Tuhan adalah dekat dan tidak ada sesuatupun menghalangiNya
Allah Azza wa Jalla membimbing kita bahwa jika ada yang bertanya tentang Dia maka jawablah “Allah ta’ala adalah dekat“
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.” (QS Al Baqarah [2]:186)
Allah ta’ala adalah dekat, Dia wujud (ada) sebagaimana sebelum diciptakan Arsy, sebelum diciptakan langit, tidak berubah dan tidak pula berpindah. Yang berpindah hanyalah makhlukNya. Apapun yang berpindah pastilah mempunyai dimensi atau ukuran.
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Hadid [57] : 1 )
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al Hadid [57]: 3 )
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).
Allah Azza wa Jalla tidak ada sesuatupun yang menghalangiNya.
Apabila Allah Azza wa Jalla terhalang sesuatu maka keberadaan Allah Azza wa Jalla itu terbatas, dan setiap sesuatu yang terbatas niscaya ada sesuatu yang membatasi atau ada sesuatu yang menguasainya, ada yang menguasai Allah Azza wa Jalla itu mustahil karena Allah Maha Kuasa.
Jadi mustahil ada sesuatu yang menghalangi Allah Azza wa Jalla termasuk jarak. Allah Azza wa Jalla, dekat tidak bersentuh dan jauh tidak berjarak.
Allah ta’ala berfirman dalam hadist Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu ’Umar r.a.: “Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan/mampu menampung Aku. Hanya hati orang beriman yang sanggup menerimanya.”
Begitupula, Allah Azza wa Jalla, dekat tidak bersentuh dan jauh tidak berjarak adalah kaitannya dengan hati.
Allah Azza wa Jalla, jauh bagi manusia yang penuh dengan dosa. Setiap dosa merupakan bintik hitam hati, sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati.
Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari menyaksikan (memandang) Allah. Allah Azza wa Jalla terasa jauh bagi mereka yang berdosa atau hatinya dipenuhi bintik hitam. Inilah yang dinamakan buta mata hati.
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra [17]: 72 )
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. ” (QS Al Hajj [22]:46 )
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari kesesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, mereka itulah orang-orang yang berserah diri (kepada Kami).” (QS Ar Ruum [30]:53 )
“Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak bisa mendengar atau (dapatkah) kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya) dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata? ” (QS Az Zukhruf [43]:40 )
Mengobatinya dengan bertaubat dari dosa serta memperbaikinya dengan tidak berbuat dosa dan giat melakukan amal kebaikan (amal sholeh), inilah yang dimaksud berupaya agar berakhlak baik.
Langkah-langkah dalam memperbaiki akhlak adalah untuk membersihkan hati (tazkiyatun nafs) yang berarti mengosongkan dari sifat sifat yang tercela (TAKHALLI) kemudian mengisinya dengan sifat sifat yang terpuji (TAHALLI) yang selanjutnya bintik hitam pada hati menghilang berganti bintik cahaya sehingga tidak ada yang menghijabi antara dirinya dengan Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla dekat dan dapat disaksikan (dipandang) dengan hati sehingga tercapailah muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin/sholihin) maka diperolehlah kenyataan Tuhan (TAJALLI).
Para Ulama Sufi menyebutnya Maqom Musyahadah artinya ruang kesaksian. Inilah keadaan bukan sekedar mengucapkan syahadat namun sebenar-benarnya menyaksikan bahwa, “tiada Tuhan selain Allah”.
“Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” ( QS An Nuur [24]:35 )
Imam Qusyairi mengatakan
“Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”.
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada“
Apabila seorang hamba merasa selalu dalam pengawasan dan pantauan Allah, dalam segala hal tentang dirinya, tentu dia merasa malu dan takut kalau Allah melihat sesuatu yang buruk dan membuatNya murka.
Ada yang mengatakan: Jika anda melakukan maksiat, maka lakukanlah di tempat yang lepas dari pantuan dan penglihatan Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan begitu, maka anda tidak akan jadi melakukan maksiat, karena tidak ada satu tempatpun yang terlepas dari penglihatan Allah.
Ada ulama yang ditanya: “Dengan apa seseorang dapat menjaga penglihatannya dari memandang yang diharamkan ?’.
Jawabnya: “Dengan kesadaran bahwa Allah Maha Mengetahui. Dan pengetahuan serta penglihatan Allah itu telah mengenai segala yang dilarang itu, sebelum orang tersebut hendak melihatnya“
Firman Allah yang artinya:
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS Yunus [10]: 61 )
Doa Munajat Syaikh Ibnu Athoillah,
“Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan“
Mari kita kenali Allah (ma’rifatullah). Jagalah selalu keadaan sadar (kesadaran) atau berperilakulah atau berbuatlah secara sadar dan selalu mengingat Allah (dzikrullah), inilah yang dinamakan akhlakul karimah. Insyaallah kita dapat merasakan kebersamaan dengan Allah Ar Rahmaan Ar Rahiim.
Tulisan terkait, dapat dibaca pada
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar