Tasawuf dalam Islam

Kesalahpahaman muslim tentang Tasawuf
Sebagian ulama tanpa disadari membingungkan ummat mereka dengan pernyataan bahwa Tasawuf adalah dari Nasrani, Budha atau dari ajaran atau agama lainnya.
Pernyataan sebenarnya adalah Tasawuf ada di Nasrani, Budha, di ajaran lainnya, begitu pula dalam Islam
Lho,  koq ulama kaumku bisa salah paham?
Tentu saja bukankah  kita yakin bahwa ulama tentu tidak maksum (terjaga dari segala kesalahan).
Oleh karenanya kita sebaiknya mengikuti atau taat kepada ulama yang sudah disepakati oleh jumhur ulama.
Kalau jumhur (banyak) ulama menyelisihi pendapat ulama yang kita ikuti maka kita harus lebih berhati-hati mengikuti ulama itu dengan selalu merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits.
Apakah konten Tasawuf dalam Islam ?
yakni, tentang akhlak dan budi pekerti, bertobat, bertalian dengan hati (tazkiyatun nafs) , cara-cara ikhlas, khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, qanaah, tawakal, zuhud, ma’rifatullah dan lain-lain
Apakah nama program studinya pada sekolah tinggi / universitas Islam ? Nama program studinya Akhlak / Tasawuf
Selengkapnya baca tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/06/07/pendidikan-akhlak/
Jadi Tasawuf adalah hanya sekedar nama atau istilah saja yang telah disepakati oleh banyak orang.
Lalu apakah konten Tasawuf serupa disemua ajaran ?
Ya, tentu nama atau istilah sepakat dipergunakan untuk sesuatu yang sama atau hampir sama.
Jadi konten Tasawuf hampir sama disemua ajaran, tentang akhlak, jiwa, mengenal yang disembah. Yang berbeda adalah tuhan yang disembah.
Dalam Islam , Tiada Tuhan selain Allah
Coba kita perhatikan , di zaman modern ini , banyak kita dapati sekolah-sekolah nasrani menghasilkan murid-murid yang berhasil dalam belajarnya karena akhlak mereka yang baik seperti disiplin, tertib, gigih, tekun dan akhlak-akhlak baik lainnya
Ini sunnatullah, mereka mendapat apa yang mereka usahakan
Apapun di alam dunia berlaku hubungan sebab-akibat.
firman Allah, yang artinya,
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan”. (QS. Hud : 15-16)
Mereka mendapatkan hasil dari segala upaya pekerjaan di dunia, namun karena mereka menyembah selainNya maka mereka diakhirat mendapatkan neraka. Naudzubillah min zalik.
Lalu mengapa kita yang telah bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah, tidak berupaya berakhlakul karimah ?
Mungkinkah kesalahpahaman tentang Tasawuf ini merupakan upaya untuk menjauhkan dari Allah ?
Mungkinkah menjauhkan muslim dari Tasawuf merupakan upaya agar muslim tidak dapat berkomunikasi dengan Allah, bertemu dengan Allah, berinteraksi dengan Allah ?
Sadarilah bahwa orang-orang yang mempunyai rasa permusuhan pada mukminsangat berkeingingan untuk “memisahkan” muslim dengan tasawuf/akhlakul karimah dengan cara membuat cerita-cerita mistik berlebihan, memberikan paradigma, stigma, definisi negatif pada tasawuf dalam Islam.
Sungguh seorang muslim yang mengenal tasawuf dalam Islam atau akhlakul karimah maka mereka akan mempunyai kesadaran pada realitas peran dan fungsi di dunia. Kesadaran inilah yang sangat ditakuti oleh orang-orang yang mempunyai rasa permusuhan pada mukmin. Kesadaran akan peran dan fungsi manusia di dunia sebagai hamba Allah. Kesadaran bahwa tiada daya upaya selain pertolongan/izin Allah.
Marilah kita mendalami dan menjalankan pokok-pokok ajaran dalam Islam secara menyeluruh (kaffah), sebaiknya tidak menolak/meningkari satu pokokpun. Pokok-pokok ajaran dalam Islam yakni, , Islam (rukun Islam, fiqih), Iman (rukun Iman, Ushuluddin), Ihsan (akhlak, Tasawuf).
Kita mendalami dan menjalankan keseluruhan pokok-pokok ajaran dalam Islam agar menjadi muslim yang sholeh, muslim terbaik, muslim yang ihsan atau muhsinin yakni muslim yang dapat seolah-olah melihat Allah.
Seolah-olah melihat Allah yang timbul dari akhlakul karimah = keadaan sadar (kesadaran) atau perbuatan/perilaku secara sadar dan Mengingat Allah.
Setiap perilaku kita / akhlak kita harus dengan mengingat Allah, seluruh waktu kita penuh berinteraksi dengan Alllah
Berinteraksi dengan Allah dengan cara berinteraksi dengan firman-firmanNya yakni Al-Qur’an. Seluruh perbuatan / akhlak kita harus selalu sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits.
Rasulullah mengatakan “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswah hasanah (suri tauladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (Rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S Al-Ahzab : 21).
Ada beberapa kemungkinan terjadinya kesalahpahaman dalam mengenal Tasawuf.
Kesalahpahaman timbul bisa dikarenakan belum dapat memahami apa yang disampaikan oleh ulama Tasawuf.  Ulama Tasawuf  kadang mengunakan bahasa atau perumpamaan yang tidak mudah dipahami oleh orang awam.
“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS An Nuur [24]:35 )
Kesalahpahaman bisa pula timbul dikarenakan yang menyampaikan tasawuf adalah dukhala ilmi artinya ahli ilmu (ulama) namun bukan ahli dalam bidang tasawuf. Sehingga ulama tersebut sesungguhnya menyampaikan sesuatu yang tidak dipahaminya.
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS Luqman [31]:6 )
Sehingga orang yang menerima tentang tasawuf karena dia tidak paham atau karena dia mendapatkan dari dukhala ilmi , ikut-ikutan menyampaikan kepada orang lain tentu tanpa pengetahuan yang sebenarnya, sehingga mereka mengolok-olok tasawuf. Ketidak hati-hatian ini akan memperoleh azab yang menghinakan. Wallahu a’lam
Marilah kita dalami dan jalankan Tasawuf dalam Islam.
Wassalam
Zon di Jonggol

15 Tanggapan
pada 29 Juli 2010 pada 8:42 am | Balasdama putra rokan
dengan berakhlakul karimah, setiap jiwa adalah rahmatan lil alamin…


tulisan yang tidak jelas kemana arahnya. Setahu saya tasawuf itu agama baru yang dibuat oleh para imamnya. Biasanya sangat getolnya ke kuburan.


pada 8 Agustus 2010 pada 6:54 pm | Balasmutiarazuhud
Berarti antum masih salahpaham


Tasawuf dalam bentuk thoreqot terdapat ajaran yg benar tentang akhlak, keikhlasan tapi banyak juga penyimpangan penyimpangannya. Kalau mau belajar akhlaq yg belajar kepada ahlusunnah kpd para salaf. Akhlaq adalah penghias agama dan merupakan bagian yg penting dari bangunan islam yg sempurna. Menyeru pada ajaran tasawuf adalah talbis saja. Dakwahkan saja islam secara kaffah, tauhid, ibadah, akhlaq, muamalah, siyasah dll.


pada 23 Agustus 2010 pada 1:27 am | Balasmutiarazuhud
Antum katakan “banyak juga penyimpangan penyimpangannya”. Berdasarkan apa antum mengatakan itu ?
Apakah prasangka antum saja ?
Berdasarkan apa antum menilainya sebagai penyimpangan, sedangkan tasawuf dalam Islam adalah akhlakul karimah yakni keadaan sadar (kesadaran) atau perilaku/perbuatan mengingat Allah. Klo bukan tentang akhlakul karimah maka kita harus tegas bahwa itu bukan tasawuf dalam Islam. Yakinlah muslim yang mendalami tasawuf dalam Islam akan mengaplikasikan tentang Ihsan yakni seperti yang disampaikan oleh malaikat jibril, seolah-olah melihatNya atau minimal yakin bahwa Allah melihat kita. Muslim yang mendalami tasawuf, muslim yang mengaplikasikan tentang Ihsan, muslim yang berakhlakul karimah, muslim yang sholeh (ibaadillaahish shoolihiin) dengan Ihsan mereka termotivasi menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.


Bagi Saya dunia tasawuf adalah suatu tempat dimana kita bisa merasakan kedekatan kepada Allah SWT , dari siapapun yg memandang tsawauf itu Bid’ah atau Sesat karena sesorang tdk mempelajari dan mengenalnya secara lebih dalam .


pada 1 Oktober 2010 pada 7:35 pm | BalasPencari Ilmu
Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullahu meriwayatkan dengan sanadnya sampai Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu: “Jika seorang belajar tasawuf di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan dapati dia menjadi orang dungu.”
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu juga mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang shufi yang berakal. Seorang yang telah bersama kaum shufiyah selama 40 hari, tidak mungkin kembali akalnya.”
Beliau juga berkata, “Azas (dasar shufiyah) adalah malas.” (Lihat Mukhalafatush Shufiyah lil Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu hal. 13-15)


pada 4 Oktober 2010 pada 2:03 pm | Balasmutiarazuhud
Sudah banyak yang mengulasnya, silahkan googling. Itu cuma salah memahami saja dan ada pula yang “mengubah” redaksi/matan tulisannya.


kalau kita berislam dengan hati maka kita akan menerima tasawuf untuk memperbaiki kualitas hati kita. tetapi kalau kita berislam dengan nafsu, berislam dengan logika pendek, berislam dengan akal pendek, maka kita akan menolak tasawuf.


pada 12 Januari 2011 pada 9:43 am | Balasmamo cemani gombong
artikel yang bagus bang Zon ….ijin copas…


pada 12 Januari 2011 pada 11:11 am | Balasmutiarazuhud
Silahkan mas


TASAWUF APAKAH TERMASUK SESAT/BID’AH SEPERTI PERKATAAN SEGELINTIR ORANG YANG AWAM, DAN PELAKUNYA KAFIR
Tulisan ini saya sebarkan sengaja untuk memberikan pemahaman dan penjelasan balik atas tulisan yang saya kirimkan keteman-teman berjudul Ilmu Laduni yang berisi Nasihat Imam malik dan imam syafei sbb:
- Nasihat imam syafei :
Dar al-Jil Diwan (Beirut 1974) p.34
Artinya :
فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح
فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح
Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?
- Nashihat IMAM MALIK RA:
و من تصوف و لم يتفقه فقد تزندق
من تفقه و لم يتصوف فقد تفسق
و من جمع بينهما فقد تخقق
“dia yang sedang Tasawwuf tanpa mempelajari fikih rusak keimanannya , sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawwuf rusaklah dia . hanya dia siapa memadukan keduannya terjamin benar .
Semula saya tidak terlalu terpengaruh dengan kiriman komentar dari beberapa teman-teman tentang ini bahkan ada yang mengirimkan saya alamat blog pendukung yang membahas tentang ini, tapi pada saat habis istirahat hari Jum’at sampai menjelang pulang kantor ada komentar dan kiriman tulisan ke Saya dan kebeberapa teman saya dan teman saya itu mengirimkan kembali kesaya, yang sangat mengejutkan dan mengagetkan tentang Tasawuf ini yang intinya bahwa orang yg bertasawuf adalah sesat dan bahkan Kafir menurut ulasan yang saya terima dengan menggunakan pemikiran seorang sejarawan dan budayawan barat (non Muslim) yang bernama Renold Areye Nicolson yang menyatakan bahwa tasawuf adalah mencontoh kebiasaan Bangsa Yunani, romawi kuno dan agama hindu dan budha namun pada akhir kesimpulan penelitiannya ia bimbang dan menyatakan bahwa tasawuf memang dari adab dan kebiasaan nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang pada masa tabiin disebut istilah ”Tasawuf”, mereka juga menggunakan pemikirannya Aliran sufi filsafat untuk mendukung pemikiran mereka, tokoh Sufi abad ke-3/4 dan 5 H seperti Al-Hallaj dkk. yang paling kontroversial didalam sejarah tasawuf (sebenarnya faham ini telah dibantah dengan munculnya Sufi aliran suni yaitu Imam Al Gazali yang berhasil menyatukan antara tasawuf dan syariat dengan berlandaskan Al Qur’an dan Sunah Rasullullah atas dasar ini makanya islam dapat diterima oleh masyarakat indonesia dengan damai, tanpa penjajahan/pertempuran seperti agama lain (kristen/yahudi) masuk ke Indonesia ,dan kita semua lahir dalam keadaan Islam yang didakwahkan para wali-wali Allah SWT), serta ada satu tokoh penyair yang saya pernah baca tentangnya bahwa orang itu pernah di dakwa sebagai nabi palsu oleh seorang khalifah pada masanya dan sempat mau dihukum mati karena segala perbuatannya tetapi ia akhirnya selamat dari maut karena ia mengingkari semua penyataan-pernyataan tersebut.
Dalam tulisan ini sebenarnya hanya ingin meluruskan apa yang dimaksudkan para imam tersebut tentang tasawuf tidak seperti yang dipikirkan dan ada didalam otak orang yang menyatakan bahwa tasawuf itu sesat/bid’ah atau menjurus kekafiran.
Karena imam malik dan imam syafei bukanlah orang yang mengajarkan kesesatan, mereka adalah para hamba Allah yang selalu taat atas perintah Allah SWT dan Rasulnya Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah hamba Allah yang Zuhud, tawaduk, Wara dan berusaha menghidupkan sunah-sunah Rasullullah kepada murid-muridnya hingga sampai kepada saya dan anda-anda sekalian.
Jadi siapa kah yang sesat????
Yaitu orang yang mengatakan tasawuf adalah ajaran sesat tetapi kalau
Ia membuang hajat kecilnya masih melakukannya dgn berdiri…gak jongkok seperti yang disunahkan oleh Rasulnya. Semoga Allah SWT memberinya petunjuk.
1. Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, 35 :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”
2. Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. QS:4/80.
3. Allah SWT berfirman dalam surat Al Hujurat :
4. ( يَـأيُّهَاالّذِيْن آمنـُوْا ِاٍنْ جـآءَكمْ فَاسقٌ بـِنَباٍ فتبيّنـُوْا أنْ تُصِبـوْا قوْمًـا بِجَهَالـةٍ فتُصْبِحُـوْا علَى مَا فعَلْتـُمْ نـدميـن )
5. Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang seorang yang fasik kepadamu membawa berita, maka tangguhkanlah (hingga kamu mengetahui kebenarannya) agar tidak menyebabkan kaum berada dalam kebodohan (kehancuran) sehingga kamu menyesal terhadap apa yang kamu lakukan” QS. Al-Hujurat : 09
Rasulullah bersabda:
1. “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud z)
2. “Sesungguhnya Islam berawal dengan keasingan dan akan kembali kepada keasingan sebagaimana awalnya maka maka bergembiralah bagi orang-orang yang asing.” Rasulullah ditanya: “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Jawab beliau: “Yaitu yang melakukan perbaikan ketika manusia rusak.” (Shahih HR Abu Amr Ad Dani dari sahabat Ibnu Mas’ud, lihat Silsilah Ash Shahihah no. 1273)
TASAWUF:
Tasawuf sulit didefinisikan tetapi Istilah/ kata ”tasawuf” timbul pada masa tabiin namun benih-benihnya sudah ada sejak jaman Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat. Tentang Tasawuf AL-HASAN AL-BASRI (Madinah,21H – Basrah,110 H) seorang ulama besar dalam beberapa bidang Ilmu, seperti: Hadis, Fikih dan Tafsir, juga seorang pendidik dan sufi, berkata:
”Barangsiapa yang memakai tasawuf karena tawaduk (kepatuhan) kepada Allah akan ditambah Allah cahaya dalam diri dan Hatinya, dan barang siapa yang memakai tasawuf karena kesombongan kepadanya akan dicampakkan kedalam neraka”
Ia menyampaikan pesan-pesan pendidikannya melalui 2 Cara:
1. Ia mengajak murid-muridnya menghidupkan kembali kondisi masa salaf, seperti yang terjadi pada masa para sahabat nabi Muhammad SAW, terutama masa umar bin Khattab, yang selalu berpegang teguh kepada kitabullah dan sunah Rasulullah SAW;
2. Ia menyerukan kepada murid-muridnya untuk bersikap Zuhud dalam menghadapi kemewahan dunia, zuhud dalam pengertiannya adalah tidak tamak terhadap kemewahan dunia dan tidak pula lari dari persoalan dunia, tetapi selalu merasa cukup dengan apa yang ada.
(Pembahasan lebih tentang al Hasan al-Basri akan saya uraikan dipembahasan setelah para sahabat)
Menurut Harun Nasution, teori-teori yang mengatakan ajaran tasawuf dipengaruhi unsur asing sulit dibuktikan kebenarannya. Karena dalam ajaran islam sendiri terdapat ayat-ayat dalam al Qur’an dan Hadis-hadis yang menggambarkan dekatnya manusia dengan Tuhan (ALLAH SWT) diantaranya surah al-Baqarah ayat 186 yang artinya: “Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa sanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Ku.”
di ayat lain Allah SWT berfirman yang artinya: ”Dan kepunyaan Allah lah timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap di situ Wajah Allah. Sesungguhnya Allah maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”(QS.2:115).
Disebutkan pula dalam surat Qaf ayat 16 yang artinya:”Dan sesungguhnya Kami telah ciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya.”
Dalam Hadis Qudsi (hadis yang maksudnya berasal dari Allah SWT, lafalnya berasal dari Nabi Muhammad SAW) disebutkan bahwa Allah SWT berfirman: ”Barang siapa memusuhi seseorang wali-Ku, maka Aku mengumumkan permusuhan-Ku terhadapnya. Tidak ada suatu yang mendekatkan hamba-Ku kepada-Ku yang lebih Kusukai daripada pengamalan segala yang Ku fardukan atasnya. Kemudian hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan amal-amal sunah, maka aku senantiasa mencintainya. Bila Aku telah cinta kepada-Nya, jadilah Aku pendengarannya yang dengannya ia mendengar, Aku penglihatannya yang dengannya ia melihat, Aku tangannya yang dengannya ia memukul, dan Aku kakinya yang dengannya ia berjalan. Bila ia memohon kepada-Ku, Aku perkenankan permohonannya, jika ia meminta perlindungan, ia Kulindungi.” (HR. Bukhari)
CIKAL BAKAL TASAWUF
Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan perilaku nabi Muhammad SAW.
Peristiwa dan Perilaku Hidup Nabi. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari-hari beliau berkhalawat (mengasingkan diri) di Gua Hira, terutama pada bulan Ramadhan disana nabi banyak berzikir dan bertafakur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pengasingan diri Nabi SAW digua Hira ini merupakan acuan utama para sufi dalam melakukan khalawat.
Kemudian puncak kedekatan Nabi SAW dengan Allah SWT tercapai ketika melakukan isra mikraj. Di dalam isra mikraj itu nabi SAW telah sampai ke Sidratulmuntaha (tempat terakhir yang dicapai nabi ketika mikraj di langit ke tujuh), bahkan telah sampai kehadiran Ilahi dan sempat berdialog dgn Allah. Dialog ini terjadi berulang kali, dimulai ketika nabi SAW menerima perintah dari Allah SWT tentang kewajiban shalat lima puluh kali dalam sehari semalam. Atas usul nabi Musa AS, Nabi Muhammad SAW memohon agar jumlahnya diringankan dengan alasan umatnya nanti tidak akan mampu melaksanakannya. Kemudian Nabi Muhammad SAW terus berdialog dengan Allah SWT. Keadaan demikian merupakan benih yang menumbuhkan sufisme dikemudian hari.
Perikehidupan (sirah) nabi Muhammad SAW juga merupakan benih-benih tasawuf yaitu pribadi nabi SAW yang sederhana, zuhud, dan tidak pernah terpesona dengan kemewahan dunia. Dalam salah satu Doanya ia memohon: ”Wahai Allah, Hidupkanlah aku dalam kemiskinan dan matikanlah aku selaku orang miskin” (HR.at-Tirmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim).
“Pada suatu waktu Nabi SAW datang kerumah istrinya, Aisyah binti Abu Bakar as-Siddiq. Ternyata dirumahnya tidak ada makanan. Keadaan ini diterimanya dengan sabar, lalu ia menahan lapar dengan berpuasa” (HR.Abu Dawud, at-Tirmizi dan an-Nasa-i) .
Ibadah Nabi Muhammad SAW. Ibadah nabi SAW juga sebagai cikal bakal tasawuf. Nabi SAW adalah orang yang paling tekun beribadah. Dalam satu riwayat dari Aisyah RA disebutkan bahwa pada suatu malam nabi SAW mengerjakan shalat malam, didalam salat lututnya bergetar karena panjang dan banyak rakaat salatnya. Tatkala rukuk dan sujud terdengar suara tangisnya namun beliau tetap melaksanakan salat sampai azan Bilal bin Rabah terdengar diwaktu subuh. Melihat nabi SAW demikian tekun melakukan salat, Aisyah bertanya: ”Wahai Junjungan, bukankah dosamu yang terdahulu dan yang akan datang diampuni Allah, mengapa engkau masih terlalu banyak melakukan salat?” nabi SAW menjawab:” Aku ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur” (HR.Bukhari dan Muslim).
Selain banyak salat nabi SAW banyak berzikir. Beliau berkata: “Sesungguhnya saya meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya setiap hari tujuh puluh kali” (HR.at-Tabrani).
Dalam hadis lain dikatakan bahwa Nabi SAW meminta ampun setiap hari sebanyak seratus kali (HR.Muslim). Selain itu nabi SAW banyak pula melakukan iktikaf dalam mesjid terutama dalam bulan Ramadan.
Akhlak Nabi Muhammad SAW. Akhlak nabi SAW merupakan acuan akhlak yang tidak ada bandingannya. Akhlak nabi SAW bukan hanya dipuji oleh manusia, tetapi juga oleh Allah SWT. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT yang artinya: “Dan sesungguhnya kami (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.(QS.Al Qalam:4) ketika Aisyah ditanya tentang Akhlak Nabi SAW, Beliau menjawab: Akhlaknya adalah Al-Qur’an”(HR.Ahmad dan Muslim). Tingkah laku nabi tercermin dalam kandungan Al-Qur’an sepenuhnya.
Dalam diri nabi SAW terkumpul sifat-sifat utama, yaitu rendah hati, lemah lembut, jujur, tidak suka mencari-cari cacat orang lain, sabar, tidak angkuh, santun dan tidak mabuk pujian. Nabi SAW selalu berusaha melupakan hal-hal yang tidak berkenan di hatinya dan tidak pernah berputus asa dalam berusaha.
Oleh karena itu, Nabi SAW merupakan tipe ideal bagi seluruh kaum muslimin, termasuk pula para sufi. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.”.
Kehidupan Empat Sahabat Nabi Muhammad SAW.
Sumber lain yang menjadi sumber acuan oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat yang berkaitan dengan keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Oleh karena setiap orang yang meneliti kehidupan rohani dalam islam tidak dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi diabad-abad sesudahnya.
Kehidupan para sahabat dijadikan acuan oleh para sufi karena para sahabat sebagai murid langsung Rasulullah SAW dalam segala perbuatan dan ucapan mereka senantiasa mengikuti kehidupan Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu perilaku kehidupan mereka dapat dikatakan sama dengan perilaku kehidupan Nabi SAW, kecuali hal-hal tertentu yang khusus bagi Nabi SAW. Setidaknya kehidupan para sahabat adalah kehidupan yang paling mirip dengan kehidupan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW karena mereka menyaksikan langsung apa yang diperbuat dan dituturkan oleh Nabi SAW. Oleh karena itu Al-Qur’an memuji mereka: ” Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk islam) diantara orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah sediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS.At Taubah:100).
Abu Nasr as-Sarraj at-Tusi menulis didalam bukunya, Kitab al-Luma`, tentang ucapan Abi Utbah al-Hilwani (salah seorang tabiin) tentang kehidupan para sahabat:” Maukah saya beritahukan kepadamu tentang kehidupan para sahabat Rasulullah SAW? Pertama, bertemu kepada Allah lebih mereka sukai dari pada kehidupan duniawi. Kedua, mereka tidak takut terhadap musuh, baik musuh itu sedikit maupun banyak. Ketiga, mereka tidak jatuh miskin dalam hal yang duniawi, dan mereka demikian percaya pada rezeki Allah SWT.”
Adapun kehidupan keempat sahabat Nabi SAW yang dijadikan panutan para sufi secara rinci adalah sbb:
1. Abu Bakar as-Siddiq. Pada mulanya ia adalah salah seorang Kuraisy yang kaya. Setelah masuk islam, ia menjadi orang yang sangat sederhana. Ketika menghadapi perang Tabuk, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat, Siapa yang bersedia memberikan harta bendanya dijalan Allah SWT. Abu Bakar lah yang pertama menjawab:”Saya ya Rasulullah.” Akhirnya Abu Bakar memberikan seluruh harta bendanya untuk jalan Allah SWT. Melihat demikian, Nabi SAW bertanya kepada: ”Apalagi yang tinggal untukmu wahai Abu Bakar?” ia menjawab:”Cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya.”
Diriwayatkan bahwa selama enam hari dalam seminggu Abu Bakar selalu dalam keadaan lapar. Pada suatu hari Rasulullah SAW pergi kemesjid. Disana Nabi SAW bertemu Abu Bakar dan Umar bin Khattab, kemudian ia bertanya:”Kenapa anda berdua sudah ada di mesjid?” Kedua sahabat itu menjawab:”Karena menghibur lapar.”
Diceritakan pula bahwa Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia berkata:”Jika seorang hamba begitu dipesonakan oleh hiasan dunia, Allah membencinya sampai ia meninggalkan perhiasan itu.” Oleh karena itu Abu Bakar memilih takwa sebagai ”pakaiannya.” Ia menghiasi dirinya dengan sifat-sifat rendah hati, santun, sabar, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ibadah dan zikir.
2. Umar bin Khattab yang terkenal dengan keheningan jiwa dan kebersihan kalbunya, sehingga Rasulullah SAW berkata:” Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar.” Ia terkenal dengan kezuhudan dan kesederhanaannya. Diriwayatkan, pada suatu ketika setelah ia menjabat sebagai khalifah, ia berpidato dengan memakai baju bertambal dua belas sobekan.
Diceritakan, Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khatab, ketika masih kecil bermain dengan anak-anak yang lain. Anak-anak itu semua mengejek Abdullah karena pakaian yang dipakainya penuh dengan tambalan. Hal ini disampaikannya kepada ayahnya yang ketika itu menjabat sebagai khalifah. Umar merasa sedih karena pada saat itu tidak mempunyai uang untuk membeli pakaian anaknya. Oleh karena itu ia membuat surat kepada pegawai Baitulmal (Pembendaharaan Negara) diminta dipinjami uang dan pada bulan depan akan dibayar dengan jalan memotong gajinya.
Pegawai Baitulmal menjawab surat itu dengan mengajukan suatu pertanyaan, apakah Umar yakin umurnya akan sampai bulan depan. Maka dengan perasaan terharu dengan diiringi derai air mata , Umar menulis lagi sepucuk surat kepada pegawai Baitul Mal bahwa ia tidak lagi meminjam uang karena tidak yakin umurnya sampai bulan yang akan datang.
Disebutkan dalam buku-buku tasawuf dan biografinya, Umar menghabiskan malamnya beribadah. Hal demikian dilakukan untuk mengibangi waktu siangnya yang banyak disita untuk urusan kepentingan umat. Ia merasa bahwa pada waktu malamlah ia mempunyai kesempatan yang luas untuk menghadapkan hati dan wajahnya kepada Allah SWT.
3. Usman bin Affan yang menjadi teladan para sufi dalam banyak hal. Usman adalah seorang yang zuhud, tawaduk (merendahkan diri dihadapan Allah SWT), banyak mengingat Allah SWT, banyak membaca ayat-ayat Allah SWT, dan memiliki akhlak yang terpuji. Diriwayatkan ketika menghadapi Perang Tabuk, sementara kaum muslimin sedang menghadapi paceklik, Usman memberikan bantuan yang besar berupa kendaraan dan perbekalan tentara.
Diriwayatkan pula, Usman telah membeli sebuah telaga milik seorang Yahudi untuk kaum muslimin. Hal ini dilakukan karena air telaga tersebut tidak boleh diambil oleh kaum muslimin.
Dimasa pemerintahan Abu Bakar terjadi kemarau panjang. Banyak rakyat yang mengadu kepada khalifah dengan menerangkan kesulitan hidup mereka. Seandainya rakyat tidak segera dibantu, kelaparan akan banyak merenggut nyawa. Pada saat paceklik ini Usman menyumbangkan bahan makanan sebanyak seribu ekor unta.
Tentang ibadahnya, diriwayatkan bahwa usman terbunuh ketika sedang membaca Al-Qur’an. Tebasan pedang para pemberontak mengenainya ketika sedang membaca surah Al-Baqarah ayat 137 yang artinya:…”Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” ketika itu ia tidak sedikitpun beranjak dari tempatnya, bahkan tidak mengijinkan orang mendekatinya. Ketika ia rebah berlumur darah, mushaf (kumpulan lembaran) Al-Qur’an itu masih tetap berada ditangannya.
4. Ali bin Abi Talib yang tidak kurang pula keteladanannya dalam dunia kerohanian. Ia mendapat tempat khusus di kalangan para sufi. Bagi mereka Ali merupakan guru kerohanian yang utama. Ali mendapat warisan khusus tentang ini dari Nabi SAW. Abu Ali ar-Ruzbari , seorang tokoh sufi, mengatakan bahwa Ali dianugerahi Ilmu Laduni. Ilmu itu, sebelumnya, secara khusus diberikan Allah SWT kepada Nabi Khaidir AS, seperti firmannya yang artinya:…”dan telah Kami ajarkan padanya ilmu dari sisi Kami.” (QS.Al Kahfi:65).
Kezuhudan dan kerendahan hati Ali terlihat pada kehidupannya yang sederhana. Ia tidak malu memakai pakaian yang bertambal, bahkan ia sendiri yang menambal pakiannya yang robek.
Suatu waktu ia tengah menjinjing daging di Pasar, lalu orang menyapanya:”Apakah tuan tidak malu memapa daging itu ya Amirulmukminin (Khalifah)?” Kemudian dijawabnya:”Yang saya bawa ini adalah barang halal, kenapa saya harus malu?”.
Abu Nasr As-Sarraj at-Tusi berkomentar tentang Ali. Katanya:”Di antara para sahabat Rasulullah SAW Amirulmukminin Ali bin Abi Talib memiliki keistimewahan tersendiri dengan pengertian-pengertiannya yang agung, isyarat-isyaratnya yang halus, kata-katanya yang unik, uraian dan ungkapannya tentang tauhid, makrifat, iman, ilmu, hal-hal yang luhur, dan sebagainya yang menjadi pegangan serta teladan para sufi.
Kehidupan Para Ahl as-Suffah. Selain keempat khalifah di atas, sebagai rujukan para sufi dikenal pula para Ahl as-Suffah. Mereka ini tinggal di Mesjid Nabawi di Madinah dalam keadaan serba miskin, teguh dalam memegang akidah, dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara Ahl as-Suffah itu ialah Abu Hurairah, Abu Zar al-Giffari, Salman al-Farisi, Mu’az bin Jabal, Imran bin Husin, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Abbas dan Huzaifah bin Yaman. Abu Nu’aim al-Isfahani, penulis tasawuf (w. 430/1038) menggambarkan sifat Ahl as-Suffah di dalam bukunya Hilyat al-Aulia`(Permata para wali) yang artinya: Mereka adalah kelompok yang terjaga dari kecendrungan duniawi, terpelihara dari kelalaian terhadap kewajiban dan menjadi panutan kaum miskin yang menjauhi keduniaan. Mereka tidak memiliki keluarga dan harta benda. Bahkan pekerjaan dagang ataupun peristiwa yang berlangsung disekitar mereka tidak lah melalaikan mereka dari mengingat Allah SWT. Mereka tidak disedihkan oleh kemiskinan material dan mereka tidak digembirakan kecuali oleh suatu yang mereka tuju.
Diantara Ahl as-Suffah itu ada yang mempunyai keistimewahan sendiri. Hal ini memang diwariskan oleh Rasulullah SAW kepada mereka seperti Huzaifah bin Yaman yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW tentang ciri-ciri orang Munafik. Jika ia berbicara tentang orang munafik, para sahabat yang lain senantiasa ingin mendengarkannya dan ingin mendapatkan ilmu yang belum diperolehnya dari Nabi SAW. Umar bin Khattab pernah tercengang mendengar uraian Huzaifah tentang ciri-ciri orang munafik.
Adapun Abu Zar al-Giffarri adalah seorang Ahl as-Suffah termasyur yang bersifat sosial. Ia tampil sebagai prototipe (tokoh pertama) fakir sejati. Abu Zar tidak pernah memiliki apa-apa, tetapi ia sepenuhnya milik Allah SWT dan akan menikmati hartanya yang abadi. Apabila ia diberikan sesuatu berupa materi, maka materi tersebut dibagi-bagi kepada para fakir miskin.
Kehidupan Para Tabiin. Setelah periode sahabat berlalu muncul periode Tabiin (sekitar abad ke-1 H dan ke-2 H). Pada masa itu kondisi sosial-politik sudah mulai berubah dari masa sebelumnya. Konflik-konflik politik yang dimulai dari masa Usman bin Affan berkepanjangan sampai kemasa-masa sesudahnya. Konflik tersebut ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan beragama, yakni munculnya kelompok-kelompok Bani Umayyah, Syiah, Khawarij dan Murjiah.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, kehidupan politik berubah total. Dengan sistem pemerintahan monarki, khalifah-khalifah Bani Umayyah secara bebas berbuat kezaliman-kezaliman, terutama terhadap kelompok syiah, yakni kelompok politik yang paling gencar menentangnya. Puncak kekejaman mereka terlihat jelas pada saat terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Talib di Karbala. Kasus pembunuhan ini ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat islam pada masa itu. Kekejaman Bani Umayyah yang tak henti-hentinya itu membuat kelompok penduduk kufah merasa menyesal karena telah menghianati Husein dan memberikan dukungan kepada pihak yang melawan Husein. Mereka menyebut kelompoknya Tawabun (Kaum Tawabin).
Disamping gejolak politik yang berkepanjangan, perubahan kondisi sosialpun terjadi. Hal ini mempunyai pengaruh besar dalam pertumbuhan kehidupan beragama masyarakat islam. Pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat, secara umum kaum muslimin hidup dalam keadaan sederhana. Ketika Bani Umayyah memegang tampuk kekuasaan, hidup mewah mulai meracuni masyarakat, terutama terjadi dikalangan istana. Mu`awiyah bin Abu Sufyan sebagai Khalifah nampak semakin jauh dari tradisi kehidupan Nabi SAW serta para sahabat-sahabat utama dan semakin dekat dengan traidisi kehidupan raja-raja Romawi. Kemudian anaknya, Yazid (memerintah 61 H/680 M- 64 H/683 M), dikenal sebagai khalifah yang tidak memperdulikan ajaran-ajaran agama. Dalam sejarah, Yazid dikenal sebagai pemabuk. Dalam situasi yang demikian kaum muslimin yang saleh merasa berkewajiban menyeruhkan kepada masyarakat untuk hidup zuhud, sederhana, saleh dan tidak tenggelam dalam buaian hawa nafsu. Diantara para penyeru tersebut adalah Abu Zar al-Giffari. Dia melancarkan kritik tajam kepada Bani Umayyah yang sedang tenggelam dalam kemewahan dan menyeruhkan agar ditetapkan keadilan sosial dalam Islam.
Dari perubahan-perubahan kondisi sosial tersebut sebagian masyarakat mulai melihat kembali pada kesederhanaan kehidupan Nabi SAW dan para sahabatnya. Sejak itu kehidupan Zuhud menyebar luas dikalangan masyarakat. Para pelaku Zuhud disebut Zahid atau karena ketekunan beribadah maka disebut `abid.
Tokoh Tabiin kelas pertama yang muncul di Madinah ialah Sa’id bin Musayyab (15-94H). Ia banyak mendapat pendidikan dari Mertuanya, Abu Hurairah. Pada dirinya terkumpul kealiman dalam bidang hadist dan fikih disamping juga dalam bidang ibadah, kezuhudan dan akhlak mulia.
Selanjutnya muncul salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab, seorang tabiin yang hidup zuhud. Diriwayatkan (berdasarkan ucapan tabiin) suatu kali Sulaiman bin Abdul Malik masuk ke Mesjidilharam. Didalam mesjid dilihatnya Salim dan ditegurnya:”Mintalah kepadaku segala kebutuhanmu”. Jawab Salim:” Demi Allah, dalam Baitullah ini aku tidak meminta kepada siapapun kecuali kepada Allah.”
Dikota Basrah muncul AL-HASAN AL-BASRI (Madinah,21H/642M – Basrah,110 H/728M) seorang ulama besar dalam beberapa bidang Ilmu, seperti: Hadis, Fikih dan Tafsir, juga seorang pendidik dan sufi. Nama lengkapnya Abu Sa’id al-Hasan bin Abi Hasan Yasar al-Basri. Ayahnya bernama Yasar al-Basri Maula Zaid bin Sabit al Ansari, sedangkan ibunya bernama Khairah Maulat Ummu Salamah. Keluarga al-Hasan al-Basri adalah keluarga yang berilmu dan menaruh perhatian terhadap ilmu terutama Al Qur’an dan Hadis. Ibunya sendiri sangat dekat dengan Ummu Salamah, salah seorang istri Rasulullah , tergolong orang berilmu. Ibunya adalah penghapal dan periwayat hadis, yang menerima dan meriwayatkan banyak hadis dari Ummu Salamah.
Pendidikan awal Al Hasan al-Basri diperoleh dari keluarganya sendiri terutama dari Ibunya. Ibunya memberikan pengaruh yang besar tehadap perkembangan dan pertumbuhan al Hasan al-Basri dan saudaranya Sa’id bin Abi Hasan Yasar al-Basri. Ia banyak mendengar riwayat hadis dari ibunya, para sahabat dan para tabiin dan pada usianya 14 Tahun ia sudah menghapal al Qur’an. Ia banyak belajar dan berada dalam asuhan ilmu dari Ali bin Abi Talib, terutama ilmu tentang kerohanian dan dari Huzaifah bin Yaman. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan bahwa al Hasan al Basri, selain sempat bertemu Ali bin Abi Talib, ia juga sempat bertemu Talhah bin Ubaidillah, dan Aisyah binti Abu Bakar. Ia menerima hadis riwayat beberapa sahabat dan para perawi hadis lainnya seperti: Ubay bin Ka’b (w.19H), Sa’id bin Ubadah, Umar bin Khattab, Ammar bin Yasir, Abu Hurairah, Usman bin Affan, Abdullah bin Umar, Hamid at-Tawil, Yazid bin Abi Maryam, dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan.
Menurut Ahmad Ismail al-Basit, seorang ulama Yordania, membagi masa kehidupan al Hasan atas tiga periode yaitu: (1) periode Tahun 21-42 H; (2) periode tahun 43-53H; dan (3) periode 53-110H.
Periode pertama merupakan periode kehidupannya di Madinah, ia banyak menimba ilmu bukan hanya dari ibunya tetapi dari sebagian sahabat.
Pada periode kedua, ia melibatkan diri dalam peperangan dan penaklukan wilayah-wilayah baru. Pada saat yang bersamaan ia banyak bertemu dengan para sahabat-sahabat Nabi SAW dan menimba ilmu dari mereka. Pada periode ini juga ia menjadi sekretaris Rabi` bin Ziyad al-Harisi (w.53), seorang amir Sijistan Khurasan (Persia).
Periode ke tiga ia habiskan waktunya di Basra untuk menyampaikan dan mengajarkan ilmunya.
Ia membuka madrasah al Hasan al-Basri, Ia menyampaikan pesan-pesan pendidikannya melalui 2 Cara:
1. Ia mengajak murid-muridnya menghidupkan kembali kondisi masa salaf, seperti yang terjadi pada masa para sahabat nabi Muhammad SAW, terutama masa umar bin Khattab, yang selalu berpegang teguh kepada kitabullah dan sunah Rasulullah SAW;
2. Ia menyerukan kepada murid-muridnya untuk bersikap Zuhud dalam menghadapi kemewahan dunia, zuhud dalam pengertiannya adalah tidak tamak terhadap kemewahan dunia dan tidak pula lari dari persoalan dunia, tetapi selalu merasa cukup dengan apa yang ada
Tentang tasawuf al Hasan al-Basri berkata:
”Barangsiapa yang memakai tasawuf karena tawaduk (kepatuhan) kepada Allah akan ditambah Allah cahaya dalam diri dan Hatinya, dan barang siapa yang memakai tasawuf karena kesombongan kepadanya akan dicampakkan kedalam neraka”.
Al Hasan al-Basri masyhur dengan kezuhudannya yang berlandaskan Khauf (Takut kepada kemurkaan Allah SWT) dan diiringi dengan rajā (senantiasa mengharapkan Rahmat Allah SWT). Saking takutnya kepada Allah SWT ia selalu membayangkan bahwa neraka itu seakan-akan diciptakan oleh Allah SWT semata-mata hanya untuk dirinya. Oleh sebab itu al Hasan al-Basri mengatakan: ”Jauhilah dunia ini karena ia sebenarnya serupa dengan ular, licin pada perasaan tangan, tetapi racunnya mematikan.”
Kedalaman pengetahuan al-Hasan al-Basri mengenai tasawuf cendrung untuk mengartikan beberapa istilah dalam agama islam menurut pendekatan tasawuf.
Islam, misalnya, diartikan penyerahan hati dan jiwa hanya kepada Allah SWT dan keselamatan seseorang muslim dari gangguan muslim lain.
Orang beriman, menurutnya adalah orang yang mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Allah SWT, itu pula yang harus dia katakan.
Orang mukmin ialah orang yang paling baik amalannya dan paling takut kepada Allah SWT dan sekalipun ia menafkahkan hartanya setinggi gunung ia seakan-akan tidak dapat melihatnya (tidak menceritakannya).
Para sufi menurut pengertiannya adalah orang yang hatinya selalu bertaqwa kepada Allah SWT dan memiliki ciri al: berbicara benar, menepati janji, mengadakan silaturahmi, menyayangi yang lemah, tidak memuji diri dan mengerjakan yang baik-baik. Fakih, menurutnya orang yang zahid terhadap dunia dan senang terhadap akhirat, melihat dan memahami agamanya, senantiasa beribadah kepada tuhannya, bersikap warak, menjaga kehormatan kaum muslimin dan harta benda mereka dan menjadi penasihat dan pembimbing bagi masyarakatnya.
Al Hasan al-Basri dan para ulama lain seperti Sulaiman bin Umar. Merupakan ulama besar yang dimintai kerjasamanya oleh Umar bin Abdul Azis (Madinah, 63 H/682M – 101H/720M) Khalifah dinasti Umayyah, yang pertama, yang meminta nasihat dan Fatwa mereka tentang berbagai kebijaksanaan, mengajarkan rakyat mengenai hukum syariat, setia mengikuti perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya.
Dan pada masa Umar bin Abdul Azis umat islam mengalami kesejahteraan dan masalah Khilafiah antara Syiah dan Suni dapat diluruskan..
Sebenarnya banyak tokoh-tokoh lain yang baik untuk diteladani seperti Malik Bin Dinar (w.171 H) murid dari al Hasan al-Basri, Tokoh Tabiin di kufah antara lain Sufyan as-Sauri (97-161H) yang terkenal kealimannya dalam bidang hadis dan fikih, tokoh kufah lainya seperti: Rabi bin Khaisam, Sa’id bin Jubair, Tawus bin Kaisan al-Yamani, Sufyan bin Uyainah, Jabir bin Hayyan dan Abu Hasyim. Umumnya mereka mempunyai ketekunan yang istimewah dalam beribadah. Dalam hal ini satu riwayat dari imam al-Gazali dikatakan bahwa diantara mereka ada yang sanggup melakukan qiyām al-lail (Shalat malam) sepanjang malam.
Berikut nasihat, pendapat dan fatwa para imam dan ulama tentang sufi dan tasawuf:
Imam Abu Hanifa (81-150 H./700-767 CE)
Imam Abu Hanifa (r) (85 H.-150 H) berkata, “Jika tidak karena dua tahun, saya telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina
Ja’far as-Sadiq dan mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”. Ad-Durr al-Mukhtar, vol 1. p. 43 bahwa Ibn ‘Abideen said, “Abi Ali Dakkak, seorang sufi, dari Abul
Qassim an-Nasarabadi, dari ash-Shibli, dari Sariyy as-Saqati dari Ma’ruf al-Karkhi, dari Dawad at-Ta’i, yang mendapatkan ilmu lahir dan batin dari Imam Abu Hanifa (r), yang mendukung jalan Sufi.” Imam berkata sebelum meninggal: lawla sanatan lahalaka Nu’man, “Jika tidak karena dua tahun, Nu’man (saya) telah celaka.” Itulah dua tahun bersama Ja’far as-Sadiq.
Imam Malik (94-179 H./716-795 CE)
Imam Malik (r): “man tassawaffa wa lam yatafaqah faqad tazandaqa wa man tafaqaha wa lam yatsawwaf faqad fasadat, wa man tafaqaha wa tassawafa faqad tahaqqaq. (Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasauf tanpa fikh maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fikh tanpa tasauf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasauf dan fikh dia meraih kebenaran).” (dalam buku ‘Ali al-Adawi dari keterangan Imam Abil-Hassan, ulama fikh, vol. 2, p. 195
Imam Shafi’i (150-205 H./767-820 CE)
Imam Shafi’i : ”Saya bersama orang sufi dan aku menerima 3 ilmu:
1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara.
2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang dengan kasih dan hati lembut.
3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf
[Kashf al-Khafa and Muzid al-Albas, Imam 'Ajluni, vol. 1, p. 341.]
Dalam Diwan (puisi) Imam Syafii, nomor 108 :
“Jadilah ahli fiqih dan sufi Jangan menjadi salah satunya Demi Allah Aku menasehatimu”.
Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H./780-855 CE)
Imam Ahmad (r) : “Ya walladee ‘alayka bi-jallassati ha’ula’i as-Sufiyya. Fa innahum zaadu ‘alayna bikathuratil ‘ilmi wal murqaba wal khashiyyata waz-zuhda wa ‘uluwal himmat (Anakku jika kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka tetap mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka orang-orang zuhud dan mereka memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi,” –Tanwir al-Qulub, p. 405, Shaikh Amin al-Kurdi)
Imam Ahmad (r) tentang Sufi:”Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka” ( Ghiza al-Albab, vol. 1, p. 120)
Imam al-Qushayri (d. 465 H./1072 CE)
Imam al-Qushayri tentang Tasawuf: “Allah membuat golongan ini yang terbaik dari wali-wali-Nya dan Dia mengangkat mereka di atas seluruh hamba-hamba-Nya sesudah para Rasul dan Nabi, dan Dia memberi hati mereka rahasia Kehadiran Ilahi-Nya dan Dia memilih mereka diantara umat-Nya yang menerima cahaya-Nya. Mereka adalah sarana kemanusiaan, Mereka menyucikan diri dari segala hubungan dengan dunia dan Dia mengangkat mereka ke kedudukan tertinggi dalam penampakan (kasyf). Dan Dia membuka kepada mereka Kenyataan akan Keesaan-Nya. Dia membuat mereka untuk melihat kehendak-Nya mengendalikan diri mereka. Dia membuat mereka bersinar dalam wujud-Nya dan menampakkan mereka sebagai cahaya dan cahaya-Nya .” [ar-Risalat al-Qushayriyya, p. 2]
Imam Ghazali (450-505 H./1058-1111 CE)
Imam Ghazali, hujjatul-Islam, tentang tasawuf : “Saya tahu dengan benar bahwa para Sufi adalah para pencari jalan Allah, dan bahwa mereka melakukan yang terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan akhlak mereka paling suci. Mereka membersihkan hati mereka dari selain Allah dan mereka menjadikan mereka sebagai jalan bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran Ilahi [al-Munqidh min ad-dalal, p. 131].
Imam Nawawi (620-676 H./1223-1278 CE)
Dalam suratnya al-Maqasid : “Ciri jalan sufi ada 5 : menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai dan sendiri mengikuti Sunah Rasul dengan perbuatan dan kata menghindari ketergantungan kepada orang lain bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit selalu merujuk masalah kepada Allah swt [Maqasid at-Tawhid, p. 20]
Imam Fakhr ad-Din ar-Razi (544-606 H./1149-1209 CE)
Imam Fakhr ad-Din ar-Razi : “Jalan para sufi adalah mencari ilmu untuk memutuskan diri mereka dari kehidupan dunia dan menjaga diri mereka agar selalu sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat Allah, pada seluruh tindakan dan perilaku” .” [Ictiqadat Furaq al-Musliman, p. 72, 73]
Ibn Khaldun (733-808 H./1332-1406 CE)
Ibn Khaldun : “Jalan sufi adalah jalan salaf, ulama-ulama di antara Sahabat, Tabi’een, and Tabi’ at-Tabi’een. Asalnya adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan perhiasan dan kesenangan dunia” [Muqaddimat ibn Khaldan, p. 328]
Tajuddin as-Subki
Mu’eed an-Na’eem, p. 190, dalam tasauf: “Semoga Allah memuji mereka dan memberi salam kepada mereka dan menjadikan kita bersama mereka di dalam sorga. Banyak hal yang telah dikatakan tentang mereka dan terlalu banyak orang-orang bodoh yang mengatakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan mereka. Dan yang benar adalah bahwa mereka meninggalkan dunia dan menyibukkan diri dengan ibadah” Dia berkata: “Mereka adalah manusia-manusia yang dekat dengan Allah yang doa dan shalatnya diterima Allah, dan melalui mereka Allah membantu manusia.
Jalaluddin as-Suyuti
Dalam Ta’yad al-haqiqat al-’Aliyya, p. 57: “tasawuf dalam diri mereka adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Dia menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah Nabi dan meninggalkan bid’ah”
Ibn Taimiya (661-728 H./1263-1328 CE) (syeikhnya orang-orang Salafi/Wahabi)
Majmu Fatawa Ibn Taymiyya, Dar ar-Rahmat, Cairo, Vol, 11, page 497, Kitab Tasawwuf: “Kamu harus tahu bahwa syaikh-syaikh terbimbing harus diambil sebagai petunjuk dan contoh dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Tariqat para syaikh itu adalah untuk menyeru manusia ke Kehadiran Allah dan ketaatan kepada Nabi.”
Juga dalam hal 499: “Para syaikh dimana kita perlu mengambil sebagai pembimbing adalah teladan kita dan kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita dalam Haji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai Ka’ bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal) menuju Allah dan Nabi kita. Di antara para syaikh yang dia sebut adalah: Ibrahim ibn Adham, Macruf al-Karkhi, Hasan al-Basri, Rabia al-Adawiyya, Junaid ibn Muhammad, Shaikh Abdul Qadir Jailani, Shaikh Ahmad ar-Rafa’i, and Shaikh Bayazid al- Bistami.
Ibn Taymiyya mengutip Bayazid al-Bistami pada 510, Volume 10: “…Syaikh besar, Bayazid al-Bistami, dan kisah yang terkenal ketika dia menyaksikan Tuhan dalam kasyf dan dia berkata kepada Dia:” Ya Allah, bagaimana jalan menuju Engkau?”. Dan Allah menjawab: “Tinggalkan dirimu dan datanglah kepada-Ku”. Ibn Taymiah melanjutakan kutipan Bayazid al-Bistami, ” Saya keluar dari diriku seperti seekor ular keluar dari kulitnya”. Implisit dari kutipan ini adalah sebuah indikasi tentang perlunya zuhd (pengingkaran-diri atau pengingkaran terhadap kehidupan dunia), seperti jalan yang diikuti Bayazid al-Bistami.
Kita melihat dari kutipan di atas bahwa Ibn Taymiah menerima banyak Syaikh dengan mengutipnya dan meminta orang untuk mengikuti bimbingannya untuk menunjukkan cara menaati Allah dan Rasul Saw.
Apa kata Ibn Taymiah tentang istilah tasawuf
Berikut adalah pendapat Ibn Taimiah tentang definisi Tasauf dari strained, Whether you are gold or gold-plated copper.” Sanai. Following is what Ibn Taymiyya said about the definition of Tasawwuf, from Volume 11, At-Tasawwuf, of Majmu’a Fatawa Ibn Taymiyya al-Kubra, Dar ar-Rahmah, Cairo:
“Alhamdulillah, penggunaan kata tasauf telah didiskusikan secara mendalam. Ini adalah istilah yang diberikan kepada hal yang berhubungan dengan cabang ilmu (tazkiyat an-nafs and Ihsan).”
“Tasauf adalah ilmu tentang kenyataan dan keadaan dari pengalaman. Sufi adalah orang yang menyucikan dirinya dari segala sesuatu yang menjauhkan dari mengingat Allah dan orang yang mengisi dirinya dengan ilmu hati dan ilmu pikiran di mana harga emas dan batu adalah sama saja baginya.
Tasauf menjaga makna-makna yang tinggi dan meninggalkan mencari ketenaran dan egoisme untuk meraih keadaan yang penuh dengan Kebenaran.
Manusia terbaik sesudah Nabi adalah Shidiqin, sebagaimana disebutkan Allah: “Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)” Dia melanjutkan mengenai Sufi,”mereka berusaha untuk menaati Allah.. Sehingga dari mereka kamu akan mendapati mereka merupakan yang terdepan (sabiqunas-sabiqun) karena usaha mereka. Dan sebagian dari merupakan golongan kanan (ashabus-syimal).”
Imam Ibn Qayyim (d. 751 H./1350 CE)
Imam Ibn Qayyim menyatakan bahwa, “Kita menyaksikan kebesaran orang-orang tasawuf dalam pandangan salaf bagaimana yang telah disebut oleh Sufyan ath-Tsawri (d. 161 H./777 CE). Salah satu imam terbesar abad kedua dan salah satu mujtahid terkemuka, dia berkata: “Jika tidak karena Abu Hisham as-Sufi (d. 115 H./733 CE) saya tidak pernah mengenal bentuk munafik yang kecil (riya’) dalam diri (Manazil as-Sa’ireen) Lanjut Ibn Qayyim:”Diantara orang terbaik adalah Sufi yang mempelajari fiqh” ‘
Abdullah ibn Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab (1115-1201 H./1703-1787 CE) (syeikhnya orang-orang Salafi/Wahabi)
Dari Mu ammad Man ar Nu’mani’s book (p. 85), Ad- ia’at al-Mukaththafa Didd ash-Shaikh Mu ammad ibn c’Abdul Wahhab: “Shaikh ‘Abdullah, anak shaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab, mengatakan mengenai Tasawwuf: ‘Anakku dan saya tidak pernah menolak atau mengkritik ilmu tasauf, tetapi sebaliknya kami mendukungnya karena ia menyucikan baik lahir maupun batin dari dosa tersembunyi yang berhubungan dengan hati dan bentuk batin. Meskipun seseorang mungkin secara lahir benar, secara batin mungkin salah; dan untuk memperbaikinya tasauf diperlukan.” Dalam volume 5 dari Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab entitled ar-Rasa’il ash-Shakhsiyya, hal 11, serta hal. 12, 61, and 64 dia menyatakan: “Saya tidak pernah menuduh kafir Ibn ‘Arabi atau Ibn al-Farid karena interpretasi sufinya”
Ibn ‘Abidin
Ulama besar, Ibn ‘Abidin dalam Rasa’il Ibn Abidin (p. 172-173) menyatakan: ” Para pencari jalan ini tidak mendengar kecuali Kehadiran Ilahi dan mereka tidak mencintai selain Dia. Jika mereka mengingat Dia mereka menangis. Jika mereka memikirkan Dia mereka bahagia. Jika mereka menemukan Dia mereka sadar. Jika mereka melihat Dia mereka akan tenang. Jika mereka berjalan dalan Kehadiran Ilahi, mereka menjadi lembut. Mereka mabuk dengan Rahmat-Nya. Semoga Allah merahmati mereka”. [Majallat al-Muslim, 6th ed., 1378 H, p. 24].
Shaikh Rashid Rida
Dia berkata,”tasawuf adalah salah satu pilar dari pilar-pilar agama. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dan mempertanggungjawabkan perilaku sehari-hari dan untuk menaikan manusia menuju maqam spiritual yang tinggi” [Majallat al-Manar, 1st year, p. 726].
Maulana Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi
Maulana Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi anggota the Islamic-Arabic Society of India and Muslim countries. Dalam, Muslims in India, , p. 140-146, “Para sufi ini memberi inisiasi (baiat) pada manusia ke dalam keesaan Allah dan keikhlasan dalam mengikuti Sunah Nabi dan dalam menyesali kesalahan dan dalam menghindari setiap ma’siat kepada Allah SWT. Petunjuk mereka merangsang orang-orang untuk berpindah ke jalan kecintaan penuh kepada Allah” “Di Calcutta, India, lebih dari 1000 orang mengambil inisiasi (baiat) ke dalam Tasauf” “Kita bersyukur atas pengaruh orang-orang sufi, ribuan dan ratusan ribu orang di India menemukan Tuham merka dan meraih kondisi kesempurnaan melalui Islam”
Abul ‘Ala Mawdudi
Dalam Mabadi’ al-Islam (p. 17), “Tasauf adalah kenyataan yang tandanya adalah cinta kepada Allah dan Rasul saw, di mana sesorang meniadakan diri mereka karena tujuan mereka (Cinta), dan seseorang meniadakan dari segala sesuatu selain cinta Allah dan Rasul” “Tasauf mencari ketulusan hati, menyucikan niat dan kebenaran untuk taat dalam seluruh perbuatannya.” Ringkasnya, tasauf, dahulu maupun sekarang, adalah sarana efektif untuk menyebarkan kebenaran Islam, memperluas ilmu dan pemahaman spiritual, dan meningkatkan kebahagian dan kedamaian. Dengan itu manusia dapat menemukan diri sendir dan, dengan demikian, menemukan Tuhannya. Dengan itu manusia dapat meningkatkan, merubah dan menaikan diri sendiri dan mendapatkan keselamatan dari kebodohan dunia dan dari godaan keindahan materi. Dan Allah yang lebih mengetahui niat hamba-hamba-Nya.
Bukti-bukti yang nyata bahwa para wali Allah dan para muzahid selalu berada dalam naungan dan perlindungan Allah SWT bahkan sampai ketika ia meninggalpun Allah SWT tetap melindunginya sampai akhir Zaman sampai ketika tiap-tiap diri dibangkitkan kembali dan menghadap tuhannya.
Makam Syekh Abdurrauf Singkil (Singkil, Aceh 1024 H/1615 M – Kuala Aceh, Aceh 1105 H/1693 M) adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal dan merupakan syaikh untuk Tarekat Syattariyah (salah satu aliran ilmu tasawuf). Ia memiliki pengaruh yang besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Sebutan gelarnya yang juga terkenal ialah Teungku Syiah Kuala (bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala).
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, syaikh untuk Tarekat Syattariyah Ahmad al-Qusyasyi adalah salah satu gurunya. Nama Abdurrauf muncul dalam silsilah tarekat dan ia menjadi orang pertama yang memperkenalkan Syattariyah di Indonesia. Namanya juga dihubungkan dengan terjemahan dan tafsir Al-Qur’an bahasa Melayu atas karya Al-Baidhawi berjudul Anwar at-Tanzil Wa Asrar at-Ta’wil, yang pertama kali diterbitkan di Istanbul tahun 1884.
Makam Syiah Kuala atau Syech Abdurrauf bin Ali Al Fansuri As-Singkili pada saat bencana tsunami yang dasyat di Aceh 26 Desember 2004 pagi. makam ini hanya berjarak sekitar 50 meter dari pinggir laut. Lokasinya tidak jauh dari muara Sungai Aceh (Kreung Aceh) yang jaraknya 3 km dari pusat kota Banda Aceh.
Setelah tsunami, pemda setempat membangun kembali jalan baru dan seluruh infrastruktur yang hancur menuju ke perumahan penduduk yang melewati lokasi ini.
Maaf tujuan saya, memunculkan ini sekali lagi bukan untuk mengkramatkan makam karena itu syirik tetapi untuk menunjukkan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dengan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal dan mau berpikir..
PERINGATAN RASUL Larangan berpecah belah sesama umat muslim
Imam Muslim meriwayatkan dari Tsauban, bahwa Rasululloh ShallAllohu’alaihi wa Sallam bersabda :
إن الله زوى لي الأرض، فرأيت مشارقها ومغاربها، وإن أمتي سيبلغ ملكها ما زوي لي منها، وأعطيت كنـزين : الأحمر والأبيض، وإني سألت ربي لأمتي أن لا يهلكها بسنة بعامة، وأن لا يسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم فيستبيح بيضتهم، وإن ربي قال : يا محمد إني إذا قضيت قضاء فإنه لا يرد، وإني أعطيتك لأمتك أن لا أهلكهم بسنة بعامة، وأن لا أسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم فيستبيح بيضتهم، ولو اجتمع عليهم من بأقطارها، حتى يكون بعضهم يهلك بعضا، ويسبي بعضهم بعضا”.
“Sungguh Alloh telah membentangkan bumi kepadaku, sehingga aku dapat melihat belahan timur dan barat, dan sungguh kekuasaan umatku akan sampai pada belahan bumi yang telah dibentangkan kepadaku itu, dan aku diberi dua simpanan yang berharga, merah dan putih (imperium Persia dan Romawi), dan aku minta kepada Rabbku untuk umatku agar jangan dibinasakan dengan sebab kelaparan (paceklik) yang berkepanjangan, dan jangan dikuasakan kepada musuh selain dari kaum mereka sendiri, sehingga musuh itu nantinya akan merampas seluruh negeri mereka.
Lalu Rabb berfirman : “Hai Muhammad, jika aku telah
menetapkan suatu perkara, maka ketetapan itu tak akan bisa berubah, dan sesungguhnya Aku telah memberikan kepadamu untuk umatmu untuk tidak dibinasakan dengan sebab paceklik yang berkepanjangan, dan tidak akan dikuasai oleh musuh selain dari kaum mereka sendiri, maka musuh itu tidak akan bisa merampas seluruh negeri mereka, meskipun manusia yang ada di jagat raya ini berkumpul menghadapi mereka, sampai umatmu itu sendiri sebagian menghancurkan sebagian yang lain, dan sebagian meraka menawan sebagian yang lain.”
Penjelasan:
Bukti bukti akan kenabian Muhammad ShallAllohu’alaihi wa Sallam yang terkandung dalam hadits ini adalah :
• Pemberitahuan beliau bahwa Alloh telah membentangkan kepadanya belahan bumi sebelah barat dan timur, dan menjelaskan makna dari hal itu, kemudian terjadi seperti yang beliau beritakan, berlainan halnya dengan belahan selatan dan utara.
• Pemberitahuan beliau bahwa beliau diberi dua simpanan yang berharga.
• Pemberitahuan beliau bahwa do’anya untuk umatnya dikabulkan dalam dua hal, sedangkan hal yang ketiga tidak dikabulkan.
• Pemberitahuan beliau bahwa akan terjadi pertumpahan darah diantara umatnya, dan kalau sudah terjadi tidak akan berakhir sampai hari kiamat.
• Pemberitahuan beliau bahwa sebagian umat ini akan menghancurkan sebagian yang lain, dan sebagian mereka menawan sebagian yang lain.


Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah dari ulama yang suka mengolok-olok, oleh karena itu, sy berusaha untuk menjadi seorang muslim yang baik dan masuk Islam secara kaffah. Jika ada orang yg mengatakan tasawuf adalah agama baru itu benar. Orang2 tasawuf yang lurus ia memegang konsep Islam secara utuh, yaitu beribadah dengan kepercayaan yang penuh, haqqul yakin kepada Allah dan berusaha berakhlak baik, baik kepada Allah dan sesama makhluk. Jd orang-orang Wahabi mengatakan tasawuf itu bid’ah, orang2nya kafir dan darahnya halal. Apakah Rasulullah saw mengajarkan demikian. Saya orang awaw.


jika antum bingung dengan banyaknya aliran baru gakk usah pusing pusing,,,, cukup dgn Istighfar dan sholawat insya allah kita selamat dan dapat syafa’at Rosulullah SAW….
terima kasih


Allohu yubaarik…lanjutkan perjuangan syiar saudara…Alloh bersamamu…


=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar