Perantara Orang Sholeh

Bolehkah meminta tolong orang lain untuk menyampaikan maksud kita kepada Allah Azza wa Jalla
Menurut pemahaman kita kenapa kita tidak berdo’a langsung kepada Allah Azza wa Jalla?
Kenapa harus melalui perantara ?

Sedangkan sebagian ulama berpendapat bahwa kita bisa minta tolong orang lain (yang menurut mereka mempunyai kelebihan didalam berdo’a atau termasuk orang-orang sholeh) sehingga mereka berkeyakinan bahwa do’anya orang tersebut lebih “didengar” oleh Allah Azza wa Jalla daripada do’a yang disampaikan oleh kita sendiri.
Ada kisah menarik berkaitan dengan pertanyaan tersebut
Suatu hari Umar r.a. kedatangan rombongan dari Yaman, lalu ia bertanya :
“Adakah di antara kalian yang datang dari suku Qarn?”.

Lalu seorang maju ke dapan menghadap Umar. Orang tersebut saling bertatap pandang sejenak dengan Umar. Umar pun memperhatikannya dengan penuh selidik.
“Siapa namamu?” tanya Umar.
“Aku Uwais”, jawabnya datar.
“Apakah engkau hanya mempunyai seorang Ibu yang masih hidup?, tanya Umar lagi.
“Benar, Amirul Mu’minin”, jawab Uwais tegas.
Umar masih penasaran lalu bertanya kembali “Apakah engkau mempunyai bercak putih sebesar uang dirham?” (maksudnya penyakit kulit berwarna putih seperti panu tapi tidak hilang).
“Benar, Amirul Mu’minin, dulu aku terkena penyakit kulit “belang”, lalu aku berdo’a kepada Allah agar disembuhkan. Alhamdulillah, Allah memberiku kesembuhan kecuali sebesar uang dirham di dekat pusarku yang masih tersisa, itu untuk mengingatkanku kepada Tuhanku”.
“Mintakan aku ampunan kepada Allah”.
Uwais terperanjat mendengar permintaan Umar tersebut, sambil berkata dengan
penuh keheranan. “Wahai Amirul Mu’minin, engkau justru yang lebih behak memintakan kami ampunan kepada Allah, bukankah engkau sahabat Nabi?”

Lalu Umar berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w berkatab “Sesungguhnya sebaik-baik Tabiin adalah seorang bernama Uwais, mempunyai seorang ibu yang selalu dipatuhinya, pernah sakit belang dan disembuhkan Allah kecuali sebesar uang dinar di dekat pusarnya, apabila ia bersumpah pasti dikabulkan Allah. Bila kalian menemuinya mintalah kepadanya agar ia memintakan ampunan kepada Allah”
Uwais lalu mendoa’kan Umar agar diberi ampunan Allah. Lalu Uwais pun menghilang dalam kerumunan rombongan dari Yaman yang akan melanjutkan perjalanan ke Kufah.
(H.R. Muslim dan Ahmad)

Mungkin ini cukup dijadikan tauladan bahwa orang setingkat Umar yang termasuk orang yang mendapat jaminan masuk sorga, diperintahkan oleh Rasulullah untuk meminta tolong kepada seorang Tabiin bernama Uwais agar memintakan ampunan kepada Allah Azza wa Jalla. Meminta ampunan adalah bagian dari do’a, karena do’a tidak lain adalah meminta sesuatu kepada Allah Azza wa Jalla.
Firman Allah, yang artinya,
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)“. (QS al Maaidah [5]: 55 )
“Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang“. (QS al Maaidah [5] : 56 )

Wassalam

Zon di Jonggol

Catatan:
Boleh memohonkan bagi saudara muslim kita yang lainnya.
Namun kami menganjurkan sebelum kita mengabulkan permohonan mendoakan tersebut tetaplah kita menganjurkan kepada si pemohon untuk tetap memohon langsung kepada Allah swt. Seolah-olah doa kita sebagai pembuka hijab atau prasangka si pemohon atau ketidak yakinan pemohon dalam berdoa secara langsung.
Hal ini sebaiknya dilakukan untuk menghindari fitnah bahwa kita yang mengabulkan doa/permohonan si pemohon atau kita yang menjadikan apa yang mereka ingin doakan


8 Tanggapan
tapi prakteknya kan tidak hanya seperti itu mas, tawassul dengan orang shalih yang masih hidup.. bagaimana dengan tawassul dengan orang shalih yang sudah meninggal…



Orang-orang sholeh walaupun mereka sudah meninggal pada hakikatnya mereka hidup di sisi Allah Azza wa Jalla. Orang-orang sholeh berkumpul dengan Rasulullah, para Nabi, para Shiddiqin dan Para Syuhada dan mereka hidup di sisi Allah Azza wa Jalla sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Keyakinan ini tidak banyak kaum muslimin yang mengetahuinya.



Jika demikian, apa kemudian dibenarkan kita meminta kepada orang-orang yang telah meninggal tadi agar menyampaikan doa kita kepada Allah…
Bukankah sebagaimana atsar yang anda bawakan, tidaklah para sahabat bertawassul kecuali kepada sahabat lain yang masih hidup…? Adakah kemudian mereka sepeninggal Rasulullah menjadikan beliau sebagai perantara supaya menyampaikan doa mereka kepada Allah…
Setahu saya, yang demikian bahkan merupakan amalannya kaum musyrikin yang mereka menjadikan sesembahan-sesembahan mereka sebagai perantara mereka dengan Allah, supaya mereka mendekatkan diri-diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Sebagaimana yang Allah kisahkan:
” Tidaklah kami (orang-orang musyrik) beribadah kepada mereka (orang-orang sholih) melainkan agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (Az Zumar: 3)
Demikianlah ibadahnya kaum musyrikin, menyembah sesembahan selain Allah bukan karena meyakini mereka penguasa semesta alam, tapi mereka melakukannya adalah sebagai perantara antara mereka dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala…
Wabillahittaufiq..



pada 24 Februari 2011 pada 5:51 pm | Balasmutiarazuhud
Prinsipnya kita tidak boleh meminta kepada selain Allah ta’ala namun menjadikan wasilah (jalan) atas permintaan/doa. Bunyi permintaannya “mintakan kepada Allah” atau kirimkan amal kebaikan untuk orang-orang sholeh sebagai pembuka/wasilah(jalan) permintaan/doa kita sendiri kepada Allah ta’ala
Lebih lengkapnya silahkan baca tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/23/tawasul/



Meminta kepada orang mati agar ia mendoakan kita kepada Allah…? Misal, “Ya kyai.. Doakan aku kepada Allah..” dalam keadaan kyai itu sudah meninggal..? La haula wala quwwata illa billah.. Ittaqillah ya akhi, sayangilah agamamu, sayangilah tauhidmu…!



pada 27 Februari 2011 pada 8:50 pm | Balasmutiarazuhud
Mohon jelaskan darimana akhi bisa berpendapat seperti itu ?
Jikalau atas kehendak Allah Azza wa Jalla, ada seseorang dapat berkomunikasi dengan orang-orang sholeh yang sudah meninggal tentu derajat orang tersebut bukan lagi muslim pada umumnya dan tentu tidak lagi meminta didoakan.
Mereka yang dapat merasakan “hidup”-nya Rasulullah, para Nabi, para Shiddiqin dan orang-orang sholeh yang sudah wafat tentu mereka bukanlah muslim pada umumnya.
Muslim yang mencintai Rasulullah maka mereka dapat merasakan secara bathin (ghaib) bahwa Rasulullah hidup di sisi Allah Azza wa Jalla ditempat yang paling agung dan mulia atau merasakan Rasulullah hidup di dalam hati dengan sikap mengagungkan dan memuliakan Rasulullah.

Kalau muslim pada umumnya bertawasul dengan orang-orang sholeh yang sudah meninggal dengan amal kebaikan.




Demikian mas Zon…, untuk memahaminya mungkin kita perlu untuk mengerti keadaan praktik ibadah yang dilakukan musyrikin dahulu.
Kaum musyrikin, mereka juga beribadah kepada Allah. Akan tetapi, bersamaan dengan itu mereka juga beribadah kepada selain Allah dari berhala-berhala yang menjadi sesembahan mereka selain Allah…
Kemudian selanjutnya, mengapa mereka juga beribadah kepada berhala-berhala mereka… Apakah mereka berkeyakinan bahwa sesembahan yang selain Allah tersebut juga bisa menciptakan, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan dan sebagainya, sehingga mereka mengibadahi berhala tersebut.. Ternyata tidak demikian yang mereka yakini.. Bahkan mereka meyakini bahwa satu-satunya yang mampu akan hal-hal tersebut (menciptakan, memberi rizki, mengatur alam semesta) hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala…, bukan berhala-berhala mereka…
Lantas untuk apa mereka beribadah kepada selain Allah…. Maka jawabannya adalah mereka menjadikan berhala-berhala tersebut sebagai wasilah, sebagai perantara antara mereka dengan Allah… Perantara yang akan mendekatkan diri mereka kepada Allah sehingga ibadah mereka atau doa mereka lebih diterima, menurut anggapan mereka…
Dasar dari keterangan di atas adalah sebagaimana ayat yang telah saya sampaikan sebelumnya, Allah berfirman:
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar”
Demikianlah ibadah mereka, menjadikan sesembahan selain Allah sebagai perantara dalam ibadah mereka kepada Allah…
Lalu, kita perhatikan praktik sebagian kaum muslimin sekarang ini… Karena menganggap diri-dirii mereka banyak berdosa, merekapun menjadikan orang-orang shalih yang telah meninggal sebagai perantara dalam menyampaikan doa mereka kepada Allah, menjadikan shalihin tadi sebagai wasilah dalam ibadah mereka kepada Allah…
Supaya, dengan perbuatan tersebut mereka menjadi lebih dekat kedudukannya dengan Allah, sehingga doa mereka lebih mudah terkabul dan ibadah mereka diterima, dengan mengambil perantara orang-orang shalih yang telah meninggal. Bukankah yang seperti ini hakikatnya sama dengan perbuatan musyrikin dahulu yang mereka mengambil perantara sesembahan-sesembahan selain Allah, supaya sesembahan tadi mendekatkan diri-diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya…
Wallahu a’lam…



Setuju, kelirulah bagi mereka yang menjadikan sesembahan selain Allah sebagai wasilah
Sedangkan pernyataan antum bahwa “merekapun menjadikan orang-orang shalih yang telah meninggal sebagai perantara dalam menyampaikan doa mereka kepada Allah, menjadikan shalihin tadi sebagai wasilah dalam ibadah mereka kepada Allah“, harus diperjelas terlebih dahulu bagaimana mekanisme atau cara mereka menjadikan orang-orang shalih yang telah meninggal sebagai wasilah sehingga kita belum dapat menilai apakah mereka serupa dengan perbuatan musyrikin dahulu.
Namun dari uraian antum di atas, kami dapat memahami bahwa pendapat antum terpengaruhi oleh bid’ah/muhdats/perkara baru tentang konsep pembagian tauhid jadi tiga. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/08/pembagian-tauhid/
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar