Kelemahan Salafiyyah

Setelah saya mengkaji metode pengajaran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang sepemahaman dengan Syaikh Ibnu Taimiyah, Syaikh Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dan yang sepahaman lainnya yang ketika kenal dengan kaum Salaf(i), titik kelemahannya salah satu yang utama  adalah menolak pengajaran bidang Ilmu Tasawuf (tentang Ihsan / Ma’rifat)..
Ilmu Tasawuf (tentang Ihsan / Ma’rifat) bertugas membahas soal-soal yang bertalian dengan akhlak dan budi pekerti, tazkiyatun nafs, bertalian dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas, khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha, tawakal dan lain-lain.
Pokok pengajaran mereka hanya pada bidang Ilmu Fiqih (tentang Islam / Syariat) dan Ilmu Tauhid /. Usuluddin (tentang Iman / Hakikat).
Kemungkinan penolakan pengajaran Ilmu Tasawuf  disebabkan oleh
Allah tidak menganugerahkan kemampuan pemahaman ilmu Tasawuf kepada mereka.
Mereka mengambil kesimpulan yang keliru terhadap data/fakta  yang mereka ketahui terhadap orang-orang yang “mengaku” telah mempeljari ilmu Tasawuf.
Contoh fakta-fakta keliru yang mereka ketahui tentang mereka yang berkecimpung pada ilmu Taswuf antara lain:
Ahli tasawuf, umumnya, dalam menjalankan agama dan melaksanakan ibadah tidak berpedoman kepada Al-Qur`ân dan Sunnah, tetapi, pedoman mereka adalah bisikan jiwa dan perasaan mereka, serta ajaran yang digariskan oleh pimpinan-pimpinan mereka.
Juga termasuk doktrin ajaran tashawwuf yang sesat, yaitu apa yang mereka namakan sebagai suatu keadaan/tingkatan, yang jika seseorang telah mencapainya, maka ia akan bebas dari kewajiban melaksanakan syariat Islam.
Mereka membatasi ibadah hanya pada aspek al-mahabbah (kecintaan) saja dengan mengenyampingkan aspek-aspek lainnya, seperti aspek al-khauf (rasa takut) dan ar-raja` (pengharapan), sebagaimana terlihat dalam ucapan beberapa orang ahli tasawuf: “Aku beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, bukan karena aku mengharapkan masuk surga, dan juga bukan karena takut masuk neraka” .
Pelurusan atas fakta-fakta keliru di atas,
Pendapat syaikh  Abu Al Hasan Asy-Syadzili, ” Jika pendapat atau temuanmu bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits, maka tetaplah berpegang dengan hal-hal yang ada pada Al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian engkau tidak akan menerima resiko dalam penemuanmu, sebab dalam masalah seperti itu tidak ada ilham atau musyahadah, kecuali setelah bersesuaian dengan Al-Qur’an dan Hadits
Pendapat Syaikh Abu al Hasan Asy-Syadzali, jika seorang yang fakir tidak mewajibkan dirinya untuk mendirikan sholat 5 waktu dengan berjamaah, maka jangan engkau dengarkan ocehannya”  atau Berkata Imam Abu Yazid al Busthami yang artinya, “Kalau kamu melihat seseorang yang diberi keramat sampai ia terbang di udara, jangan kamu tertarik kepadanya, kecuali kalau ia melaksanakan suruhan agama dan menghentikan larangan agama dan membayarkan sekalian kewajiban syari’at”
Pemahaman kaum Salaf(i) terhadap pernyataan ahli tasawuf  di atas, dkarenakan metode mereka dalam pemahaman secara tekstual, harfiah atau apa yang tersurat. Mereka tidak dianugerahi kemampuan pemahaman secara tersirat.
Metode pengajaran kaum Salaf(i) yang tidak memasukkan pengajaran ilmu Tasawuf  mengakibatkan Al-Qur’an dan Hadist dimaknai hanya sebagai dalil, hukum, perintah dan larangan semata.
Metode pengajaran seperti ini memang baik sebagai bentuk ketaatan, penyeragaman, doktrinisasi.  Efektif untuk mengatasi permasalahan waktu itu yakni  tahyul, bid’ah dan khurafat.
Kelemahannya adalah menjadikan manusia seperti robot yang terprogram secara logika/akal tanpa unsur hati.  Sehingga dengan metode pengajaran Salaf(i) ini para pengikutnya akan mengikuti atau diwarnai  oleh “suasana hati” atau kepentingan dari yang mengajarkan.  Sebagai contoh bagaimana “suasana hati” dari kaum yang kita kenal Salafi Jihadi, “suasana hati” kaum Ikhwanul Muslimin  atau  para pengikut ketika kehidupan Muhammad bin Abdul Wahab memenuhi “kepentingan” penguasa Muhammad bin Sa’ud.
Manfaat pengajaran ilmu Tasawuf adalah seraya mempersiapkan pengikut / murid / umat dalam urusan hati agar mudah (ikhlas) menerima pengetahuan baik dalil, hukum, perintah dan larangan. Dimulai mengenal diri sendiri kemudian dilanjutkan mengenal Allah (makrifatullah) yang mengeluarkan perintah dan larangan. Dari pengenalan inilah kita dapat memaklumi kenapa Allah membuat perintah dan larangan yang semua itu dalam rangka ke Maha Pengasih dan ke Maha Penyayang  Nya.
Sehingga kita ikhlas menjalani perintahNya dan menjauhi laranganNya walaupun ibaratnya tidak ada surga maupun neraka seperti yang dinyatakan ahli tasawuf sebelumnya.
Sebagaimana pendapat  syaikh  Abu Al Hasan Asy-Syadzili,
Kaum sufi (orang yang mengeluti tasawuf) telah menyerahkan kendali mereka pada Allah. Mereka mempersembahkan diri mereka di hadapanNya. Mereka tidak mau membela diri karena malu terhadap rububiyah-Nya dan merasa cukup dengan sifat qayyum-Nya. Karenanya, Allah memberi mereka sesuatu yang lebih daripada apa yang mereka berikan untuk diri mereka sendiri.
Kalau kita ibaratkan kaum Salaf(i) adalah yang melihat dengan “mata kepala” sehingga emas dan tanah itu tetap berbeda
Sedangkan kaum Sufi adalah yang dapat melihat dengan “mata hati” sehingga dapat melihat emas  dan tanah  itu sama
Dalam hadits  diriwayatkan bahwa ketika Nabi saw. bertanya kepada Haritsah, “Bagaimana kabarmu pagi ini wahai Haritsah?” Ia menjawab, “Pagi ini aku benar-benar beriman.”
Mendengar jawabannya, Nabi berujar, “Setiap kebenaran ada hakikatnya. Apa hakikat imanmu?”
Ia menjawab, “Aku berpaling dari dunia sehingga bagiku sama saja antara emas atau tanah. Seolah-olah aku melihat penduduk surga tengah merasakan nikmat surga. Dan seolah-olah aku melihat penduduk neraka sedang merasakan siksa. Juga seolah-olah aku melihat Arasy dengan jelas. Karena itu, aku bangun malam (untuk beribadah) dan berpuasa di siang hari.”
Mendengar jawabannya, Nabi bersabda, “Wahai Haritsah, kau telah makrifat. Tetaplah dalam keadaanmu!”
Kemudian Nabi melanjutkan, “Ia hamba yang Allah terangi hatinya dengan cahaya iman.”4
Silahkan membaca tulisan yang berhubungan dihttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/03/29/seolah-melihat/
Wallahu a’lam

42 Tanggapan
heem..hem… aq jadi lucu membacanya, karena jawaban bukan melemahkan malah membenarkan dong. Coba dibaca ulang dengan baik-baik.



pada 23 April 2010 pada 8:23 pm | Balasmutiarazuhud
Imam Syafi’i mengatakan,
Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?

Kaum Salafiyyah menjadikan hidupnya “kering” bahkan cenderung “keras”. Lihatlah diskusi di internet yang dilakukan mereka, baik antar mereka sendiri atau dengan jama’ah lainnya. Dapat kita lihat bahwa sebagian kaum Salafiyyah tidak menjaga adabnya di depan Allah bahkan dengan ilmu yang merekapunyai bisa mengarah kepada ujub. Naudzubillah min zalik.



Subhanallah, suatu nasehat yang jelas dari ulama Salaf yang kredibitas yang tidak diragukan, tidak ada hak untuk dihapus oleh org masa kini yang merasa benar



pada 26 April 2010 pada 4:53 pm | Balasmutiarazuhud
Saya sependapat klo yang dimaksud ulama Salaf adalah yang tidak sepahaman dengan Syaikh Ibnu Taimiyah atau Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab / Ulama Salafy Wahabi. Salaf tidak sama dengan Salafy Wahabi. Imam Madzhab yang empat lebih Salaf dibandingkan Syaikh Ibnu Taimiyah apalagi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab.



pada 13 Mei 2010 pada 3:19 pmYusuf Ibrahim
begitu juga Ibnu Taimiyah,
Ibnu Taimiyah jauh lebih Salaf daripada Ibnu Arabi….




pada 25 Mei 2010 pada 12:24 pmsalafi wahabi
Apalagi Aisyah ra dan Umar bin Khattab lebih salaf dari semua salaf.
Mereka Aisyah ra dan Umar bin Khattab yang mengatakan bahwa Allah ada di atas langit. makanya yang mengikuti mereka itu adalah Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahab dan salafiyun pengikutnya.
Itulah yang disebut salafi (mengikuti salaf)



pada 25 Mei 2010 pada 2:01 pmmutiarazuhud
Baiklah saya ulangi kembali walaupun berulang-ulang, agar saudara-saudaraku salaf(i) dapat memahami. Semoga Allah memberikan karunia pemahaman kepada mereka.
Apa yang dikatakan Aisyah ra dan Umar bin Khatab ataupun ulama salaf lainnya, seluruh nash-nash Al-Qur’an dan Hadits yang mengatakan bahwa Allah ada di atas langit / Arsy, atau Yang di Atas atau perkataan lainnya sehubungan sifat Allah, kami mengimaninya, kami tidak akan pernah menyangkalnya.
Namun Allah telah berfirman yang artinya, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia”. (QS.al-Syura : 11).
Berdasarkan firman tersebut kita harus “mengambil pelajaran” terhadap ayat-ayat mutasyabihat, tidak mengartikan secara harfiah atau tekstual. Apabila ayat-ayat tersebut dibiarkan mengikuti maksud literalnya, harfiah atau tekstual, akan menimbulkan pengertian yang paradoks, maksud ayat yang satu bertentangan dengan maksud ayat yang lain. Padahal demikian itu tidak boleh terjadi dalam al-Qur’an, berdasarkan firman Allah, “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an? Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (QS. al-Nisa’ : 82).
Oleh karena, terjadinya pertentangan dalam al-Qur’an itu tidak boleh, maka kita harus meninggalkan maksud literal, harfiah ayat-ayat mutasyabihat tersebut, , dan mengembalikan pemahamannya kepada ayat yang muhkamat seperti ayat dalam surah QS.al-Syura : 11 yang terjemahan di atas.

Allah telah mengingatkan kita untuk mengambil pelajaran pada firman-firmannya, sebagaimana yang Allah sampaikan dalam firmanNya yang artinya
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Al-Baqarah – 269).

Sedangkan yang dapat “mengambil pelajaran” hanyalah orang-orang berakal (ulil albab). Mengenai ulil albab silahkan lihathttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/05/07/ulil-albab/



pada 1 Mei 2010 pada 9:38 pm | Balasmutiarazuhud
Kita harus bedakan antara Salaf dan Salafi. Salafi adalah mereka yang berupaya mengikuti Salaf. Bagaimana hasil upaya mereka, kita bisa lihat dari “output”/hasil pengikut nya



mestinya anda orang-orang juhud itu pergi ke gunung, berkhalwat, jangan bersosialisasi, jangan maen internetan, temui dan tinggal disana dengan rasulullah dan atau menyatu dengan Allah,…
anekhh……
tiap hari ngomongin juhud, takziyatun nafs, ikhlas, tapi kayaknya hatinya dongkol karena ada bantahan2 kesesatan tasawuf, mangunggaling kawula gusti, khurofat ‘karamah’, syirik apalagi bid’ah menyatu di dalamnya.




pada 1 Mei 2010 pada 9:30 pm | Balasmutiarazuhud
Sebagaimana muslim lainnya , kamipun diminta untuk mencintai saudara muslim lainya termasuk upaya-upaya saling mengingatkan agar kita tidak dalam kerugian.



Buat@salafi : Juhud(zuhud) makna yang hakiki bukan selalu perge ke gunung, berkhalwat dll. tetapi meninggalkan sifat2 yang menjauhkan dari Alloh. Artinya di tengah2 masyarakat kita bersosial tapi hati kita harus tetap bersandar kepada Alloh SWT. Artinya dalam keadaan diam atau ramai hati kita harus zuhud kepada Alloh.
Di al-quran ada yang menyebutkan ” sesutau yang baik datangnya dari Alloh dan sesuatu yang jelek datangnya dari manusia itu sendiri” tetapi di ayat yang lain menyebutkan ” semua perbuayan manusia (baik/buruk) diciptakan oleh Alloh SWT.
Sepintas kita melihat ada kontradiktif atau bertentangan antara ayat satu ini dengan ayat yang lainnya, tetapi setelah saya membaca literatur2 tasawuf perbedaan itu ternyata tidak ada. Seandainya saya maknai secara tektual maka saya tidak akan pernah mengerti.
Dan hebatnya di Al quran masih banyak ayat2 yang satu dengan yang lainnya saling meniadakan dan bertentangan. Kalau tidak dengan kacamata tasawuf tidak akan mampu memahaminya.



pada 23 April 2011 pada 5:38 ammutiarazuhud
Alhamdulillah, terima kasih atas kunjungan dan komentarnya. Kita bisa “mengingat Allah” ditengah keramaian orang



pada 23 April 2011 pada 6:15 pm | Balasmamo cemani gombong
Arif @ ana setuju dgn pendapat nt ………..dgn kata lain kedua tangan kita mencari “dunia” namun hati kita tetap mengingat Alloh dimana pun ,kapan pun ,bagaimana pun insyaAlloh ………..masalah Ayat2 Alloh kalau memang kita belum mampu memaknainya dgn benar taqlid ke imam mahzab 4 insyaAlloh lebih selamat ……



terimakasih atas penjelasannya ,jadi sedikit ngerti perbedaannya :P



wahabi jelas ngaco ,,mereka hanya taklid ama doktrin guru2 wahabi mereka,,wahabi2..enyahlah kau



apa kalian tidak taklid juga terhadap guru-guru anda………kalian taklid begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh guru-guru anda bahwa wahabi itu begini dan begitu



pada 11 Juni 2010 pada 10:43 ammutiarazuhud
Taklid Buta yang tidak diperbolehkan sedangkan taklid ataupun taat kepada guru/ulama dianjurkan oleh Allah, sebagaimana firmanNya yang artinya, ” Wahai orang-orang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rosul-Nya dan ulil amri di antara kamu ” (QS An Nisa’ : 59 ). Sedangkan mengenai salaf(i) atau wahabi, sudah kami sampaikan letak perbedaannya silahkan lihat kotak indeks sebelah kanan dengan kategori “Tentang Salafi Wahabi”



kalau di bilang imam tsb hanya mengajarkan ilmu tauhid, itu adalah kebohongan besar, banyak buku-buku mereka yang menceritakan tentang hal-hal lain selain akidah……….tetapi memang mereka tidak pernah mengajarkan tasawuf karena Rasul pun tidak pernah mengajarkan tasawuf…….kalau anda bilang bahwa tasawuf itu adalah Ilmu Tasawuf (tentang Ihsan / Ma’rifat) bertugas membahas soal-soal yang bertalian dengan akhlak dan budi pekerti, tazkiyatun nafs, bertalian dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas, khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha, tawakal dan lain-lain. itu kan pengkaliman kalian saja………. coba baca buku merek yang lain searching lah di google tentang buku-buku mereka……..pasti anda temukan bahwa mereka juga mengajarkan tentang akhlak dan budi pekerti, tazkiyatun nafs, bertalian dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas, khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha, tawakal dan lain-lain.



pada 24 Juni 2010 pada 8:33 am | Balasfajar harguna
Matur suwun mas atas penjelasannya. Semakin menambah keyakinan.. Alhamdulillah banyak saudara2 kita dari aliran Salafy/ Wahaby yang sudah taubat, dan kembali ke pemahaman salafussholeh yang ASLI….
Mas mohon maaf ya, dan mohon dikoreksi kalau saya keliru. Menurut informasi dari rekan2 di yordania, Syech Albani pun sebelum wafatnya sudah meminta maaf (kpd kaum muslimin yg pernah tersakiti hatinya karena fatwa2nya) dan bertaubat serta mengakui kekeliruannya dalam akidah dan Ibn Taimiyah pun telah melakukan hal yang sama dan mengakui bahwa beliau pengikut Asy’ary..(dalam kitab Ad-Durar Al-Kaminah Fi “ayan Al-Miaah As-Saminah karangan Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany). Dan jika memang sudah bertaubat, maka seharusnya kita semua umat muslim tetap memuliakan beliau2.
Mohon penjelasannya.
Jazakallahu khairan katsiran




pada 24 Juni 2010 pada 9:34 am | Balasmutiarazuhud
Kita wajib menyampaikan perbedaan akidah / i’tiqad mereka , kaum salaf(i) atau wahabi.
Pertaubatan mereka sampai sekarangpun belum tersiar pada khalayak ramai.
Namun pada intinya, InsyaAllah kami tidak membenci mereka secara pribadi, sekali lagi kami hanya sekedar menyampaikan agar umat muslim dapat mengambil pelajaran.




kalau saja mata hati dijadikan tolak ukur……menjalankan kehidupan yg nyunnah dan di ridhoi
berarti harus ada standarisasi mata hati dong?????????!!!!!!
sedangkan pandangan dari mata hati tiap orang berbeda-beda….
susah itu menstandarkannya… gimana ya,…?




mf.. bukannya Allah mnciptakan sesuatu sudah ada standardnya. cntoh sederhana hidung kita, apakah bau dari hidung seseorang dg yg lain berbeda?? tntu tidak Allah Mahacerdas dan sempurna dlm mendisain ctaanNya.. itu masih hidung, apalagi Hati yg mrupakan sarana kita mngenal sang khalik,, InsyAllah spt itu ukh/akh



mas mutiara zuhud, saya pernah denger kontradiksi ibnu taymiyah, dimana ibnu taymiyah mengkafirkan ibnu taymiyah, tolong dong diposting biar jelas.



ikut nimbrung coba aku tanya yang dimaksud atas itu mana?
padahal saya tahunya bumi ini bulat atau bundar atasnya orang arab sama ndak dengan atasnya orang malaisia, orang amerika, orang inggris, australia, jepang dan lain-lain.
kalau tidak sama terus atas yang mana yang dimaksudkan?
matur niwun jika di beri penjelasan, semoga jelas. Amin.




Assalamu’alaikum warahmatullah..
semoga Allah memberikan taufiq dan hidayahnya kepada pemilik blog ini..
sebagai seorang muslim..ana hanya ingin menasihatkan kepada antum supaya memelihara akhlak dan jenggot..



pada 27 Desember 2010 pada 8:44 am | Balasmutiarazuhud
Walaikumsalam, Warahmatullah
Alhamdulillah, terima kasih atas kunjungan, doa dan nasihatnya.
Silahkan kunjungi blog salah satu saudara muslim kita di Malaysia, bagaimana beliau mengungkapkan perasaannya dalam kunjungan ke tanah suci
atau tulisan kami di

Wassalam



Saudaraku yg kumuliakan,
Tasawwuf berawal dari kalimat shafa, tasyawwafa, tashawwuf, yaitu suci, kesucian, tuntunan kesucian.

Tasawwuf adalah tuntunan mencapai keridhoan Allah swt dg kesucian hati, Rasul saw adalah Imam semua ahli tasawwuf, dan setiap muslim harus mempunyai pengetahuan tasawwuf, jika tidak maka dipastikan ia tak akan sampai pada keridhoan Allah.
fiqih adalah ilmu yg mengajarkan cara cara ibadah, hukum hukumnya dan pembahasannya, namun ibadah akan percuma jika tidak didasari niat yg baik, dan niat baik adalah bagian dari tasawwuf.
misalnya seseorang shalat melakukan dg rukun yg benar, syarat yg benar, namun ia shalat bukan karena Allah, hatinya ragu bahwa Allah itu ada, maka apa gunanya shalatnya dan ibadahnya?
tasawwuf adalah ilmu yg menuntun kesucian hati dan iman,
setinggi apapun ilmu seseorang dalam syariah ia akan menjadi fasiq jika tak memiliki kesucian hati dan iman.
Iman adalah tasawwuf, sebagaimanba rukun Iman, percaya pada Allah, percaya pada kitab kitab Allah, percaya pada Rasul Rasul Allah, percaya pada malaikat malaikat Allah, percaya pada Qadha dan Qadar adalah dari Allah, percaya pada hari kiamat.
semua rukun iman itu tidak terlihat, hanya kitab Alqur’an yg jelas diketahui, sisanya kitab kitab Allah lainnya kita tak pernah melihatnya, kita tidak melihat Allah, kita tidak melihat malaikat, kita tak bertemu semua para nabi, kita tak melihat sorga dan neraka, kita tak melihat hari kiamat,
itu semua hanya bisa dipercaya dengan tasawwuf, kesucian hati dan keimanan kita.
seseorang yg mengamalkan syariah tetap bisa terjebak dalam kemurkaan Allah, misalnya seorang pria yg menikah tanpa restu ayah ibunya, tentunya secara syariah akad nikahnya sah, namun tentunya ia terkena durhaka pada ayah bundanya, jika ia tak memiliki dasar tasawwuf (iman) maka ia tak akan perduli pada restu dan ridho ayah bundanya,
contoh lain jika seorang yg mengumpuli istrinya di siang hari ramadhan maka ia mesti puasa dua bulan berturut turut, maka jika ia ahli fiqih, ia bisa saja mencari cara supaya bisa jimak dg istrinya dengan hanya membayar qadha puasa satu hari,
bagaimana ?
ia batalkan dulu puasanya, dengan makan atau minum, lalu baru berjimak bersama istrinya, maka ia hanya wajib membayar puasa satu hari saja, hal ini benar secara syariah, namun ia akan terkena kemurkaan Allah karena berusaha menipu Allah swt tanpa ia sadari, padahal Allah Maha Tahu niatnya.
atau misalnya pemalsuan tanah milik, sang pemilik asli misalnya tak punya bukti/saksi bahwa tanahnya itu miliknya, lalu datang orang lain membawa dua saksi yg bersumpah bahwa tanah itu milik orang lain itu, maka hakim mesti menjatuhkan hukum bahwa tanah itu milik si pendusta, dan si pemilik tanah yg asli akan dikalahkan dalam hukum, walaupun misalnya hakim tahu betul bahwa orang ini menipu, namun hukum tetap hukum,
demikianlah syariah jika tak memakai kesucian iman (tasawwuf).
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,
Wallahu a’lam



pada 28 April 2011 pada 9:05 am | Balaswong bantul
Tulisan mengenai kelemahan salafiyah ini menurutku juga karena ketidak fahaman dengan salafi…..kita tidak perlu memvonis “lebih salaf mana”….semua berusaha mengikuti manhaj salaf….dan hasilnya tergantung dari masing2 pribadi. Yg jelas niat untuk mengikuti manhaj salaf adalah sudah betul….



pada 28 April 2011 pada 10:37 am | Balasmutiarazuhud
Alhamdulillah, kami tidak berpendapat “lebih salaf mana” ataupun memvonis “lebih salaf mana”. Namun kami sekedar menyampaikan bahwa pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab pada zaman ini meninggalkan salah satu pokok dalam agama Islam yakni tentang Ihsan atau akhlak atau tasawuf.
Pokok-pokok dalam Islam ada 3, yakni tentang Islam (rukun Islam, Fiqih) , tentang Iman (rukun Iman, Ushuluddin) dan tentang Ihsan (akhlak/tasawuf).
Jadi perkembangan para pengikut Syaikh Ibnu Wahhab khususnya di Jazirah Arab, yang kami sesalkan adalah mereka meninggalkan tentang Tasawuf (Ihsan/Akhlak). Sungguh mereka terpengaruh dari musuh-musuh Islam dengan pencitraan buruk terhadap Tasawuf dalam Islam.
Musuh-musuh Islam itu sebenarnya tahu kunci sukses umat muslim adalah akhlakul karimah. Sehingga mereka berupaya merusak dari sisi akhlak kaum muslim termasuk menjauhkan dari pengajaran/pendalamam tentang akhlak atau ihsan atau tasawuf.
Dari sisi akhlak mereka merusak melalui pornografi, liberalisme, seks bebas, gaya hidup yang cinta dunia lainnya, dll.
Dari sisi pengajaran/pendalaman akhlak mereka mencitrakan buruk tentang tasawuf atau tentang Ihsan. Dari dahulu kala di seluruh perguruan tinggi Islam , Tasawuf adalah tentang akhlak.



pada 28 April 2011 pada 12:57 pm | Balaswong bantul
//bahwa pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab pada zaman ini meninggalkan salah satu pokok dalam agama Islam yakni tentang Ihsan atau akhlak atau tasawuf.//
inilah salah satu kesalahpahaman itu…mereka paham dg konsep IHSAN. AKHLAK DAN TASAWUF…..masalahnya mungkin berbeda dlm memahami apa itu tasawuf. Klo dianggap ibn Taimiyah adalah panutan ibn abd wahab, maka dg jelas Ibn Taimiyah adalah seorang ahli tasawuf. Memang dia jg mengkritik praktek tasawuf, yaitu yg non syar’i…



pada 28 April 2011 pada 1:52 pm | Balasmutiarazuhud
Syaikh Ibnu Taimiyah mengakui Tasawuf ada dalam Islam yakni tentang Ihsan atau akhlakul karimah. Namun beliau tidak mendalami dan menyampaikan lebih lanjut tentang Tasawuf dalam Islam.
Dari dahulu kala di seluruh perguruan tinggi Islam, yang namanya Tasawuf adalah tentang akhlak. Oleh “keturunan” atau pengikut Syaikh Ibnu Taimiyah seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab , tasawuf di tabukan bahkan dicitrakan sebagai yang buruk dengan memberikan contoh-contoh yang buruk dari pengamal tasawuf atau mereka memahami secara berbeda.
Cobalah googling/tengok blog saudara-saudara kita yang mengaku berpemahaman sebagaimana Salafush Sholeh bagaimana pendapat mereka tentang Tasawuf.
Bahkan kurikulum pendidikan di Arab Saudi mengikuti nasehat dari kaum yang memusuhi kaum muslim yakni bangsa Amerika.
Dalam kurikulum tauhid kelas tiga Tsanawiyah (SLTP) cetakan tahun 1424 Hijriyyah yang berisi klaim dan pernyataan bahwa kelompok Shuufiyyah (aliran–aliran tashowwuf ) adalah syirik dan keluar dari agama.
Selengkapnya silahkan baca dalam kutipan makalah Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/08/18/ekstrem-dalam-pemikiran-agama/
Kami sampaikan beberapa kesalahpahaman-kesalahpahaman dari saudara-saudara kita yang mengaku berpemahaman sebagaimana Salafush Sholeh berdasarkan apa yang kami pahami dari Al-Qur’an dan Hadits melalui blog kami ini.
Kami lakukan semua ini atas dasar kecintaan dan persaudaraan bagi sesama muslim karena Allah ta’ala semata.




pada 29 April 2011 pada 7:21 pm | BalasMamba'ul Ilmi Zulfitri
Alhamdulillah,,terima kasih akhi mutiara zuhud.
Mau tanya,,apakah tasawuf dan tarekat itu sama??




pada 29 April 2011 pada 9:01 pm | Balasmutiarazuhud
Tasawuf atau tentang ihsan atau tentang akhlak meliputi Syariat, Tharikat, Hakikat dan Ma’rifat
Tujuan perbaiki akhlak adalah untuk membersihkan qalbu yang berarti mengosongkan dari sifat sifat yang tercela (TAKHALLI) kemudian mengisinya dengan sifat sifat yang terpuji (TAHALLI) yang selanjutnya akan memperoleh kenyataan Tuhan (TAJALLI). Allah ta’ala bertajalli maka kita akan mencapai muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin) atau muslim yang dapat seolah-olah melihatNya atau melihat Allah ta’ala dengan hati / akhlak yang suci / keimanan.




bismillah
assalammualaikum
fitnah besar ini sia2, mas udah tanya kiai atau ulama wahhabi langsung ga ?? tolong tabbayun langsung kepada ustadznya (salafynya) langsung, suudzhon ga baik loh ??? ikut kajiannya dengan netral jangan mudah mendjuge salafy, jangan2 yang memecah umat mas sendiri, mas sendiri benci sama salafy, jangan2 ada pemecah belah ya termasuk mas sendiri. ingat segala dalil itu harus ditanya langsung kepada si pengucap dalil, belajarlah ilmu hadist, belajarlah ilmu periwayatan, asal jangan menggunakan otak “yang lemah” saja tapi DALIL (akal itu memahami agama, bukan untuk mengatur agama). agama itu dalil, belajarlah untuk beragumentasi berdasarkan bukti2 ilmiah melalui riwayat hadist bukan ucapan dan akal yang lemah. terima kasih. saya juga masih belajar loh. ingat mas2 ikutilah alloh dan rasullnya bukan ikuti ustadz, kiai atau ulama. ingat jikalau ada perpecahan kembalilah kepada alquran dan assunah yang dipahami nabi muhammad dan para sahabat, karena islam mereka adalah islam yang dibimbing alloh dan rasulnya




pada 4 Juni 2011 pada 6:59 am | Balasmamo cemani gombong
maaf @rangga nt nulis Nabi dan Alloh apa dah sesuai dgn ahlak salafi ( salah fikir )



saya mahasiswa IAIN jakarta mengatakan bahwa salafi itu belajar akhlak dan jiwa dan obatnya mas, jadi kalau istilah orang tersesat itu sufi (sumpek fikirannya). ingat penamaan sufi itu karena GHULUW… mbo yo jangan taklid sama kiai mas, saya juga dulu NU pindah ke muhammdiyah. ya terakhirnya SALAFY.. karena apa ??? karena saya mengikuti dalil bukannya mengikuti nenek moyang dan kebanyakan orang (ingat metodologi kualitatif) ?? makanya belajar agama jangan sekalian belajar filsafat, agama lebih tnggi dibandingkan akal. keimanan itu ga pake akal tapi keyakinan. makanya otak anda rusak dengan filsafat karena agama diaduk baurkan dengan filsafat. susah ngomong sama orang ngeyel.. jadi belajar dulu mas semuanya baru komentar dan tulis blog, baru s1 atau s2 atau s3 smua kita kan produk barat… karena ilmu itu ada dimana2 jangan sombong mas, biarpun saya tahu itu pondok pesantren itu menurut anda baik buktinya anda NU yang dominan merusak negara dengan oknum2nya yang pecah dengan partainya dan kekuasaan. jangan balik menuduh yang ada anda ketahuan belangnya..



pada 4 Juni 2011 pada 7:01 am | Balasmamo cemani gombong
maaf @rangga ingin tau aja GHULUW versi salafi bagaimana ya ?????



maaf mas, saya kasihan karena segala sesuatu yang tidak diketahui itu akan menjadi musuh baginya. karena anda tidak tahu salafy anda akan menjadi musuhnya. karena ketidaktahuan anda mendetail dan bertanya kepada ustadznya langsung dan hanya berkata katanya katanya katanya. ya udah maafin saya kalau ada salah2 kata, maklum masih belajar hehehe salam damai untuk umat manusia semoga alloh memberi kita hidayah apa itu sunah apa itu perintah dan larangnya (saya lucu banget denger komentar kalau ga ada larangnya ga apa2 lucu ya orang2 yanga ga ngerti sunnah LOGIKA MEREKA teramat kecil, mbo yo dipikir bahwa kalau ada perintah ya ada larangan dong) ga mungkin larangan itu ga ada, karena larangan adalah perintah alloh yang harus dituruti juga. ga ada perntah maulid bukan berarti ga ada larangannya. perintah hadist umum tentang bidah agama itu lah larangannya untuk semua acara agama yang belum ada contohnya (tolong dipahami) saudaraku yang masih tahlilan dan yasinan ( kenapa ga baqorohan ya ??)



pada 4 Juni 2011 pada 7:03 am | Balasmamo cemani gombong
kalau masih belajar jangan sok tau mana dalil yang melarang yasinan , tahlilan ?????



Hakikat tanpa syariat sesat, Syariat tanpa hakikat kosong (kering). Masalahnya bukan anda seorang NU, Muhammadiyah, Salafy, ataupun aliran Thariqah. Masalahnya ada pada kalbu qt masing – masing. Muslim itu satu tubuh kalau yang lain merasakan sakit, maka yang lain ikut merasa sakit. Tiap orang memiliki maqamnya masing – masing. Hati-hatilah berbicara karena setiap perbuatan ada perhitungannya. Janganlah engkau khawatir dengan sesama muslim selama ada iman di dalam kalbunya. Allah pasti akan memperbaiki akhlaknya. Khawatirlah dengan musuh Islam. Musuh qt sekarang adalah Iblis dan para pemujanya yang bahkan seringkali lebih pandai daripada ahli syariat maupun ahli tasawuf sekalipun. Perbedaan adalah anugerah, kesilapan adalah hikmah. Mari qt sadari bersama bahwa umat dalam keadaan lemah. Tolong jika anda ingin berdebat mengenai aspek syariat dan tasawuf dalam Islam janganlah berdebat di internet. Banyak orang awam yang menjadi apatis karena debat ini dan akhirnya mereka enggan shalat. Jika ingin berdebat penuhilah adab – adabnya. Jangan berdebat di muka umum. Kasihanilah para fuqara masakin jangan anda tambah beban mereka dengan saling serang sesama muslim. Mengenai kerajaan Saud, maka itu bagian dari takdir Allah tidak usah qt pusingkan. Saat ini yang penting bagaimana menyatukan umat.Sejenak coba saudara – saudaraku yang tinggi ilmunya ini merenung bagaimanakah kiranya jika qt lahir sebagai seorang muslim Arab, Indonesia, atau bahkan Iran. Kiranya akan jadi apakah anda..?



Alhamdulillah semakin hari dakwah salaf semakin berkembang, tidak sulit lagi mendapatkan saudara2 yang semanhaj di negeri ini,



pada 1 Oktober 2011 pada 12:04 am | Balasmutiarazuhud
Silahkan mas Bojong mengikuti pemahaman Ibnu Taimiyah (Salafi) maupun pemahaman Muhammad bin Abdul Wahab (Salafi Wahhabi)
Contohnya yang mas kenal dan mungkin menjadi panutannya seperti Al Albani
Berikut pendapat para ulama tetang Al Albanu
“Al-Albani tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam menetapkan nilai suatu hadis, baik shahih ataupun dhaif. la telah mengubah hadis-hadis dengan sesuatu yang tidak boleh menurut ulama hadis…” (Al-Muhaddits Prof. Dr. Abdullah al-Ghimari, Guru Besar llmu Hadis di universitas-univesitas Maroko).
“Sayangnya, ada segelintir manusia akhir zaman, yang mana dia bukan seorang hafizh, bukan pula seorang hujjah apalagi seorang hakim, tetapi anehnya mereka berani bersuara lantang mengkritik dan menuduh sesat amal serta keputusan ulama-ulama hadits terdahulu“.

“Di kalangan salafi (wahabi), lelaki satu ini dianggap muhaddis paling ulung di zamannya. Itu klaim mereka. Bahkan sebagian mereka tak canggung menyetarakannya dengan para imam hadis terdahulu. Fantastis. Mereka gencar mempromosikannya lewat berbagai media. Dan usaha mereka bisa dikata berhasil. Kalangan muslim banyak yang tertipu dengan hadis-hadis edaran mereka yang di akhirnya terdapat kutipan, “disahihkan oleh Albani, ”. Para salafi itu seolah memaksakan kesan bahwa dengan kalimat itu Al-Albani sudah setaraf dengan Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah dan lainnya.“

“Kaum Salafi & Wahabi menganggap sepertinya al-Albani adalah ahli hadis yang sangat menguasai bidangnya, sehingga bagi sebagian mereka seperti ada kepuasan hati ketika sudah mengetahui pendapat al-Albani tentang hadis yang mereka bahas, dan seolah mereka sudah mencapai hasil penilaian final saat menyebutkan “hadis ini dishahihkan al-Albani” atau “al-Albani mendha’ifkan hadis ini”.

“Apa pendapat anda dengan seorang manusia muncul di abad ini lalu menukil nukil sisa sisa hadits yg tidak mencapai 10% dari hadits yg ada dimasa itu, lalu berfatwa ini dhoif, itu dhoif. saya sebenarnya tak suka bicara mengenai ini, namun saya memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat karena tipuan seorang tong kosong“.

“Seorang Al-Albani ketika membaca Quran dan Sunnah, lalu dia pun berjtihad dengan pendapatnya. Apa yang dia katakan tentang Quran dan Sunnah, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu dia sendiri. Sumbernya memang Quran dan Sunnah, tapi apa yang dia sampaikan semata-mata lahir dari kepalanya sendiri. Sayangnya, para pendukung Al-Albani diyakinkan bahwa yang keluar dari mulut Al-Albani itulah isi dan makna Quran yang sebenarnya. Lalu ditambahkan bahwa pendapat yang keluar dari mulut para ulama lain termasuk pada imam mazhab dianggap hanya meracau dan mengada-ada. Naudzu billahi min dzalik“.

Ulama besar Syria, DR. Said Ramadhan Al-Buthy telah melakukan dialog dengan ulama Al Albani yang sama-sama tinggal di Syiria dan ditengarai sebagai salah satu ulama yang anti mazhab.
Kesimpulan dari dialog yang tidak menemukan titik temu, DR Said Ramadhan Al-Buthy menuliskan dalam tulisan berjudul Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau kita terjemahkan secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancurkan Syariat Islam.
Ustadz Ahmad Sarwat Lc mengulas buku tersebut dan menyampaikan sebagai berikut,
*****awal kutipan*****
Menurut Al-Albani, semua orang haram hukumnya merujuk kepada ilmu fiqih dan pendapat para ulama. Setiap orang wajib langsung merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Dan untuk memahaminya, tidak dibutuhkan ilmu dan metodologi apa pun. Keberadaan mazhab-mazhab itu dianggap oleh Al-Albani sebagai bid’ah yang harus dihancurkan, karena semata-mata buatan manusia.

Tentu saja pendapat seperti ini adalah pendapat yang keliru besar. Ilmu fiqih dan mazhab pada ulama yang ada itu bukan didirikan untuk menyelewengkan umat Islam dari Al-Quran dan As-Sunnah. Justru ilmu fiqih itu sangat diperlukan sebagai metodologi yang istimewa dalam memahami Quran dan Sunnah.
Menurut DR. Said Ramadhan Al-Buthy, kedudukan ilmu fiqih kira-kira sama dengan kedudukan ilmu hadits. Keduanya tidak pernah diajarkan secara baku oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ilmu hadits atau juga dikenal dengan ilmu naqd (kritik) hadits, juga merupakan produk manusia, hasil ijtihad, bukan ilmu yang turun dari langit.
*****akhir kutipan******

Pemahaman ilmiah atau pemahaman logika matematika atau sebab-akibat yang juga mengakibatkan ulama panutan mereka yang dikatakan sebagai ahli hadits yakni ulama Al Albani mengingkari perkataan Rasulullah bahwa, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025, 11/46)
Pendapat Al Albani yang termuat padahttp://almanhaj.or.id/content/2324/slash/0 , “matan (redaksi) hadits ini tidak sah, sebab zhahirnya mencakup orang yang melakukan shalat lengkap dengan syarat dan rukun-rukunnya. Yang mana syari’at ini menghukuminya sah. Meskipun orang yang melakukan shalat tersebut terus menerus melakukan beberapa maksiat, maka bagaimana mungkin hanya karena itu, shalatnya tidak akan menambah kecuali jarak yang semakin jauh. Hal ini tidak masuk akal dan tidak disetujui oleh syari’at ini”
Dikatakan mereka sebagai “tidak masuk akal” adalah yang dimaksud akal pikiran (hasil kerja otak) atau logika bukan akal qalbu. Mereka memperlakukan perkataan Rasulullah sebagaimana pendapat atau tulisan ilmiah tanpa aspek ruh (bathiniah), qalbu atau hikmah. Dari pengetahuan (ilmu) berhenti sampai amal (perbuatan) tanpa mempedulikan unsur terpenting dari manusia yakni qalbu
Pada hakikatnya berdasarkan pendapat mereka ini, merupakan klaim mereka kepada Allah ta’ala bahwa jika mereka telah menjalankan shalat lengkap dengan syarat dan rukun-rukunnya maka “otomatis” mereka dekat kepada Allah ta’ala. Tidak masuk akal pikiran mereka, kemungkinan akan semakin jauh dariNya.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut [29]:45).
Dan barangsiapa tidak khusyuk dalam sholat sholatnya dan pengawasan Allah tidak tertanam dalam jiwanya atau qalbunya, maka ia telah bermaksiat dan berhak mendapatkan siksa Allah ta’ala.

Barangsiapa yang merasa diawasi Allah -Maha Agung sifatNya atau mereka yang dapat melihat Rabb dengan sholatnya atau muslim yang Ihsan (muslim yang baik , muslim yang sholeh) – , maka ia mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya, sehingga ia tidak berzina, tidak melakukan riba, tidak dengki, tidak iri, tidak menunda hak-hak manusia, tidak menyia-nyiakan hak keluarganya, familinya, tetangganya, kerabat dekatnya, dan orang-orang senegerinya
Segelintir kaum muslim, ibadah sholat mereka sekedar upacara keagamaan (ritual) atau gerakan-gerakan yang bersifat mekanis (amal) yang sesuai syarat dan rukun-rukunnya (ilmu), sebagaimana robot sesuai programnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian, tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” (HR Muslim)
Tidaklah mereka mencapai sholat yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bahwa “Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin“, “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“. yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar