Hindari dalam dakwah

Hindari hujatan, celaan, tajrih, tahdzir, boikot, hajr, tabdi, takfir hanya karena perbedaan pemahaman
Kita harus menghindari dakwah dengan metode jarh wa ta’dil. Metode ini hanya dilakukan pada saat periwayatan hadits. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
Setelah tersampaikan seluruh syariat Islam atau telah ditegakkan syariat Islam pada masa generasi terbaik atau Salafush Sholeh maka pada hakikatnya tidak ada yang perlu ditegakkan lagi atau tidak ada yang perlu diperselisihkan lagi karena sudah jelas mana yang termasuk syariat Islam dan mana yang bukan. Kita generasi selanjutnya hanyalah menjalankan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh).
Syaikh Ibnu Athoillah mengatakan:
“Janganlah kamu merasa bahwa tanpamu Islam tak kan tegak. Islam telah tegak bahkan sebelum kamu ada. Dia tak membutuhkanmu, kaulah yg butuh padanya.“
Tidak perlu menunggu penguasa menyampaikan bahwa negara berlandaskan syariat Islam karena tanpa itu kita tetap harus menjalankan syariat Islam. Hal yang paling kecil adalah jalankan sholat berjamaah di masjid bagi kaum laki-laki jika tidak ada halangan yang syar’i, karena sesungguhnya bagi kaum laki-laki yang meninggalkan sholat berjama’ah di masjid tanpa alasan yang syar’i adalah mereka yang mengharapkan maafnya Allah Azza wa Jalla sedangkan kita untuk mendapatkan akhir yang baik kita butuh ridhonya Allah Azza wa Jalla.
Jadi tidak ada yang perlu diperdebatkan atau diperselisihkan lagi akan syariat Islam. Berpeganglah kepada pendapat jumhur ulama yang sholeh. Keliru ulama (ahli ilmu) yang melarang berpegang pada pendapat jumhur ulama yang sholeh berlandaskan pada firmanAllah ta’ala dalam (QS.al-An’am [6]: 116) yang artinya
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).”
karena yang dimaksud oleh Allah ta’ala “kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini” bukanlah “kebanyakan ulama yang sholeh”. Mustahil Allah ta’ala melarang kita mengikuti mereka yang istiqomah pada jalan yang lurus, mereka yang telah dikarunia ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla. Hamba Allah ta’ala yang istiqomah pada jalan yang lurus, mereka yang di sisi Allah Azza wa Jalla hanyalah terdiri dari 4 golongan yakni, para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-orang sholeh apalagi ulama yang sholeh.
Rasulullah saw bersabda:
“إِنَّ اللهَ لَا يُجْمِعُ أُمَّةِ عَلَى ضَلَالَةٍ وَيَدُ اللهِ مَعَ الجَمَاعَةِ وَمَنْ شَذَّ شَذَّ إِلَى النَّارِ”
“sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Alloh bersama jama’ah. Barangsiapa yang menyelewengkan, maka ia menyeleweng ke neraka“. (HR. Tirmidzi: 2168).
Oleh karenanya sebaiknya kita jangan keluar melesat dari jama’ah. Sebagaimana yang telah kami sampaikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/04/13/merekak-yang-melesat/
Sebaiknya pula kita jangan ikuti ulama yang gemar mentakfir.
Cermati dengan baik tentang “sepuluh pembatal keislaman” yang disebarluaskan oleh pemerintah Arab Saudi terutama disebarluaskan melalui umat muslim yang telah menjalankan umrah atau ibadah haji
“Sepuluh pembatal keislaman” diambil dari kitab Al-Qaul Al-Mufid fii Adillah At-Tauhid Bab: Nawaqidh Al-Islam ‘Asyarah, karya: Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Wushabi Al-Yamani.
Contoh paling mudah melihat kesalahpahaman adalah pada point kelima
Orang yang membenci apa yang dibawa oleh Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam-, walaupun dia mengamalkannya.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghilangkan amalan-amalan mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang Allah turunkan maka Allah menghapuskan amalan-amalan mereka.” (QS. Muhammad: 8-9)
Maksud firman Allah ta’ala tersebut adalah bagi orang-orang kafir (yang membenci Al-Qur’an, termasuk mengingkari Muhammad sebagai Rasulullah) maka Allah ta’ala akan menghapus amalan-amalan orang kafir sebagaimana firmanNya yang lain yang artinya
“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh“. (QS Ibrahim [14]:18 )
Sama sekali tidak ada kaitannya firman Allah ta’ala dalam (QS. Muhammad: 8-9) dengan batasan yang mengada-ada tersebut.
Ada batasan-batasan yang mengeluarkan seorang muslim dari Islam yang baik kita ikuti sebagaimana yang disampaikan oleh Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki sebagai berikut
Banyak orang keliru dalam memahami substansi faktor-faktor yang membuat seseorang keluar dari Islam dan divonis kafir. Anda akan menyaksikan mereka segera memvonis kafir seseorang hanya karena ia memiliki pandangan berbeda. Vonis yang tergesa-gesa ini bisa membuat jumlah penduduk muslim di dunia tinggal sedikit. Kami, karena husnuddzon, berusaha memaklumi tindakan tersebut serta berfikir barangkali niat mereka baik. Dorongan kewajiban mempraktekkan amar ma’ruf nahi munkar mungkin mendasari tindakan mereka. Sayangnya, mereka lupa bahwa kewajiban mempraktekkan amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan dengan cara-cara yang bijak dan tutur kata yang baik ( bil hikmah wal mau’idzoh al – hasanah ).
Jika kondisi memaksa untuk melakukan perdebatan maka hal ini harus dilakukan dengan metode yang paling baik sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Nahl : 125, yang artinya:
“Serulah ( manusia ) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.
Praktek amar ma’ruf nahi munkar dengan cara yang baik ini perlu dikembangkan karena lebih efektif untuk menggapai hasil yang diharapkan. Menggunakan cara yang negatif dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah tindakan yang salah.
Jika Anda mengajak seorang muslim yang sudah taat mengerjakan sholat, melaksakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya, menyebarkan dakwah, mendirikan masjid, dan menegakkan syi’ar-syi’ar-Nya untuk melakukan sesuatu yang Anda nilai benar sedangkan dia memiliki penilaian berbeda dan para ulama sendiri sejak dulu berbeda pendapat dalam persoalan tersebut kemudian dia tidak mengikuti ajakanmu lalu kamu menilainya kafir hanya karena berbeda pandangan denganmu maka sungguh kamu telah melakukan kesalahan besar yang Allah melarang kamu untuk melakukannya dan menyuruhmu untuk menggunakan cara yang bijak dan tutur kata yang baik.
Al-Allamah Al-Imam Al-Sayyid Ahmad Masyhur Al-Haddad mengatakan, “ Telah ada konsensus ulama untuk melarang memvonis kufur ahlul qiblat ( ummat Islam ) kecuali akibat dari tindakan yang mengandung unsur meniadakan eksistensi Allah, kemusyrikan yang nyata yang tidak mungkin ditafsirkan lain, mengingkari kenabian, prinsip-prinsip ajaran agama Islam yang harus diketahui ummat Islam tanpa pandang bulu (Ma ‘ulima minaddin bidldloruroh), mengingkari ajaran yang dikategorikan mutawatir atau yang telah mendapat konsensus ulama dan wajib diketahui semua ummat Islam tanpa pandang bulu.
Ajaran-ajaran yang dikategorikan wajib diketahui semua ummat Islam (Ma‘lumun minaddin bidldloruroh) seperti masalah keesaan Allah, kenabian, diakhirinya kerasulan dengan Nabi Muhammad SAW, kebangkitan di hari akhir, hisab ( perhitungan amal ), balasan, sorga dan neraka bisa mengakibatkan kekafiran orang yang mengingkarinya dan tidak ada toleransi bagi siapapun ummat Islam yang tidak mengetahuinya kecuali orang yang baru masuk Islam maka ia diberi toleransi sampai mempelajarinya kemudian sesudahnya tidak ada toleransi lagi.
Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan sekelompok perawi yang mustahil melakukan kebohongan kolektif dan diperoleh dari sekelompok perawi yang sama. Kemutawatir bisa dipandang dari :
1. Aspek isnad seperti hadits :
من كذب عليّ معتمدا فليتبوا مقعده من النار
” Barangsiapa berbohong atas namaku maka carilah tempatnya di neraka.”
2. Aspek tingkatan kelompok perawi seperti kemutawatiran Al-Qur’an yang kemutawatirannya terjadi di muka bumi ini dari wilayah barat dan timur dari aspek kajian, pembacaan, dan penghafalan serta ditransfer dari kelompok perawi satu kepada kelompok lain dari berbagai tingkatannya sehingga ia tidak membutuhkan isnad.
Kemutawatiran ada juga yang dikategorikan mutawatir dari aspek praktikal dan turun-temurun ( tawuturu ‘amalin wa tawarutsin ) seperti praktik atas sesuatu hal sejak zaman Nabi sampai sekarang, atau mutawatir dari aspek informasi ( Tawaturu ‘ilmin ) seperti kemutawatiran mu’jizat-mu’jizat. Karena mu’jizat-mu’jizat itu meskipun satu persatunya malah sebagian ada yang dikategorikan hadits ahad namun benang merah dari semua mu’jizat tersebut mutlak mutawatir dalam pengetahuan setiap muslim.
Memvonis kufur seorang muslim di luar konteks di muka adalah tindakan fatal. Dalam sebuah hadits disebutkan :
إذا قال الرجل لأخيه يا كافر فقد باء بها أحدهما.( رواه البخاري عن أبي هريرة رضي الله عنه )
” Jika seorang laki-laki berkata kepada saudara muslimnya ”Hai kafir !” maka vonis kufur telah jatuh pada salah satu dari keduanya.” ( H.R.Bukhari dr Abu Hurairah R.A )
Vonis kufur tidak boleh dijatuhkan kecuali oleh orang yang mengetahui seluk-beluk keluar masuknya seseorang dalam lingkaran kufur dan batasan-batasan yang memisahkan antara kufur dan iman dalam hukum syari’at Islam.
Tidak diperkenankan bagi siapapun memasuki wilayah ini dan menjatuhkan vonis kufur berdasarkan prasangka dan dugaan tanpa kehati-hatian, kepastian dan informasi akurat. Jika vonis kufur dilakukan dengan sembarangan maka akan kacau dan mengakibatkan penduduk muslim yang berada di dunia ini hanya tinggal segelintir.
Demikian pula, tidak diperbolehkan menjatuhkan vonis kufur terhadap tindakan-tindakan maksiat sepanjang keimanan dan pengakuan terhadap syahadatain tetap terpelihara. Dalam sebuah hadits dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda :
ثلاث من أصل الإيمان : الكف عمن قال : لا إله إلا الله لا نكفره بذنب ولا نخرجه عن الإسلام بالعمل , والجهاد ماض منذ بعثني الله إلى أن يقاتل آخر أمتي الدجال لا يبطله جور جائر
ولا عدل عادل والأقدار.( أخرجه أبو داود )
“Tiga hal merupakan pokok iman ; menahan diri dari orang yang menyatakan Tiada Tuhan kecuali Allah. Tidak memvonis kafir akibat dosa dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam akibat perbuatan dosa ; Jihad berlangsung terus semenjak Allah mengutusku sampai akhir ummatku memerangi Dajjal. Jihad tidak bisa dihapus oleh kelaliman orang yang lalim dan keadilan orang yang adil ; dan meyakini kebenaran takdir”.
Imam Al-Haramain pernah berkata, “ Jika ditanyakan kepadaku : Tolong jelaskan dengan detail ungkapan-ungkapan yang menyebabkan kufur dan tidak”. Maka saya akan menjawab,” Pertanyaan ini adalah harapan yang bukan pada tempatnya. Karena penjelasan secara detail persoalan ini membutuhkan argumentasi mendalam dan proses rumit yang digali dari dasar-dasar ilmu Tauhid. Siapapun yang tidak dikarunia puncak-puncak hakikat maka ia akan gagal meraih bukti-bukti kuat menyangkut dalil-dalil pengkafiran”.
Berangkat dari paparan di muka kami ingatkan untuk menjauhi pengkafiran secara membabi buta di luar point-point yang telah dijelaskan di atas. Karena tindakan pengkafiran bisa berakibat sangat fatal.
Hanya Allah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus dan hanya kepada-Nya lah tempat kembali.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar