Korban perang pemahaman

Dalam tulisan sebelumnya pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/21/merasa-paling-benar/ terjawablah sudah kenapa mereka selama ini merasa paling benar, paling tarjih, paling “nyunnah”, semua itu karena mereka merasa telah mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun kenyaataannya mereka mengikuti pemahaman ulama-ulama mereka sendiri.
Mereka terpengaruh oleh ulama-ulama yang tidak disadari telah berlaku tidak jujur karena mengatasnamakan pemahaman mereka sebagai pemahaman Salafush Sholeh.  Bandingkan dengan para Imam Mazhab , mereka mengakui upaya ijtihad (upaya pemahaman) dan istinbat (menetapkan hukum perkara)  yang mereka lakukan adalah upaya mereka sendiri dan selalu mengingatkan kepada para pengikut mereka untuk selalu merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Ulama-ulama mereka mengatasnamakan pemahaman mereka sebagai pemahaman Salafush Sholeh adalah pengaruh gahzwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi agar umat muslim meninggalkan pemahaman para Imam Mazhab atau Imam Mujtahid yang merupakan imam/pemimpin kaum muslim dalam berijtihad dan beristinbath. Ulama-ulama mereka terkena ghazwul fikri dengan gerakan anti mazhab adalah dikarenakan mereka memahami Al Qur’an dan Hadits sebagian besar bersandarkan secara otodidak atau belajar sendiri yang memungkinkan dimasukan ghazwul fikri dari pusat-pusat kajian Islam yang didirikan oleh kaum Zionis Yahudi.
Hal yang harus kita ingat selalu bagaimanapun mereka adalah saudara-saudara muslim kita yang harus kita “perangi” maksudnya kita harus luruskan kesalahpahaman-kesalahpahaman mereka. Janganlah mereka kita cela, hujat, atau perolok-olok karena mereka tetap termasuk manusia yang telah bersyahadat sehingga otomatis menjadi saudara muslim kita namun mereka terkena ghazwul fikri dari kaum Zionis Yahudi.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Akan keluar suatu kaum akhir jaman, orang-orang muda yang pemahamannya sering salah paham.  Mereka banyak mengucapkan perkataan “Khairil Bariyyah” (maksudnya: suka berdalil dengan Al Qur’an dan Hadits). Iman mereka tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa denganmu perangilah mereka (luruskan pemahaman mereka).” (Hadits Sahih riwayat Imam Bukhari 3342).
Kenapa dikatakan oleh Rasulullah dengan istilah “orang-orang muda” telah diuraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/15/orang-orang-muda/
Pada hakikatnya mereka menjadi korban dari ghawul fikri adalah merupakan bagian dari pengaturan Allah Azza wa Jalla dan menjadi cobaan bagi kita kaum muslim pada umumnya. Tentulah kita harus menghadapi cobaan ini dengan sikap dan perbuatan yang dicintai oleh Allah Ar Rahmaan Ar Rahiim.
Kaum Yahudi yang pada masa kini dikenal dengan  kaum Zionis Yahudi, merupakan orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap kaum muslim
Firman Allah ta’ala yang artinya, “orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik” ( QS Al Maaidah [5]: 82 ).
Kaum Zionis Yahudi atau juga dikenal dengan lucifier, freemason atau iluminati adalah mereka yang mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman. Kaum Zionis Yahudi berupaya keras agar umat muslim dapat mencintai mereka dan menjadikan mereka sebagai pemimpin dunia atau yang dikenal dengan “the new world order”

Telah dijelaskan tentang adanya kaum Zionis Yahudi dalam firman Allah ta’ala yang artinya
“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah) dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]: 101-102 )
Kaum Zionis Yahudi melancarkan ghazwul fikri (perang pemahaman) melalui gerakan atau paham anti mazhab atau gerakan agar kaum muslim merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits dengan akal pikiran masing-masing tanpa mempedulikan kompetensi sebagai mujtahid

Protokol Zionis yang ketujuhbelas
“…Kita telah lama menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para rohaniawan non-Yahudi (contohnya para Imam Mazhab yang empat) dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakat mereka berkurang dari hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari paham agama  telah dikumandangkan diman-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan bertumbangan..“
Ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilakukan oleh Kaum Zionis Yahudi terhadap kaum muslim melalui pusat-pusat kajian Islam yang mereka dirikan adalah dengan cara mengangkat kembali pola atau metodologi pemahaman ala pemahaman Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qoyyim al Jauziah atau Muhammad bin Abdul Wahhab yakni pemahaman secara dzahir atau harfiah atau dengan metodologi “terjemahkan saja” sehingga segelintir umat Islam terjerumus pada kekufuran dalam i’tiqod. Padahal pada akhir hidupnya ulama Ibnu Taimiyyah telah bertobat dari kesalahpahamannya dalam i’tiqod.
Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, “Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”, “Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis mutasyabihat, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran”.
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” mengatakan “Ia (ayat-ayat mutasyabihat) memiliki makna-makna khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiapa memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaimana makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, bertempat), ia kafir secara pasti.”
Pemahaman dengan metodologi “terjemahkan saja” ala metodologi pemahaman Ibnu Taimiyyah sehingga salah paham tentang bid’ah juga dapat menjerumuskan segeilintir umat Islam kedalam perselisihan, perdebatan, saling menyesatkan bahkan jatuh ke dalam kesyirikan.
Kita tidak boleh sembarangan menuduh saudara muslim kita sebagai Ahlul Bid’ah karena bid’ah disini yang dimaksud adalah bid’ah dholalah.

Bid’ah dholalah adalah perbuatan syirik karena penyembahan kepada selain Allah.
Bid’ah dholalah adalah perbuatan yang tidak ada ampunannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ
“Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah”. [Ash-Shahihah No. 1620]
Bid’ah dholalah adalah perkara baru atau mengada-ada yang bukan kewajiban (ditinggalkan tidak berdosa) menjadi kewajiban (ditinggalkan berdosa) atau sebaliknya, tidak diharamkan (halal) menjadi haram atau sebaliknya dan tidak dilarang (mubah/boleh) menjadi dilarang (dikerjakan berdosa) atau sebaliknya.
Rasulullah mencontohkan kita untuk menghindari perkara baru dalam kewajiban (jika ditinggalkan berdosa)
Rasulullah bersabda, “Aku khawatir bila shalat malam itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687). Sumber:
Begitu juga kita dapat ambil pelajaran dari apa yang terjadi dengan kaum Nasrani
‘Adi bin Hatim pada suatu ketika pernah datang ke tempat Rasulullah –pada waktu itu dia lebih dekat pada Nasrani sebelum ia masuk Islam– setelah dia mendengar ayat yang artinya, “Mereka menjadikan orang–orang alimnya, dan rahib–rahib mereka sebagai tuhan–tuhan selain Allah, dan mereka (juga mempertuhankan) al Masih putera Maryam. Padahal, mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.“ (QS at Taubah [9] : 31) , kemudian ia berkata: “Ya Rasulullah Sesungguhnya mereka itu tidak menyembah para pastor dan pendeta itu“. Maka jawab Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Betul! Tetapi mereka (para pastor dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Hanya Allah Azza wa Jalla yang berhak menetapkan kewajiban (ditinggalkan berdosa), larangan (dikerjakan berdosa) dan pengharaman (dikerjakan berdosa)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas/larangan, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Untuk itulah ulama yang berfatwa dalam perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa), larangan (dikerjakan berdosa) dan pengharaman (dikerjakan berdosa) wajib berlandaskan dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla.
Pemahaman dengan metodologi “terjemahkan saja” adalah pemahaman secara ilmiah yakni pemahaman hanya bersandarkan kepada akal pikiran (otak/logika/rasio) dan memori (ingatan).
Sedangkan untuk memahami Al Quran dan Hadits tidak bisa dengan hanya menyandarkan pemahaman secara ilmiah. Untuk memahami Al Qur’an dan Hadits kita membutuhkan cahayaNya atau membutuhkan karunia dari Allah ta’ala yakni berupa pemahaman secara hikmah
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya “Allah menganugerahkan al hikmah (pemahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]:269 )
Pemahaman secara hikmah tidak dimiliki oleh setiap manusia yang tidak bersyahadat karena mereka tidak termasuk orang yang dikehendakiNya bahkan kaum Zionis Yahudi adalah kaum yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla.
Hadits yang diriwayatkan Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum Nasrani.“
Pemahaman secara hikmah adalah  pemahaman menggunakan akal qalbu (hati atau lubb) sebagaimana ulil albab

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Dan hanya Ulil Albab yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]:269 )
“Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan Ulil Albab” (QS Ali Imron [3]:7 )

Ulil albab dengan ciri utamanya sebagaiman firmanNya yang artinya
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS Ali Imran [3] : 191)
Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan sebelumnya padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/15/berdiri-duduk-berbaring/
Kalimat majaz atau balaghoh hanya dapat dipahami dengan hati.
Hati adalah wadah cahayaNya , sarana mendapatkan petunjukNya, tabir komunikasi antara hamba dengan sang Khaliq

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”. (QS Asy Syuura [42]:51)
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan” (pilihan haq atau bathil) (QS Al Balad [90]:10 )
“maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya“. (QS As Syams [91]:8 )
‘Fu’aad (hati) tidak pernah mendustai apa-apa yang dilihatnya’ (QS An Najm [53]:11).
“Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An Nuur [24]:35)
“Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”. (QS An Nuur [24]:40 )
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya) ? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata“. (QS Az Zumar [39]:22)
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai“. (QS al A’raaf [7]:179)
Setiap dosa merupakan bintik hitam hati, sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati.  Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari memahami Al Qur’an dan Hadits. Inilah yang dinamakan buta mata hati.

Sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 17 : 72)
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (al Hajj 22 : 46)
Perang pemahaman yang dilakukan oleh kaum Zionis Yahudi, selain melalui gerakan anti mazhab, pemahaman secara ilmiah atau pemahaman secara dzahir, mereka juga melakukan gerakan anti tasawuf atau tharikat
Salah satunya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf.
Laurens telah membuktikan hujjahnya dengan sejarah, bagaimana gerakan tarikat Idrisiah di Maghribi (Maroko) berhasil dengan gemilang merebut kemerdekaan dari penjajajah. Raja-raja kerajaan Osmaniah dan para tentaranya adalah terdiri dari ahli-ahli tharikat. Mereka berkhalwat beberapa hari sebelum keluar berperang.
Selain itu pihak orientalis atas arahan pihak kolonial telah menyelidiki juga tharikat-tharikat, antara lain Idrisiah di  Libya dan beberapa negara Islam lainnya, termasuk kepulauan Melayu oleh Snouck Hurgronje orientalis Belanda di Indonesia. Hasil kajian dan laporan yang diberikan kepada pemerintah kolonial itulah yang menyebabkan lahirnya kecurigaan terhadap gerakan tharikat dalam Islam. Pihak penjajajah memandang gerakan tharikat berbahaya bagi kekuasaan mereka. Untuk menyekat dan menghapuskannya, Prof. Haji Abu Bakar Acheh dalam bukunya Syariat telah menyampaikan puncak timbulnya ordinan’s guru tahun 1925 di Indonesia. Melalui ordinan’s itu katanya, bagi guru-guru agama yang hendak mengajar agama terutamanya bidang tarikat hendaklah mendaftarkan diri dan mendaftarkan sekaligus kitab-kitab yang hendak diajarkan.
Laurens mengupah seorang ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis sebuah buku yang menyerang tarikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.  Beberapa saat kemudian kerajaan Arab Saudi setelah diambil alih oleh pemimpin yang bermazhab Wahabiah telah mengharamkan Tasauf (Tharikat) serta termasuk gerakan anti mazhab.
Selain menggunakan media masa (buku dan majalah) untuk menghapuskan tharikat sufi, pihak musuh Islam juga menggunakan berbagai cara lain, diantaranya mereka menciptakan tharikat sesat (palsu) dan menyelewengkan tharikat yang sebenarnya dengan menyelundupkan ajaran-ajaran mereka ke dalam gerakan tharikat. Ajaran mereka itulah yang mendakwa konon mendapat wahyu, dilantik menjadi nabi, menjadi Nabi Isa, Imam Mahdi dan lain sebagainya. Di antaranya yang jelas kepada kita adalah gerakan Qadiani, Bahai, Ismailiah di India, pimpinan Agha Khan dll.
Gerakan tharikat sesat (palsu) telah dikembangkan di seluruh dunia dan ini menjadi alasan bagi ulama anti tharikat untuk menguatkan hujjah mereka bahwa tharikat bukanlah ajaran Islam termasuk bertawassul itu suatu perbuatan sirik. Gerakan tharikat sesat tersebut tidak mustahil datang (tersebar) di negara kita sehingga merusak tharikat yang sebenarnya. Akibatnya pihak yang berwenang melakukan penyelidikan atas tharikat sesat tersebut kemudian membuat kesimpulan menyalahkan semua  tharikat-tharikat yang ada termasuk tharikat yang haq.
Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani dalam makalahnya dalam pertemuan nasional dan dialog pemikiran yang kedua, 5 s.d. 9 Dzulqo’dah 1424 H di Makkah al Mukarromah, menyampaikan bahwa dalam kurikulum tauhid kelas tiga Tsanawiyah (SLTP) cetakan tahun 1424 Hijriyyah di Arab Saudi berisi klaim dan pernyataan bahwa kelompok Sufiyyah (aliran–aliran tasawuf) adalah syirik dan keluar dari agama. Kutipan makalah selengkapnya ada pada 
Merekapun menyusun kurikulum pendidikan bekerjasama dengan Amerika yang dibelakangnya adalah kaum Zionis Yahudi. Hal ini terurai dalam tulisan pada

Sejak dari dahulu kala di seluruh perguruan tinggi Islam tasawuf adalah tentang akhlak atau tentang ihsan
Dalam tasawuf, hal yang didalami memang adalah perkara ghaib
Kata ghoib, menurut beberapa kamus arab, seperti lisaanul arab berasal dari kata ghoba (tidak tampak, tidak hadir) kebalikan dari kata hadhoro atau dhoharo (hadir atau nampak). Ghaib adalah sesuatu yang tidak tampak dengan panca indera seperti mata kita atau sesuatu yang tidak tampak secara kasat mata.
Dalam diri manusia terdiri dari jasmani dan ruhani. Ruhani adalah bagian dari diri manusia yang tidak tampak atau ghaib
Ruhani adalah ruhNya yang didalamnya terdiri dari Akal Qalbu, Hati dan Nafsu
Contoh berapakah ukuran atau dimensi dari “hati yang lapang” atau “hati yang sempit”
Kaum Zionis Yahudi sangat takut sekali dengan kaum Sufi atau mereka yang Ihsan atau muhsin / muhsinin atau mereka yang menjadi Wali Allah karena jika seorang Wali Allah meminta kepada Allah Azza wa Jalla maka pasti dipenuhiNya
Dalam sebuah hadits Qudsi , Rasulullah bersabda yang artinya, “Bila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar, dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakannya untuk berjalan; jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku akan melindunginya”. (HR Bukhari)
Pencitraan hal yang buruk pada tasawuf atau tentang ihsan atau akhlak pada hakikatnya bagan dari rencana kaum Zionis Yahudi merusak kaum muslim dengan akhlak yakni dengan cara menjauhkan dari pengetahuan tentang tasawuf atau tentang Ihsan atau tentang akhlak. Sejalan dengan upaya secara dzahir yang telah dilakukan oleh kaum Zionis Yahudi dengan  merusak akhlak kaum muslim melalui  pornografi, sex bebas, gaya hidup bebas, narkoba dll. Wallahu a’lam
Ditengah-tengah perbedaan pemahaman dan pengaruh ghazwul fikri yang dilakukan oleh kaum Zionis Yahudi maka kita sebaiknya mentaati firman Allah ta’ala dan Sunnah Rasulullah berikut,

Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya“. (QS An Nisaa [4]:59 )

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan  (perbedaan pemahaman / berlainan pendapat) maka ikutilah kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Marilah kita kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah dengan mengikuti sunnah Rasulullah yakni mengikuti kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham) yakni mengikuti pemahaman pemimpin ijtihad (imam mujtahid mutlak) atau para Imam Mazhab dan penejelasan dari pengikutnya terdahulu sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar