Kegemparan sebuah kaidah

Gempar, pelurusan sebuah kaidah yang disalah pahami selama ini.
Kegemparan terjadi setelah  kami menyampaikan kaidah, bahwa, “Hukum asal ibadah/perbuatan adalah mubah(boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya atau mengaturnya“
Kaidah ini bersumber dari kaidah pendapat imam Syafi’i ra
أصل في الأشياء الإباحة
(al-Ashlu fil asya’ al-ibahah), “hukum asal segala sesuatu adalah boleh”
Segala sesuatu termasuk perbuatan / ibadah.
Kita yang mengaku sebagai hamba Allah, maka seluruh perbuatan kita adalah ibadah yang ditujukan kepada Allah.
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Sedangkan bagaimana dengan kaidah ini bisa dikatakan benar, bahwa “Hukum asal ibadah/perbuatan adalah bathil/haram/terlarang kecuali ada dalil yang memerintahkan“
Padahal sejak awalpun Allah ta’ala telah  menjelaskan dengan sejelas-jelasnya yang mana bathil/haram/terlarang  sebagaimana firmanNya yang artinya,
“Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu.” (QS al-An’am: 119)
Sedangkan yang selainnya adalah kewajiban, dan selebihnya Allah ta’ala “diamkan” atau maknanya dibolehkan (mubah) sebagaimana hadits sebelumnya.
atau hadits berikut yang menyampaikan bahwa kewajiban dan larangan telah dijelaskan dan tidak tertinggal sedikitpun.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun (dari perkataan atau perbuatan) yang (bisa) mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan (semuanya) telah dijelaskan bagimu (dalam agama Islam ini)” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647 dan dinyatakan Shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1803)
Perkataan atau perbuatan yang mendekatkan kamu dari surga = kewajiban, menjauhkanmu dari neraka = larangan.
Tiada lagi yang terlahir sebuah larangan/haram/bathil selain yang Allah ta’ala telah tetapkan.
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS an-Nahl [16]:116 )
Kaidah “Hukum asal ibadah/perbuatan adalah bathil/haram/terlarang kecuali ada dalil yang memerintahkan“, yang selama ini disampaikan oleh sebagian ulama berhujjah pada
“Barang siapa yang membuat hal yang baru dalam urusan kami ini sesuatu yang tidak ada didalamnya, maka ia tertolak.” (Bukhari Muslim)

Rasulullah saw sudah menegaskan dan menjelaskan dengan kalimat “dalam urusan kami”, yakni apa-apa yang telah Allah ta’ala tetapkan seluruh kewajiban, seluruh yang telah dilarang/diharamkan dan sisanya adalah di diamkan (boleh/mubah) dan Allah ta’ala tidak lupa. “Dalam urusan kami” inilah yang dimaksud “ibadah mahdah” sedangkan ibadah ghairu mahdah boleh kita berinovasi, berkreasi, menyesuaikan dengan kepentingan atau kebutuhan asalkan tidak melanggar dalil yang melarangnya.
Kaidah yang benar dan mendekati kaidah yang salah paham itu adalah,
“Hukum asal (segala sesuatu) yang dilarang (tahriim) jika ada dalil yang menegaskan (‘ibahah)”
Kaidah ini sesuai dengan firman Allah yang artinya,“Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang Ia telah haramkan atas kamu.” (al-An’am: 119)

Kaidah lain yang benar adalah
“Segala sesutu tidak boleh dianggap sebagai syari’at kecuali dengan adanya dalil dari al-Kitab atau as-Sunnah“,
Ini selaras dengan hadits Nabi saw,
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)

Lalu timbul pertanyaan bahwa kalau berpegang pada kaidah yang telah kami sampaikan, “Hukum asal ibadah/perbuatan adalah mubah(boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya atau mengaturnya” akan mempersubur amalan / perbuatan bid’ah.
Benar, bahwa kaidah yang kami sampaikan akan menumbuh subur bid’ah hasanah atau bid’ah mahmudah (terpuji) sebagaimana yang disampaikan Imam as Syafii ra “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)“.
Tentang bid’ah selengkapnya , silahkan baca tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/09/01/2010/04/20/bidah/
Marilah umat Islam menggalakan bid’ah mahmudah , bid’ah hasanah seperti peneliti-peneliti muslim yang menghasilkan sesuatu yang berguna bagi peradaban Islam baik dibidang science atau sosial atau pemikiran, dan perbuatan baik lainnya, tentu asalkan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Sebagai contoh, rumusan/pengajaran tentang sifatNya yang digali dari Al-Qur’an dan Hadits oleh Imam Asy’ari dan Imam Maturidi ~semoga beliau berdua diridhoi Allah ~,
20 sifat yang wajib (mesti ada) pada Allah
20 sifat yang mustahil (tidak mungkin ada ) pada Allah dan
1 sifat yang harus (boleh ada – boleh tidak) pada Allah.

Rumusan/pengajaran ini bermanfaat sekali bagi umat Islam, Insyaallah pahala mereka terima terus menerus walaupun mereka telah wafat. Inilah sejatinya yang disebut orang tua kita dahulu sebagai “panjang umur”. Banyak yang belum tahu makna “panjang umur”.
“Panjang umur” artinya walaupun kita sudah wafat namun pahala atas perbuatan/ibadah kita di dunia masih terus mengalir dan umumnya perbuatan/ibadah itu adalah yang termasuk ibadah ghairu mahdah atau bid’ah hasanah atau bid’ah mahmudah. Orang-orang yang telah berkreasi, berinovasi atau ahlul bid’ah hasanah atau ahlul bid’ah mahmudah.
Sedangkan perbuatan/ibadah mahdah hanya diupayakan dan berlaku ketika kita di alam dunia, setelah kita wafat, terhenti/selesai sampai batas kita menghembuskan nafas terakhir.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
Maknanya: “Barangsiapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun”. (H.R. Muslim dalam Shahih-nya)

Kaidah selengkapnya
Hukum asal perbuatan / ibadah manusia  adalah mubah (boleh) namun jika mereka mengingat Allah, memandang Allah, mengaku sebagai hamba Allah, merujuk kepada petunjukNya (al-Quran dan Hadits) akan berubah hukumnya sesuai petunjukNya yakni bisa berubah menjadi haram (larangan) atau wajib, atau sunnah atau makruh atau syubhat atau pula tetap sebagai mubah.
Allah ta’ala telah “membolehkan” manusia melakukan perbuatan di muka bumi semenjak Dia memutuskan menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi. Kemudian bagi manusia yang mengaku sebagai hamba Allah, maka perbuatan mereka (setelah pengakuan) harus merujuk petunjukNya (al-Qur’an dan Hadits) dimana hukum awalnya mubah(boleh) berubah hukumnya sesuai petunjukNya yakni bisa berubah menjadi haram atau wajib, atau sunnah atau makruh atau syubhat atau pula tetap sebagai mubah.
Siapapun manusia di dunia ini boleh melakukan perbuatan apapun di dunia ini. Allah ta’ala akan penuhi balasan/hasil perbuatan mereka di dunia dan tidak akan dirugikan sedikitpun.
Namun Allah telah menyampaikan kepada manusia yang artinya,
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan”. (QS. Hud : 15-16)
Selengkapnya silahkan baca tulisan pada
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor, 16830
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar