thariqah alawiyyah, dan ini dipertahankan dan terus diperbaharui, dan pembaharu thariqah alawiyyah yg terkemuka adalah Imam Faqihil Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawiy, dan dikenal sebagai pimpinan thariqah alawiyyah, namun hakikatnya Thariqah alawiyyah adalah tuntunan Rasul saw, yaitu pemaduan antara Syariah dan haqiqah, tanpa berat sebelah kesalah satunya. demikian yg diajarkan oleh Rasul saw.
banyak orang yg bukan ahlulbait mengikuti thariqah alawiyyah karena ia induk dari semua thariqah, namun sebaliknya banyak pula ahlulbait yg masuk pada Thariqah lainnya, kesemuanya satu tujuan, menuju keridhoan Allah swt.
para ulama ahlussunnah pun selalu berpegang,mengikuti para ahlul bait..bnyak dari mereka berguru pada ahlul bait
jadi aswaja dan ahlulbait adalah kolaborasi yg solid untuk terus membantu perjuangan Nabi
pada 22 April 2011 pada 10:21 am | Balas
Koalisi 12
Mari kita diskusikan pernyataan yang pernah antum sampaikan dan pertanyaan yang ana lontarkan.
Antum mengatakan :
” Memang Sunnah Nabi SAW baru dibukukan lama setelah wafat Rasulullah namun “kelebihan” atau “keterjagaan” hadits adalah melalui penghafalan hadits. Dari Rasulullah ke para sahabat terus ke tabi’ini (yang “bertemu” dengan Sahabat ) terus ke tabi’ut tabi’in (yang bertemu dengan yang bertemu dengan Sahabat) . Jadi tidak ada keterputusan dengan waktu dibukukannya hadits…..”
Pertanyaan ana :
1. Apakah betul semua hadis – hadis Nabi benar – benar terjaga melalui penghapalan dari Rasulullah SAW kepada para Sahabatnya terus ke tabi’in dan terus ke tabi’ut tabi’in ?.
2. Sahabat mana yang kita yakini memiliki kemampuan menjaga hadis secara tepat dan benar persis seperti yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW ?. Apakah semua Sahabat Nabi SAW yang jumlah lebih dari 100 ribu orang ?.
Jawaban kami
Sayang sekali , dalam kenyataannya, tidak semua Sunnah Rasulullah SAW terjaga melalui penghapalan para Sahabat beliau. Kita ambil contoh sebagian kecil.
Sebagian Sahabat Nabi SAW lupa terhadap Sunnah yang pernah mereka dengar dari Nabi SAW, diantara mereka adalah ZAID BIN ARQAM. Simak riwayat berikut ini.
“Dari Yazid bin Hayyan, ia berkata : “Saya berangkat bersama Hushain bin Saburah dan Umar bin Muslim menjumpai Zaid bin Arqam, dan ketika kami duduk menghadapnya, Hushain berkata kepadanya : “Wahai Zaid, anda telah mendapat kebaikan yang banyak, maka sampaikan sesuatu kepada kami yang anda dengar dari Rasulullah SAW”. Zaid berkata : “Hai putra saudaraku, demi Allah, usiaku telah lanjut, masaku telah lama dan AKU-PUN LUPA sebagian yang telah aku pahami dari Rasulullah SAW………
( SAHIH MUSLIM, Kitab Fadha’il Ash Shahabah, Bab Min Fadha’il Ali bin Abi Thalib ).
Paman Rasulullah SAW, Ibnu Abbas, salah seorang sahabat utama dan mufassir terkemuka, juga tak luput dari melupakan Sunnah Rasulullah SAW. Berikut riwayatnya.
” Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : “Hari Kamis !, apakah hari Kamis itu ?”. Kemudian ia menangis sehingga airmatanya membasahi pasir. Katanya : “Rasulullah SAW sakit keras pada hari Kamis, beliau lalu bersabda : “Bawalah kemari kertas !. Aku akan menyuruh menuliskan untuk kalian sesuatu yang dengannya kalian tidak akan tersesat sesudah itu selama – lamanya. Mereka lalu berselisih, sedangkan berselisih itu tidak pantas di dekat Nabi SAW. Mereka berkata : “Rasulullah SAW mengigau/meracau ( hajara ) “. Beliau bersabda : “Biarkanlah saya !. Keadaan saya sekarang lebih baik daripada apa yang kalian katakan”. Beliau berwasiat ketika akan wafat dengan tiga perkataan : pertama, keluarkanlah orang musyrik dari jazirah Arab, kedua, sambutlah perutusan sebagaimana saya pernah menyambut mereka, dan yang ketiga : SAYA ( Ibnu Abbas ) LUPA ! – NASITU ATS TSALITSATA.
( SAHIH BUKHARI, TERJEMAHAN, JILID III, HAL 145, HADIS NO.1375 ).
Bahkan seorang Sahabat sekaliber Ibnu Abbas, bisa melupakan perkataan Nabi SAW yang sangat penting dan yang akan menentukan ‘nasib’ umat sepeninggal beliau ?. Padahal, wasiatnya cuma 3 point saja !.
Pasca wafatnya Rasululah SAW, masih di zaman Sahabat , Sunnah Nabi SAW sudah berubah – ubah tidak lagi ‘asli’ sebagaimana di terapkan ketika Rasulullah SAW masih hidup. Kenyataan ini disampaikan sendiri oleh para Sahabat beliau. Mari kita simak riwayat berikut ini.
1. Suatu ketika seorang tabi’in, Al Musayyab, memuji Al Barra Ibn ‘Azib : “Beruntunglah anda, anda menjadi Sahabat Rasulullah SAW, anda berbai’at kepadanya di bawah pohon”. Al Barra menjawab, “Hai anak saudaraku, engkau tidak tahu hal – hal baru yang kami adakan ( ma ahdatsna ) sepeninggal Rasulullah SAW ”
( Abu Zahrah, Tarikh Al Madzahib Al Islamiyyah, Dar Al Fikr Al Arabi, h.267 )
2. Diriwayatkan bahwa pada hari kiamat ada rombongan manusia yang pernah menyertai Nabi SAW diusir dari Al Haudh ( Telaga ), Nabi SAW berkata : “Ya Rabbi, mereka Sahabatku !”. Dikatakan kepadanya : “Engkau ( Muhammad ) tidak tahu apa – apa yang mereka ada -adakan sepeninggal kamu ”
( SAHIH BUKHARI, BAB AL GHAZWAH AL HUDAIBIYAH , KITAB AL MAGHAZI HADIS KE 4170 ).
Ini hanyalahh sebagian kecil dari riwayat – riwayat tersebut
Jadi, menurut pendapat kami, tidak benar bahwa seluruh Sunnah Rasulullah SAW benar benar telah dijaga oleh para Sahabat beliau. Beberapa riwayat lain bahkan menunjukkan adanya perbedaan pemahaman, kesalahan, kekeliruan , kesalahan penafsiran dan ketidaktahuan dari Sahabat Nabi akan Sunnah Rasulullah SAW.
Melihat kenyataan – kenyataan semua ini tentunya membuat kita bertanya – tanya : “Apakah mungkin kita bisa tenang dan aman beramal dengan Sunnah Nabi SAW sebagaimana disampaikan lewat Sahabat Nabi SAW ?.
Wallau’alam bis sawab
Salam
pada 25 April 2011 pada 1:17 pm | Balas
al faqir
kenapa anda sibug dengan opini tentang tu, seakan-akan anda meragukan hadist-hadist yg dsampaikan oleh para perawi hadist..padahal semua perawi hadist sangat hati-hati ketika membukukannya…karena mereka tahu, menipu dengan mengatasnamakan Nabi saw, tempatnya pastilah di neraka..mereka tidak menerima sembarang menerima hadist, mereka akan mncari tahu, hadist ini dari siapa, terus menerus hingga ke Rasulullah saw..
jadi janganlah ragu..karena keraguan itu dari setan…
klo anda ragu dngan Hadist yg dsampaikan oleh para Sahabat, sama ajah anda meragukan Al Qur’an..karena dalam perjalanannya Al Qur’an dijilid oleh para sahabat, dengan mengumpulkannya dari kulit-kulit, tembok2, dan ingatan para sahabat…apakah anda tdak ragu dngan apa yg mereka tulis??
mamo cemani gombong
prasangka buruk pun bagian dari syetan ……
pada 25 April 2011 pada 6:24 pm | Balas
deni
maaf muhon pencerahannya ni… apakah benar ada yang mengatakan bahwa zurriyah rasul itu sudah terputus mengingat mengambl keturunan dari pihak ibu ( siti Fatima )
pada 27 April 2011 pada 6:41 am | Balas
Sofyan Samaun
@ deni : ” apakah benar ada yang mengatakan bahwa zurriyah rasul itu sudah terputus mengingat mengambl keturunan dari pihak ibu ( siti Fatima ) ”
Jawab : Ada !.
Pertanyaan oposisi : ” apakah ada yang mengatakan bahwa zurriyah Rasul itu TIDAK TERPUTUS i walau keturunan Rasul melalui Siti Fatimah Az Zahrah binti Muhammad Rasulullah SAW ? ”
Jawab : ” Juga ada !”
pada 28 April 2011 pada 2:35 pm | Balas
Koalisi 12
@ al faqir
Al Faqir : “kenapa anda sibug dengan opini tentang tu, seakan-akan anda meragukan hadist-hadist yg dsampaikan oleh para perawi hadist ”
Jawaban kami :
a. Saya hanya merespon dan mengkritisi apa yang disampaikan oleh akhi Zon Jonggol yang menyebutkan bahwa ‘“keterjagaan” hadits adalah melalui penghafalan hadits” dari para Sahabat Nabi dst, yang disampaikan pada posting sebelumnya.
b. Saya tidak bermaksud meragukan semua hadis yang disampaikan oleh para perawi hadis. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa TIDAK SEMUA ( sekali lagi, TIDAK SEMUA ) Sunnah Nabi SAW yang disampaikan lewat Hadis dapat terjaga oleh SEMUA ( sekali lagi, SEMUA ) Sahabat ‘ melalui penghapalan mereka’. Apa buktinya ?.
Buktinya, seperti sudah saya sampaikan pada comment terdahulu, para Sahabat sendirilah yang mengakui bahwa mereka melupakan sebagian dari apa yang pernah mereka dengar dan lihat dari Rasulullah SAW, seperti – yang secara jujur – disampaikan oleh Sahabat Zaid bin Arqam RA dan Ibnu Abbas RA. Sahabat lain mengatakan bahwa mereka telah merubah – rubah ‘apa yang ditinggalkan’ oleh Rasulullah Muhammad SAW. Bukan saya yang mengatakan hal ini, tetapi para Sahabat sendirilah yang menyampaikannya kepada kita. Saya hanya mengutipnya saja.
2. Al Faqir :
“padahal semua perawi hadist sangat hati-hati ketika membukukannya…karena mereka tahu, menipu dengan mengatasnamakan Nabi saw, tempatnya pastilah di neraka..mereka tidak menerima sembarang menerima hadist, mereka akan mncari tahu, hadist ini dari siapa, terus menerus hingga ke Rasulullah saw.
Jawaban kami :
Kita tentu harus menghargai jasa – jasa para perawi hadis yang telah bersusah payah dan bekerja keras untuk meriwayatkan dan membukukan kitab – kitab hadis.
Namun, dalam kenyataannya tidak semua hadis yang mereka riwayatkan dan bukukan itu dapat dikategorikan sebagai riwayat yang benar – benar berasal dari Nabi SAW. Karena itu di kalangan ahli hadis muncullah istilah hadis dho’if , hadis maudhu’, hadis palsu dst. Nah, untuk menyaring mana hadis yang ‘benar – benar berasal dari Rasulullah SAW atau yang hanya sekedar dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, maka para muhadist mengembangkan cabang ilmu hadis yang bernama ‘Jarh wa Ta’dil’, yang digunakan untuk menilai kualitas dari para perawi hadis seperti tingkat keadilannya, daya ingatnya, kesolehannya dst.
Tetapi, di kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ( Aswaja ) , ‘Jarh wa Ta’dil ini tidak diberlakukan kepada para Sahabat Nabi SAW. Kenapa ?. Karena para ulama Aswaja menganut doktrin ‘Ashabi Kulluhum ‘Udul’ ( Semua Sahabat Nabi Adil ).
Imam ahli Jarh wa ta’dil, Abu Hatim Al Razi, misalnya, menuturkan : “……Mereka ( para Sahabat ) dibersihkan dari keraguan, dusta, kekeliruan, kesombongan dan celaan…… Merekalah ‘Udul Al Ummah, pemimpin – peminpin hidayah, hujjah agama…..dst ( Taqdimah Al Ma’rifah li Kitab Al Jarh wa Al Ta’dil, Haiderabad, 1371 hal. 7-9 ).
Menurut Ibn Hazm, “ SELURUH Sahabat itu mukmin yang saleh, SEMUANYA mati dalam iman, petunjuk dan kebaikan ; SEMUANYA masuk surga, TIDAK SEORANGPUN masuk neraka “.
Begitu ‘sucinya’ para Sahabat itu sehingga Abu Zar’ah menegaskan : “ Siapa yang mengkritik salah seorang diantara Sahabat Rasulullah SAW, ketahuilah bahwa dia itu zindiq ( ateis ) “. Karena posisi mereka yang begitu istimewa, maka tidak mengherankan bila para Sahabat Nabi SAW dijadikan sebagai rujukan utama di dalam mazhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Demikianlah keyakinan para ulama Aswaja dan hal tersebut ‘sah – sah’ saja.
Namun, izinkanlah kami berbeda pendapat dengan ulama Aswaja ini.
Menurut pemahaman ulama kami, TIDAK SEMUA Sahabat Nabi SAW itu ‘udul, mukmin yang saleh dan pasti masuk surga. Apa hujjah ( dalil ) yang mendasari pemahaman ini ?. Hujjahnya, bahkan terdapat di dalam hadis – hadis yang diriwayatkan di kalangan tokoh ulama Aswaja sendiri.
Mari kita simak beberapa hadis berikut ini
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SA : “ Akan ( datang ) di hadapanku kelak sekelompok Sahabatku ( min Ashhabi ) , tetapi kemudian mereka dihalau. Aku bertanya : “Wahai Tuhanku, mereka adalah Sahabat Sahabatku – ya Robbi Ashhabi “. Lalu, dikatakan : “ Innaka ‘ilma laka bi ma ahdatsu ba’daka – Kamu tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu, Innahum irtaddu ‘ala adbarihim al qahqoro – Sesungguhnya mereka murtad ( irtaddu ) dan berpaling dari agama “. ( Sahih Bukhari, 8/150 ) .
Di dalam hadis lain disebutkan : “……. Sesungguhnya mereka telah murtad sepeninggalmu dan kembali ke belakang. Kulihat tidak ada yang selamat dan lolos kecuali beberapa orang saja yang jumlahnya cukup sedikit, seperti jumlah unta yang tersesat dari rombongannya – fala arohu yakhlushu minhum illa mitslu hamalin na’am” ( Kitab Sahih Bukhari, 8/150 ).
Salah satu peristiwa yang menunjukkan ‘kekurangsalehan’ para Sahabat Nabi SAW telah diabadikan di dalam Kitab Allah SWT, sebagaimana diriwayatkan di dalam Sahih Bukhari Kitabuttafsir, Surah Al Jumu’ah, juga termuat di dalam Tafsir Ibnu Katsir, 4/367.
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah RA, ia berkata : “ Ketika Nabi SAW sedang berkhotbah di hari Jum’at, datanglah konvoi dagangan ke kota Madinah. Maka para Sahabat Rasulullah SAW berebut menghampirinya sehingga tidak tersisa dari mereka kecuali 12 orang. Maka, Rasulullah SAW bersabda : “ Demi Zat Yang jiwaku di tangannNya, andai kalian keluar semua sehingga tidak tersisa satu orangpun, maka pastilah lembah ini akan dipenuhi api dan kalian akan dihanyutkan olehnya. Dan, turunlah ayat “Dan, apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri ( berkhotbah ) ……. ( Surah Jumu’ah ).
Mungkin agak sulit kita membayangkan bagaimana mungkin para Sahabat Nabi SAW yang sedang khusyuk mendengarkan Nabi sedang khotbah Jum’at, tiba – tiba berhamburan keluar mesjid karena mendengar hiruk pikuk jual beli dan permainan di luar mesjid. Bahkan, peristiwa semacam ini sudah sering terjadi berulang – ulang
Lalu, sekarang, sapalah hati nuranimu dengan sebuah pertanyaan : “ apakah perilaku seperti ini bisa dikatakan sebuah perilaku yang saleh, baik dan benar ? “.
Kendatipun, Asy Syaukani di dalam Tafsir nya menyebutkan bahwa karena dorongan kemiskinan dan kebutuhan mendesaklah yang mendorong mereka melakukan hal tersebut, namun tetaplah apa yang mereka lakukan itu –ma’af, menurut kami – merupakan sebuah pelanggaran yang luar biasa dan tidak hanya dilakukan oleh 1 atau 2 orang Sahabat, akan tetapi oleh seluruh Sahabat yang menghadiri ibadah sholat Jum’at, kecuali 12 orang saja. Sehingga, Nabi SAW mengancam, kalau bukan karena masih tersisanya Sahabat – Sahabat yang setia yang walau jumlah mereka sangat sedikit, maka mereka akan terkena siksa yang akan dikirimkan Allah SWT atas mereka.
Lalu, apakah kita masih bisa mengatakan bahwa SELURUH Sahabat Nabi SAW adalah pribadi – pribadi yang ‘udul dan saleh serta bisa diandalkan untuk ‘menjaga Sunnah Nabi SAW’ ?. Mari kita renungkan.
3. Al Faqir : “jadi janganlah ragu..karena keraguan itu dari setan…”.
Na’uzubullahi minasy syaitonirrozim. Insya Allah, kami tidak ragu dalam hal ini.
4. Al Faqir : “klo anda ragu dngan Hadist yg dsampaikan oleh para Sahabat, sama ajah anda meragukan Al Qur’an..karena dalam perjalanannya Al Qur’an dijilid oleh para sahabat, dengan mengumpulkannya dari kulit-kulit, tembok2, dan ingatan para sahabat…apakah anda tdak ragu dngan apa yg mereka tulis?
Jawab :
Keraguan kami terhadap ‘udul dan salehnya semua Sahabat dikarenakan adanya ‘riwayat/hadis’ yang menunjukkan hal tersebut. Karena itulah, para ulama kami, tidak begitu saja percaya dengan riwayat/hadis yang disampaikan oleh para Sahabat Nabi SAW. Hanya hadis – hadis yang disampaikan oleh para Sahabat Nabi terpilih dan – tentunya, dari Ahlulbait Nabi SAW – sajalah yang menjadi rujukan kami dalam mengamalkan ajaran Islam, termasuk – diantaranya – yang meriwayatkan tentang pengumpulan Al Qur’an.
Namun, secara tegas kami menolak hadis dari para Sahabat Nabi SAW yang meriwayatkan adanya perubahan , penambahan dan pengurangan ayat – ayat Al Qur’an seperti dapat kita baca di dalam kitab – kitab sahih di kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Walllau’alam bis Sawab
Salam damai.
pada 7 Juni 2011 pada 11:06 am | Balas
rejeb
mazhab yg benar adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah yg dianut oleh mayoritas ahlul bait / dzurriyat Nabi SAW hingga saat ini.
pada 8 Juni 2011 pada 6:12 am | Balas
Koalisi 12
Apa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ?. Kapan munculnya istilah Ahlus Sunnay Wal Jama’ah ?. Mohon diberikan hujjah bahwa : 1. Mazhab yang benar adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. 2. Bahwa mayoritas Ahlulbait/dzurriyat Nabi SAW menganut mazhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Salam
pada 9 Juni 2011 pada 10:09 am | Balas
rejeb
Ahlus sunnah wal jamaah benar karena dianut oleh mayoritas Ahlul Bait.
dan byk hadits yg menjelaskan keutamaan para ahlul bait & dzurriyat Nabi SAW, spt telah dikutip artikel diatas..sy akan menambahkan bbrp saja spt :
Dari Zaid bin Arqom bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari berkhutbah: Aku ingatkan kalian kepada Allah tentang Ahlul Baitku (sampai tiga kali) maka Husain bin Sibroh (perawi hadits) bertanya kepada Zaid “Siapakah Ahlul Bait beliau wahai Zaid bukankah istri-istri beliau termasuk ahlil baitnya? Zaid menjawab para istri Nabi memang termasuk Ahlul Bait akan tetapi yang di maksud di sini, orang yang di haramkan sedekah setelah wafatnya beliau. Lalu Husain berkata: siapakah mereka beliau menjawab:“Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas ? Husain bertanya kembali Apakah mereka semuanya di haramkan zakat ? Zaid menjawab Ya… [Shahih muslim 7/122-123].
Di sebutkan oleh Ats-tsa’labi dan qodzi Iyadz bahwa mereka adalah bani Hasyim secara keseluruhan. Dan yang termasuk dalam kategori Ahlul bait adalah sebagai berikut:
1. Keluarga Ali yaitu mencakup sahabat Ali sendiri, Fathimah (putrinya) Hasan dan Husain beserta Anak turunnya.
2. Keluarga Aqil Yaitu mencakup Aqil sendiri dan Anaknya yaitu muslim bin Aqil beserta Anak cucunya.
3. Keluarga Ja’far bin Abu Tholib yaitu mencakup Ja’far sendiri berikut anak-anaknya yaitu Abdullah, Aus dan Muhammad.
4. Keluarga Abbas bin Abdul Muttolib yaitu mencakup Abbas sendiri dan sepuluh putranya yaitu Abdullah, Abdurrahman, Qutsam, Al-harits, ma’bad, katsir, Aus, Tamam, dan puteri-puteri beliau juga termasuk di dalamnya.
5. Keluarga Hamzah bin Abdul Muttalib yaitu mencakup Hamzah sendiri dan tiga orang anaknya yaitu Ya’la, ‘Imaroh, dan Umamah
6. Para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm tanpa kecuali.
Kemulyaan para Dzurriyah tdk diragukan lg krn Nabi SAW sendiri menyebut mrk secara lebih spesifik tdk hanya disebut sbg Ahlul Bait:
Dari Abu Hurairah ra.hu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau telah bersabda, “Barangsiapa ingin pahalanya ditimbang dengan timbangan yang lebih berat dan sempurna ketika bersholawat atas kami, dan bersholawat atas ahli bait kami, hendaklah orang itu mengucapkan sholawat seperti ini:
“Allahumma sholli ‘ala Muhammadinin Nabiyyi wa azwajihi ummahatil mu’miniina wadzuriyyatihi wa ahli baitihi kama shollayta ‘ala ali Ibrohim innaka hamiidun majid”
(Ya Allah, limpahkanlah rahmatMu kepada Muhammad sang Nabi itu, juga kepada isteri-isterinya sebagai ibu-ibunya orang mu’min, kepada keturunan beliau dan keluarga beliau sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat-Mu kepada keluarga Ibrohim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia).”
(Hadis Riwayat Abu Dawud, Bab Sholawat Atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Dalam Sholat Setelah Tasyahhud, nomor 982).
الَلَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ أَزْوَاجِهِ وَ ذُرِّيَتِهِ (صحيح البخارى)
Ya Allah berilah keselamatan atas muhammad dan istri-istrinya serta keturunannya (dzurriyatihi). [Diriwayatkan Imam Bukhari]
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Adi’ dan Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib , ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda :‘Barangsiapa tidak mengenal hak keturunanku dan Ansharnya, maka ia salah satu dari tiga golongan : Munafiq, atau anak haram atau anak dari hasil tidak suci, yaitu dikandung oleh ibunya dalam keadaan haidh‘.
Di Malam pernikahan Al Imam Ali bin Abi Tholib dengan Sayidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW, beliau (Rasulullah SAW) memanjatkan do’a untuk mereka berdua, diantara do’a-do’a tersebut sebagai berikut :
“Ya Allah, berkahilah keturunan mereka berdua” (H.R. An Nasai),
“ Semoga Allah mengeluarkan dari mereka berdua keturunan yang banyak dan baik”.(H.R. Ahmad),
dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW berdo’a “ Semoga Allah merukunkan mereka berdua dan memperbaiki kualitas keturunannya dan menjadikan keturunan mereka berdua pembuka pintu rahmat, sumber-sumber hikmah dan pemberi rasa aman bagi umat”. Hadits-hadits tersebut disebutkan dalam kitab Ash Shawaiq karya Imam Ibnu Hajar Al Haitamy.
Di dalam Shohih Bukhori diriwayatkan ketika seseorang bertanya cara bersholawat, maka Rasulullah SAW mengajarkan :
اللهم صل على محمد وازواجه وذريته
“Ya Allah Bersholawatlah atas Muhammad dan Istri-istrinya dan keturunannya (dzurriyatihi)” shohih Bukhori hadits ke 6360.
anda juga sudah baca khan..bagaimana penyebaran dzurriyat Imam Hasan dan Husein ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia .
hanya sedikit dr mrk yg bermazhab Syiah atau sempalan Sunni seperti wahabi, dll.
jadi Syiah yg mengaku pengikut ahlul bait adalah berdusta krn mayoritas ahlul bait adalah Sunni.
jika syiah beranggapan para dzurriyat yg bermazhab Sunni akan masuk neraka krn tdk bermazhab Syiah, maka Nabi sendiri telah menjawab tentang nasib keturunan mrk:
At Thabrani meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : “Semua sebab dan nasab akan terputus pada hari kiamat kecuali sebab dan nasab yang bersambung denganku”.
jika para dzurriyat Sunni masuk neraka tentu putus donk nasabnya dengan Nabi? padahal nabi menjamin nasab mrk tdk terputus di hari kiamat.
pada 11 Juni 2011 pada 8:16 pm | Balas
rejeb
ini prinsip utama Ahlus Sunnah yg dianut mayoritas dzurriyat Nabi SAW :
“Perumpamaan ahli bait-ku, seperti perahu Nabi Nuh. Barang siapa yang berada di atasnya ia akan selamat, dan yang meninggalkannya akan tenggelam.” (H.R. Thabrani)
Redaksi hadis ini bermacam-macam, antara lain: Rasulullah saw bersabda,
مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها غرق وهوى
“Perumpamaan Ahlul baitku seperti bahtera Nuh, barangsiapa yang menaikinya ia akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal ia akan tenggelam dan celaka.”
(Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak menyatakan bahwa hadis ini shahih berdasarkan persyaratan Muslim).
Berkata Abu Musa, ” Kemudian Nabi mengangkat kepala beliau ke arah langit dan memang Nabi sering mengangkat kepala beliau ke arah langit.”
Kemudian Nabi bersabda, ” Bintang-bintang adalah pengaman langit. Jika bintang-bintang telah pergi (hilang), maka datanglah kepada langit perkaranya, dan aku (Nabi) adalah pengaman bagi para sahabatku, jika aku telah pergi (wafat), maka datanglah kepada para sahabatku apa yang telah dijanjikan. Dan para sahabatku adalah pengaman bagi umatku, jika para sahabatku pergi (wafat), datanglah kepada umatku apa yang telah dijanjikan (perpecahan).”
(HR. Muslim 2531 / Bashoir Dzawis Syarof hal.64-65).
Dari Abi Said ra., Rasulullah Saw, berkata: “Tidaklah seseorang membenci ahlulbait kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam neraka”
(HR. Hakim dalam mustadraknya, hadis-hadis shahih berdasarkan syarat Imam Bukhari dan Muslim tapi tidak dikeluarkan di kitab shahih mereka)
Dari Abdullah bin Abbas r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mencaci sahabatku maka atasnya laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia,”
(Hasan, lihat Shahih al Jam’i ash-Shaghir [6285]).
pada 12 Juni 2011 pada 9:41 am | Balas
Koalisi 12
Terima kasih penjelasan antum yang panjang lebar. Supaya kita memiliki persepsi yang sama , tolong dijawab pertanyaan saya. Apa yang anda maksud dengan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ( Sunni ) ?. Sejak kapan terminologi ini muncul ?.
Terima kasih.
pada 12 Juni 2011 pada 2:01 pm | Balas
rejeb
ente sendiri diatas dgn bangga mengutip hadits dan pendapat para Imam Aswaja kok malah nanya muter2..dasar syiah tukang taqqiyah..he2..
pada 13 Juni 2011 pada 1:03 am | Balas
'Ajam
salah satu pembeda antara Syi’ah dengan Ahlus Sunnah adalah i’tiqod tentang Mu’awiyah.
dalam artikel di atas disebutkan:
Abul Faraj Al-Ishfahani dalam bukunya Maqatiluth Thalibiyin menulis: “Mu’awiyah ingin mengambil bai’at untuk putranya, Yazid. Demi merealisasikan tujuannya ini ia tidak melihat penghalang yang besar melintang kecuali Sayyidina Hasan ra dan seorang sahabat ra Sa’d bin Abi Waqqash. Dengan demikian, ia membunuh mereka berdua secara diam-diam dengan racun.”
Abul Faraj Al Ishfahani adalah seorang Syi’i, sebagaimana disebutkan oleh Muhsin Al Amin dalam kitabnya “A’yan Asy-Syi’ah”.
entah apa maksudnya penulis artikel mencomot perkataan Abul Faraj Al Ishfahani. baik sengaja atau tidak sengaja, baik tahu kalau dia itu Sy’i atau tidak tahu, namun seharusnya penulis berhati-hati dalam menukil sesuatu yang bersubstansi menjelek-jelekkan sahabat.
Ibrohim bin Maisaroh berkata: ”Aku tidak pernah melihat Umar bin Abdul Aziz memukul seseorang pun kecuali orang yang mencerca Mu’awiyah. Beliau memukulnya dengan beberapa kali cambukan.” (Fitnatul Kubro 76)
pada 13 Juni 2011 pada 7:22 am | Balas
Koalisi 12
@ ‘Ajam
Tinggalkan ucapan orang Syi’ah itu. Lalu, bacalah hadis berikut ini. Hadis ini bersumber dari kitab Ahlus Sunnah.
حدثنا خلف حدثنا عبد الوارث بن سعيد بن جمهان عن سفينة مولى أم سلمة أن النبي صلى الله عليه وسلم كان جالساً فمر أبو سفيان على بعير ومعه معاوية وأخ له أحدهما يوقود البعير والآخر يسوقه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم لعن الله الحامل والمحمول والقائد والسائق
Telah menceritakan kepada kami Khalaf yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Waarits dari Sa’id bin Jumhan dari Safinah mawla Ummu Salamah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang duduk kemudian melintaslah Abu Sufyan di atas hewan tunggangan dan bersamanya ada Muawiyah dan saudaranya, salah satu dari mereka menuntun hewan tunggangan tersebut dan yang lainnya menggiringnya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “laknat Allah bagi yang memikul dan yang dipikul, yang menuntun dan yang menggiring” [Ansab Al Asyraf Al Baladzuri 2/121].
Saya tidak mau komentar. Silahkan direnungkan !.
pada 13 Juni 2011 pada 10:16 am | Balas
Rejeb
ini prinsip utama Ahlus Sunnah yg dianut mayoritas keturunan/Dzurriyat Nabi SAW:
“Perumpamaan ahli bait-ku, seperti perahu Nabi Nuh. Barang siapa yang berada di atasnya ia akan selamat, dan yang meninggalkannya akan tenggelam.” (H.R. Thabrani)
Redaksi hadis ini bermacam-macam, antara lain: Rasulullah saw bersabda,
مثل أهل بيتي مثل سفينة نوح من ركبها نجا ومن تخلف عنها غرق وهوى
“Perumpamaan Ahlul baitku seperti bahtera Nuh, barangsiapa yang menaikinya ia akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal ia akan tenggelam dan celaka.”
(Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak menyatakan bahwa hadis ini shahih berdasarkan persyaratan Muslim).
Berkata Abu Musa, ” Kemudian Nabi mengangkat kepala beliau ke arah langit dan memang Nabi sering mengangkat kepala beliau ke arah langit.”
Kemudian Nabi bersabda, ” Bintang-bintang adalah pengaman langit. Jika bintang-bintang telah pergi (hilang), maka datanglah kepada langit perkaranya, dan aku (Nabi) adalah pengaman bagi para sahabatku, jika aku telah pergi (wafat), maka datanglah kepada para sahabatku apa yang telah dijanjikan. Dan para sahabatku adalah pengaman bagi umatku, jika para sahabatku pergi (wafat), datanglah kepada umatku apa yang telah dijanjikan (perpecahan).”
(HR. Muslim 2531 / Bashoir Dzawis Syarof hal.64-65).
Dari Abi Said ra., Rasulullah Saw, berkata: “Tidaklah seseorang membenci ahlulbait kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam neraka”
(HR. Hakim dalam mustadraknya, hadis-hadis shahih berdasarkan syarat Imam Bukhari dan Muslim tapi tidak dikeluarkan di kitab shahih mereka)
Dari Abdullah bin Abbas r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mencaci sahabatku maka atasnya laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia,”
(Hasan, lihat Shahih al Jam’i ash-Shaghir [6285]).
pada 13 Juni 2011 pada 1:43 pm | Balas
Koalisi 12
@ Rejeb
Dari Abdullah bin Abbas r.a, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa mencaci sahabatku maka atasnya laknat Allah, malaikat dan seluruh manusia,”
(Hasan, lihat Shahih al Jam’i ash-Shaghir [6285]).
TIDAK BOLEH MENCACI /MENCELA SAHABAT NABI SAW KARENA ALLAH, MALAIKAT DAN MANUSIA AKAN MELAKNAT ORANG YANG MENCACI/MENCELA SAHABAT.
Mohon tanggapan anda terhadap riwayat berikut ini. Semuanya diambil dari kitab Ahlus Sunnah.
1. Bahwa di hari-hari terakhir kehidupan Rasulullah saw. beliau mempersiapkan sebuah pasukan besar yang melibatkan para pemuka sabahat Muhajirin dan Anshar, di bawah pimpinan panglima muda bernama Usamah ibn Zaid ibn Haritsan- putra anak angkat Rasulullah saw-, akan tetapi sayangnya sebagian sahabat enggan bergabung meskipun telah diperintah berkali-kali oleh Rasulullah saw. bahkan dalam keedaan sakit beliau memaksa diri menaiki mimbar dengan dipikul Imam Ali as. Abbas paman beliau, dalam pidato itu beliau saw. menegaskan kembali agar pasukan segera diberangkatkan dan beliau mengatakan, “Berangkatkan pasukan Usamah, SEMOGA ALLAH MELAKNAT ( MENGUTUK ) SIAPA SAJA YANG ENGGAN BERANGKATDAN BERGABUNG DENGAN PASUKAN USAMAH
( Al-Milal wa al-Nihal, mukaddimah ketiga. Vol.1,23 ).
2.Diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, bahwa dalam sebuah perjalanan Nabi SAW bersama para sahabat beliau , beliau berpesan agar tidak seorangpun yang mendahului beliau menuju tempat air yang kebetulan sangat sedikit . Beliau bersabda “ Jangan seorang mendahului saya ke tempat air itu.” Tetapi sekelompok orang dengan sengaja mendahului beliau mengambil air dari tempat itu. Kata Hudzaifah ra., “Maka NABI MELAKNAT MEREKA.”
( Shahih Muslim. 17,125-126 ).
3.Aisyah berkata kepada Nabi saw.: “Sesungguhnya engkau mengaku sebagai Rasul/utusan Allah!”.
Nabi saw. berkata menjawabnya: “Apakah engkau hai Ummu Abdillah (panggilan Aisyah) dalam keraguan bahwa aku adalah Rasul Allah?”.
Aisyah berkata: “Jika engkau rasul Alllah, mengapakah engkau tidak berlaku adil?!”.
Dan adalah Abu Bakar seorang yang keras/kasar, maka ia menempeleng wajahku. Maka RASULULLAH MENCELANYA (atas tindakan itu). Abu Bakar berkata, “Tidakkah engkau mendengar apa yang ia (Aisyah) katakan ?!.
Rasulullah saw. berkata kepada Abu bakar: “Sesungguhnya seorang wanita pencemburu berat jika emosi ia tidak mengenal atas gunung dari bawahnya.”
( As-Sirah al Halaibiyah; Ali ibn Burhanuddin al-Halabi asy -Syafi’i, 3/260. Cet. Al Maktabah al-Islamiyah. Beirut ).
4.“… Dan ketika Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar berkata, ‘Aku adalah walinya Rasulullah, lalu kalian berdua (Ali dan Abbas) datang menuntut warisanmu dari anak saudaramu dan yang ini menuntut bagian warisan istrinya dari ayahnya. Maka Abu Bakar berkata, ‘Rasulullah saw. bersabda: “Kami tidak diwarisi, apa- apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah.”, lalu KALIAN BERDUA MEMANDANGNYA SEBAGAI PEMBOHONG , PENDOSA, PENIPU DAN PENGKHIANAT. Demi Allah ia adalah seorang yang jujur, bakti, terbimbing dan mengikuti kebenaran. Kemudian Abu Bakar wafat dan aku berkata, ‘Akulah walinya Rasulullah saw. dan walinya Abu Bakar, lalu KALIAN BERDUA MEMANDANGKU SEBAGAI PEMBOHONG , PENDOSA, PENIPU DAN PENGKHIANAT…. “
( HR. Muslim, Kitab al Jihâd wa as Sair, Bab Hukm al Fai’,5/152 ).
5. Murrah berkata, “Telah sampai kepada Umar bahwa Samurah ibn Jundub berjualan khamar/minuman keras yang memabukkan.” Maka Umar berkata, “SEMOGA ALLAH MEMBUNUH SAMURAH. Rasulullah saw. bersabda, ‘Semoga Allah mengutuk bangsa Yahudi, diharamkan atas mereka lemak babi maka mereka melelehkannya kemudian menjualnya.
( Musnad Imam Ahmad, hadis no.171 ).
Bagaimana Ahlus Sunnah menjelaskan riwayat – riwayat ini ?.
Salam
pada 13 Juni 2011 pada 2:39 pm | Balas
Rejeb
jangan lebay bang..ada ratusan ato mngkn ribuan hadits keutamaan para sahabat khususnya 10 sahabat yg dijamin surga..
anda tau sebabnya Syiah sdikit pengikutnya..bahkan diantara dzurriyat Imam Hasan ra dan Husein ra sendiri?
jawabnya karena ajaran Syiah adalah dendam dan kebencian..sama spt halnya wahabi..yg satu membenci sahabat yg satunya menolak kemulyaan ahlul bait.
walau keduanya didukung dana besar dr Iran dan Saudi tp mrk gagal merubah mazhab mayoritas muslimin di dunia.
sebagus apapun anda berteori tapi tidak bisa dipungkiri hati nurani cenderung pada perdamaian dan silaturrahim. Realitas dilapangan telah membuktikan.
Salam
pada 13 Juni 2011 pada 11:50 pm | Balas
'Ajam
waduh, ko wahabi dikatakan tidak mengakui kemuliaan ahlul bait.
pada 14 Juni 2011 pada 10:06 am | Balas
Rejeb
tau sendirilah byk ayat dan hadits yg menjelaskan keutamaan ahlul bait termasuk dzurriyat Imam Hasan ra & Husein ra tp wahabi berseberangan pendapat dgn non wahabi..
'Ajam
terus terang ana baru tahu kalo wahabi berseberangan dengan pendapat non wahabi. agar tidak menjadi tuduhan dusta sebagaimana kebiasaan Asy’ariyun, tolong ditunjukkan bagaimana pendapat wahabi yang berseberangan dengan non wahabi yang dimaksud!!!
Rejeb
contoh ayat yg bertentangan tafsir antara wahabi dan non wahabi:
Katakan (hai Muhammad): “Aku tidak meminta upah apapun kepada kalian dalam dakwah ini kecuali kecintaan kepada keluargaku.” (Surat Asy-Syura: 23)
pada 15 Juni 2011 pada 11:40 pm | Balas
'Ajam
iyah, terus gimana perbedaannya? wahabi bagaimana, non wahabi bagaimana?
Rejeb
pura2 ga tau lagi..
wahabi mengartikan kekeluargaan bukan keluarga..
'Ajam
jujur, ana sama sekali tidak tahu. jangan dituduh pura2 tidak tahu. sebutkan saja siapa ulama wahabi yang berkata seperti itu, dalam kitab apa, lalu bandingkan dengan ulama ahlus sunnah.
pada 14 Juni 2011 pada 7:07 am | Balas
Koalisi 12
1. Mohon dibuktikan bahwa hadis 10 Sahabat yang dijamin masuk surga itu adalah hadis yang sahih.
2. Pengikut Syi’ah memang tidak sebanyak pengikut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Setahu saya, pengikut Syi’ah sekarang ini hampir mencapai 100 juta orang. Mereka tersebar di berbagai negara seperti Iran, Irak, Libanon, Bahrain, Yordania, Palestina, Saudia Arabia, Indonesia, Malaysia dan lain – lain.
3. Anda keliru mas, Syi’ah tidak membenci seluruh Sahabat Nabi SAW. Yang dibenci Syi’ah adalah : 1. Sahabat yang dibenci Allah dan RasulNya. 2. Sahabat yang terang – terang melanggar syariat Islam. Sahabat – sahabat yang melanggar syariat Islam ini tidak saja kita dapatkan di dalam kitab – kitab Syi’ah, tetapi juga terdapat di dalam kitab – kitab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Syi’ah sangat mengagungkan Sahabat yang berakhlak mulia. Anda bisa lihat teks do’a – do’a munajat dan tahlil kami yang penuh dengan penghormatan kepada para Sahabat.
4. Sebagian ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berpindah ke mazhab Syi’ah atau menghormati mazhab Syi’ah bukan karena adanya dana dari Iran , tetapi setelah mengkajinya dengan akal fikiran yang sehat dan hati nurani yang bersih.
5. Setuju, saya dan anda cenderung kepada perdamaian dan silaturahmi. Kalaupun kami berbeda pendapat dengan anda bukan karena kami benci dan dendam kepada kalian, tetapi lebih kepada mendudukkan perkara pada tempat yang semestinya sebagai upaya mencari kebenaran.
Kembali kepada topik pembicaraan kita sebelumnya. Bagaimana mas, dengan riwayat – riwayat yang saya tampilkan pada posting sebelumnya, apa komentar anda ?. Kami ingin tahu. Tolong jelaskan !.
Terima kasih. Salam damai.
pada 14 Juni 2011 pada 9:54 am | Balas
Rejeb
1/ Sunni dr semua aliran sepakat sahih..klo ente ga percaya hadits itu sahih tunjukkan aja dimana dhoifnya?
2/ jumlah umat Islam dunia lebih dr 1,6 milyar..dan tdk sampe 10 persen yg syiah..sudah cukup sbg bukti jika syiah tdk diminati padahal umurnya dah 14 abad..rasis bin fasis sih kayak Hitler & Yahudi..hehe
3/ Syiah membenci dan mengatakan hampir semua sahabat di neraka trutama sahabat utama spt Abu Bakar ra, Umar ra, Usman ra, Abu Hurairah ra, dll..termasuk istri2 Nabi khususnya Aisyah ra dan Hafshah ra
4/ sebagian besar sunni yg masuk syiah krn dana dr Iran spt beasiswa..khususnya setelah revolusi Iran 79..dan makin menjadi dimasa Ahmadinejad.
5/ gimana mau damai klo menghina org2 dekat Nabi yg dimulyakan sunni?
nih liat videonya ulama syiah mencaci ummul mukminin Aisyah dan mengatakan pezina, peracun nabi dan di neraka..
gensyiah.com/pesta-tasyakuran-syiah.html
padahal Imam Syafi’i aja demi melindungi ahlul bait rela mengatakan dirinya rafidhah hingga msk penjara..tp ga ada Rafidhah yg demi melindungi istri2 dan sahabat2 utama Nabi rela masuk penjara..
Salam
pada 14 Juni 2011 pada 4:47 pm | Balas
Koalisi 12
@ Rejeb
1/ Sunni dr semua aliran sepakat sahih..klo ente ga percaya hadits itu sahih tunjukkan aja dimana dhoifnya?.
J : Sebutkan aliran apa saja yang anda katakan sepakat ?. Tolong ditunjukkan di kitab apa adanya hadis itu ?.
2/ jumlah umat Islam dunia lebih dr 1,6 milyar..dan tdk sampe 10 persen yg syiah..sudah cukup sbg bukti jika syiah tdk diminati padahal umurnya dah 14 abad..rasis bin fasis sih kayak Hitler & Yahudi..hehe.
J : Anda mengukur kebenaran itu dari banyaknya penganutnya. Kenyataan, agama non Islam mayoritas di dunia ini. Apa ini bisa dijadikan bukti bahwa Islam tidak diminati orang padahal usianya sudah lebih dari 14 abad ?. Sementara itu , para Orientalis yang benci kepada Islam biasa menyebut dan menggambarkan Nabi SAW dengan gambaran – gambaran yang buruk dan menjijikkan.
3/ Syiah membenci dan mengatakan hampir semua sahabat di neraka trutama sahabat utama spt Abu Bakar ra, Umar ra, Usman ra, Abu Hurairah ra, dll..termasuk istri2 Nabi khususnya Aisyah ra dan Hafshah ra.
J: tolong tunjukkan fatwa ulama Syi’ah mu’tabar ( bukan ulama Syi’ah rekayasa dan bohong – bohongan ) yang mengatakan seperti apa yang anda katakan itu. Kalau anda tidak bisa menunjukkannya berarti anda dusta dan fitnah.
4/ sebagian besar sunni yg masuk syiah krn dana dr Iran spt beasiswa..khususnya setelah revolusi Iran 79..dan makin menjadi dimasa Ahmadinejad.
J : Jadi anda menuduh ulama Sunni itu gampang tergiur dengan uang ya ?. Mereka berpindah ke mazhab Syi’ah setelah mengkajinya dengan akal sehat dan hati yang jernih. Saya dan puluhan teman – teman saya pindah ke mazhab Syi’ah bukan karena adanya dana dari Iran . Sepeserpun tak pernah kami terima dari Iran atau siapapun. Bodoh sekali kali kami mau mengorbankan keyakinan kami hanya karena diimingi -imingi uang.
5/ gimana mau damai klo menghina org2 dekat Nabi yg dimulyakan sunni?
J: Penghinaan terhadap orang – orang dekat Nabi justru terdapat di dalam kitab – kitab ulama kalian sendiri. Coba baca posting saya terdahulu ; bagaimana tanggapan kalian terhadap riwayat yang menceritakan adanya Sahabat yang dilaknat Nabi SAW, Sahabat saling melaknat satu sama lain, Imam Ahmad bin Hambal menghina Yazid, Syaikh Al Albani menghina Sahabat dengan menyatakan Sahabat itu ada yang bodoh dst..dst.
6. padahal Imam Syafi’i aja demi melindungi ahlul bait rela mengatakan dirinya rafidhah hingga msk penjara..tp ga ada Rafidhah yg demi melindungi istri2 dan sahabat2 utama Nabi rela masuk penjara..
J: Apa betul Imam Syafi’iy mengatakan dirinya rafidhah untuk melindungi Ahlulbait ?.Coba tampilkan ucapannya, supaya bisa kita bahas.
Rafidhah ( Syi’ah ? ) sendiri tidak bisa melindungi dirinya sendiri karena sepanjang sejarah mereka dikejar – kejar, dianiaya, dizalimi dan diburu untuk dibunuh oleh ‘para dinasti/penguasa yang mengaku Islam’. Bagaimana mungkin mereka bisa melindungi diri orang lain dengan kondisi mereka seperti itu ?.
Salam
pada 15 Juni 2011 pada 9:07 am | Balas
Rejeb
utk syiah dan wahabi
Nabi telah bersabda spy umat mengikuti agama dgn sanad dan pendapat mayoritas umat Islam:
Dari Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di zamanku, kemudian orang-orang setelahnya, kemudian orang-orang setelahnya”. (HR. Bukhari, no. 2652, Muslim, no. 6635).
berkata Imam Syafii : “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu”
(Faidhul Qadir juz 1 hal 433).
Berkata pula Imam Atsauri : “Sanad adalah senjata orang mukmin, maka bila kau tak punya senjata maka dengan apa kau akan berperang?”,
berkata pula Imam Ibnul Mubarak : “Pelajar ilmu yang tak punya sanad bagaikan penaik atap namun tak punya tangganya, sungguh telah Allah muliakan ummat ini dengan sanad” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433).
dan Nabi sudah memerintahkan supaya berpegang tegung pada jamaah mayoritas
Dari Anas bin Malik ra berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas.” [HR. Ibnu Majah (3950), Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1220) dan al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin (2069).
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu Ta’ala Anhu berkata : Manusia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan menimpaku. Maka aku bertanya ; Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan ? Beliau bersabda : ‘Ada ’. Aku bertanya : Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan ?. Beliau bersabda : Ya, akan tetapi didalamnya ada dakhanun. Aku bertanya : Apakah dakhanun itu ?. Beliau menjawab : Suatu kaum yang mensunnahkan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah. Aku bertanya : Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan ?. Beliau bersabda : Ya, da’i – da’i yang mengajak ke pintu Jahannam. Barangsiapa yang mengijabahinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya : Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda : Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita. Aku bertanya : Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya ?. Beliau bersabda : Berpegang teguhlah pada Jama’ah Muslimin dan imamnya. Aku bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya ? Beliau bersabda : Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu”. (Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/432. Abu Dawud no. 4244-4247.Baghawi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399).
Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimaullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari Rahimahullah yang menyatakan : “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa Jama’ah adalah Sawadul A’dzam (Mayoritas Umat). Kemudian diceritakan dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jama’ah, karena Allah tidak akan mengumpulkan umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah mengikuti salah sati firqah. Hindarilah semua firqah itu jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan”.
jadi kesimpulannya secara logika dan dalil naqli..maka yg benar adalah :
1/ memiliki sanad ilmu bersambung hingga ke Nabi SAW.
2/ didukung pendapat jumhur ulama trutama yg memiliki sanad ilmu bersambung ke Nabi dan mayoritas umat.
dan sebagai dalil logika penguat keabsahan dan kredibilitas sanad ilmu yg bersambung ke Nabi SAW adalah para Dzurriyat Nabi dari Imam Hasan ra dan Imam Husein ra bermazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah non wahabi.
Salam
pada 15 Juni 2011 pada 7:40 am | Balas
mamo cemani gombong
Habibana Umar bin Hafidz, Habibana Munzir Al Musawa ….
Ketika al-Imam Syafi’i dituduh termasuk pengikut golongan Rofidloh (Syi’ah), karena beliau mencintai dan menghormati Ahlu Bait, beliau menjawab dengan syair yang artinya :
“Jika yang dimaksud dengan golongan Rafidloh hanya semata-mata mereka yang mencintai Ahlu Bait, maka saksikanlah wahai bumi dan langit, bahwa aku adalah termasuk dari golongan Rofidloh”
Al-Imam as-Suyuthi menulis sebuah kitab yang khusus memuat beberapa Hadits yang menunjukkan keutamaan Ahlu Bait.
Di antaranya adalah Hadits berikut:
“Perumpamaan ahli bait-ku, seperti perahu Nabi Nuh. Barang siapa yang berada di atasnya ia akan selamat, dan yang meninggalkannya akan tenggelam.”(H.R. Thabrani)
“Aku meninggalkan kalian yang apabila kalian pegang teguh tidak akan tersesat. Kitab Allah, dan keturunanku.”(H.R. Turmudzi)
“Umatku yang pertama kali aku beri pertolongan (Syafa’at) kelak di hari Kiamat, adalah yang mencintai Ahli bait-ku.”(H.R. al-Dailami)
“Didiklah anak-anak kalian atas tiga hal; Mencintai Nabi kalian, Mencintai Ahli bait-ku, Membaca al-Qur’an. (Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardaweih, dan at-Thabrani dalam kitab tafsir-nya)
Ketika turun ayat:”Katakanlah wahai Muhammad, Aku tidak meminta balasan apapun dari kalian kecuali mencintai kerabat”.
Kemudian Ibnu Abbas ra bertanya pada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, siapakah yang dimaksud dengan kerabat yang wajib kami cintai? Rasulullah SAW menjawab: Ali, Fatimah, dan anak keturunannya”.
Demikian sebagian dalil-dalil dari Hadits Rasulullah SAW yang secara jelas menyatakan keutamaan Ahlu Bait. Karena itulah kami memilih jadi MUHIBBIN bagi Ahlu Bait Nabi Saw.
Untuk lebih jelasnya lagi, silahkan baca sendiri kitab Imam As-Suyuthi yang berjudul: “Ihya’ al-Mayt fi Fadlo’il Ahli al-Bait”, yang memuat 60 Hadits tentang keutamaan Ahlu Bait. Koalisi12 ini ana copasin di UMMATI PRESS.COM kalao nt ngga puas silahkan klik http://ummatiummati.wordpress.com/ …….salam
pada 15 Juni 2011 pada 10:30 am | Balas
Rejeb
Apa yang dimaksud dengan Madzhab Ahlul Bait ?
Madzhab Ahlul Bait adalah nama samaran dari sekian banyak aliran-aliran Syi’ah. Dimana setiap aliran Syi’ah mengklaim alirannya sebagai Madzhab Ahlul Bait.
Sebagai contoh, aliran Syi’ah Zaidiyah mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait. Begitu pula aliran Syi’ah Isma’iliyah, mereka juga mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait. Bahkan aliran Syi’ah yang paling sesat saat ini, yaitu aliran Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah (Ja’fariyah) juga berani mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait.
Penyebab mereka sampai berani menyebut alirannya sebagai Madzhab Ahlul Bait, dikarenakan saat ini masyarakat dunia Islam sudah mengetahui bahwa aliran-aliran Syi’ah tersebut sesat dan menyesatkan dan ajarannya sangat menyimpang dari ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Ahlul Bait.
Karena itu dalam usahanya menipu dan menyesatkan umat Islam, mereka menggunakan nama samaran sebagai Madzhab Ahlul Bait. Dan ternyata usaha mereka tersebut berhasil, sehingga ada dari umat Islam yang tertipu dan akhirnya terjerumus masuk Syi’ah.
Oleh karena aliran-aliran Syi’ah yang mengaku sebagai Madzhab Ahlul Bait tersebut berbeda rukun imannya, maka mereka saling mengkafirkan, Syi’ah yang satu mengkafirkan Syi’ah yang lain.
Jika aliran-aliran Syi’ah yang saling mengkafirkan itu benar-benar sebagai Madzhab Ahlul Bait, berarti hal itu menggambarkan bahwa pendiri madzhab-madzhab tersebut saling mengkafirkan, maka pertanyaan yang timbul adalah; mungkinkah Ahlul Bait yang telah disucikan sesuci-sucinya oleh Allah itu saling mengkafirkan ?
Jawabnya, pasti tidak mungkin, dan itu hanyalah rekayasa dan tipu daya tokoh-tokoh Syi’ah yang tidak memikirkan akibatnya.
Dengan demikian yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu tidak ada, yang ada adalah Madzhabnya Ahlul Bait, bukan Madzhab Ahlul Bait tapi madzhabnya Ahlul Bait atau akidah-nya Ahlul Bait. Yaitu akidah yang sekarang dikenal dengan nama akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Satu akidah yang berpegang kepada apa-apa yang diyakini dan dikerjakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ahlul Bait dan para sahabatnya.
Jika yang namanya Madzhab Ahlul Bait itu ada dan benar, pasti yang mengikuti madzhab tersebut adalah keturunan Ahlul Bait, yaitu para habaib bukan orang-orang ‘ajam (non arab) dari Iran .
Tapi kenyataannya para habaib hampir semuanya mengikuti akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka mengikuti akidah itu secara sambung menyambung sampai ke datuk mereka baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hal ini dapat dibaca dalam kitab Iqdul Yawaqid Al-Jauhariyyah, karya Al-‘Allamah Al-Habib Edrus bin Umar Al-Habsyi, dan dapat dibaca dalam puluhan bahkan ratusan kitab-kitab yang ditulis oleh para habaib dzurriyaturrasul.
Jadi yang benar, akidahnya golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah akidahnya Ahlul Bait atau madzhabnya Ahlul Bait yang sampai sekarang diikuti oleh keturunan Ahlul Bait atau para habaib Al-Alawiyin dzurriyaturrasul.
Apabila dari sekian juta habaib itu ada dua, tiga orang yang menyimpang (syad), maka orang-orang tersebut tidak tergolong sebagai tokoh habaib yang menjadi panutan. Tapi mereka adalah korban-korban yang rusak akidahnya akibat membaca buku-buku yang ditulis oleh orang-orang orientalis dan Zionis Yahudi.
Demikian sedikit mengenai Madzhab Ahlul Bait dan madzhabnya Ahlul Bait. Semoga kita diselamatkan oleh Allah dari tipu daya tokoh-tokoh Syi’ah yang sering mengaku sebagai pengikut Madzhab Ahlul Bait.
sumber albayyinat dikutip:
syiahindonesia.com/index.php/kajian-utama/ahlul-bait-nabi/217-apa-yang-dimaksud-dengan-madzhab-ahlul-bait
pada 15 Juni 2011 pada 10:33 am | Balas
Rejeb
Asal Usul Keluarga Dzurriyat Rasulullah
Ketika Al-Qasim, putra Rasulullah SAW, wafat dalam usia masih kecil, terdengarlah berita duka itu oleh beberapa tokoh musyrikin, diantara mereka adalah Abu Lahab dan ‘Ash bin Wa’il. Mereka kegirangan dengan berita itu, mereka mengejek Rasulullah SAW dengan mengatakan bahwa beliau tidak lagi memiliki anak laki-laki yang dapat melanjutkan generasi keluarga beliau, sementara orang Arab pada masa itu merasa bangga bila memiliki anak laki-laki untuk melanjutkan garis keturunan mereka. Untuk menjawab ejekan Abu Lahab dan ‘Ash bin Wa’il itu, Allah menurunkan surat Al-Kautsar yang ayat pertamanya berbunyi:
“Sesungguhnya Kami memberimu karunia yang agung.”
Al-Kautsar artinya karunia yang agung, dan karunia yang dimaksud dalam ayat itu adalah bahwa Allah akan memberi banyak keturunan pada Rasulullah SAW melalui putri beliau, Fatimah Az-Zahra’. Sementara Abu lahab dan ‘Ash bin Wa’il dinyatakan oleh ayat terakhir surat Al-Kautsar, bahwa justru merekalah yang tidak akan memiliki keturunan, yaitu ayat..
“Sesungguhnya orang yang mengejekmu itulah yang tidak sempurna (putus keturunan).”
Benarlah apa yang difirmankan oleh Allah, sampai kini keturunan Rasulullah SAW, melalui Al-Hasan dan Al-Husain putra Fatimah Az-Zahra’, benar-benar memenuhi belahan bumi, baik mereka yang dikenal sebagai cucu Rasulullah oleh masyarakat, maupun yang tidak.
Sekedar gambaran, IKAZHI memiliki banyak data tentang silsilah Ulama-ulama Pesantren yang dikenal sebagai “Kiai” Indonesia , khususnya Jawa (termasuk Madura), dimana kebanyakan dari mereka memiliki garis nasab pada Rasulullah SAW, seperti Kiai-kiai keturunan keluarga Azmatkhan, Basyaiban dan sebagainya. Kemudian, di berbagai daerah, kaum santri sangat didominan oleh keluarga-keluarga yang bernasab sama dengan Kiai-kiai itu, bedanya hanya karena beberapa generasi sebelum mereka tidak berprestasi seperti leluhur “keluarga Kiai”, sehingga setelah selisih beberapa generasi, merekapun tidak dikenal sebagai “keluarga Kiai”, tapi hanya sebagai “keluarga santri”.
Di Madura ada semacam “pepatah” yang mengatakan bahwa kalau ada santri yang sampai bisa membaca “kitab kuning” maka pasti dia punya nasab pada “Bhujuk”. Bhujuk adalah julukan buat Ulama-ulama zaman dulu yang membabat alas dan berda’wah di Madura. Semua Bhujuk Madura memiliki nasab pada Rasulullah SAW. Kebanyakan mereka keturunan Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kudus. “Pepatah” itu memang hanya dibicarakan di kalangan “orang awam”, namun kenyataan memang sangat mendukung, karena hampir semua masyarakat santri di Madura adalah keturunan “Bhujuk”, sehingga tidak mustahil apabila di Madura orang yang memiliki “darah Rasulullah” lebih banyak daripada yang tidak. Kami banyak mendapati perkampungan yang mayoritas penduduknya masih satu rumpun dari keturunan seorang Bhujuk yang bernasab pada semisal Sunan Ampel dan sebagainya.
Mungkin hal itu akan menimbulkan pertanyaan “mengapa bisa demikian?”. Maka jawabannya adalah bahwa keluarga Bhujuk dan Kiai Madura dari zaman dulu memiliki anak lebih banyak daripada orang biasa, apalagi hampir semua mereka dari zaman dulu -bahkan banyak juga yang sampai sekarang- memiliki istri lebih dari satu, maka tentu saja setelah puluhan generasi maka keturunan Bhujuk-bhujuk itu lebih mendominan pulau Madura.
Kalau ada yang berkata bahwa tidak semua Kiai keturunan “Sunan” itu bergaris laki-laki, bahkan kebanyakan mereka (?) adalah keturunan “Sunan” dari perempuan, maka pertanyaan itu justru dijawab dengan pertanyaan “kenapa kalau bergaris perempuan?”. Islam dan “budaya berpendidikan” telah “sepakat” untuk membenarkan “status keturunan” dari garis perempuan. Paham “garis perempuan putus nasab” berakibat pada penolakan terhadap keturunan Rasulullah sebagai Ahlul-bayt. Ada orang awam yang berkata bahwa Rasulullah SAW tidak memiliki keturunan dari anak laki-laki, Hasan-Husain adalah putra Fathimah yang berarti putus nasab dari Rasulullah SAW. Paham ini sebenarnya adalah warisan bangsa Arab jahiliyah yang pernah diabadikan dalam syair mereka:
“Anak-anak kami adalah keturunan
dari anak-anak laki-laki kami.
Adapun anak-anak perempuan kami,
keturunan mereka adalah anak-anak orang lain.”
Cucu dari anak perempuan itu hanya keluar dari deretan daftar ahli waris, dalam istilah ilmu “Fara’idh” disebut “mahjub” (terhalang untuk mendapat warisan). Namun dalam deretan “dzurriyyah” (keturunan), cucu dari anak perempuan tidak beda dengan cucu dari anak laki-laki; mereka sama-sama cucu yang akan dipanggil “anakku” oleh kakek yang sama. Apabila kakek mereka adalah orang shaleh maka mereka sama-sama masuk dalam daftar keturunan yang akan mendapat berkah dan syafa’at leluhurnya, sebagaimana firman Allah:
“Dan orang-orang yang beriman dan anak-cucu mereka mengikuti mereka dengan beriman, maka Kami gabungkan anak cucu mereka itu dengan mereka .. “ (Q.S. Ath-Thur : 21)
Jadi, madzhab mayoritas para Kiai adalah bahwa cucu dari garis perempuan dan dari garis laki-laki itu sama-sama cucu, kalau kakek mereka ulama shaleh maka -insyaallah- mereka sama-sama akan mendapat berkah. Termasuk anak cucu Rasulullah SAW, baik yang garis silsilahnya laki-laki semua hingga ke Fathimah binti Rasulillah SAW, maupun yang melalui garis perempuan.
Madzhab ini telah lama dianut oleh Kiai-kiai keturunan Walisongo, terbukti dengan banyaknya kiai-kiai yang menulis nasab mereka yang bersambung pada Walisongo melalui garis perempuan. Terbukti pula dengan yang dikenal oleh Kiai-kiai bahwa Syekh Kholil adalah cucu Sunan Gunung Jati, padahal nasab Syekh Kholil pada Sunan Gunung Jati melalui garis perempuan, sedangkan dari garis laki-laki bernasab pada Sunan Kudus.
Kembali ke bab kita, bahwa di Madura banyak terdapat keluarga-keluarga yang memiliki nasab pada Rasulullah, maka seperti di Madura, begitu pula yang terjadi di berbagai wilayah masyarakat Pesantren lainnya di Jawa. Maka bayangkan saja, betapa keturunan Rasulullah SAW telah memenuhi pulau Jawa, belum lagi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain. Ditambah dengan “jamaah habaib” yang memang sudah dikenal dengan “status menonjol” sebagai keturunan Rasulullah SAW.
Ini yang terjadi di Indonesia, dan demikian pula di negeri-negeri non Arab yang lain, seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, Filipina, India, Pakistan, Afrika dan sebagainya. Banyak dari mereka yang sudah membaur dengan penduduk setempat sehingga mereka tidak lagi dikenal sebagai “Habib”, “Sayyid” atau julukan-julukan lainnya. Dalam kitabnya, “’Allimu Auladakum Mahabbata Aalin Nabi”, Syekh Muhammad Abduh Yamani mengatakan bahwa di Afrika banyak terdapat orang-orang kulit hitam yang ternayata memegang sisilsilah pada Rasulullah. Hal itu dikarenakan leluhur mereka berbaur dengan orang kulit hitam, bergaul dan menikah dalam rangka menjalin hubungan sebagai jembatan da’wah. Kenyataan ini menyimpulkan bahwa masih banyak keturunan Rasulullah SAW yang tidak terdata dan tidak dikenal. Itu adalah gambaran jumlah keturunan Rasulullah SAW yang keluar dari tanah Arab dan tidak lagi dikenal sebagai orang Arab. Jumlah yang amat besar ditambah dengan jumlah keturunan Rasulullah SAW yang di Arab.
Maka kenyataan ini membenarkan apa yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam surat Al-Kautsar, bahwa Rasulullah SAW akan diberi karunia agung dengan memiliki keturunan yang amat banyak. Sehingga kalau saja beliau dan orang-orang sezaman beliau masih hidup saat ini, maka beliau akan memiliki keluarga terbesar yang tak tertandingi oleh yang lain. Bisa jadi, bila kita mengumpulkan semua keturunan Rasulullah SAW sejak zaman beliau hingga kini, kemudian kita mengumpulkan seratus orang dari sahabat-sahabat beliau beserta keturunan mereka hingga kini, maka jumlah keturunan beliau akan mengalahkan keturunan seratus orang sahabat beliau.
alawiyyin-indonesia.org/2008/12/20/asal-usul-keluarga-dzurriyat-rasulullah/
pada 20 Juni 2011 pada 7:55 am | Balas
Koalisi 12
@ Rejeb
Kalau ingin memahami mazhab orang lain yang berseberangan dengan anda, alangkah bijaksananya anda jika merujuk kepada para ulama yang meyakini dan mengamalkan ajaran – ajaran dari mazhab tersebut ketimbang mengambilnya dari orang – orang diluar mazhab tersebut atau bahkan dari para pembenci – pembenci mazhab yang bersangkutan.
Apakah masuk akal jika saya belajar tentang ‘mazhab alawwiyyin’ misalnya dari para ulama Wahabi atau dari para ulama yang antipati terhadap mazhab anda ?.
Anda ingin menjelaskan mazhab Ahlulbait atau Syi’ah, tetapi sayangnya anda merujuk kepada pendapat – pendapat dari orang yang ‘sok tahu tentang syiah sekaligus membenci dan memusuhi Syi’ah ‘ seperti situs/link yang anda kutip itu. Anda tidak pernah mengutip sepotong katapun dari para ulama Syi’ah. Lalu,dimana letak rasa keadilan anda, akhi ?.
Mengenai masalah klaim mengklaim.Kenapa anda risau dengan banyaknya klaim berbagai aliran Syi’ah sebagai mazhab Ahlulbait ?. Biarkan saja. Begitu juga dengan berbagai tuduhan. Buat saya tidak ada masalah dengan klaim mengklaim dan berbagai tuduhan itu. Yang lebih penting ialah apakah klaim klaim dan tuduhan tuduhan itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau tidak. Kalau tidak bisa, maka klaim – klaim itu bisa dianggap hanya ‘pepesan kosong saja’ dan tuduhan – tuduhan itu bisa dikategorikan sebagai dusta dan fitnah. Bagaimana anda dapat mempertanggungjawabkan perkataan anda yang menyebutkan bahwa antara aliran di dalam Syi’ah itu saling mengkafirkan ?. Coba buktikan bahwa Syi’ah Imamiyah Its’na ‘Asyariyah – yang anda vonis paling sesat itu – pernah mengkafirkan Syi’ah Zaidiyah ?.
Adalah suatu hal yang sudah lazim terjadi di dalam komunitas muslim adanya perbedaan pendapat dan pandangan tentang satu atau beberapa beberapa masalah agama yang kemudian berujung kepada polarisasi umat mengikuti ‘tokoh,kiyai,ulama atau imamnya’ dan membentuk suatu mazhab. Hal ini juga terjadi di dalam mazhab Ahlus Sunnah . Anda bisa membaca belasan atau bahkan puluhan sekte yang mengklaim sebagai mazhab Ahlus Sunnah dan tidak jarang diantara mereka saling cela mencela dan bahkan ‘memusyrikkan’ saudara – saudaranya yang lain. Sebagai contoh, aliran Salafi Wahabi yang mengaku sebagai Ahlus Sunnah mencela dan bahkan ‘me-memusyrikkan ajaran – ajaran dari aliran – aliran Ahlus Sunnah yang Non Wahabi. Dan masih banyak lagi contoh – contoh yang lain.
Maka mengukur kebenaran suatu mazhab atau suatu aliran hanya semata – mata berdasarkan atas ada atau tidak adanya perpecahan di dalam mazhab atau aliran itu adalah sebuah pemikiran yang dangkal/sesat dan suatu ‘hil yang mustahal’. Apalagi sampai menuduh dan menghujat orang lain berdasarkan pemikiran semacam ini, padahal hal yang sama juga terjadi di dalam mazhab yang dia anut. Jadi, ibarat pepatah melayu yang mengatakan ‘KUMAN DI SEBERANG LAUTAN TAMPAK, TETAPI GAJAH DI DEPAN PELUPUK MATA NGGAK KELIHATAN.
Salam.
pada 20 Juni 2011 pada 9:01 am | Balas
Rejeb
khan sudah saya cantumkan video ceramah ulama Syiah yg mencaci sahabat2 dan istri Nabi SAW khususnya sayyidah Aisyah ra?
Bang..Syiah itu bukan ajaran baru..semua tau bagaimana pokok utama ajaran Syiah aliran manapun.
pada 20 Juni 2011 pada 9:20 am | Balas
Rejeb
jangankan Syiah yg uda 14 abad dan spt kata ente memiliki 100 juta pengikut tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia ..sedangkan Ahmadiyah dan Lia Eden yg masih baru dan cm punya segelintir pengikut aja semua orang tau gimana pokok ajaran utama mereka..
pada 20 Juni 2011 pada 4:41 pm | Balas
Koalisi 12
Kalau memahami Syi’ah dari situs – situs Wahabi Salafi yang membenci Syi’ah, ya jadinya seperti anda ini,. Penuh dusta dan kebohongan. Kalau anda berani melemparkan tuduhan – tuduhan kepada orang lain seharusnya anda juga harus berani mempertanggungjawabkan tuduhan – tuduhan itu. Sepanjang yang saya amati, anda tidak berani ( jangan jangan,tidak sanggup ? ) membuktikan tuduhan – tuduhan yang saya pertanyakan itu.
Anda mengatakan dalam posting terdahulu bahwa antara aliran – aliran Syi’ah itu saling mengkafirkan. Begitu, toh ?. Nah, sekarang coba buktikan bahwa aliran Syi’ah Imamiyah ‘Itsna ‘Astariyah – yang anda katakan paling sesat itu – pernah mengkafirkan aliran Syi’ah Zaidiyah. Buktikan dan jangan berkelat – kelit lagi !. Kalau anda tidak bisa membuktikannya, akui sajalah !. Dan ini merupakan bukti seterang – terangnya, bahwa ilmu anda tentang Syi’ah hanyalah sekedar -ma’af- ‘copy paste’ saja saja. Tidak lebih !.
pada 20 Juni 2011 pada 7:56 pm | Balas
Rejeb
sekali lagi ane sudah kasi video ceramah ulama Syiah yg mencaci istri dan sahabat Nabi SAW.
Jika ente mau sanggah silahkan kasi video ulama Syiah yg memuji para Istri dan Sahabat2 Nabi SAW spt Abu Bakar ra, Umar ra, Usman ra, Abu Hurairah ra, Aisyah ra, Hafshah ra, dll.
tidak fair jika video ane cuma ente sanggah dengan argumen ente itu namanya bukan apple to apple..masak apple diadu ama tomat..apalagi duren ..hehe..
pada 21 Juni 2011 pada 11:26 am | Balas
Rejeb
nih ane tambahin video ulama tersohor syiah Ayatullah (Dr.) Al-Qazwiiniy yg bilang Al Qur’an sunni ga asli.
abul-jauzaa.blogspot.com/2011/06/bukti-pernyataan-ulama-syiah-bahwa-al.html
silahkan kasi video ulama tersohor syiah yg bilang Al Qur’an sunni asli?
video ya bukan tulisan.
pada 25 Juni 2011 pada 2:05 am | Balas
'Ajam
al akh rejeb, link blog yang antum tulis itu punya orang wahabi juga loh.
pada 25 Juni 2011 pada 11:55 am | Balas
Rejeb
trus kenapa? yg bagus ane ambil yg jelek ya dibuang dong..hehe
pada 25 Juni 2011 pada 11:32 pm | Balas
'Ajam
jika begitu, sudahkah antum baca artikel Ustadz Abul Jauza yang mengkritik Syi’ah? di dalamnya antum akan menemukan bahwa i’tiqod beliau yang mewakili i’tiqod wahabiyun (insyaAlloh) sangat memuji dan memuliakan ahli bait nabi.
lalu kenapa antum menuduh bahwa wahabiyun tidak memuliakan ahli bait nabi? apakah antum membaca artikel Ustadz Abul Jauza hanya untuk memuaskan hawa nafsu antum semata, sehingga antum hanya mengambil yang menguntungkan dan meninggalkan yang merugikan?
silakan antum baca artikel berikut:
Rejeb
tentang artikel itu ane gak menolak kecuali pendapat Abu Jauza terhadap para Habib yaitu:
“Oleh karena itu, orang-orang yang mengaku punya nasab dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam namun ternyata mereka termasuk golongan penyeru bid’ah dan penggalak kesyirikan (seperti banyak habaaib di tanah air); kita tidak perlu mencintai mereka. Bahkan, mereka menjadi ‘musuh’ kita dalam agama, karena pada hakekatnya mereka merongrong dan ingin merubuhkan sendi-sendi agama dari dalam.”
mayoritas Habib mengadakan maulid, tawasul, tabarruk, istigoshah, mengirim pahala kepada mayit, dll.
para Habib itu sanad ilmunya bersambung hingga ke datuk mereka yakni Rasulullah SAW. Lalu bagaimana dengan sanad ilmu abu Jauza? jika dia tidak memiliki sanad maka batil fatwanya karena bertentangan dengan jumhur ulama yg bersanad..!
pada 27 Juni 2011 pada 1:42 am | Balas
'Ajam
perhatikan perkataan ustadz Abul Jauza, “orang-orang yang mengaku punya nasab dengan Rasulullah”, ini artinya beliau mengingkari atau setidak-tidaknya beliau meragukan bahwa orang2 yang mengaku2 bernasab pada Nabi itu adalah betul2 mempunyai nasab pada nabi.
kalau masih diragukan, buat apa diperlakukan sama dengan apa yang sudah diyakini oleh ustadz sebagai ahli bait Nabi yang asli, seperti istri2 nabi, saudara2 nabi, dan anak cucu nabi.
kecuali jika ustadz Abul Jauza sudah mengakui bahwa habaib itu memang betul2 punya nasab pada Nabi, kemudian beliau mencela mereka, maka benarlah perkataan antum bahwa beliau telah mencela ahli bait.
lagipula tidak ada bukti otentik bahwa mereka adalah betul2 bernasab pada Nabi. dan lagipula, perkataan mereka memang penuh dengan bid’ah, khurofat, syirik, hadits2 palsu dll.
pada 27 Juni 2011 pada 9:35 am | Balas
Rejeb
bagus..sudah diduga wahabi selalu dengki kepada ahlul bait persis kelakuan Khawarij.
sekarang kelakuan kalian mirip kafir Quraisy yg mengingkari keturunan Nabi SAW tidak terputus sehingga dibantah surat Al Kautsar ayat 3.
soal bukti, kalian bisa tanya ke rabithah alawiyah bagaimana sejarah Bani Alawiyyin dan Al Hasani.
pada 27 Juni 2011 pada 10:53 pm | Balas
'Ajam
bagaimana jika kita adakah mubahala saja, apakah benar bahwa wahabi selalu dengki kepada ahli bait seperti khowarij sebagaimana yang antum katakan?
pada 28 Juni 2011 pada 3:19 pm | Balas
Rejeb
ente ajak aja para habaib itu..ente khan yg nuduh mrk..
pada 28 Juni 2011 pada 10:18 pm | Balas
'Ajam
kita mubahalah tentang tuduhan antum bahwa wahabi selalu dengki dan tidak memuliakan ahli bait.
semlohay
halah ngeles aja ente..yg nuduh para habaib bukan ahlul bait khan ente..silahkah ente ajak mereka muhabalah..!
klo cuma ngaku memulyakan ahlul bait tapi ga bisa menunjukkan yg mana orangnya..siapa yg gak bisa??
dasar wahabi keturunan khawarij !!!
pada 28 Juni 2011 pada 3:26 am | Balas
mamo cemani gombong
teman2 kalau antum mau bermubahalah sliahkan nt semua kunjungihttp://artikelislami.wordpress.com/mubahalah/ insyaAlloh adminnya mau memfasilitasi ya itu hanya tawaran…..salam semuanya
pada 28 Juni 2011 pada 11:31 pm | Balas
'Ajam
insya Alloh ana siap
pada 28 Juni 2011 pada 3:58 pm | Balas
semlohay
wahabi teroris emang suka rusuh ! untung mayoritas muslim di Indonesia suka damai..seandainya wahabi hidup di negara non muslim pasti uda disikat.
pada 30 Juni 2011 pada 6:28 pm | Balas
Yusuf Ibrahim
-semlohay-
ya akhi, berhati-hatilah dalam berucap, karena ucapan anda yg menuduh ‘wahhabi’ sebagai teroris akan anda pertanggung jawabkan di akhirat kelak.
perkataan anda tsb BUKANLAH perkara yg ringan, jika anda tidak segera bertobat dan menarik ucapan anda.
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.” (Q.S An-Nisa’ : 112)
“Barangsiapa yg menuduh seorang muslim secara dusta, maka Allah akan menempatkannya di tanah lumpur neraka sehingga dia mencabut ucapannya.” (H.R Abu Dawud : 3597, Ahmad 11/70, al-Hakim dalam al-Mustadrak 11/27 dan beliau menshahihkannya)
wallahu ‘alam….
Yusuf Ibrahim
komentar saya tsb juga saya tujukan kepada ‘rejeb’ yg sangat ‘ringan lisan’ dalam berkata, sekedar mengingatkan saja bahwa perkataan kalian tsb sungguh BUKANLAH perkara yg ringan….
”Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.” (Q.S An-Nisa’ : 112)
“Barangsiapa yg menuduh seorang muslim secara dusta, maka Allah akan menempatkannya di tanah lumpur neraka sehingga dia mencabut ucapannya.” (H.R Abu Dawud : 3597, Ahmad 11/70, al-Hakim dalam al-Mustadrak 11/27 dan beliau menshahihkannya)
wallahu ‘alam….
pada 29 Juni 2011 pada 7:29 am | Balas
Rejeb
halah ngeles aja ente..yg nuduh para habaib bukan ahlul bait khan ente..silahkah ente ajak mereka muhabalah..!
klo cuma ngaku memulyakan ahlul bait tapi ga bisa menunjukkan yg mana orangnya..siapa yg gak bisa??
dasar wahabi keturunan khawarij !!!
pada 29 Juni 2011 pada 10:04 pm | Balas
'Ajam
antum pertama kali menuduh wahabi tidak memuliakan ahli bait.
antum berkomenatr pada postingan tanggal 13 Juni 2011 pada 2:39 pm:
“anda tau sebabnya Syiah sdikit pengikutnya..bahkan diantara dzurriyat Imam Hasan ra dan Husein ra sendiri?
jawabnya karena ajaran Syiah adalah dendam dan kebencian..sama spt halnya wahabi..yg satu membenci sahabat yg satunya menolak kemulyaan ahlul bait.”
tidak ada pernyataan ana yang menuduh bahwa pengakuan habaib tentang nasab mereka yang sampai pada nasab Rasulullah itu adalah palsu. ana hanya menjelaskan bahwa ustadz Abul Jauza meragukan pengakuan mereka.
atau jika antum masih bersikeras, kita bermubahalah tentang 2 hal:
1) apakah benar ana menuduh pengakuan habaib itu palsu?
2) apakah benar wahabi tidak memuliakan ahli bait?
pada 30 Juni 2011 pada 9:14 am | Balas
Rejeb
ajam
ngeles lagi ente..jelas2 ente menuduh para habaib sambil berlindung dibelakang abu jauza..sambil ente bilang:
lagipula tidak ada bukti otentik bahwa mereka adalah betul2 bernasab pada Nabi. dan lagipula, perkataan mereka memang penuh dengan bid’ah, khurofat, syirik, hadits2 palsu dll.
padahal ada jutaan dzurriyat Rasul di dunia yg diakui rabithah alawiyah, fatimiyah, dan Azmatkhan.
silahkan ente berdoa serta melaknat ane jika ane asal menuduh..karena sudah jelas itu komen ente yg meragukan nasab para Habaib, padahal Abu Jauza tidak pernah bilang dengan tegas di blognya bahwa dia meragukan nasab para Habaib tersebut.
ane tidak akan berdoa dan melaknat ente karena ane gak mau ente celaka.
pada 30 Juni 2011 pada 10:08 pm | Balas
Yusuf Ibrahim
-rejeb-
sudahlah, kalo memang anda tidak ingin melaknat ‘ajam’, anda cukup bersumpah saja atas nama allah subhanahu wata’ala, jika memang benar bahwa ‘wahhabi’ itu membenci ahlu bait dan termasuk golongan khawarij sesuai dengan apa yg anda katakan, maka insya allah anda akan mendapat rahmat dari allah subhanahu wata’ala mas, dan begitu juga apabila pada akhirnya ternyata ‘wahhabi’ tidak membenci ahlu bait dan tidak termasuk golongan khawarij, maka anda bersumpah bersedia terkena laknat dari allah subhanahu wata’ala…..
karena seperti yg sudah saya katakan sebelumnya bahwa perkataan anda tsb bukanlah perkara yg ringan….
pada 30 Juni 2011 pada 4:16 pm | Balas
'Ajam
al akh rejeb, jangan antum berputar-putar terus. jika antum benar, marilah kita bermubahalah, apakah benar wahabi tidak memuliakan dan selalu dengki kepada ahlul bait?
al akh semlohay, bagaimana jika kita juga bermubahalah, apakah benar wahabi adalah teroris?
pada 30 Juni 2011 pada 9:42 pm | Balas
Yusuf Ibrahim
-ajam-
memang ‘rejeb’ ini bukan termasuk tipe org yg baik utk diajak berdisukusi mas….
jika mas ‘ajam’ msh ingin tetap ‘meladeni’ si ‘rejeb’ ini, pesan saya, tetap sabar akh, dan jangan lupa tetap menggunakan bahasa yg baik agar tidak terjadi fitnah….
wallahu ‘alam….
semoga cahaya ilmu tetap menaungi kita semua……
pada 1 Juli 2011 pada 11:09 am | Balas
Rejeb
ajam & yusuf ibrahim
sudah jelas buktinya ajam menyangkal nasab para habaib.
ajam khan wahabi..jadi wajar ane bilang dia membenci ahlul bait apalagi bukan hanya menuduh nasabnya tapi juga menuduh mrk penyebar bid’ah dan kemusyrikan.
ucapan ane itu adalah pengkhususan bukan terhadap semua wahabi tapi kepada beberapa khususnya ajam dan abu jauza..
karena ada juga para habaib yg bermazhab wahabi tp cm sedikit.
sama juga ucapan akhi semolohay diatas yg mengatakan wahabi teroris..bukankah semua teroris islam berasal dari wahabi seperti amrozy cs, osama bin laden, en skrg dakwaan terhadap abu bakar ba’asyir.
sama juga klo ane bilang wahabi keturunan khawarij..apakah semua wahabi? yg keturunan khawarij hanya pendiri wahabi dari Najd yaitu si Ibnu Wahab.
sekali lagi silahkan ente berdoa sumpah serapah tapi ane tidak akan melakukan serupa karena Nabi SAW tidak pernah berdoa buruk kepada sesama muslim.
masih minoritas uda menantang muhabalah..klo dah mayoritas bakal doyan perang seperti moyangnya ya?
Cukuplah itu jadi bukti bahwa Wahabi culas dan hobby kekerasan sama seperti pendahulunya si Khawarij yg membunuh khalifah Ali bin Abi Thali ra dan sama spt Ibnu Wahab dan prince Saud yg memerangi khalifah Ottoman serta menumpahkan darah muslimin Makkah dan Madinah.
pantas aja selamanya Khawarij dan Wahabi selalu menjadi minoritas lalu dengki kepada mayoritas sambil melemparkan tuduhan bid’ah dan syirik..hehe
'Ajam
iyah, sepertinya memang harus ana akhiri. ana kuatir juga jika nanti lama2 ana terbawa gaya permainan al akh rejeb yang suka berdusta dan mencela.
umar
ini nih,yang merusak tatanan islam,pada belagu,padahal ilmunya gak ada,dari postingannya sampai komentar komentarnya,bikin sebel saja,sebaiknya loe loe pade ngaji dulu ae sebelum bersok ria.
dari tulisan kalian banyak yang salah,dari pengambilannya juga begitu,aku izin copy tak taruh diblogq,tak aq amati dan cermati artikel dan komentar kalian.oce
pemapar
sebenarnya yang didebatkan ini apanya?sepertinya tidak nyambung,postingan ini kesannya bagus,namun sayang ada sesuatu yang merusaknya.
1.hadits hadits di atas sebagian hanya ditulis dengan bahasa ajam saja.
2,aku pernah ngaji kepada guruku,waktu itu beliau bercerita,bahwa yang menyiarkan islam kesini adalah wali songo,wali songo itu tiap berapa tahun akan dikirimi wali wali songo lagi (dari arab dalam beberapa tahun selalu mengirim 9orang) untuk menyiarkan agama dinegara ini,dan mereka dari fam basyayban.
almuhdlar,alhabsyi dan lain lain itu datang setelah disini ini banyak yg masuk islam,mereka datangnya bersama istri istri mereka,makanya sampai sekarang wajah mereka masih jelas kalau orang arab.
3.para komentatornya gak nyambung,apa yg dibahas,ini menjelaskan keturunan rasul,apa memperdebatkan atau menerangkan tingkatan keturunan rasul plus keutamaannya?
mohon dikaji ulang.
[...] 1.Dzurriyat Rasulullah « Mutiara Zuhud – Letakkan dunia pada tanganmu dan akhirat pada hatimu [...]
benz yachya bafageeh
gak penting amat nch..
Drpada ribud, mending kita nerapin aja apa yg d ajarkan oleh guru qta, yg namanya keyakinan, dan org itu sdah trlanjur yakin dgn keyakinannya.. Ya gak bsa trusik lagi..!
Jd Percuma saja clo d ributin..
Gk puenting dch
Abu Prismanda
Sebrnarnya saya asyik ngikutin debatnya mas ‘ajam, mas rejeb, mas yusuf ibrahim, koalisi 12 dan mamo cemani gombong. Sayang saya tidak cukup ilmu untuk ikut nimbrung. Cuma satu sayangnya…… mas rejeb terkesan ngotot, kurang santun dan sedikit angkuh. Sehingga sulit menerima kebenaran dan terkesan apa yang diyakini saat ini sudah final dan yang lain harus salah. Mayoritas cara kita beragama ternyata hanya karena lingkungan awalnya bukan melalui proses pencarian yang obyektif sehingga yang dibesarkan di kalangan NU, ngotot dengan keNU-annya, yang dibersarkan di kalangan Muhammadiyyah jumud kemuhammadiyahannya. Yang besar di salafy kukuh di kesalafiannya. Cobalah dengan hati yang jernih………… pikiran yang bening dan tutur kata yang nyaman. Pasti ketemu karena kebenaran itu hanya SATU. Selamat melanjutkan aku seneng sekali mgikutinya, tambah banyak ilmu nih…
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar