Memahami suatu kaum

Kaum Wahabi/Salafy yang menisbatkan pada Salafush Sholeh memahami kaum muslim lainnya yang menyandarkan diri pada Al-Qur’an dan Hadits namun tidak dengan pemahaman Salafush Sholeh. Silahkan baca tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/10/10/pertengkaran-wahabisalafi/
Berikut kutipan apa yang mereka pahami: “Dan sangat kita sayangkan Hizbut Tahrir tidak berdiri di atas dasar yang ketiga, demikian pula Ikhwanul Muslimin dan hizb-hizb Islamiyah lainnya”. Yang dimaksud dengan “dasar yang ketiga” , selain mengikuti dasar dua pokok yang kita ketahui yakni Al-Quran dan Hadits, mereka mengharuskan dasar yang ketiga yakni berpemahaman sebagaimana pemahaman Salafush Sholeh. Sedangkan kita ketahui tidak seluruh Salafush Sholeh menghasilkan pemahaman (ijtihad), sebagaian dari mereka hanya menyampaikan atau merawikan saja. Perihal yang sangat disayangkan mereka menganggap apa yang mereka pahami adalah serupa atau sama  dengan pemahaman Salafush Sholeh
Bagaimana pemahaman sebenarnya Salafush Sholeh menjadi termasuk perihal yang ghaib karena waktunya sudah berlalu (Al-Ghaibul Madhi) yaitu segala sesuatu atau kejadian yang terjadi pada zaman dahulu, yang mana kita tidak hidup sezaman dengannya. Sehingga kita tidak bisa melakukan konfirmasi (temu-muka) akan pemahaman mereka sesungguhnya.
Apa yang kita lakukan adalah upaya pemahaman (ijtihad) terhadap tulisan, riwayat, lafadz, nash Al-Qur’an , Hadits, riwayat atau perkataan Salafush Sholeh, yakni para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan juga pemahaman-pemahaman ulama–ulama terdahulu.
Jadi setiap upaya pemahaman/pemkiran/pendapat seorang muslim bukan selalu mutlak benar , bisa saja salah.
Imam Daarul Hijroh (Malik bin Anas) berkata “Setiap (pendapat) dari kita diambil dan ditolak darinya kecuali pemilik kubur ini,” seraya menunjuk kepada junjungan kita, Rasulullah Muhammad Shollallahu Alaih
Hal ini ditunjukkan pula oleh sikap tawadhu dari Imam Madzhab yang empat bahwa jika kita menemukan kesalahan/perselisihan atas pemahaman/pendapat/pemikiran mereka maka kita diminta  kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits.
Sesungguhnya setiap pemahaman, jalan pemikiran ilmiah dalam agama, cabang–cabang, dan rinciannya yang masuk dalam medan ijtihad harus mau dikoreksi untuk perbaikan, pergantian, dan perubahan. Pemiliknya tidak boleh meyakini cabang dan rincian tersebut sebagai suatu masalah pasti yang wajib diterima dan dihormati seperti dua dasar pokok, yaitu al Qur’an dan al Hadits
Selengkapnya silahkan baca tulisan pada

Dan karunia pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadits tentu tidak dikaruniakan oleh Allah ta’ala hanya pada suatu kaum saja melainkan  Allah ta’ala mengkaruniakan kepada siapa saja yang dikehendakiNya.
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]:269 )
Kaum Wahabi/Salafy berdasarkan apa yang mereka pahami bahkan mengaggap sebagian kaum muslim lainnya telah dalam kesesatan atau melakukan perbuatan bid’ah atau sebagian lagi telah melakukan perbuatan syirik.
Padahal kita pahami kaum muslim lainnya yang disangkakan oleh kaum Wahabi/salafy sebagai mereka yang dalam kesesatan itu termasuk orang-orang beriman yakni yang memahami dan menjalankan rukun Islam dan rukun Iman dengan  melaksanakan seluruh kewajiban (hukum/perkara wajib) dan menjauhi seluruh larangan dan pengharaman (hukum/perkara haram).  Selengkapnya tentang yang termasuk orang-orang beriman, silahkan baca tulisan pada
Sesungguhnya yang disangkakan atau dipermasalahkan oleh kaum Wahabi/Salafy terhadap kaum muslim lainnya adalah seputar amal sholeh atau amal kebaikan.
Kekeliruanpun dalam melakukan amal sholeh atau amal kebaikan tidaklah menjadikan seorang muslim dalam kesesatan, sejauh-jauhnya adalah amalannya tertolak atau tidak mendapatkan kebaikan (pahala).  Selengkapnya tentang amal sholeh, silahkan baca pada
Sebagai contoh apa yang diupayakan oleh  Jama’ah Tabligh adalah amal sholeh dalam bidang amar ma’ruf ,  Ihkwanul Muslimin, Hizbut Tahir beramal sholeh dalam perjuangan kebangkitkan umat Islam. Muhammadiyah beramal sholeh dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Nahdatul Ulama beramal sholeh dalam bidang pendidikan dan sosial.  Nahdatul Ulama dalam sejarahnya didirikan dalam rangka menolak keinginan Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah. Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz yang diketuai KH Wahab Hasbullah, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
Semua itu adalah merupakan jama’ah minal muslimin yang timbul dari ketiadaan jama’atul muslimin yang dipimpin oleh seorang pemimpin sebagaimana yang dilakukan oleh para khalifah terdahulu. Selengkapnya silahkan baca tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/08/16/berjamaah-dan-kepemimpinan/atau http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/08/16/2010/01/28/jamaatul-muslimin/
Mereka bukanlah yang disebut dengan firqah atau hizb atau kelompok. Semua mengorganisasikan jama’ah minal muslimin dalam semangat Ukhuwah Islamiyah. Jika terjadi pergesekan di antara mereka tentu dapat dikoreksi dalam semangat Ukhuwah Islamiyah.  Perbedaan dalam bentuk amal sholeh yang diamalkan bukanlah yang dimaksud dengan firqah. Firqah terjadi jika ada perbedaan dalam hal yang pokok yakni i’tiqad atau aqidah, rukun Islam dan rukun Iman .
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor, 16830
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar