Memahami Bid’ah

Hati-hati memahami bid’ah
Kaum muda (yang baru berusaha memahami agama agar lebih baik) harus berhati-hati memahami bid’ah.
Saat ini ada sebagian muslim yakni kaum salaf(i)  (beda dengan Salaf) sering menggunakan label “ahlul bid’ah” bagi saudara-saudara muslim lain diluar jama’ah mereka. Sampai-sampai mereka memutus silaturahmi, berlepas diri, meng-hajr (boikot/isolir) bahkan ada yang keji menganggap boleh dibunuh karena menganggap saudara muslimnya telah kafir. Naudzubillah min zalik.
Saat ini ada sebagian muslim “membiarkan” penderitaan saudara-saudara muslim kita di Palestina, Irak, Afghanistan, Somalia dan lain-lain hanya karena melabelkan mereka tidak melaksanakan keimanan sesuai syari’at atau melabeli sebagai kaum ahlul bid’ah.
Berhati-hatilah dan ingatlah Nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya,
“Akan keluar suatu kaum akhir zaman, orang-orang muda berpaham jelek. Mereka banyak mengucapkanperkataan “Khairil Bariyah” (maksudnya firman-firman Allah yang dibawa Nabi). Iman mereka tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama sebagai meluncurnya anak panah dari busurnya, Kalau orang-orang ini berjumpa denganmu lawanlah mereka” (Hadits sahih riwayat Imam Bukhari).

Kita harus pahami apa yang dimaksud bid’ah, Kalau salah memahaminya malah bisa menjurus seperti orang berpaham sekulerisme yang jelas-jelas telah disepakati para ulama sebagai paham terlarang.
Nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya
“Barangsiapa yang menbuat-buat sesuatu dalam urusan kami ini maka sesuatu itu ditolak” (H.R Muslim – Lihat Syarah Muslim XII – hal 16)

Arti kata-kata “dalam urusan kami” ialah urusan keagamaan, karena Nabi Muhammad Saw, diutus Allah untuk menyampaikan agama. Maka dari hadist ini dapat diambil pengertian bahwa kalau dalam urusan keduniaan atau ghairu mahdah boleh saja diadakan asal tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Hati-hati kalau kita menganggap ada perbuatan muslim didunia ini bukanlah ibadah
Allah berfirman yang artinya,
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku“  (Az Zariyat : 56)

“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu” (al Hijr : 99)
Apapun perbuatan kita di dunia ini sampai kematian menjemput,  seluruhnya dalam rangka beribadah kepada Allah.
Hanya orang-orang yang berpaham sekularisme saja yang dapat memisahkan, ini urusan ibadah, ini urusan dunia (bukan ibadah)
Seperti contoh orang yang berslogan “Islam Yes, Partai Islam No”. Ini sebuah kekeliruan yang besar !.
Berpartai haruslah merujuk kepada Al-Qur’an dan hadits sebagai petunjuk dan pegangan hidup kita.

Setiap perbuatan / ibadah / amaliyah kita di dunia harus merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits.
Jikalau perbuatan / ibadah / amaliyah itu tidak ada dicontohkan oleh Rasulullah, maka periksa apakah perbuatan / ibadah / amaliyah tersebut termasuk yang dilarang dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Klo dilarang maka kita tinggalkan, klo tidak ada larangan maka boleh kita kerjakan dalam rangka mengabdi / beribadah kepada Allah inilah umumnya kita kenal sebagai ghairu mahdah atau ibadah bersifat umum.

Jadi apapun perbuatan / ibadah / amaliyah kita di dunia hanya bisa masuk kategori mahdah (ibadah)  atau ghairu mahdah (ibadah umum).
Ada perbuatan yang sudah dicontohkan Rasulullah dan harus kita ikuti sedangkan yang tidak dicontohkan, boleh kita kerjakan jika tidak ada larangan dalam Al-Qur’an dan Hadits.  Inilah yang Nabi Muhammad Saw sampaikan, “antum a’lamu bi umuri dunyakum”  yang artinya, “Kalian lebih tahu dalam urusan dunia kalian” (Hadits Riwayat Muslim). Namun sekali lagi harus diingat semuanya merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits sebagai petunjuk/pedoman bagi kita mengarungi dunia.
Untuk mengetahui cara “mengambil pelajaran” dari sekumpulan hadits tentang bid’ah, silahkan lanjut dengan membaca tulisan dihttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/20/bidah/

61 Tanggapan
adalah sesat orang yang mengatakan memakai tasbeh dan sajadah itu bid’ah, yang parah itu orang mati jangan didoakan dan ditahlilkan, cukup dilempar ke lubang dan kubur seperti hewan saja.



Saya mau tanya, menterjemahkan bacaan shalat ke dalam bahasa Indonesia itu perbuatan baik atau buruk?….
kalau perbuatan buruk apa alasannya, kalau perbuatan baik kenapa gak dipublikasikan sebagai bentuk perkembangan bid’ah hasanah yang anda bela?…..

kenapa dari dulu statis, gak ada perkembangan bid’ah hasanah?
dahulu utsman adzan 2 kali pada shalat jum’at, kenapa anda tidak menambahnya jadi 3 atau 10 x pada shalat jum’at, bukankah lebih banyak lebih baik?
Anda tau gak kenapa bid’ah hasanah tidak berkembang dan kenapa tidak ada yang kreatif sampai sekarang?
karena Allah tidak mau sunnah sampai terhapus di muka bumi ini dengan bid’ah2….
jangan cuma kirimkan alfatihah 10 x saja, tapi kirimkan shalat 100 rokaat buat kiriman pahala…. itu lebih baik kan?



pada 1 Mei 2010 pada 9:28 pm | Balasmutiarazuhud
Tentang tata cara sholat kita wajib mengikuti syariat. Semua yang termasuk rukun Islam tidak diperkenankan untuk diubah maupun ditambah. Ini termasuk urusan agama



Semua yang telah ditetapkan dalam Islam tidak boleh dirubah atau ditambah.
Sekarang saya minta, coba anda sebutkan bid’ah2 hasanah yang lainnya yang belum ada, sesuai keluasan kreatifitas anda tapi yang baik-baik ya.. jangan cuman tahlilan dan qunut subuh…
Perasaan anda menjawabnya gak pernah detil dan memahami tulisan di atas..
belum puas saya….



pada 8 Mei 2010 pada 12:29 pmmutiarazuhud
Bid’ah hasanah umumnya termasuk kedalam ghairu mahdah (ibadah umum).
Ibadah umum beberapa dicontohkan oleh Rasulullah dan disunahkan untuk mengikuti , namun sebagian lagi diserahkan kepada manusia sesuai keinginan, teknologi atau zaman seperti bekerja, berdoa/berzikir, berjama’ah, sedekah, infaq, belajar / menuntut ilmu, metode pengajaran, berpolitik, menggunakan safety belt ketika berkendara mobil, menggunakan pedal rem ketika menjalankan kendaraan, menggunakan helm ketika berkendara motor, berangkat naik haji menggunakan sarana transportasi yang lebih baik seperti dengan pesawat terbang. Yang perlu diingat bahwa “semua yang diserahkan kepada manusia” itu tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Inilah yang disebut dengan mengikuti petunjuk Allah atau pegangan hidup manusia mengarungi dunia yakni Al-Quran dan Hadits.



Jadi singkatnya gimana hukumnya menterjemakan bacaan shalat ke dalam bahasa Indonesia gituh….
Apakah bid’ah hasanah atau bid’ah dolalah ?
itu saja….



pada 9 Mei 2010 pada 4:35 pmmutiarazuhud
Maksudnya sholat dengan menggunakan bahasa Indonesia ?
Kalau itu sudah jelas masuk kedalam bid’ah dholalah
Ini sesuai dengan hadits yang mengkhususkan mengenai “urusan kami”

Nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya
“Barangsiapa yang menbuat-buat sesuatu dalam urusan kami ini maka sesuatu itu ditolak” (H.R Muslim – Lihat Syarah Muslim XII – hal 16)

Tolong baca kembali bagaimana cara “mengambil pelajaran” dari sekumpulan hadits mengenai bid’ah

Supaya antum tidak terjerumus kepada sekularisme, maka pahami juga tulisan berikut mengenai bid’ag




Ibadah dan semua tata cara ibadah itu adalah urusan nabi muhammad SAW tidak boleh ditambahkan atau diganti meskipun itu TUJUANNYA BAIK.
Mengganti bacaan shalat ke dalam bahasa indon
Menambahkan sayyidina dalam tahyiat
Melafadkan niat usholli
Menambahkan adzan di jum’at
Shalat nifsyu syaban 100 rokaat
Tahlilan & maulidan

Itu semuanya masuk ke dalam perkara bid’ah, kalo mau dibilang hasanah tentu yang pertama itu yang paling hasanah…



saudara salafi , janganlah bertanya tentang hal yg tdk saudara punya ilmu pengetahuannya, tapi seolah tahu jawabannya.



Saya kan cuma mau kasih masukan buat bikin bid’ah bid’ah hasanah yang baru, yang belum pernah diciptakan sebelumnya …
Ayo dong kreatif….



pada 9 Mei 2010 pada 3:38 am | Balastawangalun
Cara mengenali bid’ah opo bukan.
Kalau jaman Rasul hal tsb gak pernah dilakukan lantas sekarang kok dilakukan itu namanya inovasi.Padahal inovasi itu baik kalau soal teknologi malah wong2 do kon bid’ah teknologi.Tapi kalau perkara gaib harus persis dg rasul.Misal:
1.Dulu doa qunut itu asalnya dibaca saat solat witir,dengerlah kalau ada siaran tarwih dari masjidil haram nanti kan ada Allahuma fini fiman hadaid dsb.
jadi kalau kita pindah itu kita podo wae bikin syariat baru itu namanya nyaingi Nabi.

2.Kalau kita agak lama dimakam Rasul kan diusir askar lakok dimakam Sunan sampai tahlil lengkap itu juga bid’ah.Sebab ibadah kok sampai syafar itu hanya boleh ke Makah dan Madinah,gak boleh kita kok mau beribadah di Tuban tempatnya makam Sunan Bonang.Mertua saya sendiri senengannya begitu dan beliau pasti bisa kontak ketika wirid dimakam makane njur seneng.Tapi yg nemui tadi Sunan Bonang opo jin kan kita gak tahu.Dan mertua saya memang bisa jadi ampuh la tapi kalau itu dari jin untuk opo?Rasul aja kan wantahan ketika Uhud juga berdarah,juga luka gak dugdeng enggak.
Tawangalun.



pada 9 Mei 2010 pada 4:11 am | Balasmutiarazuhud
Cara mengenali bid’ah lebih lanjut, silahkan baca dua tulisan terkait di sini,

Mohon dibaca keseluruhan tulisan yang berhubungan dengan bid’ah.



pada 10 Mei 2010 pada 4:47 pm | BalasYusuf Ibrahim
kalo memang Om ‘mutiarazuhud’ ini meyakini adanya bid’ah hasanah, coba jelaskan kepada saya ;
1. apa batasan2 suatu perbuatan itu dikatakan bid’ah hasanah? perlu diketahui batasan2nya agar umat muslim tidak terjerumus kepada perbuatan bid’ah yang dholalah.
2. apakah setiap perbuatan yang didasari dengan niat yang baik bisa dikategorikan sebagai bid’ah hasanah?



pada 10 Mei 2010 pada 8:39 pm | Balasmutiarazuhud
Sudah saya jelaskan dalam tulisan tentang bid’ah di
dan di
mohon periksa kembali




pada 10 Mei 2010 pada 11:08 pmYusuf Ibrahim
oke, sudah bisa saya pahami bahwa bid’ah hasanah adalah suatu perkara baru yg tidak ada larangannya baik di dalam Al-Quran dan Hadits.
lalu, saya ingin tanya, bagaimana hukumnya jika kita melakukan adzan sebelum makan? atau adzan terlebih dahulu sebelum kita memulai pekerjaan? bolehkah? bisakah kita masukan amaliah tersebut sebagai bid’ah hasanah? bukankah perbuatan itu tidak ada larangannya? bukankah adzan merupakan syi’ar paling besar dalam Islam?
jika tidak bisa dimasukan ke dalam bid’ah hasanah, kenapa amaliah tersebut tidak termasuk bid’ah hasanah?



pada 11 Mei 2010 pada 7:46 ammutiarazuhud
Maaf, apa yang akhi tanyakan ini merupakan cerminan kaum Salafi. Kaum salafi ada kecenderungan “langsung” bertindak atau “menilai” saudara muslim lainnya atau membuat pertanyaan hanya berdasarkan sebuah kemampuan pemahaman atau bahkan berdasarkan sebuah pernyataan.
Dalam hal pertanyaan diatas diajukan hanya berdasarkan sebuah pernyataan/pemahaman bahwa: “bid’ah hasanah adalah suatu perkara baru yg tidak ada larangannya baik di dalam Al-Quran dan Hadits” Padahal pernyataan/pemahaman tersebut ada dalil-dalil terkait.

Sebagaima telah saya uraikan mengenai cara mengambil pelajaran dari sekumpulan hadits tentang “bid’ah” dalam tulisanhttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/20/bidah/ (mohon baca dan pahami kembali)
Nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya
“Barangsiapa yang menbuat-buat sesuatu dalam “urusan kami” ini maka sesuatu itu ditolak” (H.R Muslim – Lihat Syarah Muslim XII – hal 16)

Dalam hal ini sudah tegas dikatakan kalau “urusan kami” maka bid’ah itu ditolak.
Azan adalah “urusan kami” karena ada tuntunannya, waktunya dan ketentuan lain.

Semoga akhi dirahmati Allah.



Lho…
kenapa tidak termasuk bid’ah hasanah? bukankah adzan sebelum makan merupakan perkara baru yg tidak ada larangannya? kenapa saya tidak boleh memakai kaidah itu? bukankah adzan merupakan hasanah terbesar dalam Islam?

kenapa orang yg melakukan adzan di dalam kubur pada saat pemakaman termasuk bid’ah hasanah? kenapa juga adzan pada saat mengantarkan haji termasuk bid’ah hasanah? kenapa giliran saya memasukan adzan sebelum makan ke dalam bid’ah hasanah dinyatakan tidak boleh? apakah bid’ah hasanah hanya diperuntukan untuk orang-orang seperti Om aja, tidak untuk orang lain?
kenapa giliran Salafi koq tidak boleh memasukan kegiatan dzikir berjamaah dengan suara yg keras ke dalam bid’ah dholalah? padahal dalil yg dipakai itu sama persis seperti yg Om pakai dalam menghukumi adzan sebelum makan…..
bukankah dzikir juga termasuk ke dalam ‘urusan kami’ yg mempunyai sifat, cara dan ketentuan seperti halnya adzan? kenapa orang-orang seperti Om boleh menambah sifat dan cara pelaksanaan dalam berdzikir, tapi orang seperti saya tidak boleh menambah-nambah sifat dan cara melaksanakan adzan?

Itulah mengapa Islam tidak mengenal yg namanya bid’ah hasanah, karena tidak ada batasan yg jelas mengenai bid’ah hasanah,
seandainya ada orang yg meyakini adanya bid’ah hasanah, maka hasanah menurut siapa? buktinya, hasanah menurut saya, bukanlah hasanah menurut Om mutiarazuhud ini, bahkan mungkin hasanah menurut Om, belum tentu hasanah menurut Al-Quran dan Sunnah, sangat rancu sekali !

Maka dari itu, Rasulullah dalam sabdanya mengatakan bahwa SETIAP BID’AH ITU SESAT, tanpa ada pengecualian dalam sabda beliau,
ingat ! bid’ah disini terbatas hanya pada urusan agama (beribadah kepada Allah), bukan untuk urusan duniawi…adapun mobil, lampu, komputer dll, itu tidak termasuk kedalam bid’ah yg ada di dalam sabda Rasulullah tsb……

Jika kita meyakini adanya bid’ah hasanah dengan merujuk kepada sabda Rasululllah diatas, maka saya ingin tanya, MUNGKINKAH ADA KESESATAN YANG HASANAH?
Jawablah wahai orang-orang yang berakal…….



pada 12 Mei 2010 pada 7:47 pmmutiarazuhud
Mohon maaf, tentang bid’ah sudah saya terangkan kedalam tiga tulisan
Bagi saya semua perbuatan kita didunia ini hanyalah untuk memenuhi “keinginan” Allah semata sebagaimana firmanNya yang artinya, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (Az Zariyat 56) dan “Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu” (al Hijr 99).
Saya cukupkan sampai di sini saja memberikan jawaban atas komentar/pertanyaan khususnya kepada antum, sekali lagi mohon maaf. Untuk mengetahui prinsip-prinsip saya dalam mengarungi kehidupan di dunia ini , bisa lihat tulisan-tulisan dalam box/kotak lajur paling kanan, kategori: perjalanan hidup atau box/kotak tulisan khusus. Semoga akhi dirahmati Allah dan dikaruniakan al-hikmah.




pada 12 Mei 2010 pada 10:23 pmYusuf Ibrahim
ya ga apa-apa jika Om ingin menyudahi diskusi ini….walaupun saya masih belum puas karena pertanyaan saya masih belum dijawab….
saya tau kalo pada hakikatnya manusia itu diciptakan semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah saja, akan tetapi beribadah kepada Allah tentunya mempunyai cara-cara dan ketentuan yang sudah ditetapkan dan disempurnakan sebelumnya oleh Rasulullah sehingga kita tidak boleh menambah apalagi menguranginya dan tidak ada satu amalanpun yang terlewatkan kecuali telah dikerjakan dan ditetapkan oleh Rasulullah dan para Sahabatnya.
Jadi apabila kita ingin beribadah kepada Allah haruslah sesuai dengan apa yang pernah Rasulullah dan para Sahabatnya lakukan dan tetapkan karena hanya merekalah sebaik-baiknya contoh dan suri tauladan ;
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Ali-Imran : 31-32)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)
“(Ikutilah) sun­nahku dan Sun­nah Khulafaur Rasyidin yang diberi petun­juk sesudahku. Peganglah (kuat-kuat) dengan­nya, gigit­lah sun­nah­nya itu dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah perkara-perkara yang diadakan-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Tir­midzi dan dia ber­kata : Hadits ini hasan shahih).
“Amma ba’du, maka sebaik-baiknya per­kataan adalah Kitabullah (Al-Qur’an) dan sebaik-baiknya petun­juk adalah petun­juk Muham­mad. Dan sejelek-jeleknya per­kara adalah per­kara yang diada-adakan dan setiap bid’ah itu sesat.“ (HR. Muslim).
“Aku telah meninggalkan pada kamu dua hal, Kitab Allah dan Sunnahku. Kamu tidak sesat selama berpegang padanya.” (H.R At-Tirmidzi)



pada 13 Mei 2010 pada 12:06 ammutiarazuhud
Baiklah kalau bisa kita sepakati. Saran saya, lakukanlah apa yang Allah inginkan, Insya Allah akhi akan memahami tentang bid’ah.
Al-Quran menyebutkan penyebab dicabutnya ilmu khusyu’, yaitu karena memperturutkan hawa nafsu dan melalaikan sholatnya. Dalam Al-Qur’an Allah juga telah menunjukkan jalan bagi yang mendapatkan kekhusyu’an
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS Al Baqarah 2: 45-46)
Semoga kita dapat merasakan menemui Allah, kedekatan dengan Allah, mengetahui posisi/derajat kita di sisi Allah.
Semakin kita dekat dengan Allah maka kita akan semakin sibuk dengan Allah, semakin jauh kita dengan Allah maka kita akan semakin sibuk dengan diri kita sendiri.
Semakin kita dekat dengan Allah maka kita yakin bahwa segala keperluan kita didunia , Allah akan mencukupkannya, sedangkan semakin jauh kita dengan Allah maka kita akan “kepayahan” dengan upaya sendiri memenuhi segala keperluan kita di dunia.
Orang yang dekat dengan Allah dikenal sebagai orang-orang Arif.
Orang-orang Arif adalah orang yang menyibukkan dirinya dengan Allah dan hanya melakukan perbuatan jika Allah yang berkenan bukan karena keinginan mereka sendiri.
Mereka paham bahwa Allah memberi mereka sesuatu yang lebih daripada apa yang mereka berikan untuk diri mereka sendiri.
Jalan untuk dapat selalu menyibukkan diri dengan Allah atau mengetahui apa yang Allah berkenan adalah dengan “mengenal” Allah, yakni yang kita kenal marifatullah. Dengan mengenal Allah (marifatullah) maka kita bisa memahami apa yang Allah berkenan.
Ilmu untuk mempelajari tentang marifatullah itulah Ilmu Tasawuf.
Untuk mencapai pemahaman orang-orang arif tidak cukup dengan metode pemahaman secara harfiah atau tekstual akan tetapi melalui metode pemahaman yang lebih dalam / maknawi atau dikenal “mengambil pelajaran” dengan hikmah.
Sesuai dengan firman Allah,
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Al-Baqarah – 269)



pada 13 Mei 2010 pada 10:12 amYusuf Ibrahim
kalo memang demikian, sudahkah Om ‘mutiarazuhud’ ini melakukan apa yg Allah inginkan dan perintahkan seperti dalam firman ;
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah)………..” (Ali-Imran : 31-32)

sudahkah Om ‘mutiarazuhud’ ini mengikuti Sunnah Rasul sebagaimana yg Allah perintahkan?



pada 13 Mei 2010 pada 11:04 ammutiarazuhud
Insya Allah, akhi, saya akan berupaya sekuatnya untuk mengikuti Rasulullah namun saya tidak mengikuti “orang yang berupaya” mengikuti Rasulullah.



Apa hukumnya adzan di telinga bayi yang baru lahir, apa hukumnya azan 2 x di waktu jum’at ?



pada 14 Mei 2010 pada 8:52 am | BalasMaulana Malik Ibrahim
Kebenaran Hakiki hanya milik Allah, Kenapa Islam terpecah dalam banyak golongan….? hal ini di karenakan akal pikiran manusia yang dangkal. sehingga dalam menafsirkan sebuah ayat saja ada banyak versi dan pandangan.



pada 17 Mei 2010 pada 8:31 am | Balasmutiarazuhud
Bagi saya sebesar apapun karunia yang diperoleh dalam pemahaman Al-Qur’an dan Hadits, sebaiknya tidak menilai atau memvonis atau melabeli yang tidak baik atau bahkan mengkafirkan terhadap saudara-saudara muslim kita lainnya. Termasuk pengakuan bahwa “pemahaman saya” yang paling benar termasuk sebuah kesombongan atau bahkan ujub.



pada 17 Mei 2010 pada 8:49 pmsalafi wahabi
Jadi sebetulnya apa yang anda inginkan?
Apakah saya harus keluar dari salafi ?
Apakah anda ingin saya diam damai ?
Apakah anda ingin saya berpaham sufi atau asy’ariyah ?




pada 18 Mei 2010 pada 8:47 ammutiarazuhud
Minimal coba lah “keluar sementara” dari pemahaman Ibnu Taimiyah atau yang sepemahaman. Coba telusuri pemahaman ulama-ulama salaf diluar mereka.
Andaikan saja saudara-saudaraku salafy mau meluangkan waktu dan membaca kitab/buku, sebagai contoh “Ar Risalatul Qusyairiyah fi ‘Ilmit Tashawwuf, Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi atau versi terjemahan “Risalah Qusyairiyah”, sumber kajian ilmu tasawuf, penterjemah Umar Faruq, penerbit Pustaka Amani, Jakarta. InsyaAllah dengan buku/kitab tersebut, saudara-saudara ku Salafy dan pembaca pada umumnya dapat memahami tentang dasar-dasar Ma’rifatullah sehingga dapat memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang Allah “di atas langit”.
Syaikh Al-Qusyairy adalah seorang imam dalam majelis tadzkir. Pembicaraannya amat berpengaruh hingga meresap kedalam sanubari para jama’ahnya. Abu Hasan Ali bin Hasan Al-Bakhirizi yang hidup di tahun 462 H/ 1070M, sering menyebut-nyebut kehebatannya, bahkan memujinya dengan sanjungan yang amat istimewa. Beliau mengatakan, “seandainya sebuah batu cadas diketuk dengan “tongkat peringatan”-nya niscaya akan meleleh menangis, dan seumpama iblis tetap aktif mengikuti majelis tadzkirnya, niscaya dia akan tobat. Subhanallah.



pada 19 Mei 2010 pada 8:55 pmsalafi wahabi
Ibnu Taimiyah bermahzab salaf bukan mujasimah, dimana mereka (salaf/sahabat) langsung menerima mendengar dari Rasulullah dan membenarkannya.
Islam tidak perlu ilmu filsafat yang aneh yang membahas ketuhanan, banyak para tokoh ahli filsafat ahli takwil yang bertobat.
Nabi sendiri yang mencontohkan dengan menanyakan dimana Allah kepada seorang budak, tapi asy’ariyah bilang bahwa bertanya adalah bid’ah munkar, lalu kenapa mereka mau menjawabnya dengan jawaban bahwa Allah ada dimana-mana, kenapa asyariyah tidak menutup kuping atau memukul orang yang bertanya dimana Allah ???????????
Saya tidak mau keluar dari salafi wahabi KARENA SAYA MEMPUNYAI CITA-CITA YAITU MELIHAT WAJAH ALLAH NANTI DI AKHIRAT.



pada 20 Mei 2010 pada 4:11 pmmutiarazuhud
Bermahzab salaf ?
Benar, bahwa salaf/sahabat langsung mendengar dari Rasulullah dan membenarkannya. Namun yang antum ikuti adalah hasil ijtihad (pemahaman) Ibnu Taimiyah terhadap apa yang didengar dan dibenarkan oleh salaf/sahabat.
Mengenai takwil ?

Nabi Rasulullah SAW dalam berdakwah “menyesuaikan” dengan tingkatan/kemampuan si penerima/pendengar/murid.
Dalam hal riwayat hadists percakapan dengan seorang budak maka Rasulullah SAW “menyesuaikan” dengan keadaan/tingkatan/kemampuan pemahaman budak / jariah.

Silahkan saja jika saudara-saudaraku Salafy (pengikut metode pemahaman Ibnu Taimiyah atau sepemahaman) berpuas diri dengan kemampuan pemahaman sesuai dengan pemahaman budak / Jariah.
Saya pribadi, sangat menyayangkan saudara-saudaralu Salafy jika tidak berkenan untuk membuka diri dan mempelajari pemahaman dari sisi lain diluar syaikh-syaikh mereka, karena sungguh pemahaman orang lain selain Ibnu Taimiyah bisa jadi lebih banyak karunia pemahaman yang Allah berikan, karena Allah memberikan kepada siapapun yang Allah kehendaki tidak sebatas kepada Ibnu Taimiyah semata sebagaimana firman Allah yang artinya,
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Al-Baqarah – 269).

Sekali lagi saya sampaikan bahwa apa yang dituliskan pada blog ini, yang sebagian besar teruntuk kepada saudara-saudara muslimku Salafy (pengikut metode pemahaman Ibnu Taimiyah atau sepemahaman) adalah hasil kajian kami dan dalam rangka saling mengingatkan serta menganggap antum sekalian adalah sebagai saudara-saudara muslim.
Semoga Allah meridhoi kita semua.




pada 22 Mei 2010 pada 1:17 pm | Balassalafi wahabi
# Umar bin Khatab pernah mengatakan :
Artinya :
“Hanyasanya segala urusan itu dari sini”. Sambil Umar mengisyaratkan tangannya ke langit ” (Imam Dzahabi di kitabnya “Al-Uluw” hal : 103. mengatakan : Sanadnya seperti Matahari ).
# Ibnu Mas’ud berkata :
Artinya :
“‘Arsy itu di atas air dan Allah ‘Azza wa Jalla di atas ‘Arsy, Ia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan”.

Riwayat ini shahih dikeluarkan oleh Imam Thabrani di kitabnya “Al-Mu’jam Kabir” No. 8987. dan lain-lain Imam.
Imam Dzahabi di kitabnya “Al-Uluw” hal : 103 berkata : sanadnya shahih,dan Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyetujuinya .

Tentang ‘Arsy Allah di atas air ada firman Allah ‘Azza wa Jalla.
“Dan adalah ‘Arsy-Nya itu di atas air”
# Anas bin Malik menerangkan :
Artinya :
“Adalah Zainab memegahkan dirinya atas istri-istri Nabi SAW, ia berkata : “Yang mengawinkan kamu adalah keluarga kamu, tetapi yang mengawinkan aku adalah Allah Ta’ala dari ATAS TUJUH LANGIT”.

Dalam satu lafadz Zainab binti Jahsyin mengatakan :
“Sesungguhnya Allah telah menikahkan aku dari atas langit”. . Yakni perkawinan Nabi SAW dengan Zainab binti Jahsyin langsung Allah Ta’ala yang menikahinya dari atas ‘Arsy-Nya.

Budak Jariyah dan para sahabat (Ibnu Mas’ud, Umar, Aisyah) mereka meyakini bahwa Allah ada di atas arsy.
Sekarang mau ditakwilkan gimana lagi ?



Maaf,
saling menasehati dengan santun???



om mutiara zuhud, kalo mau objektive, tidak memperturutkan hawa nafsu, insya Alloh akan mendapatkan hidayah. Tentang bid’ah, yusuf ibrahim sudah menjelaskan dengan sangat gamblang, saya yakin anda jelas, dan secara ilmiah anda sudah tidak bisa membantah, ayolah bertaubatlah….hilangkan rasa gengsi dalam diri antum.
Saya pun sering berdialog dengan pelaku bid’ah juga mereka mentok, tidak bisa berargumentasi lagi dengan bid’ah hasanahnya…., lha wong yang haq itu sudah sempurna, kebatilan tidak bisa melawan yang haq.
Bagaimana mungkin adzan sebelum haji, bayi lahir, jenazah di liang lahat bikinan kaum tasawuf disebut bid’ah hasanah, tapi adzan sebelum makan made in yusuf ibrahim disebut bid’ah dholalah, gimana ini. terus terang bikin keki..
tasawuuf, tasawuf…..



pada 9 Agustus 2010 pada 4:21 am | Balasmutiarazuhud
Insyaallah, saya tidak seperti prasangka antum. Blog ini sebagian tulisan dalam rangka saling mengingatkan kepada saudara-saudaraku Wahabi atau salaf(i).
Kaum Wahabi atau salaf(i) dikenal sebagai kaum yang tidak mau memahami lebih dalam tentang Ihsan (akhlak/tasawuf) atau ulama-ulama mereka secara tidak sadar mendangkalkan ajaran agama Islam dengan mengingkari salah satu pokok ajaran agama Islam yakni tentang Ihsan (akhlak/tasawuf) sebagaimana yang disampaikan perantara malaikat Jibril.
Dengan adanya pendangkalan ajaran agama Islam tersebut, kita menjadi paham kaum mereka “membatasi” ajaran Rasululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, sebatas apa yang bisa mereka pahami.
Sehingga umat muslim lainnya yang berbeda pemahaman dengan pemahaman kaum mereka dianggap “diluar” ajaran Rasululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam atau seolah-olah “penambahan” ajaran Rasululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam atau dengan kata lain apa yang mereka sangka sebagai bid’ah.
Itulah yang saya sampaikan sebagai ketidak setujuan, bahwa pemahaman kaum mereka adalah sebagaimana atau serupa dengan pemahaman Salafush sholeh. Ketidak setujuan saya tersebut saya tuliskan pada

Sedangkan upacara adat atau perbuatan-perbuatan lainnya yang tidak pernah dicontohkan oleh Tauladan kita Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kemudian setelah kita merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits ternyata bertentangan maka itu sudah jelas bid’ah dholalah atau ibadah yang tertolak.
Bid’ah hasanah adalah perbuatan yang tidak dicontohkan Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan setelah merujuk kepada Al-Qur’an, Hadits, Ijma Ulama , dll tidak bertentangan. Umumnya perbuatan ini masuk kedalam ghairu mahdah (ibadah umum).
Kalau antum mau korespondensi langsung silahkan kirim email ke zonatjonggol pada yahoo.com
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor, Jawa Barat, 16830



Jangan melebar kemana-mana pak, sebagai orang awam dan masih tolabul ‘ilmi, saya cuma mau tanya dan harap dijawab.
1. Adzan saat seseorang mau berangkat haji, jenazah masuk liang lahat, pindahan rumah, termasuk bid’ah hasanah atau dholalah?
2. Adzan sebelum makan dan sebelum masuk rumah termasuk bid’ah hasanah atau bid’ah dholalah?
ket. : Point 1 dan 2 sama-sama tidak ada contoh dari rasululloh saw, namun point 1 banyak di gunakan masyarakat dan diajarkan kyai tasawuf, point 2 belum ada satupun yang melakukan, baru sebatas ide amalan jenis baru, bahasa kerennya “new item” atau “new arrival”.
Tolong jawab pak, anda kan orang pintar dan sudah banyak bikin tulisan tentang bid’ah. terima kasih sebelumnya.



pada 9 Agustus 2010 pada 4:21 pm | Balasmutiarazuhud
Loh, kenapa antum tidak bertanya kepada mereka secara baik-baik, apa rujukan mereka pada Al-Qur’an dan Hadits?
Bagi saya, saya akan melakukan perbuatan atau perilaku yang masuk kategori ghairu mahdah (ibadah umum) jika tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits serta hukum-hukum Islam lainnya. Jika saya ragu-ragu atau tidak ada pengetahuan untuk itu maka lebih baik saya tinggalkan.
Bagi saya, prinsip dasar perbuatan atau perilaku yang masuk kategori ghairu mahdah adalah mubah (boleh), namun setelah merujuk kepada Al-Quran dan Hadits serta hukum-hukum Islam, maka ikuti sesuai ketentuan atau hukumnya.



Jadi jawabannya gimana pak, Adzan itu termasuk ibadah maghdoh atau ghoiru maghdoh ? tolong jawab



@ Sunan and all sebagai bahan rujukan, mohon di lihat:

intinya org yg mau berpergian disunahkan membaca azan dan iqomah… (sayang hadits dan perawinya tidak dimunculkan)
saya juga pernah membaca walau lupa ada hadits yang menyatakan Azan ini dapat mengusir syaitan dan Iblis… gitulah kira2
mungkin sebelum masuk rumah membaca azan adalah merujuk atau dalam rangka mengusir syaitan tsb, yang pernah saya dengar adalah ada seorg ‘ustadz’ mengobati kesurupan dengan cukup membacakan azan…

wallahu alam bisawab



Antum ini gimana sih pertanyaan saya mudah
“Adzan itu termasuk ibadah maghdoh atau ghoiru maghdoh?” tolong jawab bung

Antum kan sudah pinter bikin artikel tentang bid’ah, mengelola blog ini.
- Mana dalil orang berpergian dianjurkan membaca adzan?
- Mana dalil bahwa adzan untuk mengusir setan?

Ternyata orang sekelas antum dalilnya cuma “Kira-Kira” dan “Mungkin”, gimana antum menjawab pertanyaan di blog ini dengan “Kira-kira dan Mungkin”, tunjukkan sisi ilmiah anda bung.
Oya ada dalil tambahan dari antum, “…saya pernah dengar…” masa dalilnya saya pernah dengar, seperti mbah buyut kita yang belum pernah sekolah. Ini masalah dien bung, harus jelas.



pada 19 Agustus 2010 pada 4:16 pm | Balasmutiarazuhud
Akhi sunan, klo saya pribadi menganjurkan antum untuk menanyakan langsung secara baik-baik kepada mereka yang melakukan perbuatan itu, karena jujur bagi saya belum ada pengetahuan untuk itu.
Yang mengatakan orang berpergian dianjurkan membaca adzan dan untuk mengusir setan adalah tulisan atau info dari pengunjung blog yakni saudara kita kurniawan. Sama sekali bukan dari saya sebagai admin blog.
Silahkan juga pengunjung topik ini membaca tulisan terbaru saya yang terkait dengan topik ini pada

Wassalam



Dari Abi Rofi’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah mengadzankan Sayyidina Husain di telinganya pada saat Sayyidina Husain baru dilahirkan oleh Sayyidatuna Fatimah dengan bacaan adzan untuk sholat .” (HR. Ahmad, Abu dawud, Tarmidzi, dishohihkannya).
Dari Abi Rofi’ berkata dia, “Aku pernah melihat Nabi melakukan adzan pada telinga Al Hasan dan Al Husain radhiyallahu ‘anhuma.” (HR. Thabrani).
“Barangsiapa yang kelahiran seorang anak, lalu anaknya diadzankan pada telinganya yang sebelah kanan serta di iqomatkan pada telinga yang kiri, niscaya tidaklah anak tersebut diganggu oleh Ummu Shibyan (HR. Ibnu Sunni, Imam Haitsami menuliskan riwayat ini pada Majmu’ Az Zawaid, jilid 4,halaman 59). Menurut pensyarah hadis, Ummu Shibyan adalah jin wanita yang selalu mengganggu dan mengikuti anak-anak bayi.
Di dalam kitab Majmu Syarah Muhaddzab, Imam Nawawi meriwayatkan sebuah riwayat yang dikutip dari para ulama Syafi’i, bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu ‘anhu pernah melakukan adzan dan iqomat pada anaknya yang baru lahir.
Dari Abi Rofi’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah mengadzankan Sayyidina Husain di telinganya pada saat Sayyidina Husain baru dilahirkan oleh Sayyidatuna Fatimah dengan bacaan adzan untuk sholat .” (HR. Ahmad, Abu dawud, Tarmidzi, dishohihkannya).
Dari Abi Rofi’ berkata dia, “Aku pernah melihat Nabi melakukan adzan pada telinga Al Hasan dan Al Husain radhiyallahu ‘anhuma.” (HR. Thabrani).

kitab Fathul Mu’in karangan Syaikh Zainuddin al Malibari, juga telah disyarahkan keterangannya dalam I’anatut Thalibin oleh Syaikh Sayyid Abi Bakri Syatho’, jilid 2 halaman 268, cetakan Darul Fikri.
Dalam kitab Fathul Mu’in itu disebutkan, ”Dan telah disunnatkan juga adzan untuk selain keperluan memanggil sholat, beradzan pada telinga orang yang sedang berduka cita, orang yang ayan (sakit sawan), orang yang sedang marah, orang yang jahat akhlaknya, dan binatang yang liar atau buas, saat ketika terjadi kebakaran, saat ketika jin-jin memperlihatkan rupanya yakni bergolaknya kejahatan jin, dan adzan serta iqomat pada telinga anak yang baru lahir, dan saat orang musafir memulai perjalanan.”
syaitan /jin yang mengganggu akan lari sampai terkentut-kentut bila mendengar adzan (H.R. Bukhari Muslim).
Adapun mengadzankan mayat ketika dimasukkan ke dalam kubur adalah masalah khilafiyah; Sebagian ulama mengatakan sunnat dan sebagian lagi mengatakan tidak sunnat. Di antara ulama kita yang berpendapat tidak sunnat mengadzankan mayat adalah Syaikh Ibnu Hajar al Haitami rahimahullahu ta’ala, namun demikian, tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan bid’ah sesuatu perkara yang statusnya khilafiyah.
fyi. Kamerad Sunan… yg mengazankan orang kesurupan saya sendiri alhamdulillah sembuh…



pada 19 Agustus 2010 pada 10:04 pm | Balasmutiarazuhud
Alhamdulillah. Terima kasih atas rujukan yang telah disampaikan.
Mungkin definisi bid’ah (bagi kaum Wahhabi) adalah sesuatuperbuatan muslim yang belum mereka pahami.
Oleh karena pernyataan (indoktrinisasi) bahwa
Pemahaman mereka = Pemahaman Salafsuh sholeh (sesuai ajaran Rasulullah saw) maka,
Perbuatan muslim yang belum mereka pahami adalah diluar ajaran Rasulullah saw, sehingga perbuatan itu oleh mereka dimasukkan kedalam kategori bid’ah.

Jadi klo boleh saya simpulkan pem-bid’ah-an itu bersumber dari ketidakluasan ilmu dan pengertian agama, atau belajar tanpa adanya pengajar.
Saya jadi teringat pidato Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani,
Kedangkalan wawasan keagamaan, seperti kita saksikan dewasa ini, juga membawa sebagian dari para pemuda kita bersikap fanatik (ta’assub) dan menuhankan pendapat sendiri (istibdad bir ro’yi) khususnya dalam masalah–masalah yang sebetulnya di situ ijtihad bisa diterima.
Orang–orang yang biasa berdebat, bertukar pendapat, dan berdialog pasti mengenal ungkapan, “Pendapatku benar, tetapi mungkin juga salah. Dan pendapat lawanku salah, tetapi mungkin juga benar”.
Adapun tidak mengakui pendapat dan mengingkari kebenaran yang dimiliki orang lain yang bersilang pendapat dengannya maka sungguh itu adalah salah satu bencana besar yang diakibatkan oleh ghuluw, khususnya pada saat ini. Kiranya tak ada satu pun orang berakal yang mengingkari bahwa jika manusia tidak mengerti akan sesuatu maka pasti memusuhi sesuatu tersebut.
Faktor bencana ini, (sekali lagi adalah), minimnya pengetahuan agama, bangga dengan pendapat sendiri (i’jaab bir ro’yi) dan cenderung menuruti hawa nafsu. Sebagian dari kaum ekstremis bahkan sampai bertindak kelewat batas dengan membodohkan orang lain dan menuduhnya sesat dan keluar dari agama.
Ini pun disebabkan oleh fanatik dan keyakinan bahwa hanya pendapat sendiri yang paling benar serta berusaha mempertahankan egonya. Sudah barang tentu bahwa hal tersebut merupakan bentuk fanatik yang paling dominan, eksklusif, dan semaunya. Karena itu, wajib bagi para ulama untuk menyelamatkan para pemuda dari fanatisme.
Wajib pula bagi para ulama menyadari bahwa hal ini merupakan tantangan yang harus mereka hadapi. Mereka harus memiliki semangat tinggi untuk memberikan perhatian dan terapi kepada pasien-pasien yang sudah terlanjur terjangkit wabah ini agar mereka bisa segera sembuh.
Wassalam



Yang saya tanyakan adalah :
-Dalil adzan untuk upacara pemberangkatan haji, anda tidak menjawabnya.
- Dalil adzan untuk mengusir setan yang riwayat bukhori dan muslim tadi adalah adzan pada saat sholat fardu, bukan adzan yg disengaja untuk mengusir setan.

Anda katakan di fathul mu’in :
“beradzan pada telinga orang yang sedang berduka cita, orang yang ayan (sakit sawan), orang yang sedang marah, orang yang jahat akhlaknya, dan binatang yang liar atau buas, saat ketika terjadi kebakaran, saat ketika jin-jin memperlihatkan rupanya yakni bergolaknya kejahatan jin, dan adzan serta iqomat pada telinga anak yang baru lahir, dan saat orang musafir memulai perjalanan”

MANA DALILNYA (hadist)? FATHUL MU’IN kalau tanpa dalil yg shohih tidak bisa kita terima.
Adapun adzan untuk bayi yg baru lahir terdapat ikhtilaf ulama itu betul, walaupun pendapat yang kuat yang mendhoifkannya, wallohualam.



Pak Sunan… itu pertanyaannya ke saya yah..? atau ke Starter thread…..(mutiara Zuhud) pls clarify agar tidak ambigu? saya sih melihat ini pertanyaannya mengarah ke saya (CMIIW)
fyi saya sih ngga jago2 amath dengan dalil ttg agama, melihat pandangan Mutiara Zuhud (kebetulan lagi Ramadhan, sewaktu lenggang menelusuri hal-hal yg terkait dgn islam utk menambah wawasan) saya tertarik untuk mencari tahu komen2 yg berkembang.
Mengenai Haji beradzan, saya mendapatkan dari pernyataan detik Ramadhan asuhan Prof. Quraish Shihab…. saya kan sudah kasih linknya mohon dibaca doong…
http:// ramadan.detik.com/read/2010/08/17/160211/1422002/971/hukum-upacara-keberangkatan-haji

Sedang kalau dalil yg dari kitab Fathul Muin tersebut saya mendapatkan dari

Silakan dibaca.
Masalah ngga terima atau tidak terima mah urusan pembaca bukan…?
Tetapi saya berpendapat, pembentukan sumber hukum Islam terdiri dari:
1. Quran
2. Hadits
3. Ijtihad para ulama.
Ijtihad ini pun dapat dibagi kembali dari Qiyas, Ar Rayu yg baik dsb.

Islam itu sangat menghargai perbedaan pendapat, bahkan ijtihad ulama sebagai salah satu dasar pembentuk hukum, sangat dihargai eksistensinya, yg intinya apabila benar maka ia memperoleh 2 pahala apabila salah ia hanya mendapatkan 1 pahala.
Just make it easy saja, apabila anda setuju silakan mengikutinya dengan konsekwensi adanya rujukan hukum yg tersebut di atas, atau apabila tidak ya wis tinggalkan saja.. mudah kan…?
Sekarang coba sama-sama cari tahu, dalilnya saya aja yg newbie dalam hukum agama coba cari tahu dengan penelusuran via goggle dan mendapatkan hal tersebut di atas. memang ada beberapa menurut hasil penelurusan dari google yg berpandangan sama dengan anda yg menyatakan tidak ada dasar yang kuat.
Nah sekarang dari hasil yang ada dan data didapat, coba cari tahu, cari kitab Fathul Muin baca dengan teliti dari mana sumbernya atau siapakah Tgk Zulkarnaen yg saya ambil dasar ini dari tulisannya, apabila memang telah clear baru protes…. nah ente2 (baca: Pak Sunan, Mutiara Zuhud, dll) kan lebih ahli dalam hal ini, coba cari tahu dahulu, sebisa mungkin jangan menjudge sebelum mencari tahu…..
Kalau dengan Prof Quraish saya percaya dengan beliau (beberapa pengalaman pribadi saya yg tidak perlu diungkapkan tentuny). sehingga saya akan coba ber I’tibba dengan pendapat beliau
Nah setelah semuanya sudh clear tinggal kita akan memilah dan memilih tanpa perlu mendeskriditkan ataupun menghujat orang yang tidak sepaham dgn kita …. mudah kan pak?
Salam,
Kr



@ Pak Mutiarazuhud
Sebenarnya secara pribadi saya agak miris dengan pengkotak-kotakan dengan wahhabi lah Ahlus sunnah wal jamaah, Syiah, Sunni.. lah, gerakan A, Gerakan B, ormas F, dan Ormas G yang saling menjatuhkan antar sesama muslim, padahal sama-sama mengucap syahadat dan mengakui Muhammad saw sebagai Rasul dan utusan-Nya
tetapi saya tidak bisa menafikan realita yg sebenarnya bahwa hal itu memang terjadi…
apakah saya utopis…?
You may say I’m a dreamer
But I’m not the only one
I hope someday you’ll join us
And the moslem- world will live as one :)




pada 20 Agustus 2010 pada 6:40 pm | Balasmutiarazuhud
Bagi, saya hal itu bukan pengkotak-kotakan, dapat kita anggap sebagai berjama’ah atau jama’atul minal muslimin. Namun semua jama’ah harus berpegang pada prinsip kesatuan dalam akidah Islam atau ukhuwah Islam, tidak saling membenci, tidak saling menganggap bahwa pemahaman jama’ah mereka yang paling benar atau pasti benar. Marilah dalam jama’ah maupun antar jama’ah saling tolong menolong dalam kebaikan, saling mengingatkan. Kemudian dari setiap jama’atul minal muslimin mengirim perwakilan untuk membentuk jama’atul minal muslimin pada tingkat yang lebih tinggi sehingga dapat terwujud Ukhuwah Islamiyah atau bahkan Jama’atul Muslimin yang sesungguhnya. Dari perwakilan-perwakilan tersebut dapat pula dibentuk kajian bersama terhadap hujjah atau dalil yang diketahui.



Pak kurniawan, terima kasih atas respon anda dalam hal ini. Saya berusaha buka situs ramadan.detik.com…ngga bisa dibuka. kemudian saya baca situsnya tengku zulkarnaen, disana pun tidak ditemukan dalil berupa firman Alloh swt (alquran), atau perkataan rasululloh saw (al-hadist) dalam masalah adzan selain untuk panggilan sholat (tidak ada perselusihan) dan bayi (ikhtilaf).
Artinya anda harus bisa membedakan antara perkara ikhtilaf dan bid’ah. Ikhtilaf adalah dua pendapat yang keduanya ada dalil, seperti adzan untuk bayi yg baru lahir syaik albani (ahli hadist) pun menghasankan hadist yang berkaitan dg nya. Contoh lain adalah qunut shubuh yang terdapat dalam fiqihnya imam syafii beserta dalil-dalilnya.
Namun masalah adzan yg kaitannya dg :
- Pindahan rumah
- Berangkat haji
- Orang yg sedang marah
- Orang yg jahat ahlaknya.
- Ada binatang buas
- Saat terjadi kebakaran
- pada orang yg berduka

Tolong tunjukkan dalilnya pak.
Ibadah itu butuh dalil.
Kalau saya sih hanya beramal yang saya tahu dalilnya, karena islam mengutamakan ilmu sebelum beramal.

Kalau anda tunjukkan dalilnya, saya akan adzan ketika ada “orang yang marah, orang sakit”, jika memang ada dalilnya yang shohih hal itu akan saya lakukan walaupun aneh. Untungnya hal-hal yang aneh tadi belum ditemukan dalilnya sampai hari ini.
Jika bapak penasaran silahkan cari dalil tentang hal-hal diatas, saya tunggu pak. Silahkan bapak tanya juga ke quraish shihab dalil tentang hal-hal diatas.




Jika hal-hal tadi anda tidak bisa temukan dalilnya, maka hal-hal tadi termasuk bid’ah yang terlarang.



@pak Sunan… ayo kita sama2 mencari… namun dari yg pernah saya sampaikan dahulu bisa menjadi telaahan awal untuk mencari tidak? saya sendiri awam dalam penelusuran kitab-kitab sumbur rujukan hukum/fiqih islam… yg saya tunjukan yah minimal yg sudah saya sampaikan tinggal bapak sendiri mau mengikuti atau tidak pendapat ulama tsb (Prof Quraish SHihab ttg yg mau naik haji atau pendapat Tgk Zulkarnaen atas masalah yg tersebut di atas)
@Pak MutiaraZuhud, betul idealnya seperti itu, tapi kenapa tendensinya, in my humble opinion, sudah bergeser kearah chauvinism, yg saling menjatuhkan antar sesama…. melihat fanomena ini lah saya sangat miris… yg akhirnya saya sebut dgn istilah ‘pengkotak-kotakan’
@all, walau sudah agak terlambat, saya ingin menyampaikan selamat menunaikan ibadah puasa, mhn maaf lahir batin, semoga di bulan suci ini kita semua dicurahkan rahmat dan keberkahan dari Allah swt…
Wassalam,



pada 23 Agustus 2010 pada 1:14 pm | Balasmutiarazuhud
Akhi Kurniawan, insyaallah saya tidak pernah mempunyai keinginan untuk saling menjatuhkan sesama saudara muslim. Apapun yang saya tuliskan dalam blog ini dalam rangka mengingatkan saya pribadi dan bagi para pembaca/pengunjung blog pada umumnya.
Sebaiknya kita tidak berprasangka sebagai “pengkotak-kotakan” namun sebagai wujud dari berjamaah yang akan menimbulkan kekuatan kebersamaan atau kekuatan sinergi atau kekuatan yang ditimbulkan dari kebersamaan dalam berbuat kebaikan, yang sesungguhnya adalah kekuatan karena bersama Allah ta’ala , Yang Maha Kuasa (Billah).
Sebagaimana firman Allah, yang artinya,
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS an-Nahl [16]:128 )




Bapak kurniawan, tidak ada sedikitpun niatan dalam diri saya untuk mengkotak-kotakkan islam atau chauvinism, kalo dalam bahasa syar’inya ghuluw (berlebihan).
Justru saya mengembalikan pemahaman kaum muslimin bahwa sebenarnya islam itu simple, bahwa :

“Islam itu hanyalah apa yang terangkan oleh Alloh (alquran) dan rasulullow saw (hadist), yang dipahami dan diamalkan oleh para sahabat”
Simple bukan, kita tidak perlu lagi melakukan “development” tentang bentuk peribadatan baru, atau membuat “new item”, “new arrival” dalam masalah peribadatan, kecuali dalam urusan dunia kita (iptek).
Simple, yang tidak ada dasar hukumnya itu bukan bagian dari islam meskipun “terlihat islami”.
- Simple, adzan ya panggilan sholat, dalilnya jelas.
- Simple, adzan di telinga bayi, ikhtilaf, ada dalil tapi ulama berselisih.
- Simple, adzan saat berangkat ibadah haji, pindahan rumah, tidak ada dalilnya, berarti “BIDAH” yang terlarang.

Simple banget lho pak, apa saya yang sesimple ini di katakan mengkotak-kotakkan?, dari sisi mana? saya cuma mengatakan bahwa “IBADAH BUTUH DALIL”, kalo ngga ada dalil, tinggalin, sampai kita temukan dalilnya, simple….



pada 24 Agustus 2010 pada 1:27 pm | Balasmutiarazuhud
Yup Islam pegangan yang utama adalah Al-Quran dan Hadits.
Tapi jangan sampai salah paham tentang ibadah.
Ibadah = Perbuatan = Perilaku, Akhlak, Hati dan Pikiran = Aktivitias lahiriah atau bathiniah = Aktivitas jasmani atau ruhani
Perbuatan/Ibadah seorang muslim terdiri dari dua macam yakni ibadah mahdah dan ibadah ghairu mahdah.
Ibadah Mahdah (ibadah khusus) adalah ibadah yang sudah ada rukun, aturan dan contoh dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang “wajib” kita ikuti seperti sholat, puasa, zakat, naik haji, dll. Inilah yang disebut “urusan kami” atau “urusan dalam Islam“
Ibadah Ghairu Mahdah (ibadah umum) adalah ibadah selain ibadah mahdah, beberapa dicontohkan oleh Rasulullah saw dan disunahkan untuk mengikuti , namun sebagian lagi diserahkan kepada manusia sesuai keinginan, teknologi atau zaman, asal tidak ada dalil yang mengharamkan atau melarangnya.
Perbuatan/Ibadah seorang muslim walaupun tidak dicontohkan oleh Rasulullah Saw, khususnya yang termasuk ibadah ghairu mahdah dan perbuatan/ibadah tersebut ditujukan kepada Allah maka akan sampailah kepada Allah inilah yang dinamakan bid’ah hasanah.
Contohnya ,saya berdakwah melalui sarana internet, blog ini. Perbuatan/ibadah ini saya lakukan dengan mengingat Allah, walaupun tidak pernah dicontohkan Rasulullah saw, saya mempunyai keyakinan bahwa perbuatan/ibadah saya ini akan sampai kepada Allah ta’ala
Dengan meluruskan kesalahpahaman tentang ibadah dengan contoh bid’ah hasanah di atas, maka akan sekaligus meluruskan kesalahpahaman tentang bid’ah yang dipahami kaum Wahhabi.
Sesungguhnya bid’ah itu ada dua yakni bid’ah dholalah dan bid’ah hasanah (ada ulama yang merinci lebih dari dua macam).
Bid’ah hasanah adalah perbuatan/ibadah seorang muslim yang ditujukan kepada Allah yang tidak dicontohkan Rasulullah saw, khususnya yang termasuk ibadah ghairu mahdah.



Iya, yang jadi masalah pertanyaan saya oleh pak mutiara juhud tidak pernah di jawab :
“ADZAN ITU IBADAH MAGHDOH ATAU GHOIRU MAGHROH?”
kalo adzan adalah ibadah maghdoh berarti harus pake dalil melakukannya, dalil yg ditemukan hanya dalil untuk adzan panggilan sholat dan bayi yg baru lahir.
nah bagaimana dengan kebiasaan masyarakat kita yang memfungsikan adzan untuk bermacam-macam hal tanpa dalil?
Sebelum bicara lebih lanjut, jawab dulu pertanyaan diatas.



pada 25 Agustus 2010 pada 4:26 am | Balasmutiarazuhud
Adzan itu adalah ibadah mahdah, karena mempunyai suatu aturan pelaksanaannya.
Yang jadi persoalan adalah dalil peruntukan atau pengunaannya.

Saya berupaya meluruskan kesalahpahaman-kesalahpahaman, sehingga seluruh umat Islam, salah satunya dapat memahami maulid nabi adalah termasuk ibadah ghairu mahdah dan merupakan bid’ah hasanah.
Sesungguhnya bid’ah itu ada dua yakni bid’ah dholalah dan bid’ah hasanah (ada ulama yang merinci lebih dari dua macam).
Bid’ah hasanah adalah perbuatan/ibadah seorang muslim yang ditujukan kepada Allah yang tidak dicontohkan Rasulullah saw, khususnya yang termasuk ibadah ghairu mahdah.
Dengan kesamaan pemahaman akan bisa kita akhiri “perdebatan”, prasangka buruk dan penilaian/penjulukan negatif terhadap sesama muslim yang sesungguhnya adalah bersaudara. Dalam mimpi saya dengan meluruskan kesalahpahaman-kesalahpahaman ini akan tercipta ukhuwah islamiyah sehingga kita memiliki waktu dan energi untuk mewujudkan oeradaban islam yang rahmatan lil alamin
Amin



Terima kasih atas jawabannya. Kesimpulannya bahwa adzan adalah ibadah maghdoh, jadi penggunaannya harus ada dalil khusus tentang adzan, dan yang ditemukan dalilnya cuma 2 hal :
- Adzan sebagai panggilan sholat.
- Adzan di telinga bayi, disini ulama ikhtilaf ada yang mendoifkan hadistnya, dan ada yg menghasankan.

Berarti penggunaan adzan diluar itu termasuk BID’AH dan terlarang karena seperti sabda nabi SAW, “Setiap bid’ah sesat, setiap yang sesat berada di neraka”.
Alhamdulillah pembicaraan kita yang berbelit ini sudah ada titik temu, tidak ada syariat islam yang menjelaskan adzan untuk hal-hal berikut ini :
- Pindahan rumah
- Berangkat haji
- Orang yg sedang marah
- Orang yg jahat ahlaknya.
- Ada binatang buas
- Saat terjadi kebakaran
- pada orang yg berduka

Perkara diatas adalah BID’AH yang tercela dan menyesatkan.



assalamu ‘alaikum wr.wb
Saya tidak tahu apakah yang saya sampaikan disini termasuk ”bid’ah” atau bukan, karena jika cerita saya ini termasuk bid’ah gara2 saya menggosipkan sesuatu berarti saya termasuk golongan yang sesat. karena disini saya hanya ingin sharing pengalaman sebagai seorang muslim yang masih sangat-sangat-sangat bodoh sekali tentang ilmu agama. Semoga kita bisa mengambil hikmah akan cerita saya ini.
Sedikit cerita aja mengenai pengalaman saya, di kampung saya tepatnya di tengah2 kota semarang, ada sekelompok orang yang memiliki faham tidak jauh beda seperti akhi “Salafi” dan teman2 lain yg sama pemahamannya. Dulu sebelum tahun 2000, kelompok tersebut yang terdiri beberapa orang memiliki 1 orang ustadz/guru dimana sang guru tersebut sudah sangat populer di kalangan orang yang awam agama sekalipun di wilayah kami. Mereka selama beberapa waktu menjadi murid2nya dan menimba ilmu pada sang guru tersebut.
Akan tetapi beberapa tahun kemudian kelompok tadi menjadi berubah 180′ akhlaknya. yang semula patuh dan sangat menghormati gurunya, sekarang menjadi murid yang “durhaka” terhadap guru tersebut. Hal ini terjadi karena setelah mereka “setengah” selesai menimba ilmu dari guru tersebut, kemudian mereka menimba ilmu dari sekelompok orang yang memiliki faham seperti akhi “Salafi” dan yang sepahaman dengannya. Pada tahun 2000 ke atas mereka mengajak berdiskusi yang isinya hampir sama dengan diskusi di blog ini. Akan tetapi hasil diskusi tersebut berakhir dengan debat sengit..entah karena sang murid tersebut tidak bisa menerima pendapat/nasehat dari gurunya, atau barang kali kemampuan berpikir manusianya yang masih sangat2 kurang, sehingga belum bisa menerima pendapat dari gurunya karena ilmu yang dimiliki masih belum seberapa.
Beberapa waktu kemudian sang guru tersebut merasa tersingkirkan di dalam wilayah tersebut. Pada saat mereka melakukan aktifitas peribadatan di dalam masijid yang sama, guru tersebut merasa kehadirannya sudah tidak dianggap lagi dan dihormati di kalangan murid2nya tadi, sehingga beliau memutuskan untuk keluar dari masjid tersebut. Masjid yang dahulunya sangat ramai dipakai untuk sholat dan sebagainya sekarang menjadi sangat sepi pada saat dihandle oleh mantan murid2nya tadi. Masyarakat di sekitar sini mengetahui kejadian perpecahan tersebut antara mantan murid2 dan gurunya, dan Sangat disayangkan sekali hal ini terjadi lantaran perbedaan pendapat saja.
yang paling saya sesali adalah sudah tidak ada lagi penghormatan murid2nya tadi terhadap gurunya yang telah dengan ikhlas memberikan ilmu agama terhadap mereka, dan mereka sampai sekarang seakan-akan menjauhi dan memusuhi pendapat ilmu agama yg dianut gurunya.
sungguh sangat terlalu karena kedangkalan ilmu seseorang menjadikan dirinya sebagai seorang yang berpandangan sempit,
mohon maaf kepada antum sekalian jika ada tulisan saya yg salah atau pendapat saya yg keliru.
wassalamu ‘alaikum wr.wb



Bapak catur yang saya hormati, tenang, anda menulis sesuatu disini, anda pake motor, komputer, hp itu bukan bid’ah. Bid’ah yaitu membuat perkara baru dalam masalah ibadah seperti sholat, puasa, zakat, berzikir, berdoa yang seluruh tata caranya sudah diatur oleh rasululloh ternyata dirubah dan ditambah-tambah oleh orang2 yang tidak paham. sehingga aturan2 tadi menjadi rusak, contoh zikir setelah sholat yang aturan dari rasululloh saw adalah sendiri2 menjadi berjamaah, dan sebagainya.
Permasalahan antara guru dan murid tadi harus disikapi secara dewasa, karena guru dan murid keduanya bisa berbuat salah. Bisa jadi kesalahan ada pada guru atau murid, atau keduanya ada benar dan ada salahnya. Kalo melihat opini anda seolah-olah pasti murid yang salah.
Contoh guru agama SMP saya mengajarkan saya ilmu agama di sekolah, beliau perempuan dan tidak berjilbab, hanya berkerudung namun rambut, dan bentuk tubuhnya masih terlihat. Ketika saya dewasa saya kembali bertemu beliau masih berpakaian seperti itu, saya beri beliau nasehat bahwa membuka aurat adalah haram, menutupnya adalah wajib dst. Alhamdulillah beliau menerima nasehat dari muridnya, beliau mengakui kesalahan dan kebodohannya selama ini, dan beliau pun setelah itu memakai jilbab syar’i.
Lain halnya dengan guru ngaji saya ketika SD yang juga wanita yg tidak berjilbab, beliau saya nasehati namun menolak, bahkan mengatakan bahwa jilbab adalah budaya arab, ajaran wahabi/ salafi, yg dulu diajarkan oleh muhammadiyah, persis, ataupun kelompok garis keras. Beliau marah dan menolak syariat jilbab, nauzubillah…
Sebagai murid yang baik kitapun dituntut untuk menasehati guru ketika guru kita salah, tentunya dengan cara yang ahsan (terbaik), kalau beliau menolak kita tetap menasehatinya dengan baik tanpa rasa bosan, karena agama adalah nasehat. Kalo beliau menentang bahkan memusuhi kita dengan tudingan yang negatif, ya terpaksa kita menghindar namun sesekali kita berkunjung kerumahnya untuk kembali menasehati.
Mungkin yang anda lihat adalah hal diatas, namun anda mengamatinya sekilas dan emosional, seolah-olah hanya murid yang salah. Atau mungkin anda termakan dogma lama bahwa :
- Murid yang baik yang selalu menurut apa yang dikatakan gurunya tanpa mencermati, telan aja.
- Guru selalu benar
- Jika guru salah, lihat point ke dua.

Kalo begini caranya kapan kita bisa maju pak? membeo (taqlid), tanpa berfikir ilmiah mencari kebenaran.
Oya, kalo kita bicara jilbab, waduh ngeri, ternyata istrinya kyai, anaknya kyai, bahkan istrinya gur dur, istrinya amin rais pun belum berjilbab, padahal telah jelas HAQ dan BATIL, TINGGAL PILIH BUNG.



Apakah diskusi d blog ini jg bsa dktakan ibadah . . .karena qt dsni jg brtujuan u/ mencri 1 pencerahan. Setahu sy ibadah g cuma seperti yg dktakan d atas. . .oh iya, mengenai murid2 trsebut, memang sy jg melihat seperti yg sunan ktakan. Bsa jd guru yg salah pemhaman ato jg bsa jg murid yg brsalah. Cuma d tlsan sy d atas yg sya syangkan adlh para murid trsebt sudh tdk ad penghrmatan lg hngga skg,, bhkan silaturohim k tmpt guru trsebt tdk pernh dlakukan hngga skg. Sy tw persis keadaan trsebt karena qt dsni bertetangga dkt



Ow. . Iya . . .ngmong2 mslah jilbab qt tdk perlu jauh2 smpe ke gusdur, amien raiz dn sbgainya . . .ini msh bln puasa, g baik lho ngmongin orang, bisa menjdi sia2 puasa qt. Bnyk orang berpuasa cm dpt lapar dn dhaga, trmasuk menggunjing org lain. Kalo sy melihat jilbab adlh kwjibn muslimah. Wjib bg kpala keluarga u/ menyuruh istriny untk mengenakan jilbab. Akn tetapi jika kpala kel td sdh berulang x mewajibkn istrnya, namun istri trsebut msh blum ad ksadaran dri, mw ap lagi. Tdk mungkn kalo istri trsebt kmudian dceraikan, krn Alloh tdk senang dgn perceraian. Jd jika qt blh melihat, memakai jilbab ato tdk it hruslah dr niat dlm hti, qt hrus khusnudzon dlm mlihat istri2 semacm it. Qt harus bjak dlm mensikapinya. Brang x mereka mgkn mw mengenakn jilbab ttp blum siap, krena konsekwensi berjilbab sgtlah besar. Bhkan kalo sy tdk salah paman trdkat dr rosullullohpun msh blum mw msuk islam meski rosul sdh meyakinkan dn membujukny agr msuk islam. Karena semua it hnya hidayah Alloh lah yg dpt membuat semua it trlaksana.



Alhamdulillah, diskusi akhi2 diatas akan saya pergunakan untuk bahan diskusi juga dimasjid saya, syukron n kullu amiin wa antum bi khoir



pada 5 September 2010 pada 4:07 am | Balasmutiarazuhud
Alhamdulillah, tolong apapun hasil diskusinya sampaikanlah disini secara ringkas atau email kami. Hasil diskusi itu sebagai masukkan bagi kami dan perbaikan tulisan jika diperlukan. Terima kasih sebelumnya.



Jangan disamakan bid’ah menurut istilah dan bahasa mas..
kayaknya dari pertama menurut istilah dan bahasa ga ada bedanya…

di dalami dulu aja ilmunya baru berpendapat…
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar