Mulkan Jabbariyan

Penguasa memaksakan kehendak (mulkan jabbariyan)
*****awal kutipan *****
Ja’far Umar Thalib menyampaikan,
Kamipun segera menuju ke rumah As-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Aqil dan kami diterima dengan senang hati oleh beliau. Sehingga beliau berinisiatif untuk mengundang para mahasiswa Indonesia Salafiyyin yang sedang menempuh studi ilmu-ilmu keislaman di tingkat S2 dan S3 Universitas Islam di Al-Madinah An-Nabawiyah. Maka pada malam berikutnya berkumpullah di rumah As-Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Aqil kurang lebih lima belas orang mahasiswa dan beberapa ikhwan Salafiyyin Indonesia. Di majlis yang moderatornya As-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Aqil itu terjadi perdebatan yang seru tentang berbagai masalah berkenaan dengan tindakan saya yang dinilai salah oleh para mahasiswa itu.

Dan yang paling seru pembahasannya ialah perkara kehadiran saya di majlis dzikir Arifin Ilham dan kecenderungan saya untuk sependapat dengan tulisan Abdullah bin Yusuf Al Judai’ yang menghalalkan musik dalam kitabnya yang kontroversial berjudul Al-Musiqa wal Ghina’ fi Mizanil Islam (artinya: Hukum Musik dan Nyanyian Dalam Timbangan Islam).
Dalam majlis itu saya kemukakan alasan saya menghadiri majlis dzikir itu, yaitu karena saya yakin bahwa dzikir bersama itu bukanlah bid’ah dan saya hadir di sana adalah dalam rangka menyampaikan ceramah berkenaan dengan ilmu serta seruan saya kepada yang hadir untuk mempelajari serta mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, kemudian meninggalkan syirik dan bid’ah.
Mereka yang hadir meyakini bahwa dzikir bersama itu adalah bid’ah sebagaimana pendapat Al-Imam As-Syatibi. Saya mengemukakan kepada mereka dalil-dalil dari As-Sunnah An-Nabawiyah berkenaan dengan dzikir bersama serta keterangan para Ulama’ Ahlus Sunnah wal Jamaah terhadap dalil-dalil tersebut. Akhirnya As-Syaikh Muhammad menyimpulkan bahwa masalah tersebut perlu dipelajari lagi lebih serius.
Namun permasalahan kehadiran saya di majlis dzikirnya Arifin Ilham itu dinilai oleh para hadirin, lebih banyak merugikannya dari pada menguntungkan untuk kepentingan Da’wah Salafiyah. Karena di sana saya ditampilkan duduk dengan para musuh Da’wah Salafiyyah seperti hizbiyyin dan quburiyyin. Yang demikian ini dikuatirkan akan mengesankan bahwa kita harus bersatu dengan hizbiyyin dan quburiyyin. Padahal Da’wah Salafiyyah sangat menentang hizbiyyah dan segala bentuk penyembahan quburan yang dikeramatkan. Maka dalam hal pandangan mafsadah (kerusakan) yang ditimbulkan oleh kehadiran saya di majlis itu, saya setuju dengan segenap yang hadir di rumah As-Syaikh Muhammad, dan saya nyatakan bahwa Ja’far Umar Thalib tidak sepantasnya untuk mendatangi majlis dzikir Arifin Ilham meskipun untuk berceramah padanya. Maka dengan tulisan ini sekaligus saya nyatakan bahwa mulai sekarang Ja’far Umar Thalib tidak akan hadir di majlis dzikir Arifin Ilham dan sekaligus juga Ja’far Umar Thalib menyatakan keluar dari Dewan Syari’ah Majlis Adz-Dzikra Arifin Ilham.
***** akhir kutipan *****

Kalangan merekapun telah mendiskusikan tentang Dzikir berjama’ah. Ja’far Umar Thalib mempertahankan pendapatnya bahwa dzikir berjama’ah  bukanlah bid’ah dihadapan para pengaku manhaj salaf yang berpendapat dzikir berjama’ah adalah  bid’ah berlandaskan pendapat  ulama As-Syatibi.
Akhirnya diskusi tidak mendapatkan kesimpulan dan kemudian para pengaku manhaj Salaf menyalahkan kehadiran Ja’far Umar Thalib dalam majlis dzikirnya Arifin Ilham yang mereka katakan sebagai “duduk dengan para musuh Da’wah Salafiyyah seperti hizbiyyin dan quburiyyin”
Entah mereka tidak mendapatkan kesimpulan atau mereka menghindari kebenaran bahwa dzikir berjama’ah  bukanlah bid’ah akhirnya mereka tetap menyalahkan Ja’far Umar Thalib bukan dari apa yang mereka diskusikan.
Dari tulisan tersebut dapat kita lihat bagaimana mereka menghujat saudara-saudara muslim kita yang hadir dalam majlis dzikir Ustadz Arifin Ilham sebagai “musuh da’wah Salafiyyah” , hizbiyyin (fanatik hizb/kelompok) dan quburiyyin (penyembah kuburan) yang merupakan prasangka buruk mereka terhadap saudara-saudara muslim yang melakukan ziarah kubur.
Apa yang mereka katakan sebagai “Da’wah Salafiyyah” pada hakikatnya adalah da’wah  mengikuti pemahaman Ibnu Taimiyah (Salafi) dari jalur pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab (Salafi Wahhabi atau Wahhabi )
Hizb, berkelompok atau jama’ah minal muslimin adalah salah satu yang dihindari oleh mereka para Salafi atau pengikut Ibnu Taimiyah  dari  jalur pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab (Wahhabi). Sesama Salafi (pengikut Ibnu Taimiyah) mereka berselisih tentang hizb atau jama’ah minal muslimin.
Contoh perselisihan di antara  Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal  dengan Ustadz Firanda  tentang hizb/organisasi Ihya At Turats terurai padahttp://www.salafybpp.com/categoryblog/91-ber-ukhuwah-di-atas-manhaj-nubuwah.html dan http://www.salafybpp.com/categoryblog/96-jum-iyyah-ihya-at-turots-masalah-ijtihadiyyah-.html dan  http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=424
Kami katakan sebagai perselisihan bukan perbedaan pendapat karena mereka berselisih artinya berbeda pendapat yang diikuti dengan hawa nafsu. Mereka menghujat yang mereka katakan sebagai jar’h wa ta’dil dengan sebutan“kadzdzab” (gemar berdusta).  Sebagaimana terurai padahttp://www.salafybpp.com/categoryblog/97-dusta-firanda-ditengah-badai-fitnah-yang-sedang-melanda-bag1.html  danhttp://firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/144-tanggapan-terhadap-tulisan-seorang-ustadz-hafizohullah-
Kami telah menyampaikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/05/2011/04/24/jarh-wa-tadil/bahwa jar’h wa ta’dil sebaiknya dihindari dalam da’wah karena hal itu hanya berlaku pada periwayatan hadits. Janganlah mempermalukan sesama ulama. Kami tidak berniat membuka aib para ulama namun mereka yang membuka aib tersebut melalui media internet.
Berdasarkan analisa kami, hal yang terjadi dengan para ulama khususnya para ulama di wilayah kerajaan dinasti Saudi yang mayoritas berpaham mengikuti pemahaman Ibnu Taimiyah (salafi) dari jalur pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab (Wahhabi) , ditengarai mereka telah “diarahkan” oleh para penguasa (umaro).
Ditengarai para penguasa (umaro) telah mengarahkan agar tidak timbul jama’ah selain jama’ah sholat dan jama’ah pendidikan/ta’lim agar tidak timbul kekuatan dari kepemimpinan informal  (kepemimpinan diluar dinasti kerjaaan) sehingga “diupayakan” atau pembenaran dengan dalil-dalil seperti larangan peringatan maulid, dzikir berjama’ah, berkelompok (hizb) atau jama’ah minal muslimin. Mereka seolah menyebarluaskan paham bahwa  ibadah adalah urusan individual manusia dengan Tuhan semata sebagaimana paham sekulerisme. Secara tidak disadari mereka “memadami” syiar agama. syiar agama yang dapat menggetarkan jiwa kaum non muslim atau sebenarnya mereka kaum tidak beragama  / tidak beriman. Seluruh jiwa manusia telah diilhami pilihan haq dan bathil.
Firman Allah yang artinya,
“maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (QS As Syams [91]:8 )
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan” (pilihan haq atau bathil) (QS Al Balad [90]:10 )

Dengan sholat tarawih berjama’ah , peringatan hari besar keagamaan, sholat hari raya, lantunan sholawat di masjid-masjid adalah dalam rangka syiar agama yang dapat menggetarkan jiwa kaum non muslim
Inilah yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai babak Mulkan Jabbriyyan (penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak) sebagaimana yang kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/08/10/permasalahan-dunia-islam/dan http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/08/11/di-atas-manhaj-salaf/
Para penguasa di sana “bekerjasama”  dan “berlindung” dengan Amerika yang dibelakangnya Zionis Yahudi.  Mereka menyusun bersama kurikulum pendidikan, memeriksa seluruh literatur atau bahan kajian para ulama agar para ulama “terarah” sesuai “arahan” penguasa (umaro)
Semua ini buah dari negara yang didirikan berdasarkan ulama yang mendekati pintu penguasa. Ulama dilarang mendekati pintu penguasa karena mereka akan sukar menegakkan kebenaran. Fatwanya bisa jadi merupakan pembenaran terhadap keinginan/hawa nafsu penguasa. Namun ulama boleh kalau sekedar silaturrahim dengan penguasa.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda “barangsiapa mendatangi pintu penguasa maka ia akan terfitnah” ( HR Abu Dawud [2859]).
Diriwayatkan dari Abu Anwar as-Sulami r.a, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Jauhilah pintu-pintu penguasa, karena akan menyebabkan kesulitan dan kehinaan‘,”
Begitu pula para penguasa di sana di tengarai telah “mengarahkan”, “meng-kotak-an” kehidupan ulama-ulama bermazhab maupun para Habaib atau para ulama keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.   Wallahu a’lam
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

Satu Tanggapan
Tulisan yang bagus Pak…
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar