Telah kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/14/dengan-rasulullah/
bahwa telah salahpaham sebagian ulama (ahli ilmu) yang mensesatkan sholawat Nariyah dan sholawat Badar karena bertawasul dengan Rasulullah.
Dengan kemuliaan Rasulullah dan kemuliaan orang-orang yang dekat di sisi Allah ta’ala (orang-orang sholeh) maka mereka merupakan washilah yang mendekatkan diri kita kepada Allah Azza wa Jalla.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (washilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Ma’idah [5]:35 )
Dalam firmanNya tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mencari cara atau mencari jalan atau mengambil perantara (washilah) yang mendekatkan diri kita kepada Allah Azza wa Jalla
Rasulullah saw adalah sebaik baik jalan/ perantara (washilah), dan beliau sendiri bersabda : “Barangsiapa yang mendengar adzan lalu menjawab dengan doa : “Wahai Allah Tuhan Pemilik Dakwah yang sempurna ini, dan shalat yang dijalankan ini, berilah Muhammad (saw) hak menjadi perantara(washilah) dan limpahkan anugerah, dan bangkitkan untuknya Kedudukan yang terpuji sebagaimana yang telah kau janjikan padanya”. Maka halal baginya syafaatku” (Shahih Bukhari no 579 dan 4350)
Sumber:
dan
Dengan hadits ini semakin jelas bahwa Rasulullah menunjukkan bahwa Rasulullah tak melarang tawassul pada beliau shallalahu alahi wassalam, bahkan orang yang meyakini hak tawassul pada Rasulullah atau mendoakan hak tawassul untuk Rasulullah sudah dijanjikan syafaat beliau sebagaimana dalam hadits tersebut Rasulullah telah mengatakan “maka halal baginya syafaatku”
Hak untuk menjadi perantara ini tidak dibatasi oleh keadaan Rasulullah, baik ketika masih hidup ataupun di saat wafatnya.
Habib Munzir menyampaikan dalam tulisan beliau pada
*****awal kutipan*****
Pendapat mengatakan tawassul hanya boleh pada yg hidup, pendapat ini ditentang dengan riwayat shahih berikut : “telah datang kepada Utsman bin Hanif ra seorang yg mengadukan bahwa Utsman bin Affan ra tak memperhatikan kebutuhannya, maka berkatalah Utsman bin Hanif ra : “berwudulah, lalu shalat lah dua rakaat di masjid, lalu berdoalah dg doa : “: “Wahai Allah, Aku meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi syafaat hajatku untukku” , nanti selepas kau lakukan itu maka ikutlah dengan ku kesuatu tempat.
Maka orang itupun melakukannya lalu Utsman bin Hanif ra mengajaknya keluar masjid dan menuju rumah Utsman bin Affan ra, lalu orang itu masuk dan sebelum ia berkata apa apa Utsman bin Affan lebih dulu bertanya padanya : “apa hajatmu?”, orang itu menyebutkan hajatnya maka Utsman bin Affan ra memberinya. Dan orang itu keluar menemui Ustman bin Hanif ra dan berkata : “kau bicara apa pada utsman bin affan sampai ia segera mengabulkan hajatku ya..??”, maka berkata Utsman bin hanif ra : “aku tak bicara apa2 pada Utsman bin Affan ra tentangmu, Cuma aku menyaksikan Rasul saw mengajarkan doa itu pada orang buta dan sembuh”. (Majmu’ zawaid Juz 2 hal 279).
Tentunya doa ini dibaca setelah wafatnya Rasul saw, dan itu diajarkan oleh Utsman bin hanif ra dan dikabulkan Allah.
*****akhir kutipan *****
Wafat hanyalah perpindahan alam dan Rasulullah pun pada hakikatnya hidup di sisi Allah ta’ala sebagaimana para Syuhada sebagaimana firman Allah ta’ala yang maknanya
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/21/rasulullah-hidup/
Ulama (ahli ilmu) yang tidak meyakini atau menolak bertawasul dengan Rasulullah atau dengan orang-orang sholeh dalam berdoa karena mereka kurang memahami firman Allah yang maknanya
“Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku” ( QS Al Baqarah[2]:186 )
Kadang kita dalam memahami ayat seperti ( QS Al Baqarah[2]:186 ) mengambil hanya sebagaian dari ayat itu yakni “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku“. Sehingga ada seorang muslim, ketika selesai berdoa, seolah-olah “menagih janji” Allah swt berdasarkan apa yang dipahaminya itu.
Padahal ayat itu menjelaskan cara/syarat agar Allah ar Rahmaan ar Rahiim mengabulkan doa hambaNya.
Doa agar sampai kepada Allah atau terkabul harus memperhatikan “adab berdoa“
Adab berdoa yang utama adalah bagaimana kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla di terangkan dalam ayat itu juga yakni “hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran“.
Oleh karenanya mereka yang lebih “didengar” adalah orang-orang sholeh (sholihin) dan muslim dengan derajat/tingkatan orang sholeh itu ada yang masih hidup dan ada pula yang sudah meninggal sedangkan para Shiddiqin dan para Syuhada adalah mereka yang mendapatkan derajat tersebut setelah wafat.
Allah ta’ala mengatakan bahwa kalau Dia mencintai hambaNya maka “jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya“
Bila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar, dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakannya untuk berjalan; jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku akan melindunginya”. (H.R.al-Bukhâriy)
Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwa Allah ta’ala pasti mengabulkan permintaan/doa dari hambaNya yang telah dicintaiNya atau yang telah mencapai derajat kekasih Allah (Wali Allah).
Kalau kita mau berdoa langsung kepada Allah Azza wa Jalla maka kitapun harus memenuhi adab berdoa itu.
Salah satu adab berdoa adalah bertawasul, bertawasul yang paling sederhana adalah dengan sholawat.
Anas bin Malik r.a meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tiada doa kecuali terdapat hijab di antaranya dengan di antara langit, hingga bershalawat atas Nabi SAW, maka apabila dibacakan shalawat Nabi, terbukalah hijab dan diterimalah doa tersebut, namun jika tidak demikian, kembalilah doa itu kepada pemohonnya“.
Bertawasul yang lain adalah meng”hadiah”kan bacaan al fatihah untuk orang-orang sholeh umumnya untuk yang telah wafat. Ini termasuk bertawasul dengan amal sholeh. Selengkapnya tentang bertawasul silahkan baca tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/23/tawasul
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor, 16830
16 Maret 2011 oleh mutiarazuhud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar