Seputar kuburan

Baiklah melanjutkan tulisan kami sebelumnya
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/06/09/kuburan-dan-masjid/ yang membahas khusus makna hadits Aisyah ra tentang kuburan dan kata “masjid”, maka kami sampaikan apa yang kami pahami tentang seputar kuburan (batas kuburan) yang lebih lengkap.
“Batas kuburan” atau batas tanah yang dinamakan kuburan

Batas yang dinamakan kuburan adalah tegak lurus dari dalam liang lahad/kubur ke atas.

Untuk membedakan tanah bukan kuburan dengan kuburan dengan cara membentuk undukan yang rata tanpa membentuknya seperti menyerupai tubuh atau bentuk lainnya.
Boleh meletakkan batu atau patok di sejajar posisi kepala ahli kubur.
Undukan tanah ini untuk menjelaskan “batas kuburan”, menghindari terinjak atau duduk di atas kuburan (“batas kuburan”)

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu.

“Bahwa Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam telah dibuatkan untuk beliau liang lahad dan diletakkan di atasnya batu serta ditinggikannya di atas tanah sekitar satu jengkal” (HR. Ibnu Hibban)

Dari Sufyan at Tamar, dia berkata,

“Aku melihat makam Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam dibuat gundukkan seperti punuk” (HR. al Bukhari III/198-199 dan al Baihaqi IV/3)

Meratakan dalam bentuk undukkan yang rata namun jangan membentuknya seperti yang dilakukan orang-orang romawi
12.86/1608 Dan telah menceritakan kepadaku Abu Thahir Ahmad bin Amru Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Amru bin Harits -dalam jalur lain- Dan telah menceritakan kepadaku Harun bin Sa’id Al Aili telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah menceritakan kepadaku Amru bin Harits -sementara dalam riwayat Abu Thahir- bahwa Abu Ali Al Hamdani telah menceitakan kepadanya -sementara dalam riwayat Harun- bahwa Tsumamah bin Syufay telah menceritakan kepadanya, ia berkata; Kami pernah berada di negeri Romawi bersama Fadlalah bin Ubaid, tepatnya di Rudis. Lalu salah seorang dari sahabat kami meninggal dunia, maka Fadlalah bin Ubaid pun memerintahkan untuk menguburkannya dan meratakan kuburannya. Kemudian ia berkata; Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk meratakan kuburan.” (HR Muslim 1608) www.indoquran.com Hal yang dilarang dilakukan di atas “batas kuburan” atau dikenal sebagai “kuburan” adalah
Mengapurnya atau menghiasnya sehingga menimbulkan kesombongan,

Membuat bangunan atau menutupi dengan bangunan/semen/lantai

Membuat patung, bentuk, gambar-gambar di atasnya
Duduk atau menginjak
Mendirikan/menjadikannya masjid (tempat sujud) maksudnya menyembah kuburan

12.88/1610. Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyats dari Ibnu Juraij dari Abu Zubair dari Jabir ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mengapur kuburan, duduk dan membuat bangunan di atasnya. Dan telah menceritakan kepadaku Harun bin Abdullah Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Muhammad -dalam jalur lain- Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi’ Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq semuanya dari Ibnu Juraij ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Zubair bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata; Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dengan hadits semisalnya. (HR Muslim 1610) www.indoquran.com Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata: “Aku menginginkan kuburan itu tidak dibangun dan tidak dikapur (dicat), karena perbuatan seperti itu menyerupai hiasan atau kesombongan, sedangkan kematian bukanlah tempat salah satu di antara dua hal tersebut. Aku tidak pernah melihat kuburan Muhajirin dan Anshar dicat. Perawi berkata dari Thawus: ‘Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kuburan dibangun atau dicat’.”

43.355/3584. Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahya dari Hisyam berkata, telah menceritakan kepadaku bapakku dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha; Bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah (Ethiopia), yang didalamnya ada gambar. Lalu keduanya menceritakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda: Sesungguhnya mereka, apabila ada orang shalih dari kalangan mereka yang meninggal dunia, mereka dirikan masjid (tempat sujud/menyembah kuburan) di atas kuburannya dan membuat patung dari orang yang meninggal itu. Mereka itulah seburuk-buruk makhluq disisi Allah pada hari qiyamat. (HR Bukhari 3584) www.indoquran.com 12.90/1612. Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api, lalu terbakar baju dan kulitnya adalah lebih baik baginya daripada ia harus duduk di atas kuburan. Dan telah menceritakannya kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz Ad Darawardi -dalam jalur lain- Dan telah menceritakannya kepadaku Amru An Naqid Telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az Zubaidi Telah menceritakan kepada kami Sufyan keduanya dari Suhail dengan isnad ini, hadits yang semisalnya. (HR Muslim 1612) www.indoquran.com Di atas “batas kuburan” diperbolehkan atap bangunan sebagaimana kuburan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam didalam sebuah ruangan yang beratap.

Diluar “batas kuburan” boleh kita duduk, menginjak, mendirikan bangunan sebagai tanda atau pembatas.
Pesan guru kami, hakikat tidak boleh menutupi “batas kuburan” dengan bangunan/semen/lantai adalah diibaratkan tidak “menyulitkan” ahli kubur bangkit dari kuburnya di kemudian hari . Namun ingat ini hanya ibarat atau seolah-olah saja sedangkan bagaimana persisnya kejadian di kemudian hari hanya Allah ta’ala yang tahu. (Wallahu a’lam)
Sedangkan hadits yang berisikan kalimat “Maukah kamu aku utus sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengutusku” dan hubungannya dengan kuburan adalah mengutus orang untuk siar agama pada suatu tempat yang kaumnya menyembah kuburan.
12.87/1609. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Zuhair bin Harb -Yahya berkata- telah mengabarkan kepada kami -sementara dua orang yang lain- berkata, telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Habib bin Abu Tsabit dari Abu Wa`il dari Abul Hayyaj Al Asadi ia berkata, Ali bin Abu Thalib berkata; Maukah kamu aku utus sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengutusku? Hendaklah kamu jangan meninggalkan patug-patung kecuali kamu hancurkan, dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan kecuali kamu ratakan. Dan telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Khallad Al Bahili Telah menceritakan kepada kami Yahya Al Qaththan Telah menceritakan kepada kami Sufyan telah menceritakan kepadaku Habib dengan isnad ini, dan ia mengatan, Dan jangan pula kamu tinggalkan gambar kecuali kamu menghapusnya. (HR Muslim 1609) www.indoquran.com Hadits ini ketika Sayydina Ali bin Abu Thalib ra memerintahkan Abu Hayyaj yang hendak menyebarkan Islam ke sebuah negeri yang penduduknya menjadikan patung , gambar dan kuburan sebagai sesembahan.

Sedangkan kuburan yang terpaksa di dalam sebuah Masjid hendaklah tidak sholat sendirian menghadap kuburan (kuburan yang persis arah kiblat) untuk menghindari fitnah menyembah kuburan namun ketika sholat berjama’ah diperbolehkan ketika tempat yang lain sudah penuh.
Kuburan yang terpaksa di dalam Masjid harus ada pembatas antara tempat sholat dan bangunan keliling “batas kuburan”
Oleh karenanya sebagian ulama berpendapat perlunya niat sholat dilafazkan baik dalam hati atau secara perlahan adalah untuk secara bathin “menghilangkan” apapun antara tempat sholat kita dengan kiblat (ka’bah) dengan kalimat “mustaqbilal kiblati” .
Kalimat “mustaqbilal kiblati” juga untuk mengukuhkan arah kiblat secara bathin akan kemungkinan kesalahan arah kiblat walau kesalahan beberapa derajat saja.
Demikanlah apa yang kami pahami seputar kuburan.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

2 Tanggapan
amin
Salam bang zon
Saya mau tanya mengenai hadits – hadits ini :
Dari Sufyan at Tamar, dia berkata,

“Aku melihat makam Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam dibuat gundukkan seperti punuk” (HR. al Bukhari III/198-199 dan al Baihaqi IV/3)

“…. Kemudian ia berkata; Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk meratakan kuburan.” (HR Muslim 1608)”
Maksudnya meratakan kuburan itu yang bagaimana ? apakah rata dengan tanah sekitarnya ?
Terus yang dimaksud dengan “Meratakan dalam bentuk undukkan yang rata namun jangan membentuknya seperti yang dilakukan orang-orang romawi” itu yang bagaimana? apa bisa dikasih contoh?
Makassih atas pencerahannya.
Wassalam

Amin Machsun


mutiarazuhud
Walaikumsalam
Mas Amin, “meratakan kuburan” terkait apa yang disampaikan oleh Sayyidina Ali ra adalah menghancurkan kuburan sebuah negeri yang penduduknya menjadikan patung , gambar dan kuburan sebagai sesembahan.
12.87/1609. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Zuhair bin Harb -Yahya berkata- telah mengabarkan kepada kami -sementara dua orang yang lain- berkata, telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Habib bin Abu Tsabit dari Abu Wa`il dari Abul Hayyaj Al Asadi ia berkata, Ali bin Abu Thalib berkata; Maukah kamu aku utus sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengutusku? Hendaklah kamu jangan meninggalkan patug-patung kecuali kamu hancurkan, dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan kecuali kamu ratakan. Dan telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Khallad Al Bahili Telah menceritakan kepada kami Yahya Al Qaththan Telah menceritakan kepada kami Sufyan telah menceritakan kepadaku Habib dengan isnad ini, dan ia mengatan, Dan jangan pula kamu tinggalkan gambar kecuali kamu menghapusnya. (HR Muslim 1609)

Sedangkan “meratakan kuburan” tidak membentuknya seperti orang-orang romawi karena kuburan orang-orang romawi mereka membentuknya seperti bentuk tubuh, patung dll
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar