NU bercerminlah

Berikut sebuah potret di kalangan ulama NU menghadapi paham Wahhabi
Siang itu, Katib PCNU Jak-Sel disambangi oleh seorang muridnya yang baru saja kembali dari Tanah Suci. Sang murid datang dengan membawa sebuah buku dan kaset yang ia peroleh dari pemerintah Saudi. “Ustadz, saya datang kemari untuk bertanya prihal isi buku dan kaset ini, apakah sejalan dengan ajaran dan faham kita?” sang murid bertanya.
Beliau sempat tertegun sejenak lalu menjawab, “Kitab dan kaset ini memang tidak sejalan dengan faham dan ajaran kita, Ahlussunnah wal jama’ah ‘ala thoriqati Nahdatil ‘Ulama, dan perlu mendapatkan penjelasan agar tidak salah dalam menerapkannya”.

Kalangan ulama NU memprihatinkan keadaan warga NU yang menunaikan ibadah haji,  menurut perkiraan mereka sendiri hampir 70% masih awam beragama atau belum memahami dan mendalami agama dengan baik.  Keprihatinan ini kita bisa kita ketahui dari pernyaataan mereka berikut,
“Seandainya dari 207.000 jama’ah haji Indonesia, 40% nya adalah warga Nahdiyyin, maka ada sekitar 82.800 warga Nahdiyyin yang melaksanakan Haji.
Andaikan dari jumlah tersebut terdapat 70 % jama’ah yang tergolong awam (belum memahami dan mendalami agama), maka terdapat 57.960 jama’ah Nahdiyyin yang rawan atau berpotensi terpengaruh ajaran dan faham Wahabi per musim haji. Angka tersebut belum termasuk dari jama’ah Umroh yang ribuan juga jumlahnya.”

Keprihatinan tersebut harus diatasi dengan langkah-langkah yang terarah dan terukur, agar agama dapat  dipahami dengan baik oleh mayoritas warga NU.  Kita bisa termasuk munafik jika mengaku ahlussunnah namun dalam kehidupan sehari-hari tidak menjalankan sunnah Rasulullah.
Ada beberapa langkah yang dilakukan kalangan Nahdiyin  dalam menghadapi paham Wahhabi antara lain
Pembentukan kepengurusan Kelompok Anak Ranting (KAR) yang berbasis di masjid dan musholla. Tugas utama kelompok ini adalah sebagai media diskusi seputar agama bagi warga NU.

Menjawab buku “Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir Syirik” karangan H Mahrus Ali

Penerbitan buku “Buku Pintar Berdebat Dengan Wahhabi” Penulis: Muhammad Idrus Ramli , buku penjelasan kaum Nahdliyyin terkait kritik yang selama ini disematkan kaum salafi/wahhabi terhadap mereka.

Namun tampaknya langkah-langkah tersebut hanya diketahui dan dipahami oleh sebagin kecil saja dari warga NU, menurut pendapat kami belum menjangkau 70% yang masih awam beragama .
Perlu langkah cepat dan meluas agar 70% warga NU yang masih awam beragama itu benar-benar dapat menerapkan sunnah Rasulullah dalam kehidupan sehari-harinya berdasarkan pemahaman agama yang baik.
Indikator keberhasilan bukan dilihat dari kehadiran mereka dalam acara tahlilan, yasinan, muludan, istighotsah atau berbagai acara selamatan namun perlu indikator lain seperti berapa banyak kehadiran jama’ah yang mengikuti sholat wajib 5 waktu di setiap masjid dan musholla.
Mereka yang berpemahaman Wahhabi dengan baik menyiarkan dan menegakkan sunnah Rasulullah. Bahkan salah seorang Banser NU Jember telah mengaku bersalah / bertobat ketika menjadi warga NU. Silahkan lihat video-video berikut

Dalam salah satu video tersebut yakni http://www.youtube.com/watch?v=1zPURbwCw9I detik ke 25 s/d 30 mereka mengaku setelah keluar pesantren tidak mempunyai rasa keimanan. Pernyataan ini tentu tidak bisa digeneralisir untuk mengukur sistem pendidikan dikalangan NU, namun setidak-tidaknya menjadi bahan untuk bercermin.
Dari pengakuan mereka menjadikan kita bertanya sebenarnya apa yang dimaksud dengan ajaran ahlussunnah wal jama’ah ‘ala thoriqati Nahdatil ‘Ulama ataukah mereka yang mengaku dalam video tersebut saja yang tidak benar menerapkan ajaran aswaja ‘ala thoriqati Nahdatil ‘Ulama
Mereka bertobat menjadi warga NU dan mengikuti paham Wahhabi yang memang  baik dalam upaya menegakkan Sunnah Rasulullah namun mempunyai beberapa perbedaan dalam pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadits..
Kaum Wahhabi, dalam hal mengenal Allah ta’ala salah satunya berpegang pada hadits Jariyah tentang “di mana Allah” dan “Allah di langit” . Maha suci Allah dari “di mana” dan “bagaimana”.
Hadits itu bertentangan dengan dalil-dalil yang lebih kuat secara naqli dan `aqli. Hadits itu adalah hadits mudltharib, yang disebabkan oleh banyaknya versi dari hadits ini, baik secara redaksional maupun secara sanad hadits. Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan hadits ini adalah sahih tapi syadz dan tidak bisa dijadikan landasan menyangkut masalah akidah.
Begitu juga dalam video tersebut kita dapat diketahui  bahwa kaum Wahhabi memaknai ayat-ayat mutasyabihah secara dzahir contohnya dalam video tersebut mereka menyatakan bahwa Allah ta’ala mempunyai tangan namun tidak serupa dengan makhlukNya.
Padahal memaknai dzahir ayat-ayat mutasyabihat merupakan pangkal kekufuran sebagaimana pendapat Al Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H) dalam al Burhan al Muayyad berkata: “Jagalah aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Qur’an dan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam yang mutasyabihat sebab hal ini merupakan salah satu pangkal kekufuran”.
Selain perbedaan dalam pengenalan Allah ta’ala, kaum Wahhabi berbeda dalam memahami tentang bid’ah , pembagian tauhid menjadi tauhid Rububiyah dan Uluhiyah,   dan perbedaan pemahaman lainnya yang beberapa telah kami uraikan dalam blog http://mutiarazuhud.wordpress.com
Diluar perbedaan tersebut , kaum Wahhabi terkenal gigih untuk  i’ttiba  (mengikuti) Rasulullah berdasarkan pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an dan Hadits. Itupun mereka i’ttiba dengan memandang Rasulullah adalah manusia biasa dengan perbedaan utama Rasulullah menyampaikan wahyu. Mereka menolak mengagungkan , memuliakan  dan mencintai Rasulullah dengan cara umat muslim pada umumnya. Bagi mereka mencintai  Rasulullah cukup dengan mengikuti (i”ttiba) atau mentaati sunnah Rasulullah.
Muslim yang mengikuti (i’ttiba) Rasulullah belum tentu ia mencintai Rasulullah akan tetapi yang mencintai Rasulullah pasti ia akan berusaha untuk mencari tahu kabar tentang kekasihnya dan akan selalu berusaha untuk mengikutinya.
Kaum NU terkenal mencintai Rasulullah, terbukti dengan adanya muludan, barzanji dan berbagai macam sholawat seperti sholawat nariyah, sholawat baddar dll.  Namun tampaknya kecintaan itu belum diikuti sepenuhnya menegakkan sunnah Rasulullah terbukti dengan perkiraan ulama mereka sendiri bahwa 70% kaum NU yang menjalankan ibadah haji masih termasuk orang awam dalam beragama.
Sudah saatnya ulama  NU bercermin dan lebih memperhatikan kualitas kaumnya dibandingkan membanggakan kuantitasnya. Kualitas kaum merupakan bagian dari tanggung jawab ulama.
Perbedaan pemahaman juga merupakan kehendak Allah Azza wa Jalla namun setiap muslim adalah bersaudara.
Kita harus berlomba dalam kebaikan agar kelak dapat berkumpul dengan Rasulullah, para Nabi,  para Shiddiqin,  Para Syuhada dan Orang-orang sholeh.
Wassalam
Zon di Jonggol , Kab Bogor 16830

115 Tanggapan
pada 3 Maret 2011 pada 5:14 pm | Balasmamo cemani gombong
setuju bang Zon …….cuman langkah2 kongkrit apa ya yang efektif namun mengena sebab semua itu juga faktor penunjang / sarana juga perlu bang ……tidak lepas dari DANA bang …….



pada 4 Maret 2011 pada 3:09 pm | Balasmutiarazuhud
Alhamdulillah,
Kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari mas Mamo
Tiada permasalahan yang datang melainkan kehendak Allah Azza wa Jalla juga, termasuk masalah dana.
“Hai orang-orang yang beriman (mukmin), jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar“. ( QS al Baqarah [2] : 153 )”
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati“. (QS al Baqarah [2]: 277 )
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)“. (QS al Maaidah [5] : 55 )
Wassalam



Menurut saya para ulama NU pintarnya dimiliki sendiri, umat yang lain tidak diajak untuk belajar Ilmu Agama dengan baik. Sehingga terima percara dari kyainya. Kepinterannya tidak ditularkan pada jamaahnya, Dan Ulama NU tdk belajar kitab-kitab asli dari ARAB, dan lebih banyak menterjemahkan dengan menggunakan akal pikiran saja. Terima kasih semoga bisa menjadi cermin untuk kita semua….



“Sudah saatnya ulama NU bercermin dan lebih memperhatikan kualitas kaumnya dibandingkan membanggakan kuantitasnya . Kualitas kaum merupakan bagian dari tanggung jawab ulama.”
ulama NU saat ini siapa ya?…kalau Kyai memang banyak….




pada 4 Maret 2011 pada 3:58 pm | Balasmutiarazuhud
Akhi Abdul, biarkanlah kaum NU lebih tahu tentang mereka sendiri. Ndak baik kita menilai orang (kaum) lain.



Abdul, makanya pada sesama muslim itu dahulukan husnudhan. Jangan pula mempercayai kabar dari satu sumber saja. Anda tahu KH. Sahal Mahfudz beliau Rois Aam NU dan sampai saat ini masih hidup. Pernah dengar kitab “Thariqatul husshul ‘alaa ghayyatil wushul”? Itu adalah kitab karya Beliau di bidang Ushul Fiqh,tak kurang dari 500 halaman isinya. Kitab ini banyak dipuji para ulama’ di timur tengah. Selain itu masih banyak karya2 KH Sahal yg lain, juga karya ulama’ NU yang lain.
Pesan saya: Tidak suka pada NU ya silakan, tapi tolong jaga obyektifitas Anda!




Yang jelas Ulama NU banyak yang bermain-main di politik (bukan rahasia umum lagi) dan dengan keduniaanya……



pada 4 Maret 2011 pada 8:58 pm | Balasmamo cemani gombong
Amiin …..bang Zon ……..alhamdulillah bang Zon memperbaharui wajah blog semoga bang Zon tabah dan bijak dalam mengelola blog InsyaAlloh lindungan dan rahmat juga selalu bang Zon dapat dari Alloh SWT Amiin…….Yaa rabbal allamin …….



Perpecahan didalam tubuh N.U sendiri sudah cukup parah. masing-masing ingin jadi yang terdepan dan yang paling terpuji jadi pemimpin , tapi tidak melihat pada kemampuan diri,
Para Ulama nya pun cepat terpukau sama diri sendiri …maaf….. kalau beginilah memang kenyataannya , fatwanyapun banyak yang jauh panggang dari sate..wassalam.



Kadang pengurus NU yg dipilih juga yang mempunyai darah biru pesantren. Kurang mengakomodasi dari kalangan awam. Sehingga yg diundang yaa itu-itu saja, yg pengurus juga dari kalangan itu-itu saja.
Contoh real, apakah pernah pengurus NU mendekati akademisi, guru, dosen, mhs yg bukan santri? Adakah pengurus yg dari kalangan akademisi? Kalaupun ada, miniiiim banget.
Maka wajar kalau hasilnya juga hanya itu-itu saja.



Al Akh Mutiarazuhud, pernahkah antum membaca atau minimal tahu sedikit tentang buku “hadits palsu dan lemah yang populer di Indonesia” karya Ustadz Ahmad Sabiq atau buku “Hadits-hadits Dhaif Populer” karya Ustadz Abu Ubaidah?
dalam kedua buku itu dipaparkan ratusan hadits lemah, palsu bahkan tanpa sanad yang populer di masyarakat Indonesia. siapakah yang mempopulerkannya? tentu antum pati mengetahuinya, siapa lagi kalo bukan NU?



pada 14 Mei 2011 pada 5:38 am | Balasmutiarazuhud
Mas Ajam, ~ kesejukan rahmatNya semoga menaungi hari-hari antum.
Mas Ajam, pada prinsipnya saudara-saudara kita yang tergabung dalam ormas NU adalah mereka yang mengikuti mazhab Imam Syafi’i rahimullah dan beri’tiqod Imam Asyari ~ rahimullah dan Imam Maturidi ~ Rahimullah. Secara dzahir mereka seolah-olah tidak bermanhaj Salaf namun pada hakikatnya mereka bermanhaj Salaf pula karena Imam Mazhab tentulah mengingikuti para Salafush Sholeh. Apalagi kehidupan Imam Mazhab masih dalam zaman Tabi’ut Tabi’in.
Memang perlu upaya penjernihan (tashfiyah), pembersihan (tanqiyah) dalam pemahaman agama di kalangan mereka tapi kita tidak boleh menggeneralisir dengan hal-hal yang buruk. Seperti mereka yang mengatakan dalam khutbah/ceramahnya bahwa “penziarah kubur pastilah penyembah kubur”. Ulama seperti inilah yang sebenarnya memacah belah Ukhuwah Islamiyah karena kita diwajibkan berprasangka baik bagi sesama manusia yang telah bersyahadat (muslim)
Wassalam



Mohon maaf..
Benarkah hadits2 tsb dha’if..? Atau hanya dari sudut pandang mereka..??
Kadang kita menemukan seorang perawi mendapat pujian oleh sebagian dan celaan oleh sebagian. Ketika kebetulan hadits yg diriwayatkan tsb sesuai dgn selera, maka pujian saja yg dikemukakan, Sebaliknya jika bertentangan dengan selera (untuk tdk mengatakan nafsu) celaan yang dikemukakan, sehingga hadits tsb dianggap dhaif, bahkan palsu.
Apalagi kalau kita mau meneliti ulang kitab-kitab tahqiq hadits yang dilakukan oleh seorang bukan muhaddits yg menjadi pegangan kalangan Wahabi, akan banyak kerancuan yang kita temukan.
Wallahu A’lam




al akh developer
ana sendiri sebagai orang awam dan sangat kurang dalam ilmu hadits tidak bisa menjamin bahwa penilaian Ustadz atau Ulama wahabi itu benar. mereka adalah manusia biasa yang bisa benar dan bisa salah. namun ana kira mereka sudah layak untuk mengkritik hadits karena telah mempunyai ilmunya. jikalau kritikan mereka benar, mereka mendapat 2 pahala, dan jika salah insyaAlloh mereka mendapat 1 pahala dan kita doakan semoga Alloh mengampuni dosa-dosa mereka.
antum bilang “akan banyak kerancuan yang kita temukan”, maka sebagai pertanggungjawaban atas pernyataan antum, ana meminta antum menyebutkan kerancuan dalam 2 kitab yang ana sebutkan di atas!
adakah kyai atau ustadz atau ulama yang antum anggap benar-benar kompeten dalam ilmu hadits membantah 2 kitab tersebut secara khusus atau membantah isinya secara umum?



ana sangat paham bahwa NU mengaku sebagai pengikut Imam Syafi’i dan Imam Abu Hasan. namun bukan ini yang ana tanyakan.
yang ana tanyakan adalah, siapakah golongan yang paling bertanggung jawab menyebarkan hadits dhoif, maudhu’ dan laa ashlaa lahu di masyarakat Indonesia kalo bukan NU?



mas Ajam, tuduhan anda terlalu naif.
Imam Ahmad pernah menerima murid (santri) baru, kemudian disuruh menghapal puluhan (atau ratusan hadits, saya lupa). Ketika para murid sudah menghapalnya, imam Ahmad mengatakan ke semuanya itu adalah hadits palsu. Jadi kalian belum menghapal satu hadits pun dari saya. Itu hanya untuk menguji hapalan anda.
Ada banyak kitab, ada banyak alasan mengenai hadits dloif. Para ulama tak ada yang menghapusnya dari kitab-kitab mereka. Bagaimanapun juga, itu informasi dari baginda Nabi saw.
Sedangkan hadits palsu.. tak ada ulama yg menyebarkannya. Hadits palsu tidak sama dengan hadits dloif.
Tuduhan anda sangat naif, dan kelihatan tak menguasai masalah. Tak mengetahui apa itu NU, dan tak mengetahui perbedaan antara dlaif (lemah) dan palsu. Gebyah uyah tembak sana sini membabi buta …



@ajam
Manusia-manusia seperti anda inilah membuat umat islam terpecah belah..anda menuduh sesama muslim tandap dasar sama sekali. sangat terlihat jelas bahwa anda lebih mengedepankan kebencian anda dibandingkan akal sehat anda. sungguh..seandainya para penyebar islam di Nusantara dulu berperilaku seperti anda pastilah islam agama yang tidak laku..karena penyebarnya adalah orang yang penuh kebencian




Al Akhaani orgawam dan rifnal yang ana muliakan
hadits palsu masih banyak bertebaran di sekitar kita. dan kebanyakan digunakan oleh golongan NU sebagai hujjah. bukan cuma hadits Nabawiyah, namun juga termasuk atsar shohabah, perkataan ulama dan kisah atau sejarah. jika disebutkan semuanya, niscaya harus membuat kitab tersendiri.
ana bawakan beebrapa contohnya saja:
1) Ali bin Abi Thalib yang pernah mengisahkan: “Telah datang kepada kami seorang badui setelah tiga hari kita mengebumikan Rasulullah. Kemudian ia menjatuhkan dirinya ke pusara Rasul dan membalurkan tanah (kuburan) di atas kepalanya seraya berkata: Wahai Rasulullah, engkau telah menyeru dan kami telah mendengar seruanmu. Engkau telah mengingat Allah dan kami telah mengingatmu. Dan telah turun ayat; “Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS an-Nisa: 64) dan aku telah menzalimi diriku sendiri. Dan aku mendatangimu agar engkau memintakan ampun untukku. Lantas terdengar seruan dari dalam kubur: Sesungguhnya Dia (Allah) telah mengampunimu”. (Lihat: Kitab “Wafa’ al-Wafa’” karya as-Samhudi 2 /1361)
2) “Akan keluar di abad kedua belas nanti di lembah Bani Hanifah seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin”.
3) “Barangsiapa yang berhaji dan tidak menziarahiku, maka sungguh dia telah berbuat kurang ajar terhadapku”
4) “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina”
5) “Cinta tanah air sebagian dari iman”
6) “Perselisihan umatku adalah rahmat”
7) “Barangsiapa yang mengenal dirinya, berarti dia mengenal Robbnya.”
8) “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah”

9) “Barang siapa yang shalat seratus rakaat pada malam nishfu sya’ban dari bulan sya’ban, ia baca pada setiap rakaat sesudah Al-Fatihah: Qulhu 10X, maka tidak ada seorangpun yang shalat seperti itu melainkan Allah kabulkan semua hajat yang ia minta pada malam itu”
dll



sdr ‘ajam .. susah untuk mendiskusikan sesuatu dengan cara membrondong seperti itu. Jika anda benar2 hendak menuntut ilmu, seharusnya mengupas hadits itu satu-satu. Menyimak hadits sebelumnya. Menyimak topik yang dibicarakan. Patilah insya Allah hadits2 yg anda sebut itu tidak berdiri sendiri.
Imam Syafi’i dan ulama-ulama syafiiyah tidak berkeberatan dengan hadits dloif jika tidak digunakan untuk menetapkan hukum. Silakan tanya ke ulama NU (sebagaimana kaitannya dengan tuduhan anda).
Anda mengatakan bahwa hadits2 di atas palsu. Itu menunjukkan anda tak dapat membedakan antara hadits dloif (lemah) dan palsu. Padahal itu sangat berbeda.
Ok… sbg contoh, kami minta bukti/argumen anda.. hadits no 6.
Apakah anda dapat membuktikan bahwa itu hadits palsu? Kemudian .. apa buktinya bahwa organisasi NU anda sebut sebagai tukang menyebar hadits ini?
Itu saja dulu … itu hadits2 yang lain nanti dapat saja menyusul.



pada 10 Juni 2011 pada 4:57 ammamo cemani gombong
@ orgawam …..maaf ana hanya mengingatkan …….mas Ajam ini adalah pengagum syaikh Al Albani mas kalau hadits nggak di shohihkan atau di dhoifkan beliau mas Ajam belum percaya ………



kebalik ya akhi…jika antum menganggap hadits no.6 bukan palsu, maka antumlah yang wajib mendatangkan bukti ketidakpalsuannya. bagi ana, membuktikan bahwa hadits itu adalah palsu sangat mudah, yaitu tidak adanya sanad.
apa yang ana bawakan bukan bermaksud memberondong atau membabi-buta. ana hanya ingin menyebutkan sedikit contoh saja dari ratusan hadits palsu yang bertebaran di masyarakat, khususnya di negeri kita Indonesia. kalau yang sedikit ini saja antum sudah kuwalahan, bagaimana antum mengatasi ratusan contoh lainnya? lagipula, jika antum kuwalahan, kan masih ada kyai, habib, ustadz atau siapa saja yang bisa antum tanyai. katanya mereka ini punya sanad ilmu dari Nabi.
bukti bahwa NU penyebar hadits2 palsu adalah bahwa hadits2 palsu yang ana sebutkan di atas sangat populer di kalangan NU. memang NU bukan satu-satunya yang harus bertanggung jawab atas tersebarnya hadits2 palsu di negeri kita. akan tetapi merekalah yang mengambil bagian yang terbanyak.



ada yang ketinggalan. antum bilang ulama syafi’iyyah tidak keberatan menerima hadits dho’if jika tidak digunakan untuk menetapkan hukum. dari sisi ini antum benar, namun apakah antum sudah tahu bahwa mereka menetapkan syarat-syarat hadits dho’if yang bisa mereka terima? kuat dugaan ana, antum dan rekan2 antum pasti tidak mengetahui syarat2 tersebut. atau kalaupun tahu, pasti tidak memperhatikan.
Al Hafidz As Sakhowi berkata: “Saya mendengar guru kami (Al Hafidz Ibnu Hajar) selalu berkata, bahkan telah mencatatkannya dengan tulisannya untuk saya, bahwa syarat pengamalan hadis dha‘if ada tiga:
1. Yang disepakati, bahwa kelemahan hadis tersebut tidak berat. Maka terkeluarlah apa yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang dusta atau dituduh sebagai pemalsu hadis serta yang parah kesalahannya.
2. Bahwa ia mencakupi asas umum (agama). Maka terkeluarlah sesuatu yang diada-adakan (bid’ah) karena tidak memiliki dalil asas yang mengasaskannya.
3. Bahwa ia diamalkan tanpa berkeyakinan ia adalah tsabit (dari Nabi) agar tidak disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apa yang tidak disabdakan olehnya.”

akan tetapi, ana pribadi menilai ketiga syarat ini sangat sulit dipenuhi (kalau tidak boleh dibilang mustahil). alasannya:
1) syarat pertama adalah hadits itu bukan hadits yang kelemahannya parah/berat atau bukan hadits dho’if jiddan. siapakah yang bisa mengetahui hadits itu kelemahannya berat atau ringan kecuali orang yang memang paham ilmu hadits? akan tetapi kenapa orang2 awam bahkan bodoh yang tidak bisa membedakan mana hadits lemah ringan dan berat ikut2an mengamalkannya? apakah antum sudah yakin bahwa hadits dho’if yang antum amalkan itu bukan ahdits yang kelemahannya berat?
2) syarat kedua adalah hadits itu mencakupi asas umum atau syariat yang sudah ada, bukan mencakupi bid’ah. bukankah syariat yang sudah ada itu sudah ada dalilnya dari alquran dan hadits shohih? lalu buat apa tambahan hadits lemah itu? bukankah lebih baik kita meniatkan hati untuk mengikuti hadits shohih tersebut daripada meniatkan hati untuk mengikuti hadits lemah, sekalipun amal yang kita kerjakan adalah sama?
3) syarat ketiga adalah tidak boleh menganggap bahwa itu adalah dari Nabi. kalo memang tidak boleh dianggap sebagai perkataan Nabi, lalu buat apa kita amalkan? jika tetap diamalkan, lalu apa dengan begitu berarti kita telah mengikuti sunnah, padahal tidak boleh dianggap sebagai perkataan Nabi?

sebagai tambahan, hadits lemah itu hanya mengandung dzon marjuh (dugaan lemah), bukan dugaan yang kuat. bukankah dzon (marjuh) itu adalah perkataan paling dusta.



@mamo cemani gombong.. terima kasih
@’Ajam..
kebalik bagaimana .. anda yang menuduh, maka anda pula yang seharusnya membuktikan. Baru nanti akan kita uji bukti anda tersebut.
Jika hanya dikatakan tak ada sanad.. bla-bla-bla..dll, maaf itu tidak cukup. Anda harus membuktikannya bahwa tidak ada sanad dll. Lhaa.. kok malah si tertuduh disuruh membuktikan sangkalan tuduhan.
Itu kl anda ingin berdiskusi dengan baik.
Jika anda tidak mau membuktikannya, maka berarti .. anda telah membuat tuduhan palsu. Hanya mebikin klaim dusta. Maka selesailah diskusi.
Itu saja dulu … tidak usah bla-bla ke mana-mana.
Maaf kl tak berkenan.



wah, ko aneh sekali yah. ana benar-benar heran dengan kaidah antum. suatu hadits itu dicari untuk membuktikan keshohihannya, bukan untuk membuktikan kelemahan atau kepalsuannya. karena itulah diberlakukan syarat2 diterimanya hadits shohih. jika suatu hadits tidak memenuhi persyaratan shohih itu, maka hadits itu bisa jadi lemah atau palsu.
nah, kalo antum malah terbalik. menurut antum, ana harus membuktikan bahwa hadits itu palsu. ana harus membuktikan bahwa hadits itu tidak ada sanadnya. kalo begitu ana tanya, apa syarat agar suatu hadits dianggap sebagai hadits yang tidak ada sanadnya?



“….. apa syarat agar suatu hadits dianggap sebagai hadits yang tidak ada sanadnya?”
–> Yang bertanya lebih tahu dari yang ditanya… Silakan anda terangkan, kemudian anda terapkan ke hadits no 6 (sebagai contoh). Agar pembicaraan fokus dan tidak bertele-tele.
Anda yang memulai tuduhan maka anda pula yg harus mempertanggung jawabkan tuduhan itu.
Kami akan simak. Apakah berita/tuduhan anda di atas itu palsu (juga), ataukah berita sohih.



ana tidak tahu. antum yang membuat kaidah itu, jadi ana pikir antum satu-satunya orang di dunia ini yang tahu.
mungkin cara untuk membuktikan bahwa hadits itu tidak ada sanadnya adalah karena sampai pada saat ini tidak ada seorangpun yang bisa mendatangkan sanadnya. jika ada yang bisa mendatangkan sanadnya, berarti hadits itu bukan tidak ada sanadnya.



mas ‘Ajam … kami orang bodoh, tidak dapat membuktikan itu hadits sahih. Anda lah yang lebih tahu. Jika anda katakan itu hadits palsu … itu berita baru bagi kami,… maka tolong beri kami penjelasan.
Ketika seseorang mengatakan sesuatu tuduhan, maka orang itu harus memberikan buktinya. Bukan si tertuduh yang membuktikan sangkalannya.
Ok lah kl anda tak dapat menjawabnya.. Anda telah menyebarkan berita bohong tentang hadits-hadits di atas.
Pertanyaan ke dua, sebagaimana pertanyaan saya di atas, apa buktinya NU menyebarkan hadits-hadits palsu.
Mohon jangan disuruh NU membuktikan sebaliknya … di sini saya bukan wakil NU, dan blog ini saya kira bukan blog NU.



seperti yang ana katakan, bukti bahwa hadits no.6 itu palsu adalah karena tidak ada sanad, dan bukti bahwa hadits itu tidak ada sanad adalah karena tidak ada seorang pun ulama yang menyebutkan sanadnya.
jika tidak ada seorang pun yang mampu menunjukkan sanadnya, maka benarlah bahwa hadits itu palsu.



hadits tuntulah ilmu ke negeri Cina bukan palsu tapi dhoif
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اطلبوا العلم ولو بالصين ، فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم

“Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina, sesungguhnya menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim.”
Hadits ini diriwayatkan oleh: Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, No. 1664.

Lalu, Imam Al Baihaqi mengatakan:
“Matan hadits ini masyhur, isnadnya dhaif dan telah diriwayatkan berbagai jalur, semuanya dhaif.




hadits menuntul ilmu ke Cina bukan palsu tapi Dhoif:
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اطلبوا العلم ولو بالصين ، فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم

“Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina, sesungguhnya menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim.”
Hadits ini diriwayatkan oleh: Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, No. 1664.

Lalu, Imam Al Baihaqi mengatakan:
“Matan hadits ini masyhur, isnadnya dhaif dan telah diriwayatkan berbagai jalur, semuanya dhaif.




kecacatan hadits ini terletak pada perowi Abu Atikah Thorif bin Sulaiman.
Bukhori berkata: “Munkarul hadits”.
Nasa’i berkata: “Tidak terpercaya”.
Abu Hatim berkata: “Haditsnya hancur”.

dan kesimpulan dari ahli adalah bahwa hadits ini bathil, mungkar, rusak maknanya. bahkan Ibnul Jauzi memasukkannya dalam Al Maudhu’at (1/215), lalu menukil ucapan Ibnu Hibban: “Hadits bathil, tidak ada asalnya”. perkataan Ibnul Jauzi ini disetujui oleh As Sakhowi.
secara matan, hadits ini rusak maknanya. dalam berbagai literatur sejarah islam, memang disebutkan bahwa para sahabat ada yang sampai datang ke cina, namun bukan untuk hijrah atau tholabul ilmi, melainkan untuk dakwah. tentu saja hal ini sangat berbeda.
jika dikatakan hijrah, tentu ini hal yang aneh karena para sahabat sudah tinggal di negeri islam yang makmur, mustahil mereka hijrah ke negeri kafir. mustahil hijrah dari tempat yang baik menuju tempat yang buruk.
jika dikatakan tholabul ilmi juga sangat aneh. apakah sahabat mengambil ilmu dari seorang kafir, padahal mereka yang paling tahu tentang Alquran dan Assunnah.



Nahh.. gitu lhoooh…
Namun ada catatan … tuduhan anda terlalu kejam. Dengan keterangan yg melemahkan dari para imam hadits tersebut, tidak otomatis derajat hadits langsung menjadi palsu.
Imam Baihaqi, tidak mengatakan palsu, tetapi dlaif. Anda mestinya dapat membedakan antara berita tidak/kurang akurat dengan berita palsu. Seberapa ilmu anda dibanding Imam Baihaqi?
Oh yaa… pertanyaan kedua belum dijawab.



Ibnul Jauzi memasukkan hadits ini dalam kitab Al Maudhu’at (kumpulan hadits2 palsu). kalo mau nyalahkan ana, salahkan juga Ibnul Jauzi.
afwan, mohon diulangi lagi pertanyaan antum yang belum terjawab. ana agak lupa, soalnya ana merasa sudah menjawab semuanya. sekali lagi afwan.



Artinya .. para ulama pun berbeda pendapat. Imam Baihaqi hanya mengklasifikasikan sebagai dlaif. Lihat keterangan mas Rejeb, hadits ini punya berbagai jalur, sedang anda hanya menerangkan satu periwayat dari satu jalur saja.
Anda mengatakan maknanya rusak. Itu diambil dari mana? Apa itu berarti maknanya berlawanan?
Hadits ini biasanya disajikan dalam keutamaan menuntut ilmu, setelah yang sahih-sahih. Yang saya ketahui punya makna bahwa umat islam ditekankan untuk menuntut ilmu di mana saja dan dari mana saja. Ilmu pengetahuan dapat diambil dari manapun di belahan bumi ini, termasuk dari Cina. Setelah dakwah islam meluas, banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan dari manapun. Dan Cina punya kontribusi besar dalam ilmu pengetahuan.
Anda belum membuktikan pertanyaan ke dua. Atau anda memang berniat menyebarkan berita palsu.
Maaf kl tak berkenan. wallahu a’lam.



Maaf.. kelewat,
Pertanyaan ke dua, sebagaimana pertanyaan saya di atas, apa buktinya NU menyebarkan hadits-hadits palsu.

Mohon jangan disuruh NU membuktikan sebaliknya … di sini saya bukan wakil NU, dan blog ini saya kira bukan blog NU.



meskipun itu hadits dhoif tp faktanya sahabat utama Nabi ada yg ke Cina..walaupun ga bisa dipastikan bhw hijrahnya sahabat tsb ke Cina berhubungan dgn hadits tsb..at least bisa sbg penguat bhw Cina adalah negeri penting sehingga sahabat utama Nabi sampai hijrah dan wafat disana.
kenapa tidak ada sahabat Nabi yg tercatat hijrah ke eropa (Rumawi) padahal Rumawi sering disebut dalam Al Qur’an dan Hadits?
klo orang beralasan bhw Rumawi yg dimaksud pd Qur’an dan Hadits adalah Rumawi Timur (Konstantinopel Turki), tp sangat naif bila dunia saat itu tdk tahu jika sejarah awal Rumawi dr barat (Italia). dan kebudayaan Rumawi barat sudah sangat maju sehingga sempat menjadi pusat peradaban dunia spt di masa Julius Caesar, dan semua tahu yg menyalib Yesus adalah Rumawi barat, kemudian Kristen menjadi agama resmi dan menyebar keseluruh dunia juga berawal dr Rumawi barat..cmiiw
Rumawi Barat baru benar2 bubar setelah berdirinya kerajaan2 eropa barat spt Inggris. Bisa diliat pada sejarah King Arthur. cmiiw

jika Kristen menjadi agama samawi disamping Yahudi yg merupakan kompetitor serius bg Islam..tp knp tdk ada sahabat Nabi SAW yg hijrah ke jantung agama Kristen (Italia) utk berdakwah?
Yunani juga pernah menjadi pusat peradaban dunia disamping Rumawi, tapi tidak tercatat ada sahabat Nabi SAW yg hijrah ke Yunani..padahal di abad pertengahan para ilmuwan Islam byk terinspirasi pemikiran filusuf Yunani spt Socrates, dll, cmiiw



aneh banget wahabi..lebih percaya mana Ibnul Jauzi ato Imam Baihaqi ?
lebih percaya mana mahasiswa S1 dengan Profesor?



klo di ceramah masjid2 kampung dan kepercayaan di masyarakat sering dikatakan jika jenazah penghafal Al Qur’an tetap utuh tidak hancur dimakan bumi..dengernya itu ada dihadits. tp ane dah coba cari haditsnya gak ketemu..yg ada hanya hadits sahih bhw hanya jasad para Nabi tetap utuh tdk dimakan bumi. silahkan dikoreksi..
Diriwayatkan dari Aws bin Aws, Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya hari yang paling mulia bagi kalian adalah hari Jum’at. Pada hari itu Nabi Adam AS diciptakan, di hari itu ditiupkan ruh, dan pada hari itu dilaksanakan siksaan. Karena itu maka perbanyaklah membaca shalawat kepadaku. Sebab shalawat yang kamu baca pada hari itu akan didatangkan kepadaku. Lalu sahal seorang sahabat bertanya: Wahai Rasulullah bagaimana mungkin shalawat yang kami baca itu bisa dihadapkan kepadamu, padahal engkau telah hancur dimakan bumi? Rasulullah SAW menjawab: Sesungguhnya Allah ’Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi-Nya. (HR Ibnu Majah, 1075)
hadits yang terdapat di kitab Riyadhusshalihin pada bab kitabusshalah ‘ala Rasulillah, dari Aus bin Aus, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya hari yang paling utama diantara hari-hari kalian adalah hari jum’at, maka perbanyaklah membacakan shalawat kepadaku di dalamnya, sesungguhnya shalawat kalian itu dihidangkan kepadaku, para sahabat bertanya : Bagaimana shalawat kami bisa dihidangkan kepadamu wahai Rasulullah bila mana jasadmu telah hancur (wafat)?, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada bumi jasad para nabi-nabi.” (H.R abu dawud dengan sanad yang shohih).
berarti kesimpulan sementara adalah hadits jika orang biasa selain Nabi jasadnya tdk hancur dimakan bumi adalah dhoif atau bahkan palsu? CMIIW
tapi faktanya di tangerang ada jenazah kyai dikubur 26 thn masih utuh termasuk kafannya meski kuburannya tergenang air padahal jasad istri dan anaknya yg dikubur disampingnya hancur jd tulang belulang..menurut kesaksian warga sekitar insya Allah beliau adalah penghafal Al Qur’an dan waliyullah.
link berita:
kompas.com/read/2009/08/19/09270785/Dikubur.26.Tahun..Jasad.Kiai.Utuh

link video: youtube.com/watch?v=hm5l4vdrZf4
ada banyak kasus ditemukan serupa spt kisah diatas termasuk jenasah para pejuang / syuhada uhud yg tetap utuh bahkan dr lukanya msh mengalir darah segar meski dikubur ribuan tahun..
btw kyai itu khan kyai kampung jadi kemungkinan ahli bid’ah ya spt yasinan, tahlilan, maulid, tawasul, tabaruk, dll
harusnya ahli bid’ah khan dineraka ya? tp kok jasadnya utuh spt para Nabi? wallahu a’lam
for Kyai..Allahumma firlahu warhamhu wa afihi wafuanhu..
jasad fir’aun meskipun utuh tp khan karena di proses mumi..lagipula jasadnya kering tinggal kulit tdk utuh spt manusia hidup yg lg tidur spt pd pak kyai itu..



Afwan, ana ikut nimbrung,
Ana miris melihat antum semua memperdebatkan syariat, padahal syariat itu untuk dilaksanakan. Ana merasa ilmu ana belum ada apa2-nya.




Al Akh orgawam
1) Imam Al Baihaqi hanya berkata sanadnya dhoif, tanpa penjelasan yang rinci. bandingkan dengan penjelasan Ibnu Abdil Barr yang sangat rinci tentang kedudukan hadits tersebut. afwan ana lupa menyebutkan bahwa uraian ana di atas adalah perkataan Ibnu Abdil Barr. beliau sebagai tambahan, beliau juga menukil perkataan Al Marwazi: “Hadits ini pernah disebut di sisi Imam Ahmad, maka beliau mengingkarinya dengan keras”.
2) matannya rusak karena menganjurkan untuk menutut ilmu kepada orang kafir, padahal sudah ada larangan mengambil ilmu dari golongan ashoghir. ashoghir adalah ahli bid’ah. kalo ahli bid’ah aja dilarang, maka lebih terlarang lagi kepada orang kafir. pada kenyataannya, tidak ada seorang pun ulama yang pergi ke cina dalam rangka menuntut ilmu. ini pula sebab Imam Ahmad mengingkarinya dengan keras.
3) bukti bahwa golongan NU menyebarkan hadits2 palsu adlaah bahwa hadits2 palsu yang ana sebutkan di atas dipakai sebagai hujjah oleh golongan NU.



ente baca tulisan diriwayatkan dari berbagai jalur gak? apa semua jalur itu palsu?
Imam Al Baihaqi mengatakan:
“Matan hadits ini masyhur, isnadnya dhaif dan telah diriwayatkan berbagai jalur, semuanya dhaif.




Saya minta no 6, anda ke no 4 … tapi ok lah..
1. Imam Baihaqi (w 458H) lebih dipercaya dari ibnu Jauzi (w 597H), karena pertama, hidup di era lebih dekat ke para perawi. Otomatis jalur perawi lebih pendek, dan penglihatan ke perawi lebih jelas. Kedua, imam Baihaqi lebih masyhur dalam hadits dibanding Ibnu Jauzi. Banyak hadits riwayat Baihaqi, namun hadits riwayat Ibnu Jauzi .. maaf saya belum pernah dengar.
Karena itu para ulama lebih memilih pendapat imam Baihaqi.Terbukti para ulama masih menuliskannya di dalam kitab-kitabnya. Anda menganggap palsu silakan-silakan saja. Namun mengklaim mutlak sebagai hadits palsu adalah naif. Jika ternyata itu adalah benar2 hadits Nabi saw, maka anda mendustakan baginda Nabi saw.
2. Saya kira keterangan saya di atas telah jelas. Kelak, stelah islam meluas .. para ulama mengambil manfaat dari ilmu Cina. Teknologi kertas, tabib/dokter/pengobatan, dll, itu semua peran ilmu dari Cina. Sekarang pun .. banyak pengamat memprediksi, Cina dalam waktu dekat akan sebagai kekuatan pesaing Amerika.
Anda belajar blog ini dari mana mas .. ini ilmu juga. Anda belajar web, belajar blog, belajar programming, dll. Sumbernya dari kafirun mas .. Jika anda menolaknya, maka anda tak konsisten.
3. Jawaban anda jauh dari memuaskan. Dari naga-naganya,.. anda pengin NU membuktikan terbalik.



1. antara Al baihaqi dengan Ibnul Jauzi tidak dapat dibandingkan siapa yang lebih terpercaya dan siapa yang lebih rendah. tidak ada ulama yang memperbandingkan keduanya. tidak ada juga kaidah perbandingan seperti yang antum karang/buat-buat itu.
antara komentar Al Baihaqi dengan Ibnul Jauzi terdapat perbedaan. Al Baihaqi berkata “Sanadnya dho’if”, sedangkan Ibnul Jauzi memasukkannya dalam Al Maudhu’at lalu menukil perkataan Ibnu Hibban: “hadits bathil”. begitu juga dengan Imam Ahmad, Ibnu Abdil Barr, As Sakhowi, Al Bazzar, Ibnu ‘Adiy, Al Qoisaroniy dll.
letak perbedaannya adalah Al Baihaqi hanya mengomentari tentang sanad, sedangkan Iibnul Jauzi cs mengomentari tentang hadits. antum harus bisa bedakan antara Shohihul Hadits dengan Shohihul Isnad dan Dho’iful Hadits dengan Dho’iful Isnad. hadits yang shohih sanadnya belum tentu hasil finalnya adalah hadits shohih. dan hadits yang dho’if sanadnya belum tentu hasil finalnya adalah hadits dho’if.
kembali kepada komentar Al Baihaqi, beliau berkata dho’if sanadnya belum tentu hasil finalnya adalah hadits dho’if, karena perlu diteliti kembali dari matan atau jalur sanad yang lain atau hadits lain. bisa jadi hasilnya finalnya adalah hasan atau maudhu’. dan jika dikompromikan dengan komentar ahli hadits yang lain, maka penilaian final hadits ini adalah maudhu’, bathil, mungkar, rusak maknanya.
2. hadits ini mendapat tambahan matan, sehingga lafadh seutuhnya menjadi: “tuntutlah ilmu walau ke negeri cina. dan menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.”
ana katakan, ilmu yang diwajibkan oleh setiap muslim itu apakah ilmu membuat kertas, kedoteran, pengobatan dll? atau justru ilmu agama? jika “ILMU” yang dimaksud dalam hadits ini adalah ilmu agama, maka mustahil Rasulullah perintahkan untuk menuntutnya ke negeri cina.
3. ana sedang dalam rencana pengumpulan hadits2 palsu yang dipakai oleh NU. ke-9 hadits yang ana sebutkan di atas hanya contoh kecil. masih banyak ratusan ahdits dho’if dan maudhu’ lainnya yang dipakai NU sebagai hujjah dan dalil.



percuma saja. banyaknya jalur lain tidak mengangkat kedudukan hadits tersebut. bahkan semakin merendahkannya.
ada dua jalur lain periwayatan hadits ini. namun semuanya malah lebih parah dari jalur yang ana sebutkan.
- jalur pertama ada perowi bernama Ya’qub bin Ishaq yang dikenal sebagai pendusta
- jalur kedua terdapat perowi bernama Al Juwaibany yang dikenal suka memalsukan hadits.

komentar ahli hadits:
1) al-Bazzar: “Pada sanad hadith ini adanya Abu al-’Atikah yang tidak dikenali, dan tidak ada bagi hadith ini asal-usulnya”. (al-Bahr al-Zukhar)
2) Ibnu Hibban: “Batil, tidak ada asal baginya “. (Al Majruhin)
3) Ibn ‘Adiy: “Dengan sanad ini ianya Batil, terdapat Ahmad al-Juwaibari dia adalah seorang pemalsu hadith”. (al-Kamil fi al-Dhu’afa’)
4) Ibnul Qoisaroni: “Di dalam sanadnya ada Abu ‘Atikah Torif bin Salman, sangat mungkar hadith.” (Tazkirah al-Huffaz)
5) Al Ajluni: “Di dalamnya ada pendusta.” (Kasf al-Khafa’ )




lucu ente..yg dikatakan para ulama tsb blm tentu tentang semua perawi yg diriwayatkan Imam Baihaqi..
lagipula Imam Baihaqi lebih termasyhur drpd mreka spt halnya Imam Bukhari lebih termasyhur drpd Syeh Albani..he2



mana yang lebih lucu? tidak satu pun perkataan Syaikh Al ALbani yang ana nukil, ko beliau disangkut-pautkan.
jika antum lebih tahu jalur sanad yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi, sialkan bawa kesini jalur2 sanad tersebut. jangan cuma omong kosong seperti teman2 Asy’ariyun yang lain.



itu menandakan ente dangkal..Imam Bukhari dan Albani itu hanya analogi utk Baihaqi dan Ibnul Jauz.
ente bawa2 Imam Ahmad tp ga jelasin di kitab apa Imam Ahmad bilang palsu? dan apakah Imam Ahmad mengomentari tentang semua perawi pada hadits Imam Baihaqi dalam Syu’abul Iman, No. 1664.
baca tuh nama kitab dan nomer haditsnya..



subhanalloh, antum begitu merendahkan kedudukan Ibnul Jauzi, seolah-olah antum adalah ulama ahlu jarh wa ta’dhil. percuma ibu antum melahirkan antum yang cuma bisa menajdi pencela ulama.
Ibnu Abdil Barr dalam Jami Bayanil Ilmi (1/7-8) memberi komentar pada hadits tersebut, beliau berkata: “Al-Marwazi bercerita: ‘Hadits ini pernah disebut di sisi Imam Ahmad, maka beliau mengingkarinya dengan keras’.”
jika dasar antum melebihkan kedudukan Al Baihaqi di atas Ibnu Jauzi adalah faktor masa yang lebih dekat pada masa Rasulullah, maka kedudukan Ibnu Abdil Barr lebih tinggi daripada Al Baihaqi. Ibnu Abdil Barr lahir tahun 384 H, 18 tahun lebih awal dari Al Baihaqi.



ralat…Ibnu Abdil Bar lahir tahun 366 H, 18 lebih awal dari Al Baihaqi yang lahir tahun 384 H



Ajam ente sangat bahlul tukang fitnah khas wahabi, siapa yg mencela Ibnul Jauzi? ane melebihkan Imam Baihaqi krn lebih populer
dan apa hanya krn Ibnu Abdil Barr lahir lebih dulu maka kedudukan ilmunya lebih tinggi daripada Al Baihaqi?
apakah Ibnu Abdil Barr memang mengomentari hadits No. 1664 dlm syu’abul Iman, ato hadits dr sanad dan perawi lain?
dan apakah beliau sudah tau semua jalur sanad yg ketahui oleh Imam Baihaqi?
ente cuma bisa komen berputar2 tanpa bisa menjamin tapi berani mengatakan Palsu..sungguh memalukan kedua orang tua ente..!



ana kan sebelumnya sudah uraikan bahwa hadits itu mempunyai 2 jalur lain, selain jalur utama. jalur utama ada perowi bernama Abu ‘Atikah yang dinilai oleh ulama sebagai munkarul hadits, haditsnya hancur, tidak terpercaya, matrukul hadits dll. jalur kedua ada perowi bernama Ya’qub bin Ishaq yang dinilai pendusta dan jalur ketiga ada perowi bernama Al Juwaibany yang dinilai suka memalsukan hadits.
Al Baihaqi mengomentari hadits ini hanya dari sisi sanadnya, beliau berkata: “Dho’iful isnad”. ini adalah komentar yang belum final. yang belum antum pahami, istilah dho’iful isnad itu beda dengan istilah dho’iful hadits. begitu pula istilah shohihul isnad tidak sama dengan istilah shohihul hadits.
sedangkan Ibnu Abdil Barr, Ahmad bin Hambal, Ibnul Jauzi, dll sudah berkomentar secara final. jika sudah final, yaitu hadits maudhu’, hadits bathil, dsb, maka inilah kesimpulan yang dapat diambil dari perkataan Al Baihaqi, “Dho’iful isnad”.
tidak ada istilah yang lebih populer berarti lebih dipercaya. metode seperti ini adalah metode anak TK. contohnya, semua orang pasti lebih mengenal Al Hakim atau Ibnu Hibban dibandingkan dengan Ali bin Al Madini atau Yahya bin Ma’in. namun bagi kalangan ulama, terutama dalam bidang jarh wa ta’dhil, Al Hakim dan Ibnu Hibban dinilai muttasahil (bermudah-mudahan) dalam memuji seorang perowi, sampai-sampai perowi yang majhul sekalipun dinilai tsiqoh. sedangkan Ali bin Al Madini atau Yahya bin Ma’in dikenal ulama yang lebih obyektif, tidak bermudah-mudahan dan tidak pula bersukar-sukaran dalam memuji atau mencela seorang perowi.
contoh lain, siapakah tabi’in yang paling utama? jika tolok ukurnya adalah popularitas, mungkin nama yang muncul adalah Hasan Al Bashri atau Sa’id bin Al Musayyab atau Salim bin Abdullah atau Umar bin Abdul Aziz. namun ternyata yang paling utama adalah Uwais bin Al Qorni. sampai-sampai Kholifah Umar bin Khoththob meminta didoakan oleh Uwais.



ajam..jangan berputar2..ente tau yg ane maksud popularitas Imam Baihaqi adalah sbg perawi Hadits bukan sebagai sufi dan sebagainya.
apa jaminan ente bahwa Al Baihaqi berkata “Dho’iful isnad” ini adalah komentar yang belum final? beranikah ente bersumpah demi Allah?
dan apa jaminan ente jika yg dimaksud batil oleh Ibnu Abdil Barr, Ahmad bin Hambal, Ibnul Jauzi adalah semua 100% perawi yg diketahui oleh Al Baihaqi?
dan sekarang ente mengatasnamakan ulama hendak meremehkan Al Hakim dan Ibnu Hibban dgn menuduh mereka tidak obyektif ?
tapi ente gak melihat kekurangan syeh Albani dlm meneliti hadits sampai mendhoifkan hadits2 Bukhari Muslim dan Imam lainnya termasuk hadits2 yg terdapat dlm kitab Riyadush Sholihin karya Imam Nawawi?
jadi siapa yg tidak obyektif???



al akh rejeb yang mulia
antum berkata:
apa jaminan ente bahwa Al Baihaqi berkata “Dho’iful isnad” ini adalah komentar yang belum final? beranikah ente bersumpah demi Allah?

ana jawab:
dilihat dari komentarnya saja sudah bisa dipahami. tidak ada komentar beliau “hadits dho’if”, yang ada adalah “hadits masyhur”. sedangkan yang beliau dho’ifkan adalah sanadnya. justru yang harus dimintai sumpah itu antum karena berlainan dengan dhohir perkataan beliau.

antum berkata:
dan apa jaminan ente jika yg dimaksud batil oleh Ibnu Abdil Barr, Ahmad bin Hambal, Ibnul Jauzi adalah semua 100% perawi yg diketahui oleh Al Baihaqi?

ana jawab:
antum saja tidak bisa menyebutkan semua sanad yang dimaksud oleh Al Baihaqi. bahkan 1 sanad saja belum pernah antum sampaikan. ana malah sudah bawakan 3 jalur. kenapa bukan antum yang bersumpah?

antum berkata:
dan sekarang ente mengatasnamakan ulama hendak meremehkan Al Hakim dan Ibnu Hibban dgn menuduh mereka tidak obyektif ?

ana jawab:
ini menunjukkan kurangnya pengetahuan antum. dalam ilmu jarh wa ta’dhil ada 3 golongan ulama: 1) bermudah-mudahan, 2) erlalu ketat, dan 3) pertengahan.
Ibnu Hibban termasuk ulama yang terlalu bermudah-mudahan dalam memuji seorang perowi, bahkan beliau menguatkan perowi yang dinilai majhul oleh jumhur ulama.

Ibnu Hajar berkata: “Kebanyakan (jumhur) ulama menentangnya. Jalan yang ditempuh Ibnu Hibban dalam kitab karangannya yaitu Kitaabuts-Tsiqaat menyebutkan sejumlah perawi yang dicatat oleh Abu Haatim dan yang lainnya sebagai majhul.” (Lisanul Miizan)
Ibnu Abdil Hadi berkata: “Ibnu Hibban menuturkan dalam kitabnya (yaitu Ats-Tsiqaat) sejumlah contoh yang banyak dari para perawi. Caranya, dia menyebutkan orang yang dia tidak dikenal adanya jarh (cacat) meskipun ia seorang yang majhul, tidak dikenal keadaannya (yaitu : majhul hal). Hendaklah hal ini diwaspadai. Tautsiq Ibnu Hibban terhadap seseorang yang hanya disebutkan pada kitabnya ini BERADA PADA TINGKAT YANG PALING RENDAH” [Ash-Shaarimul-Munkiy, hal 92-93]
kalau dipikir2, Ibnu Hibban adalah seorang ulama yang sangat populer. beliau dipuji sebagai salah satu imamnya hadits. kitabnya yang berjudul Shohih Ibnu Hibban juga sangat terkenal. namun toh dalam hal jarh wa ta’dhil beliau berada di tingkatan paling rendah.
antum berkata:
tapi ente gak melihat kekurangan syeh Albani dlm meneliti hadits sampai mendhoifkan hadits2 Bukhari Muslim dan Imam lainnya termasuk hadits2 yg terdapat dlm kitab Riyadush Sholihin karya Imam Nawawi?

ana jawab:
yang tidak obyektif adalah si penuduh. kenapa tidak dijabarkan hadits2 dalam Shohih Bukhori dan Shohih Muslim yang didho’ifkan oleh Al Albani? kenapa hanya dikritik dari sisi pendho’ifan hadits bukhori dan muslim, seolah-olah ada kaidah: “Pokoknya mengkritik hadits shohih bukhori dan muslim adlaah kesalahan, apapun alasannya”. seolah-olah kitab shohihain adalah kitab ma’shum dan kebal kritikan.

ana beri contoh pendho’ifan hadits dalam shohih bukhori dan muslim oleh Al Albani, agar kita tahu siapa yang obyektif dan siapa yang pilih kasih.
hadits Ibnu Abbas: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Maimunah ketika beliau dalam keadaan ihram.”
Al Albani berkata: Sungguh pasti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Maimunah ketika beliau tidak dalam keadaan ihram” Kemudian beliau menukil perkataan Ibnu ‘Abdil Hadi, “Dan ini terhitung di antara kesalahan-kesalahan yang ada di Sahih (Bukhari).” (Muqaddimah Syarah Ath-Thahawiyyah: 23).
matan ahdits di atas menyelisihi hadits riwayat Muslim dari pelaku kejadian sendiri, yakni Maimunah: “Dari Maimunah binti Harits, bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya ketika beliau dalam keadaan halal (tidak ihram).”
hadits riwayat bukhari di atas juga bertentangan dengan hadits lain dari Utsman bin Affan yang diriwayatkan oleh Muslim: “Orang yang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh menikahkan, dan tidak boleh melamar.”
2 matan hadits yang saling bertentangan itu tidak mungkin smeuanya benar. pasti ada salah satu yang salah. dan dalam kasus ini yang salah adalah riwayat Al Bukhori.



Memang sangat aneh jika orang-orang masa kini menilai hadits2. Era-nya sudah sangat jauh, banyak kitabnya sudah musnah.



pada 18 Juni 2011 pada 11:12 am | Balashamba allah
si ajam mulai melenceng lagi dr apa yang ditanyakan,sekarang malah merendahkan ulama pula katanya…



Ahlus sunnah wal jamaah dr beragam majelis, tarekat, masjid, lembaga pendidikan, ormas, dll sepakat berada dibawah bendera NU karena kesamaan Aqidah dan Fiqh.
bahkan FPI juga masih mengaku bagian dr NU.

berbeda dengan Wahabi yg terpecah dan tidak mau mengakui satu sama lain malah saling menyesatkan seperti Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, PKS, dll.
Logika bisa menilai mana yg condong pd ukhuwah dan silaturrahim dan benar secara syar’i.



pada 19 Juni 2011 pada 2:21 pm | BalasYusuf Ibrahim
-rejeb-
Kebenaran itu tidak bisa dilihat dan diukur dari banyak tidaknya orang yg mengikuti dan melakukannya mas…..



khan sudah ane bilang wahabi diliat logika saja aneh karena terpecah belah berbeda dgn NU yg saling berpegangan sesuai hadits Nabi.
abu salafy seandainya ilmunya tidak bersanad ke nabi tapi ilmu dia tidak bertentangan dengan mayoritas umat dan ulama yg ilmunya bersanad ke Nabi SAW.
bukan ane yg bilang ilmu tanpa sanad adalah batil tapi para salafush sholeh.
kebenaran Islam dilihat dr sanad ilmu yg besambung ke Nabi didukung pendapat jumhur ulama khususnya yg ilmunya bersanad tidak seperti Ibnu Wahab yg sanadnya putus :
Dari Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di zamanku, kemudian orang-orang setelahnya, kemudian orang-orang setelahnya”. (HR. Bukhari, no. 2652, Muslim, no. 6635).
berkata Imam Syafii : “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tak tahu”
(Faidhul Qadir juz 1 hal 433).

Berkata pula Imam Atsauri : “Sanad adalah senjata orang mukmin, maka bila kau tak punya senjata maka dengan apa kau akan berperang?”,
berkata pula Imam Ibnul Mubarak : “Pelajar ilmu yang tak punya sanad bagaikan penaik atap namun tak punya tangganya, sungguh telah Allah muliakan ummat ini dengan sanad” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433).
dan Nabi sudah memerintahkan supaya berpegang tegung pada jamaah mayoritas
Dari Anas bin Malik ra berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas.” [HR. Ibnu Majah (3950), Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1220) dan al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin (2069).
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu Ta’ala Anhu berkata : Manusia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan menimpaku. Maka aku bertanya ; Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan ? Beliau bersabda : ‘Ada’. Aku bertanya : Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan ?. Beliau bersabda : Ya, akan tetapi didalamnya ada dakhanun. Aku bertanya : Apakah dakhanun itu ?. Beliau menjawab : Suatu kaum yang mensunnahkan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah. Aku bertanya : Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan ?. Beliau bersabda : Ya, da’i – da’i yang mengajak ke pintu Jahannam. Barangsiapa yang mengijabahinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya : Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda : Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita. Aku bertanya : Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya ?. Beliau bersabda : Berpegang teguhlah pada Jama’ah Muslimin dan imamnya. Aku bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya ? Beliau bersabda : Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu”. (Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/432. Abu Dawud no. 4244-4247.Baghawi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399).
Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimaullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari Rahimahullah yang menyatakan : “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa Jama’ah adalah Sawadul A’dzam (Mayoritas Umat). Kemudian diceritakan dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jama’ah, karena Allah tidak akan mengumpulkan umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah mengikuti salah sati firqah. Hindarilah semua firqah itu jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan”.
jadi kesimpulannya secara logika dan dalil naqli..maka yg benar adalah :
1/ memiliki sanad ilmu bersambung hingga ke Nabi SAW.
2/ didukung pendapat jumhur ulama trutama yg memiliki sanad ilmu bersambung ke Nabi dan mayoritas umat.

dan sebagai dalil logika penguat keabsahan dan kredibilitas sanad ilmu yg bersambung ke Nabi SAW adalah para Dzurriyat Nabi dari Imam Hasan ra dan Imam Husein ra bermazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah non wahabi.
Salam



pada 22 Juni 2011 pada 8:53 pmYusuf Ibrahim
-rejeb-
Tidak selamanya yang banyak itu selalu benar dan kebenaran tidak bisa dilihat dari banyak tidaknya orang yang melakukan karena kebenaran HANYA bisa dilihat dari kesesuaian mengikuti Al-Quran, Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasalam serta ijma’ Sahabat dan para ulama Salafush Shalih atau tidak. Jadi, mayoritas itu tidak selalu benar mas.
“…….Sesungguhnya (Al Qur’an) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi KEBANYAKAN manusia tidak beriman”. (Huud: 17).
“……..Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi KEBANYAKAN manusia tidak bersyukur”. (Al Baqarah: 243).
“……Dan sesungguhnya KEBANYAKAN manusia adalah orang-orang yang fasiq”. (Al Maidah: 49).
“…..Dan sesungguhnya KEBANYAKAN dari manusia benar-benar lalai dari kekuasaan Kami.” (Yunus: 92).
“Dan jika kamu menuruti KEBANYAKAN orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah….. ” (QS. al-An’am: 116)
Yang wajib itu adalah mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dan Sunnah Sahabat bukan mengikuti kebanyakan orang karena apa gunanya jumlah banyak namun tidak sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dan Sunnah Sahabat?
“….Maka hendaklah kamu (wajib) berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa ur-rasyidin…..” (HR. Abu Daud & Tirmizi)
Pahami dulu arti kata ‘jamaah’ mas, SIAPA itu jama’ah? karena para Salafush Shalih TIDAK memaknai arti kata ‘jamaah’ itu adalah mayoritas. Jadi, sampeyan jangan ke-PD-an dulu kalo mayoritas itu selalu berada di jalan kebenaran.
Ibn Mas’ud Radiallahu ‘anhu:
اِنَّ جُمْهُوْر النَّاسِ فَارِقُوْا الْجَمَاعَة ،وَانَّ اَلْجَمَاعَة مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَاِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ.
“Sesungguhnya kebanyakan manusia akan meninggalkan Jamaah, sesungguhnya Al-Jamaah ialah apabila mengikuti kebenaran sekalipun engkau hanya seorang diri.”[ Riwayat Baihaqi dalam al-Madkhali]

Berkata Abu Syamah rahimahullah:
“Apabila telah datang perintah agar komitmen kepada al-Jamaah, yang dimaksudkan dengannya ialah beriltizam pada al-Hak (kebenaran) dan mengikutinya, walaupun yang berpegang kepada kebenaran amat sedikit, yang meninggalkannya amat banyak. Kerana kebenaran yang berada bersama pada Jamaah yang pertama bersama Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam serta para sahabat radiallahu ‘anhum tidak pernah melihat kepada ramainya ahli batil sesudah mereka”.[ Lihat: الباعث علىابكارالبدع والحوادث Hlm. 22 Abu Syamah Ditahqiq: Uthman Ahmad ‘Anbar. Cetakan Pertama 1978 Mesir]

Berkata juga Naim bin Hammad:
اَي اِذَا فَسَدَتِ الْجَمَاعَة ، فَعَلَيْكَ بِمَا كَانَتْ عَلَيْهِ الْجَمَاعَة قَبْلَ اَنْ تَفْسَدَ ، وَاِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ ، فَاِنَّكَ اَنْتَ الْجَمَاعَةَ حِيْنَئِذٍ.
“Yaitu apabila telah rosak sekalian jamaah maka bagimu mengikut sebagaimana jamaah yang belum rosak sekalipun engkau seorang diri kerana bahawasanya engkau dikala itu dalam jamaah”.[ Lihat: اعلام الموقعين 3/397. Ibnu Qaiyim]

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan: “Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Abu Syamah dalam kitabnya Al-Hawadits wal Bida’. Ketika datang perintah untuk berpegang dengan Al-Jama’ah, maka yang dimaksudkan dengannya adalah berpegang kepada al-haq (kebenaran) dan mengikutinya. Sebab, orang yang berpegang dengannya sangat sedikit dan yang menentangnya demikian banyaknya. Sesungguhnya yang dimaksud dengan al-haq ialah apa-apa yang difahami oleh jama’ah pertama dari kalangan para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Ighatsatul Lahfan I/80, tahqiq: Basyir Muhammad ‘Uyun).
Oleh yang demikian Ibnu Qaiyim berkata:
“Keseluruhan manusia dizaman Imam Ahmad bin Hambal telah tergelincir hatinya (شذ) kecuali sedikit yang masih di atas kebenaran maka yang sedikit itulah yang dalam Jamaah. Yang diketika itu para kadi (gabenor/pembesar), para mufti dan Khalifah mereka semua telah tergelincir (akidah mereka) hanya Imam Ahmad seorang sahaja dalam Jamaah”.[ I’lamul Muwaqi’in 3/397. Ibnu Qaiyim]

Ibnu Khallal rahimahullah dalam kitabnya As-Sunnah berkata: “Al-Jama’ah ialah Jama’atul Muslimin, yaitu para sahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan sampai Hari Akhir. Mengikuti mereka merupakan hidayah sedangkan menyelisihi mereka adalah sesat, sebagaimana tersebut dalam firman Allah:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran dan mengikuti selain jalan-jalan mukminin (para sahabat ridhwanullah alaihim) maka Kami biarkan dia bergelimang dalam kesesatan dan Kami masukkan ke dalam Jahannam dan Jahannam itu merupakan seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa`: 115). (As-Sunnah, Abu Bakr bin Muhammad Al-Khallal, tahqiq: Dr. Athiyyah Az-Zahrani, hal. 79).
Mengenai Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu Ta’ala Anhu yg berbunyi: “Berpegang teguhlah pada Jama’ah Muslimin dan imamnya…..”
Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-’Asqalani menjelaskan dengan menukil perkataan Ibnu Jarir At-Thabari bahawa yang benar tentang maksud ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hudzaifah “Berpeganglah engkau kepada Jama’atul Muslimin dan imam mereka!” ialah: “Berpeganglah kepada orang-orang yang telah sepakat (berbai’at) mengangkat seorang amir dalam ketaatan. Barangsiapa melanggar bai’atnya maka dia telah keluar dari Al-Jama’ah!” (Fathul Bari, Al-’Asqalani XIII/37)
wallahu ‘alam….



pada 22 Juni 2011 pada 8:57 pmYusuf Ibrahim
Tidak selamanya yang banyak itu selalu benar dan kebenaran tidak bisa dilihat dari banyak tidaknya orang yang melakukan karena kebenaran HANYA bisa dilihat dari kesesuaian mengikuti Al-Quran, Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasalam serta ijma’ Sahabat dan para ulama Salafush Shalih atau tidak. Jadi, mayoritas itu tidak selalu benar.
“…….Sesungguhnya (Al Qur’an) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi KEBANYAKAN manusia tidak beriman”. (Huud: 17).
“……..Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi KEBANYAKAN manusia tidak bersyukur”. (Al Baqarah: 243).
“……Dan sesungguhnya KEBANYAKAN manusia adalah orang-orang yang fasiq”. (Al Maidah: 49).
“…..Dan sesungguhnya KEBANYAKAN dari manusia benar-benar lalai dari kekuasaan Kami.” (Yunus: 92).
“Dan jika kamu menuruti KEBANYAKAN orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah….. ” (QS. al-An’am: 116)
Yang wajib itu adalah mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dan Sunnah Sahabat bukan mengikuti kebanyakan orang karena apa gunanya jumlah banyak namun tidak sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dan Sunnah Sahabat?
“….Maka hendaklah kamu (wajib) berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa ur-rasyidin…..” (HR. Abu Daud & Tirmizi)
Adapun makna kata ‘jamaah’ itu tidak diartikan mayoritas mas. Pahami dulu, SIAPA itu jama’ah? Jadi, sampeyan jangan ke-PD-an dulu kalo mayoritas itu selalu berada di jalan kebenaran.
Ibn Mas’ud Radiallahu ‘anhu:
اِنَّ جُمْهُوْر النَّاسِ فَارِقُوْا الْجَمَاعَة ،وَانَّ اَلْجَمَاعَة مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَاِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ.
“Sesungguhnya kebanyakan manusia akan meninggalkan Jamaah, sesungguhnya Al-Jamaah ialah apabila mengikuti kebenaran sekalipun engkau hanya seorang diri (keseorangan).”[ Riwayat Baihaqi dalam al-Madkhali]

Berkata Abu Syamah rahimahullah:
“Apabila telah datang perintah agar komitmen kepada al-Jamaah, yang dimaksudkan dengannya ialah beriltizam pada al-Hak (kebenaran) dan mengikutinya, walaupun yang berpegang kepada kebenaran amat sedikit, yang meninggalkannya amat banyak. Kerana kebenaran yang berada bersama pada Jamaah yang pertama bersama Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam serta para sahabat radiallahu ‘anhum tidak pernah melihat kepada ramainya ahli batil sesudah mereka”.[ Lihat: الباعث علىابكارالبدع والحوادث Hlm. 22 Abu Syamah Ditahqiq: Uthman Ahmad ‘Anbar. Cetakan Pertama 1978 Mesir]

Berkata juga Naim bin Hammad:
اَي اِذَا فَسَدَتِ الْجَمَاعَة ، فَعَلَيْكَ بِمَا كَانَتْ عَلَيْهِ الْجَمَاعَة قَبْلَ اَنْ تَفْسَدَ ، وَاِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ ، فَاِنَّكَ اَنْتَ الْجَمَاعَةَ حِيْنَئِذٍ.
“Yaitu apabila telah rosak sekalian jamaah maka bagimu mengikut sebagaimana jamaah yang belum rosak sekalipun engkau seorang diri kerana bahawasanya engkau dikala itu dalam jamaah”.[ Lihat: اعلام الموقعين 3/397. Ibnu Qaiyim]

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan: “Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Abu Syamah dalam kitabnya Al-Hawadits wal Bida’. Ketika datang perintah untuk berpegang dengan Al-Jama’ah, maka yang dimaksudkan dengannya adalah berpegang kepada al-haq (kebenaran) dan mengikutinya. Sebab, orang yang berpegang dengannya sangat sedikit dan yang menentangnya demikian banyaknya. Sesungguhnya yang dimaksud dengan al-haq ialah apa-apa yang difahami oleh jama’ah pertama dari kalangan para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Ighatsatul Lahfan I/80, tahqiq: Basyir Muhammad ‘Uyun).
Oleh yang demikian Ibnu Qaiyim berkata:
“Keseluruhan manusia dizaman Imam Ahmad bin Hambal telah tergelincir hatinya (شذ) kecuali sedikit yang masih di atas kebenaran maka yang sedikit itulah yang dalam Jamaah. Yang diketika itu para kadi (gabenor/pembesar), para mufti dan Khalifah mereka semua telah tergelincir (akidah mereka) hanya Imam Ahmad seorang sahaja dalam Jamaah”.[ I’lamul Muwaqi’in 3/397. Ibnu Qaiyim]
Ibnu Khallal rahimahullah dalam kitabnya As-Sunnah berkata: “Al-Jama’ah ialah Jama’atul Muslimin, iaitu para sahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan sampai Hari Akhir. Mengikuti mereka merupakan hidayah sedangkan menyelisihi mereka adalah sesat, sebagaimana tersebut dalam firman Allah:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran dan mengikuti selain jalan-jalan mukminin (para sahabat ridhwanullah alaihim) maka Kami biarkan dia bergelimang dalam kesesatan dan Kami masukkan ke dalam Jahannam dan Jahannam itu merupakan seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa`: 115). (As-Sunnah, Abu Bakr bin Muhammad Al-Khallal, tahqiq: Dr. Athiyyah Az-Zahrani, hal. 79).
Mengenai Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu Ta’ala Anhu yg berbunyi: “Berpegang teguhlah pada Jama’ah Muslimin dan imamnya…..”
Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-’Asqalani menjelaskan dengan menukil perkataan Ibnu Jarir At-Thabari bahawa yang benar tentang maksud ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hudzaifah “Berpeganglah engkau kepada Jama’atul Muslimin dan imam mereka!” ialah: “Berpeganglah kepada orang-orang yang telah sepakat (berbai’at) mengangkat seorang amir dalam ketaatan. Barangsiapa melanggar bai’atnya maka dia telah keluar dari Al-Jama’ah!” (Fathul Bari, Al-’Asqalani XIII/37)
Wallahu ‘alam



Yusuf Ibrahim
siapa yg bilang kebenaran hanya ditentukan oleh mayoritas?
ane khan bilang faktor lainnya adalah sanad..apa ente gak baca????
baca ini !!!
1/ SANAD
2/ MAYORITAS BERSANAD




abusalafy.wordpress.com/2007/07/22/lagi-saling-sesat-mensesatkan-sesama-wahabisalafy-al-irsyad-dan-as-surkati-bukan-salafy/



pada 19 Juni 2011 pada 2:30 pm | BalasYusuf Ibrahim
-rejeb-
anda kan bilang bahwa ilmu tanpa sanad adalah bathil, lantas bagaimana dengan ‘abusalafy’ yg anda mengambil ilmu darinya? bagaimana sanad seorang ‘abusalafy’? karena sejauh sepengetahuan saya, identitasnya saja blm jelas siapa dia……
wallahu ‘alam…..



pada 19 Juni 2011 pada 3:57 pmmamo cemani gombong
bang Yusuf maaf nimbrung Abu Salafi ilmunya dari 4 mahzab kalau nggak tau sanadnya 4 mahzab ( imam Syafi’i , imam Maliki , Imam Hanafi, Imam Hanbali ) nt ngaji dulu lagi bang …..salam



uda ane jawab diatas..ane tambahin hadits lagi
Rasul saw bersabda : “Barangsiapa yang memisahkan diri sejengkal dari
jamaah muslimin, lalu mereka wafat, maka akan wafat dalam kematian jahiliyah” (Shahih Bukhari).

lihat kata “mereka” artinya kelompok kecil yg memisahkan diri dari jamaah..



pada 19 Juni 2011 pada 7:00 pmYusuf Ibrahim
rejeb : “kebenaran Islam dilihat dr sanad ilmu yg besambung ke Nabi didukung pendapat jumhur ulama khususnya yg ilmunya bersanad….”
—————————————————–
Nah….itu yg lg saya tanyakan mas, bagaimana sanad keilmuan seorang ‘abusalafy’? dari mana asal-usulnya beliau, pernah belajar agama dimana, gurunya siapa……atau sekalian saja saya menggunakan ‘kaidah’ sampeyan, ‘abusalafy’ punya sanad sampai ke Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wasalam atau tidak?

Jangan sampai antara ucapan dengan perbuatan itu berbeda, disatu sisi menyudutkan orang yg tidak punya sanad sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam, tapi disisi lain mengambil ilmu dari orang yg jangankan memiliki sanad sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam, dikenal identitasnya pun tidak…..
Jangan sampai kita termasuk orang-orang yg seperti itu,

bagaimana bisa kita mengambil ilmu dari orang yg tidak dikenal?



pokok utama ilmu abu salafy tidak bertentangan dengan ilmu para Dzurriyah Imam Hasan ra dan Imam Husein ra..
makanya klo ga punya sanad ilmu jangan menentang para ulama yg memiliki sanad ilmu bersambung ke Nabi SAW
ilmu diturunkan turun temurun dari Nabi SAW ke anak cucunya..masak ada orang luar merasa lebih benar? apalagi mayoritas Dzurriyah Nabi SAW diseluruh dunia ilmunya sama..
siapa yg gak kenal Imam Ali Zainal Abidin ra, Jafar shodiq ra, Muhammad Al Baqir ra, Syeh Abdul Qodir Jaelani ra, termasuk penghulu akhir jaman yaitu Imam Mahdi ra? Imam Syafi’i ra pun ahlul bait dr Bani Hasyim.
sedangkan Ibnu Wahab sanadnya putus krn tidak diakui gurunya, termasuk ayah dan saudara kandungnya sendiri menulis kitab yg mengkritik ibnu wahab.
nasab dia dr marga tamimi asal Najd keturunan dedengkot Khawarij jaman Nabi yaitu Dzul Khuwaishirah.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, dikisahkan ketika Nabi membagi harta rampasan perang di daerah Thaif dan sekitarnya, tiba-tiba seorang sahabat yang bernama Dzul Khuwaishirah (Bani Tamim) melayangkan protes dengan mengatakan, “Bersikaplah adil wahai Muhammad!” Nabi kemudian menjawab, “Celaka kamu, tidak ada orang yang lebih adil dari aku. Karena apa yang aku lakukan berdasarkan petunjuk Allah.”
Setelah Dzul Khuwaishirah pergi, Nabi bersabda, “Suatu saat nanti, akan muncul sekelompok kecil umatku yang membaca Alquran, namun tidak mendapatkan makna sejatinya. Mereka ini sejelek-jeleknya makhluk.”




pada 20 Juni 2011 pada 5:38 pmYusuf Ibrahim
-rejeb-
mas rejeb yg pintar, sbnrnya pertanyaan saya itu sderhana, saya hanya bertanya tentang siapa ‘abusalafy’ yg anda mengambil ilmu darinya, pernah belajar dimana dia? asalnya darimana? gurunya siapa? koq jadi kemana-mana jawabannya…..
lagipula, anda ini tidak ‘apple to apple’ dalam membandingkan antara Syaikh Ibnu Wahhab dengan ‘abusalafy’…..
anda menilai Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dari sisi sanadnya yg tidak sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam, akan tetapi kenapa anda tidak menilai seorang ‘abusalafy’ dari sisi yg sama yakni menilai dari sisi sanad dia? apakah ‘abusalafy’ mempunyai sanad sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam atau tidak atau minimal gurunya ‘abusalafy’, apakah gurunya memiliki sanad atau tidak…….harus adil donk mas……
lagipula, saya ini sedang bertanya tentang sanad seorang ‘abusalafy’ saja mas, tapi kenapa jadi ‘lari’ ke sanad Syaikh Muhammad bin Abdul Ibnu Wahhab?
jadi kesimpulannya, tidak perlu anda mengomentari tentang sanad Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab apakah sampai ke Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam atau tidak, kalo anda sendiri mengambil ilmu dari orang yg jangankan memiliki sanad, dikenal identitasnya pun tidak……
wallahu ‘alam…..



Bang Yusuf Ibrahim..ente harus tau tidak semua orang punya sanad ilmu ke Nabi SAW..tapi hal itu bukan haram selama tidak menentang ilmunya para ulama yg memiliki sanad ilmu ke Nabi SAW misalnya para dzurriyah Nabi SAW.
yg haram itu wahabi dan sekutunya karena ilmunya tidak bersanad tapi berani menentang pendapat mayoritas ulama yg bersanad spt para dzurriyah Nabi SAW.
kalo ente masih muter2 berarti ente cm niat debat kusir..
wassalam



pada 22 Juni 2011 pada 9:09 pm | BalasYusuf Ibrahim
saya ini sedang tidak ingin debat kusir mas, jika anda tidak ingin debat kusir, maka jawab saja apa yg saya tanyakan. Adapun maksud saya menanyakan itu hanyalah ingin mengetahui tingkat konsistensi anda dalam berucap dan berbuat.
Maka terbuktilah ! ternyata antara ucapan dan perbuatan anda sangat jauh berbeda…..

Disatu sisi anda mencela orang-orang ‘wahhabi’ karena mengambbil ilmu dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -semoga Allah merahmati beliau- yang tidak mempunyai sanad, akan tetapi disisi lain anda sendiri mengambil ilmu dari orang yg jangankan memiliki sanad, identitasnya saja masih tidak jelas…..bagaimana bisa anda mengajak umat muslim untuk mengambil ilmu dari orang ‘majhul’ semacam ‘abusalafy’?
Note :
Sekedar mengingatkan, apabila anda ini adalah memang benar-benar pengikut dan pecinta Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam, maka janganlah pelit dan malas dalam bersalawat kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wasalam yakni dengan hanya menyingkat ‘SAW’.

As-Suyuthi rahimahullah di dalam kitabnya ‘Tadribur Rawi fi Syarhi Taqribin Nawawi’ berkata:
“Dan termasuk yang dibenci adalah menyingkat shalawat atau salam di sini dan di setiap tempat/waktu yang disyari’atkan padanya shalawat, sebagaimana yang diterangkan dalam Syarh Shahih Muslim dan yang lainnya…..”

Beliau juga berkata:
“Dan dibenci pula menyingkat keduanya (shalawat dan salam) dengan satu atau dua huruf sebagaimana orang yang menulis “صلعم”, akan tetapi seharusnya dia menuliskan keduanya dengan sempurna.”

Disampaikan oleh Al-Imam As-Suyuthi rahimahullah di dalam Tadribu Ar-Rawi bahwa orang yang pertama kali menuliskan shad-lam-’ain-mim (menyingkat lafadz penulisan shalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam) dihukum dengan dipotong tangannya [!!] (Dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 249)
Jadi, tidak perlulah anda sok-sok’an mengkritisi soal sanad Syaikh Ibnu Wahhab, merendahkan keilmuan Syaikh Ibnu Wahhab kalo untuk hal sekecil ini saja anda lalai…..
wallahu ‘alam…



justru ente yg debat kusir..apa ente gak baca siapa yg bilang tanpa sanad haram??????
yg bikin wahabi haram adalah tanpa sanad tapi bertentangan dengan mayoritas ulama dan ulama bersanad khususnya para HABAIB



pada 23 Juni 2011 pada 5:31 pm | BalasYusuf Ibrahim
Sebenarnya saya disini mencoba berusaha untuk tetap fokus, namun penjelasan anda-lah yg membuat diskusi ini menjadi seperti debat kusir.
Pertama, anda menggambarkan dan membuat opini yg menggiring seolah-olah yg mayoritas itu selalu berada di jalan kebenaran dengan mengutip Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam sesuai dengan pemahaman anda sendiri.
Kedua, setelah saya jelaskan bahwa ‘jamaah’ bukan berarti mayoritas seperti apa yg anda pahami, anda malah ‘lari’ ke masalah sanad, bahkan anda membuat satu kaidah : yg paling pertama adalah sanad, baru kemudian yg kedua adalah mayoritas……sehingga anda mengharamkan ilmu Syaikh Ibnu Wahhab karena tidak mempunyai sanad.
Ketiga, begitu saya bertanya mengenai sanad keilmuan ‘abusalafy almajhul’ yg anda mengambil ilmu darinya, dari mana asalnya? pernah belajar dimana dia? siapa gurunya? maka anda menjawab bahwa tidak masalah seandainya ‘abusalafy’ tidak punya sanad, karena yg penting menurut anda ‘abusalafy’ ikut yg mayoritas.
Keempat, nanti jika saya jelaskan lagi bahwa mayoritas itu tidak selalu benar, kebenaran tidak selalu berpihak kepada mayoritas dan kebenaran tidak bisa diukur dari banyak tidaknya orang yg melakukan dan meyakini, maka pastinya penjelasan anda akan balik lagi ke masalah sanad…….daaaannnn begitu seterusnya……bolak-balik……….
seperti bertanya tentang “ayam dan telur lahirnya duluan mana?”
Kelima, kembali saya katakan, yang wajib itu adalah mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dan Sunnah Sahabat yang SHAHIH karena apabila kita mengikuti Sunnah yg SHAHIH, maka secara otomatis amaliah kita memiliki sanad sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam.
Bukan hanya mengikuti kebanyakan orang karena apa gunanya jumlah yg banyak namun tidak sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam dan Sunnah Sahabat yg SHAHIH?

“……Maka hendaklah kamu (wajib) berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa ur-rasyidin…..” (HR. Abu Daud & Tirmizi)
Jadi, penjelasan anda yg tidak fokus, tidak terarah, tidak konsisten, kontradiktif antara ucapan dengan perbuatan, penjelasan yg kesana-kesini itulah yg membuat diskusi ini seperti debat kusir…….
Wallahu ‘alam……Semoga Bermanfaat……



rupanya anda bukan hanya debat kusir tapi juga bebal dan sombong..!
kenapa sanad dan suara mayoritas penting??? karena semua merasa benar sesuai Qur’an dan Sunnah.
Sunni merasa benar, wahabi merasa merasa benar, Syiah merasa benar, bahkan Ahmadiyah juga merasa benar.
jadi siapa yg paling benar sesuai Al Qur’an dan Sunnah?
jawabnya adalah sanad ilmu yg bersambung ke Rasulullah SAW didukung pendapat jumhur ulama yg juga memiliki sanad ilmu bersambung ke Rasulullah SAW.
dan buktinya adalah mayoritas para Dzurriyat Imam Hasan ra dan Husein ra mazhabnya adalah Sunni non wahabi.



pada 24 Juni 2011 pada 5:46 pmyusuf ibrahim
-rejeb-
saya tidak akan mengatai anda ‘bebal’, sombong atau panggilan buruk lainnya……
”……..jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” q.s al-hujaraat ; 11
mungkin anda lupa atau tidak tahu ada ayat seperti itu,
sebenarnya inilah ‘garis besar’ dari perkataan saya,
pertama, jika sanad itu penting, kenapa anda mengambil ilmu dari orang yg sanad keilmuannya tidak jelas macam ‘abusalafy’……..
kedua, jika mayoritas itu penting, kenapa imam ahmad masih saja ‘keras kepala’ memisahkan diri dan tidak ikut mayoritas pada saat itu, sampai2 beliau harus dipenjara……
“Keseluruhan manusia di zaman Imam Ahmad bin Hambal telah tergelincir hatinya (شذ) kecuali sedikit yang masih di atas kebenaran maka yang sedikit itulah yang dalam Jamaah. Yang diketika itu para kadi (gabenor/pembesar), para mufti dan Khalifah mereka semua telah tergelincir (akidah mereka) hanya Imam Ahmad seorang sahaja dalam Jamaah”.[I’lamul Muwaqi’in 3/397. Ibnu Qaiyim]

ketiga, jika ditanya ‘siapa yg paling benar sesuai Al Qur’an dan Sunnah?’, maka jawabannya adalah orang yg tetap ‘ittiba kepada sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam yang SHAHIH…….karena apabila kita mengikuti Sunnah yg SHAHIH, maka secara otomatis amaliah kita memiliki sanad sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam.
keempat, jelaslah imam hasan dan imam husein itu ‘non wahhabi’, sungguh alangkah amat sangat tidak cerdas jika ada orang yg mengatakan bahwa mereka itu adalah ‘wahhabi’, karena hasan dan husein lahir jauh sebelum syaikh muhammad bin abdul wahhab yg dikatakan sbg ‘pelopor’ ‘wahhabi’ itu lahir.
note ;
sekedar mengingatkan lagi, janganlah malas untuk bershalawat kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam yakni dengan hanya menyingkat shallallahu ‘alaihi wasalam dengan ‘saw’……tidak perlu anda berbicara soal sanad inilah itulah, kalo untuk perkara sederhana seperti itu saja anda lalai…..

wallahu ‘alam…..



yusuf ibrahim
1/ ente bebal karena ngeyel sudah dijelaskan tp ilmu tanpa sanad tidak papa selama tidak menentang ulama yg ilmunya bersanad.
2/ mayoritas sudah jelas dalilnya tp ente bantah..dasar bebal !
apakah Imam Ahmad bertentangan dgn para ulama sejaman yg memiliki sanad spt Imam Syafi’i dan Imam Bukhari ?

3/ pertanda ente sombong..sudah dikatakan semua merasa sesuai Qur’an Sunnah makanya harus ada yg bersanad sebagai pembukti kredibilitasnya.
dan harus ada didkung mayoritas yg bersanad.

ente pilih pendapat 1 sahabat atau 100 sahabat?
4/ sungguh ente bahlul..sudah ane bilang dzurriyat Imam Hasan dan Husein maka maksudnya adalah para habaib..dan mereka mayoritas non wahabi
ente gak tau arti dzurriyat? artinya adalah KETURUNAN !!!
5/ singkatan SAW selama dipahami maknanya oleh mayoritas tidak mengapa..kecuali ente bilang SAW di Rusia maka ga ada yg tau artinya..dasar Bahlul !!!



pada 25 Juni 2011 pada 3:53 pmyusuf ibrahim
-rejeb-
selagi tidak ada hujjah lagi, maka celaan dan hinaan lah yg keluar….
sepertinya sudah cukup tanggapan saya thd komentar mas ‘rejeb’ ini, karena jika saya tanggapi terus, maka cacian dan hinaanya semakin menjadi-jadi yg akibatnya malah menambah dosa mas ‘rejeb’ sendiri…..dan hanya bikin malu para habib idola mas ‘rejeb’ yg terkenal lemah lembut dalam bertutur kata…….
saya khawatir diskusi ini malah lebih banyak mudharat-nya daripada manfaatnya,

jangankan kata-kata saya, firman allah subhanahu wata’ala saja diabaikan,
”……..jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” q.s al-hujaraat ; 11

semakin diingatkan, celaannya semakin menjadi-jadi,
semoga ada hikmah dari diskusi antara saya dg mas ‘rejeb’ dan semoga pula ada manfaatnya walaupun kecil…….apabila ada kata-kata dari saya yg tidak berkenan baik yg disengaja maupun yg tidak, saya mohon maaf dan semoga allah memaafkan……..
saya berlindung dari allah subhanahu wata’ala dari kemudharatan yg lebih besar……
mengenai penyingkatan shallallahu ‘alaihi wasalam menjadi ‘saw’,
As-Suyuthi rahimahullah di dalam kitabnya ‘Tadribur Rawi fi Syarhi Taqribin Nawawi’ berkata:
“Dan termasuk yang dibenci adalah menyingkat shalawat atau salam di sini dan di setiap tempat/waktu yang disyari’atkan padanya shalawat, sebagaimana yang diterangkan dalam Syarh Shahih Muslim dan yang lainnya…..”

Beliau juga berkata:
“Dan dibenci pula menyingkat keduanya (shalawat dan salam) dengan satu atau dua huruf sebagaimana orang yang menulis “صلعم”, akan tetapi seharusnya dia menuliskan keduanya dengan sempurna.Disampaikan oleh

Al-Imam As-Suyuthi rahimahullah di dalam Tadribu Ar-Rawi bahwa orang yang pertama kali menuliskan shad-lam-’ain-mim (menyingkat lafadz penulisan shalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam) dihukum dengan dipotong tangannya [!!] (Dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 249)
mungkin menurut pemahaman mas ‘rejeb’ ini, nasihat imam as-suyuthi tsb hanya ditujukan kepada segelintir umat muslim saja, khususnya yg berada di negeri kafir dan tidak untuk semua umat muslim…….entah itu pemahaman dari mana…….
wallahu ‘alam…….semoga bermanfaat……



syukron..Jazzakallah khiron katsiron



pada 20 Juni 2011 pada 8:26 pm | Balasmamo cemani gombong
kenapa nggak nanya sanadnya Habib Munzir Al Musawa @ yusuf Ibrahim ?????yang orangnya jelas ?????



pada 22 Juni 2011 pada 10:40 pm | BalasYusuf Ibrahim
-mamo-
Oo…berarti mas mamo setuju ya kalo ‘abusalafy’ itu adalah orang TIDAK JELAS asal usulnya…….?




pada 24 Juni 2011 pada 6:47 ammamo cemani gombong
Abu Salafi bukan tidak jelas namun belum memperkenalkan diri Him@ apakah ilmunya menyalahi Al Qur’an n Hadits Nabi ????? InsyaAlloh tidak …….kalau masalah mayoritas itu mayoritas dalam muslimin Him@
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah kelompok mayoritas (as-sawad al a’dzam).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalikai, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih) demikian @mas Yusuf Ibrahim Salam ……




pada 24 Juni 2011 pada 8:56 pmyusuf ibrahim
-mamo-
salam mas mamo,
pertama, entah ‘abusalafy’ belum memperkenalkan diri atau apalah bahasa mas mamo, yang jelas sampai detik inipun mas mamo yg gemar mengambil ilmu darinya saja masih belum tau kan kalo ‘abusalafy’ itu siapa, bagaimana sanad keilmuannya, dari mana asalnya, pernah belajar agama dimana dia, dan siapa gurunya…..
tunjukan donk kepada mereka kalo kita ini bukan bangsa ‘indon’ mas….

kedua, mengenai sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam tsb, apabila sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam tsb diapahami sebagaimana pemahaman mas mamo, lantas bagaimana dengan imam ahmad yg masih saja ‘keras kepala’ memisahkan diri dan tidak ikut mayoritas pada saat itu, sampai2 beliau harus dipenjara……
“Keseluruhan manusia di zaman Imam Ahmad bin Hambal telah tergelincir hatinya (شذ) kecuali sedikit yang masih di atas kebenaran maka yang sedikit itulah yang dalam Jamaah. Yang diketika itu para kadi (gubernur/pembesar), para mufti dan Khalifah mereka semua telah tergelincir (akidah mereka) hanya Imam Ahmad seorang saja dalam Jamaah”.[I’lamul Muwaqi’in 3/397. Ibnu Qaiyim]
apakah imam ahmad tidak tau ada hadits seperti yg mas mamo bawakan, ataukah hadits tsb luput dari penagamatan imam ahmad atau mungkin imam ahmad tidak paham sebagaimana pemahaman mas mamo…….
wallahu ‘alam….



ngakunya punya sanad guru sampai pada rosululloh, ko doyan hadits lemah, palsu bahkan tanpa sanad. salafiyun ga ada tuh cerita kaya gitu. adanya cuman asy’ariyun doang



pada 21 Juni 2011 pada 5:32 am | Balasmamo cemani gombong
barometer hadist palsu,lemah , tanpa sanad itu SIAPA mas Ajam ????? apa dari mufti saudi ????? apa lagi kalau rujukannya bukan dari Alhi Hadist apa bisa kita percaya ?????



barometer hadits palsu adalah dari kedustaan kalian sendiri. kalian menyebutkan suatu hadits tapi tidak bisa menyertakan sanadnya.
coba kalo bukan hadits palsu, datangkan saat ini juga sanad hadits yang dibawakan ulama idola kalian, Syaikh Alwi: “Akan keluar di abad kedua belas nanti di lembah Bani Hanifah seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin”.
jika ulama kalian itu bukan seorang pendusta, niscaya dia tidak akan berbicara sesuatu kecuali mempunyai landasan yang jelas dan pasti.



yg bilang dhoif & palsu khan wahabi..



ajam komen:
dilihat dari komentarnya saja sudah bisa dipahami. tidak ada komentar beliau “hadits dho’if”, yang ada adalah “hadits masyhur”. sedangkan yang beliau dho’ifkan adalah sanadnya. justru yang harus dimintai sumpah itu antum karena berlainan dengan dhohir perkataan beliau.
antum saja tidak bisa menyebutkan semua sanad yang dimaksud oleh Al Baihaqi. bahkan 1 sanad saja belum pernah antum sampaikan. ana malah sudah bawakan 3 jalur. kenapa bukan antum yang bersumpah?

Jawab :
justru ente yg bahlul..Baihaqi bilang dhoif tp ente bilang palsu..harusnya ente yg sumpah bahwa semua jalur Baihaqi adalah palsu..sekalipun ente bawa 1000 jalur apa ente jamin sudah termasuk semua jalur yg diketahui Baihaqi?

ajam komen
Ibnu Hajar berkata: “Kebanyakan (jumhur) ulama menentangnya. Jalan yang ditempuh Ibnu Hibban dalam kitab karangannya yaitu Kitaabuts-Tsiqaat menyebutkan sejumlah perawi yang dicatat oleh Abu Haatim dan yang lainnya sebagai majhul.” (Lisanul Miizan)

jawab
sbg perawi Hadits masih lebih populer Ibnu Hibban drpd Ibnu Hajar.

ajam komen
Ibnu Abdil Hadi berkata: “Ibnu Hibban menuturkan dalam kitabnya (yaitu Ats-Tsiqaat) sejumlah contoh yang banyak dari para perawi. Caranya, dia menyebutkan orang yang dia tidak dikenal adanya jarh (cacat) meskipun ia seorang yang majhul, tidak dikenal keadaannya (yaitu : majhul hal). Hendaklah hal ini diwaspadai. Tautsiq Ibnu Hibban terhadap seseorang yang hanya disebutkan pada kitabnya ini BERADA PADA TINGKAT YANG PALING RENDAH” [Ash-Shaarimul-Munkiy, hal 92-93]
kalau dipikir2, Ibnu Hibban adalah seorang ulama yang sangat populer. beliau dipuji sebagai salah satu imamnya hadits. kitabnya yang berjudul Shohih Ibnu Hibban juga sangat terkenal. namun toh dalam hal jarh wa ta’dhil beliau berada di tingkatan paling rendah.

Jawab.
Divoting aja siapa yg lebih percaya Ibnul Abdil Hadi atau Ibnu Hibban?
Divoting aja siapa yg lebih percaya Ajam ato ibnu hibban dan A Hakim?

ajam komen
yang tidak obyektif adalah si penuduh. kenapa tidak dijabarkan hadits2 dalam Shohih Bukhori dan Shohih Muslim yang didho’ifkan oleh Al Albani? kenapa hanya dikritik dari sisi pendho’ifan hadits bukhori dan muslim, seolah-olah ada kaidah: “Pokoknya mengkritik hadits shohih bukhori dan muslim adlaah kesalahan, apapun alasannya”. seolah-olah kitab shohihain adalah kitab ma’shum dan kebal kritikan.
ana beri contoh pendho’ifan hadits dalam shohih bukhori dan muslim oleh Al Albani, agar kita tahu siapa yang obyektif dan siapa yang pilih kasih.
hadits Ibnu Abbas: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Maimunah ketika beliau dalam keadaan ihram.”
Al Albani berkata: Sungguh pasti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Maimunah ketika beliau tidak dalam keadaan ihram” Kemudian beliau menukil perkataan Ibnu ‘Abdil Hadi, “Dan ini terhitung di antara kesalahan-kesalahan yang ada di Sahih (Bukhari).” (Muqaddimah Syarah Ath-Thahawiyyah: 23).
matan ahdits di atas menyelisihi hadits riwayat Muslim dari pelaku kejadian sendiri, yakni Maimunah: “Dari Maimunah binti Harits, bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya ketika beliau dalam keadaan halal (tidak ihram).”
hadits riwayat bukhari di atas juga bertentangan dengan hadits lain dari Utsman bin Affan yang diriwayatkan oleh Muslim: “Orang yang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh menikahkan, dan tidak boleh melamar.”
2 matan hadits yang saling bertentangan itu tidak mungkin smeuanya benar. pasti ada salah satu yang salah. dan dalam kasus ini yang salah adalah riwayat Al Bukhori.

Jawab.
ente gat au ato pura2 gak tau..syeh Albani berkata dalam kitab “Sharh al-Aqeedah at-Tahaweeah, hal. 27-28″ (edisi kedelapan, Maktab al-Islami) oleh Syeikh Ibn Abi Al-Izz al-Hanafi (Rahimahullah), bahwa hadis apapun yang datang dari koleksi Imam Bukhori dan Imam Muslim adalah Shohih, bukan karena ia diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, tetapi karena pada faktanya hadis-hadis ini memang shohih. Akan tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan apa yang ia katakan sebelumnya, setelah ia mendhoifkan sejumlah besar hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan imam Muslim !




al akh rejeb yang semoga Alloh menambahkan ilmu pada antum
sebelum menjawab pertanyaan antum, sangat penting sebagai muqoddimah antum mengetahui beda “hadits shohih” dengan “hadits shohihul isnad” dan “hadits dho’if” dengan “hadits dho’iful isnad”.
hadits shohih memenuhi 4 syarat: sanad muttashil, perowi ‘adhil, tidak ada syudzudz, dan tidak ada ‘illat.
hadits shohihul isnad hanya memenuhi 2 syarat, yaitu sanad muttashil dan perowi ‘adhil. belum ada penilaian lebih lanjut mengenai ketiadaan syudzudz dan ‘illat.

jadi jika ada komentar para ulama, “hadits ini sanadnya shohih”, maka ini belum penilaian final. boleh jadi hadits ini adalah shohih jika selamat dari syudzudz dan ‘illat, namun boleh jadi pula hadits itu dho’if.
pun sebaliknya demikian dengan komentar ulama, “hadits ini sanadnya dho’if”.
antum katakan:
justru ente yg bahlul..Baihaqi bilang dhoif tp ente bilang palsu..harusnya ente yg sumpah bahwa semua jalur Baihaqi adalah palsu..sekalipun ente bawa 1000 jalur apa ente jamin sudah termasuk semua jalur yg diketahui Baihaqi?

ana katakan:
benarkah Al Baihaqi katakan bahwa hadits itu dho’if? jika benar, tolong bawakan komentarnya, seperti misalnya “hadits dho’if” atau “dho’if (saja)”.

antum katakan:
sbg perawi Hadits masih lebih populer Ibnu Hibban drpd Ibnu Hajar.

ana katakan:
Ibnu Hibban memang populer sebagai periwayat hadits, namun tidak dalam bidang jarh wa ta’dhil. anggaplah Ibnu Hajar tidak berkata demikian, namun coba antum lihat secara obyektif penilaian Ibnu Hibban tentang seorang perowi. bagaimana bisa beliau menguatkan/merekomendasikan seorang perowi yang dihukumi majhul oleh jumhur ulama.
coba antum terapkan penguatan Ibnu Hibban ini dalam kehidupan sehari-hari. bagaimana bisa kita langsung membenarkan perkataan seseorang tanpa mengenalinya lebih dahulu, apakah dia seorang yang jujur atau pendusta. apalagi ini masalah hadits, masalah sabda Rasulullah, maslaah wahyu. bagaimana bisa dipercayakan pada seseorang yang tidak dikenali jati dirinya?
bukan bermaksud merendahkan antum, namun ana rasa antum bukan pakar bidang jarh wa ta’dhil. pujian atau celaan kepada ulama itu bukan kewenangan orang awam seperti antum, melainkan ulama juga. dan disini Ibnu Hajar sangat mumpuni dalam bidang jarh wa ta’dhil.

antum katakan:
Divoting aja siapa yg lebih percaya Ibnul Abdil Hadi atau Ibnu Hibban?
Divoting aja siapa yg lebih percaya Ajam ato ibnu hibban dan A Hakim?

ana katakan:
silakan antum membuat voting. namun mohon jelaskan duduk persoalan diskusi kita dari awal dengan rinci.

antum katakan:
ente gat au ato pura2 gak tau..syeh Albani berkata dalam kitab “Sharh al-Aqeedah at-Tahaweeah, hal. 27-28″ (edisi kedelapan, Maktab al-Islami) oleh Syeikh Ibn Abi Al-Izz al-Hanafi (Rahimahullah), bahwa hadis apapun yang datang dari koleksi Imam Bukhori dan Imam Muslim adalah Shohih, bukan karena ia diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, tetapi karena pada faktanya hadis-hadis ini memang shohih. Akan tetapi kemudian ia melakukan sesuatu yang bertentangan apa yang ia katakan sebelumnya, setelah ia mendhoifkan sejumlah besar hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan imam Muslim !

ana katakan:
mungkin karena saking menggebu-gebunya untuk mencela al albani, kalian tidak memperhatikan perkataan beliau yang lain. atau mungkin kalian mengetahui namun menyembunyikannya. yang penting bisa memukul al albani.

lanjutan dari perkataan beliau yang antum sebutkan, beliau berkata: “Tidak ada keraguan dalam hal ini, dan inilah kaidah asalnya menurut kami. Tapi ini tidak berarti bahwa setiap huruf atau kata dalam Sahihain memiliki kedudukan yang sama dengan huruf dan kata dalam Al Quran, dimana tidak mungkin ada kesalahan dari sebagian perawinya. Sama sekai tidak, karena kami tidak meyakini ada kitab yang ma’shum selain Kitabullah. Imam asy-Syafi’I berkata, ‘Allah enggan menyempurnakan kitab selain Kitab-Nya.’ Tidak mungkin ada seorang ulama pun yang bisa mengatakan demikian, jika ia mempelajari Sahihain dengan jeli dan teliti, tanpa fanatisme, dan dalam koridor aturan ilmiah yang baku, bukan mengikuti hawa nafsu, atau pemikiran yang jauh dari Islam dan kaidah para ulamanya.” (Muqaddimah Syarah ath-Thahawiyyah: 24).
sikap beliau sangat obyektif, yakni sangat memuji kitab Shahihain sebagai kitab hadits paling shahih setelah Alquran. namun beliau tidak menganggapnya ma’shum atau tanpa kecacatan sehingga kedudukannya menyamai Alquran.
sikap antum sangat kontras dengan sikap An Nawawi. beliau berkata: “Para ulama -rahimahumullah- sepakat bahwa kitab yang paling sahih setelah Al Quran adalah Ash Sahihain Bukhari dan Muslim, dan umat telah menerima keduanya.” (Lihat Muqaddimah Syarah Muslim 1/14).
namun bagaimana sikap beliau kepada pengkritik hadits dalam shahihain, seperti Ad Daruquthni dan lainnya? beliau sama sekali tidak mencela Ad Daruquthni maupun ulama lain yang mengkritik hadits2 dalam Shahihain seperti antum mencela Al Albani.



ajam said:
benarkah Al Baihaqi katakan bahwa hadits itu dho’if? jika benar, tolong bawakan komentarnya, seperti misalnya “hadits dho’if” atau “dho’if (saja)”.

jawab:
benarkah Baihaqi bilang hadits itu palsu seperti kata WAHABI???

ajam said:
Ibnu Hibban memang populer sebagai periwayat hadits, namun tidak dalam bidang jarh wa ta’dhil. anggaplah Ibnu Hajar tidak berkata demikian, namun coba antum lihat secara obyektif penilaian Ibnu Hibban tentang seorang perowi. bagaimana bisa beliau menguatkan/merekomendasikan seorang perowi yang dihukumi majhul oleh jumhur ulama.

jawab
jumhur ulama wahabi yg bilang Ibnu Hibban tidak obyektif.

ajam said:
coba antum terapkan penguatan Ibnu Hibban ini dalam kehidupan sehari-hari. bagaimana bisa kita langsung membenarkan perkataan seseorang tanpa mengenalinya lebih dahulu, apakah dia seorang yang jujur atau pendusta. apalagi ini masalah hadits, masalah sabda Rasulullah, maslaah wahyu. bagaimana bisa dipercayakan pada seseorang yang tidak dikenali jati dirinya?
bukan bermaksud merendahkan antum, namun ana rasa antum bukan pakar bidang jarh wa ta’dhil. pujian atau celaan kepada ulama itu bukan kewenangan orang awam seperti antum, melainkan ulama juga. dan disini Ibnu Hajar sangat mumpuni dalam bidang jarh wa ta’dhil.

jawab:
ente tuh aneh..ente ga pernah bertemu perawi hadits tp malah menuduh Baihaqi tidak pernah bertemu perawi.

ajam said:
lanjutan dari perkataan beliau yang antum sebutkan, beliau berkata: “Tidak ada keraguan dalam hal ini, dan inilah kaidah asalnya menurut kami. Tapi ini tidak berarti bahwa setiap huruf atau kata dalam Sahihain memiliki kedudukan yang sama dengan huruf dan kata dalam Al Quran, dimana tidak mungkin ada kesalahan dari sebagian perawinya. Sama sekai tidak, karena kami tidak meyakini ada kitab yang ma’shum selain Kitabullah. Imam asy-Syafi’I berkata, ‘Allah enggan menyempurnakan kitab selain Kitab-Nya.’ Tidak mungkin ada seorang ulama pun yang bisa mengatakan demikian, jika ia mempelajari Sahihain dengan jeli dan teliti, tanpa fanatisme, dan dalam koridor aturan ilmiah yang baku, bukan mengikuti hawa nafsu, atau pemikiran yang jauh dari Islam dan kaidah para ulamanya.” (Muqaddimah Syarah ath-Thahawiyyah: 24).

jawab:
hey bahlul..justru ente yg gak baca awal tulisannya..Albani bilang semua hadits Bukhari Muslim adalah sahih artinya 100%..justru kalo dia mendhoifkan maka dia sendiri yg kontrakdiktif dengan pendapatnya.

ajam said:
namun bagaimana sikap beliau kepada pengkritik hadits dalam shahihain, seperti Ad Daruquthni dan lainnya? beliau sama sekali tidak mencela Ad Daruquthni maupun ulama lain yang mengkritik hadits2 dalam Shahihain seperti antum mencela Al Albani.

jawab:
daripada wahabi telah menuduh hadits Al Baihaqi adalah palsu..padahal Baihaqi gak pernah bilang gitu.
sama saja ente menuduh Baihaqi penyebar dusta !




ajam said:
benarkah Al Baihaqi katakan bahwa hadits itu dho’if? jika benar, tolong bawakan komentarnya, seperti misalnya “hadits dho’if” atau “dho’if (saja)”.

jawab:
benarkah Baihaqi bilang hadits itu palsu seperti kata WAHABI???

ajam said:
Ibnu Hibban memang populer sebagai periwayat hadits, namun tidak dalam bidang jarh wa ta’dhil. anggaplah Ibnu Hajar tidak berkata demikian, namun coba antum lihat secara obyektif penilaian Ibnu Hibban tentang seorang perowi. bagaimana bisa beliau menguatkan/merekomendasikan seorang perowi yang dihukumi majhul oleh jumhur ulama.

jawab
jumhur ulama wahabi yg bilang Ibnu Hibban tidak obyektif.

ajam said:
coba antum terapkan penguatan Ibnu Hibban ini dalam kehidupan sehari-hari. bagaimana bisa kita langsung membenarkan perkataan seseorang tanpa mengenalinya lebih dahulu, apakah dia seorang yang jujur atau pendusta. apalagi ini masalah hadits, masalah sabda Rasulullah, maslaah wahyu. bagaimana bisa dipercayakan pada seseorang yang tidak dikenali jati dirinya?
bukan bermaksud merendahkan antum, namun ana rasa antum bukan pakar bidang jarh wa ta’dhil. pujian atau celaan kepada ulama itu bukan kewenangan orang awam seperti antum, melainkan ulama juga. dan disini Ibnu Hajar sangat mumpuni dalam bidang jarh wa ta’dhil.

jawab:
ente tuh aneh..ente ga pernah bertemu perawi hadits tp malah menuduh Baihaqi tidak pernah bertemu perawi.

ajam said:
lanjutan dari perkataan beliau yang antum sebutkan, beliau berkata: “Tidak ada keraguan dalam hal ini, dan inilah kaidah asalnya menurut kami. Tapi ini tidak berarti bahwa setiap huruf atau kata dalam Sahihain memiliki kedudukan yang sama dengan huruf dan kata dalam Al Quran, dimana tidak mungkin ada kesalahan dari sebagian perawinya. Sama sekai tidak, karena kami tidak meyakini ada kitab yang ma’shum selain Kitabullah. Imam asy-Syafi’I berkata, ‘Allah enggan menyempurnakan kitab selain Kitab-Nya.’ Tidak mungkin ada seorang ulama pun yang bisa mengatakan demikian, jika ia mempelajari Sahihain dengan jeli dan teliti, tanpa fanatisme, dan dalam koridor aturan ilmiah yang baku, bukan mengikuti hawa nafsu, atau pemikiran yang jauh dari Islam dan kaidah para ulamanya.” (Muqaddimah Syarah ath-Thahawiyyah: 24).

jawab:
hey bahlul..justru ente yg gak baca awal tulisannya..Albani bilang semua hadits Bukhari Muslim adalah sahih artinya 100%..justru kalo dia mendhoifkan maka dia sendiri yg kontrakdiktif dengan pendapatnya.

ajam said:
namun bagaimana sikap beliau kepada pengkritik hadits dalam shahihain, seperti Ad Daruquthni dan lainnya? beliau sama sekali tidak mencela Ad Daruquthni maupun ulama lain yang mengkritik hadits2 dalam Shahihain seperti antum mencela Al Albani.

jawab:
daripada wahabi telah menuduh hadits Al Baihaqi adalah palsu..padahal Baihaqi gak pernah bilang gitu.
sama saja ente menuduh Baihaqi penyebar dusta !

ajam said
sikap antum sangat kontras dengan sikap An Nawawi. beliau berkata: “Para ulama -rahimahumullah- sepakat bahwa kitab yang paling sahih setelah Al Quran adalah Ash Sahihain Bukhari dan Muslim, dan umat telah menerima keduanya.” (Lihat Muqaddimah Syarah Muslim 1/14).

jawab:
sikap antum justru bertolak belakang dengan An Nawawi.
Albani telah mendhoifkan hadits2 Bukhari dari kitab Riyadhush sholihin karya Imam Nawawi




Assalamu ‘Alaikum yang insya Allah dimuliakan oleh Allah Subhanahu Wa ta’ala….jangan di klayani niiii orang yg punya blog debat kusir,cukup tunjukkan kebenaran padanya,bila tidak diterima maka do’akan semoga Allah memberi petunjuk. Jangan biarka dia mencaci maki para ulama yang justru penjadi penyebab ke perbuatan dosa.



antum berkata:
benarkah Baihaqi bilang hadits itu palsu seperti kata WAHABI???

ana katakan:
sejauh ini ana belum pernah berkata bahwa Al Baihaqi menilai hadits itu maudhu’. yang menjadi dasar ana mengatakan hadits itu maudhu’, mungkar, bathil dll adalah perkataan Ibnu Abdil Barr, Ahmad bin Hanbal, Ibnul Jauzi, dll.

jadi bagaimana? bisakah antum membawakan komentar AL Baihaqi yang menilai hadits itu dho’if? jika tidak ada, maka terimalah penilaian ahli hadits yang lain yang ana sebutkan di atas.
antum berkata:
jumhur ulama wahabi yg bilang Ibnu Hibban tidak obyektif.

ana katakan:
lucu antum ini. gemesin sampe pingin nyubit. yang berkata “jumhur ulama” itu adalah Ibnu Hajar. jangan2 Ibnu Hajar antum bilang wahabiyun juga. kacau dah!!!

antum katakan:
aneh bagaimana? bukankah sudah dijelaskan oleh Ibnu Hajar dan Ibnu Abdil Hadi bahwa Al Baihaqi menguatkan perowi yang dinilai majhul oleh jumhur ulama, termasuk Abu Hatiim, pengarang kitab Al Jarh wa Ta’dhil, dimana kitab ini merupakan kitab yang dinilai paling unggul dalam bidang jarh wa ta’dhil, sebagaimana kitab Shahihain dalam bidang hadits.

lagipula, seorang ulama menilai perowi itu majhul atau mafhum tidak mengharuskan bertemu langsung dengan perowi. kita semua tahu, Al Mizzy, Ibnu Hajar, Adz Dzahaby adalah contoh ulama jarh wa ta’dhil yang hidup di abad 8 H. mereka tidak bertemu dengan perowi yang mereka cela maupun yang mereka puji.
tahukah antum kenapa Ibnu Hibban menguatkan perowi yang dimajhulkan oleh jumhur ulama? hal itu bukan dikarenakan beliau bertemu langsung dengan perowi yang dimaksud, melainkan karena beliau tidak mendapati satu pun celaan ulama pada perowi tersebut. menurut pendapat beliau, kalau tidak ada celaan, berarti patut dipuji, meskipun tidak dikenal.
antum katakan:
hey bahlul..justru ente yg gak baca awal tulisannya..Albani bilang semua hadits Bukhari Muslim adalah sahih artinya 100%..justru kalo dia mendhoifkan maka dia sendiri yg kontrakdiktif dengan pendapatnya.

ana katakan:
Nabi bersabda: “Setiap bid’ah adalah sesat”, tapi kenapa antum masih ngeyel ada bid’ah yang baik?

jika antum katakan, ada dalil lain yang mengecualikan, sehingga mengkhususkan apa yang umum, maka ana katakan, begitulah perkataan Al Albani.
sekarang mari bahas hadits yang dilemahkan oleh Al ALbani tersebut secara ilmiah. menurut pendapat antum, apakah pendho’ifan Al Albani tersebut sudah benar, sudah sesuai kaidah ilmu hadits atau belum?
antum katakan:
daripada wahabi telah menuduh hadits Al Baihaqi adalah palsu..padahal Baihaqi gak pernah bilang gitu.
sama saja ente menuduh Baihaqi penyebar dusta !

ana katakan:
jika begitu, maka seharusnya antum katakan juga bahwa Ibnul Jauzi menuduh Al Baihaqi berdusta karena beliau memasukkan hadits ini dalam kitab kumpulan ahdits palsu. bahkan Ibnu Hibban berkata bahwa hadits ini tidak ada asalnya.

antum katakan:
sikap antum justru bertolak belakang dengan An Nawawi.
Albani telah mendhoifkan hadits2 Bukhari dari kitab Riyadhush sholihin karya Imam Nawawi

ana katakan:
apakah kitab shahihain itu adalah ma’shum? tidak ada cacat? tidak ada cela sedikit pun? bukankah Al Bukhori dan Muslim adalah manusia biasa yang bisa salah dan benar. mereka bukan dewa, bukan nabi, bukan malaikat.

coba antum lebih ilmiah dalam mengkritik Al Albani. jika pendho’ifan atau penshohihan beliau tidak sesuai dengan kaidah ilmu hadits, bolehlah antum mencela. namun jika beliau sudah mengikuti kaidah ilmu hadits, beliau sudah berijtihad, beliau sudah merujuk pada pendapat ulama terdahulu, maka jika ada kesalahan, janganlah dicela.
bandingkan dengan Syaikh Alwi yang menyebutkan hadits tanpa sanad. mana yang lebih ilmiah antara Al Albani dengan Al Alwi? ana harap antum menjawabnya secara inshof dan ‘adhil.



ajam katakan:
sejauh ini ana belum pernah berkata bahwa Al Baihaqi menilai hadits itu maudhu’. yang menjadi dasar ana mengatakan hadits itu maudhu’, mungkar, bathil dll adalah perkataan Ibnu Abdil Barr, Ahmad bin Hanbal, Ibnul Jauzi, dll.

jadi bagaimana? bisakah antum membawakan komentar AL Baihaqi yang menilai hadits itu dho’if? jika tidak ada, maka terimalah penilaian ahli hadits yang lain yang ana sebutkan di atas.
jawab:
enak aja..ente sendiri gak bisa memastikan apakah pendapat para ulama tersebut sudah termasuk semua jalur perawi yg diketahui Baihaqi.

ajam katakan:
lagipula, seorang ulama menilai perowi itu majhul atau mafhum tidak mengharuskan bertemu langsung dengan perowi. kita semua tahu, Al Mizzy, Ibnu Hajar, Adz Dzahaby adalah contoh ulama jarh wa ta’dhil yang hidup di abad 8 H. mereka tidak bertemu dengan perowi yang mereka cela maupun yang mereka puji.

tahukah antum kenapa Ibnu Hibban menguatkan perowi yang dimajhulkan oleh jumhur ulama? hal itu bukan dikarenakan beliau bertemu langsung dengan perowi yang dimaksud, melainkan karena beliau tidak mendapati satu pun celaan ulama pada perowi tersebut. menurut pendapat beliau, kalau tidak ada celaan, berarti patut dipuji, meskipun tidak dikenal.
jawab:
apa ente jamin para ulama yg hidup sesudah Ibnu Hibban mengetahui detail para perawi sebagaimana Ibnu Hibban?

ajam berkata:
jika begitu, maka seharusnya antum katakan juga bahwa Ibnul Jauzi menuduh Al Baihaqi berdusta karena beliau memasukkan hadits ini dalam kitab kumpulan ahdits palsu. bahkan Ibnu Hibban berkata bahwa hadits ini tidak ada asalnya.

jawab:
Ibnul Jauzi dan Ibnu Hibban tidak berdusta akan tetapi wahabi yg berdusta karena mengira Ibnul Jauzi dan Ibnu Hibban mengetahui semua jalur perawi yg diketahui Baihaqi. padahal tidak ada jaminan akan hal itu.

ajam katakan:
apakah kitab shahihain itu adalah ma’shum? tidak ada cacat? tidak ada cela sedikit pun? bukankah Al Bukhori dan Muslim adalah manusia biasa yang bisa salah dan benar. mereka bukan dewa, bukan nabi, bukan malaikat.

coba antum lebih ilmiah dalam mengkritik Al Albani. jika pendho’ifan atau penshohihan beliau tidak sesuai dengan kaidah ilmu hadits, bolehlah antum mencela. namun jika beliau sudah mengikuti kaidah ilmu hadits, beliau sudah berijtihad, beliau sudah merujuk pada pendapat ulama terdahulu, maka jika ada kesalahan, janganlah dicela.
jawab:
Albani gak punya sanad ilmu hadits tapi berani berfatwa bertentangan dgn jumhur ulama maka fatwanya batil !

ajam katakan:
Nabi bersabda: “Setiap bid’ah adalah sesat”, tapi kenapa antum masih ngeyel ada bid’ah yang baik?

jika antum katakan, ada dalil lain yang mengecualikan, sehingga mengkhususkan apa yang umum, maka ana katakan, begitulah perkataan Al Albani.
jawab:
“Barangsiapa membuat – buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikit pun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya”
(Shahih Muslim hadits No.1017. Demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi).

“Bahwa Sungguh Zeyd bin Tsabit ra berkata : Abubakar ra mengutusku ketika terjadi pembunuhan besar – besaran atas para sahabat (Ahlul Yamaamah), dan bersamanya Umar bin Khattab ra, berkata Abubakar : “Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : “Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa “Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan
Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!” berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung – gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat
sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga ia pun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits No.4402 dan 6768).

Demikian pula hal yang dibuat – buat tanpa perintah Rasul saw adalah 2X adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan di masa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, tidak pula di masa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan di masa Utsman bin Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bukhari hadits No.873). Seluruh madzhab mengikutinya.
Khalifah Umar ra berkata sholat tarawih adalah sebaik2 Bid’ah.
(Shahih Bukhari hadits No.1906)

jika semua bid’ah dilarang maka pasti Khalifah Umar ra yg duluan melarang..bukannya minoritas spt Khawarij Wahabi !
Berkata Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi 2, yaitu Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela), maka yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : “inilah sebaik baik bid’ah”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)
Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah
“Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yang berbunyi : “seburuk – buruk permasalahan adalah hal yang baru, dan semua bid’ah adalah dhalalah” (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yang dimaksud adalah hal – hal yang tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya” (Shahih Muslim hadits No.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yang baik dan bid’ah yang sesat. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)

Hujjatul Islam Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi)
Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat – buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya”. Hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan
- kebiasaan yang baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yang buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : “semua yang baru adalah Bid’ah, dan semua yang bid’ah adalah sesat”, sungguh yang dimaksudkan adalah hal baru yang buruk dan bid’ah yang tercela”. (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)

Dan berkata pula Imam Nawawi : “Bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi 5, yaitu bid’ah yang wajib, bid’ah yang mandub, bid’ah yang mubah, bid’ah yang makruh dan bid’ah yang haram. Bid’ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil – dalil pada ucapan – ucapan yang menentang kemungkaran. Contoh bid’ah yang mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku – buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren. Dan Bid’ah yang mubah adalah bermacam – macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui. Demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa “inilah sebaik – sebaiknya
bid’ah”. (Syarh Imam Nawawi ala Shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)

Al Hafidh Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah
Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun Makhsush”, (sesuatu yang umum yang ada pengecualiannya), seperti firman Allah : “… yang Menghancurkan segala sesuatu” (QS. Al-Ahqaf : 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : “Sungguh telah Ku-pastikan ketentuan-Ku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya” (QS. Assajdah : 13), dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).

ucapan Al Hafidh Al Imam Assyaukaniy:
“Hadits – hadits ini merupakan kaidah – kaidah dasar agama karena mencakup hukum – hukum yang tak terbatas, betapa jelas dan terangnya dalil ini dalam menjatuhkan perbuatan para fuqaha dalam pembagian Bid’ah kepada berbagai bagian dan mengkhususkan penolakan pada sebagiannya (penolakan terhadap Bid’ah yang baik) dengan tanpa mengkhususkan (menunjukkan) hujjah dari dalil akal ataupun dalil tulisan
(Alqur’an / hadits), Maka bila kau dengar orang berkata : “ini adalah bid’ah hasanah”, dengan kau pada posisi ingin melarangnya, dengan bertopang pada dalil bahwa keseluruhan Bid’ah adalah sesat dan yang semacamnya sebagaimana sabda Nabi saw “semua Bid’ah adalah sesat” dan (kau) meminta alasan pengkhususan (secara aqli dan naqli) mengenai hal Bid’ah yang menjadi pertentangan dalam penentuannya (apakah itu bid’ah yang baik atau bid’ah yang sesat) setelah ada kesepakatan bahwa hal itu Bid’ah (hal baru), maka bila ia membawa dalilnya (tentang Bid’ah hasanah) yang dikenalkannya maka terimalah, bila ia tak bisa membawakan dalilnya (secara logika atau ayat dan hadits) maka sungguh kau telah menaruh batu dimulutnya dan kau selesai dari perdebatan” (Naylul Awthaar Juz 2 hal 69-70).




ajam katakan:
apakah kitab shahihain itu adalah ma’shum? tidak ada cacat? tidak ada cela sedikit pun? bukankah Al Bukhori dan Muslim adalah manusia biasa yang bisa salah dan benar. mereka bukan dewa, bukan nabi, bukan malaikat.

jawab:
Astaghfirullah..Islam tidak mengenal Dewa..jika ente menyembah dewa maka ane berlepas tangan..




antum berkata:
enak aja..ente sendiri gak bisa memastikan apakah pendapat para ulama tersebut sudah termasuk semua jalur perawi yg diketahui Baihaqi.

ana katakan:
terlepas dari mereka sudah mengetahui jalur sanad yang dikumpulkan Al Baihaqi atau belum, yang jelas pendapat mereka sudah final.

antum berkata:
apa ente jamin para ulama yg hidup sesudah Ibnu Hibban mengetahui detail para perawi sebagaimana Ibnu Hibban?

ana katakan:
dalam contoh kasus yang dibawakan oleh Ibnu Hajar, Ibnu Hibban telah menyelisihi pendapat jumhur yang di antaranya terdapat Abi Hatiim. Ibnu Hibban lahir tahun 274 H, sedangkan Abu Hatim lahir tahun 195 H. seharusnya menurut logika antum, Abu Hatim lebih mengetahui detail perowi daripada Ibnu Hibban.

namun bukan ini yang menjadi letak kekeliruan Ibnu Hibban.sudah ana katakan sebelumnya, tautsiq Ibnu Hibban kepada salah seorang perowi yang dinilai majhul oleh jumhur ulama adalah karena perowi tersebut tidak dicela oleh jumhur, sehingga perowi itu patut dipuji menurut beliau.
tautsiq itu bukan karena beliau lebih mengenal detail tentang perowi tersebut. kalaupun itu alasannya, tentu saja akan beliau terangkan panjang lebar tentang jati diri perowi tersebut.
antum berkata:
Ibnul Jauzi dan Ibnu Hibban tidak berdusta akan tetapi wahabi yg berdusta karena mengira Ibnul Jauzi dan Ibnu Hibban mengetahui semua jalur perawi yg diketahui Baihaqi. padahal tidak ada jaminan akan hal itu.

ana katakan:
ana tidak pernah bilang bahwa Ibnul Jauzi dan lainnya sudah mengetahui jalur sanad yang dikumpulkan Al Baihaqi. jadi antumlah yang berdusta. yang ana katakan adalah, penilaian Ibnul Jauzi dll sudah final, sedangkan penilaian Al Baihaqi belum final. maka seharusnya pendapat yang diambil adalah yang sudah final.

antum berkata:
Albani gak punya sanad ilmu hadits tapi berani berfatwa bertentangan dgn jumhur ulama maka fatwanya batil !

ana katakan:
Mr. Hempher yang antum jadikan suratnya sebagai dalil untuk memukul Syaikh Ibnu Abdil Wahab bukan cuma tidak punya sanad, namun juga majhul, kafir, ahli maksiat. tapi kenapa ucapannya tetap antum benarkan?

Al Albani punya sanad hadits juga, hanyas aja beliau bukan orang yang riya’ (suka pamer) seperti Habib Mundzir. beliau sebetulnya juga seorang Al Hafidz karena telah menghafal 100 ribu hadits dari sisi riwayah maupun diroyah. namun lagi2 beliau bukan orang yang suka pamer.
lagipula, jumhur itu bukan acuan kebenaran. pada saat memerangi orang2 murtad dan orang2 yang tidak mau bayar zakat, Abu Bakar hanya seorang diri. pendapat beliau ditentang oleh seluruh sahabat yang lain, terutama Umar ibnul Khoththob. nbamun ternyata Alloh menghendaki kebenaran ada pada pihak beliau (minoritas).
antum katakan:
“Barangsiapa membuat – buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikit pun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya”
(Shahih Muslim hadits No.1017. Demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi).

…dan seterusnya
ana katakan:
antum menerjemahkan hadits itu salah. seharusnya bukan “membuat hal yang baru”, melainkan “mencontohkan kebiasaan”. lafadhnya adalah “man sanna sunnatan”. sunnah dalam segi bahasa berarti contoh atau kebiasaan. sedangkan hal yang baru adalah muhdats.

anyway, bukan itu yang mau ana perbincangkan. dari komentar antum yang sangat panjang dan cukup baik untuk menambah perbendaharaan ilmu ana, antum hendak mengatakan bahwa semua yang antum sampaikan itu merupakan dalil pengkhususan terhadap keumuman hadits “kullu bid’atin dholalah”.
kalau begitu, ana terapkan juga hal ini pada perkataan Al Albani. perkataan beliau “bahwa hadis apapun yang datang dari koleksi Imam Bukhori dan Imam Muslim adalah Shohih” adalah perkataan yang umum, sebagaimana keumuman hadits “kullu bid’atin dholalah”. lalu perkataan beliau selanjutnya “Tapi ini tidak berarti bahwa setiap huruf atau kata dalam Sahihain memiliki kedudukan yang sama dengan huruf dan kata dalam Al Quran, dimana tidak mungkin ada kesalahan dari sebagian perawinya” adalah peraktaan yang khusus, sebagaimana kekhususan dalil2 yang antum bawakan.
antum katakan:
Astaghfirullah..Islam tidak mengenal Dewa..jika ente menyembah dewa maka ane berlepas tangan..

ana katakan:
itu hanya kiasan semata. ana juga sadar itu adalah kekeliruan ana. ana minta maaf.

namun jangan karena ana begini, lalu hal ini membuat antum lari dari pertanyaan ana. jawablah dengan hati nurani yang suci sebagai seorang yang telah disucikan oleh Alloh dengan kalimat syahadat, jawablah dengan inshof dan ‘adhil :
1) apakah kitab shahihain adalah kitab yang ma’shum, terjaga dari kesalahan, kecacatan, kekeliruan, baik hurufnya, katanya, maupun kalimatnya sehingga tidak boleh dikritik?
2) apakah Al Bukhori dan Muslim adalah manusia yang ma’shum, tidak pernah salah, tidak pernah keliru, tidak pernah lupa?
3) apakah Syaikh Al Alwi yang membawakan hadits “akan keluar pada abad kedua belas…dst” lebih ilmiah (sesuai kaidah ilmu hadits) perkataannya dibandingkan Syaikh Al Albani yang melemahkan hadits Al Bukhori “Nabi menikahi Maimunah dalam keadaan ihram”?




ajam katakan:
terlepas dari mereka sudah mengetahui jalur sanad yang dikumpulkan Al Baihaqi atau belum, yang jelas pendapat mereka sudah final.

jawab:
pendapat mereka final tp mereka tidak pernah menghukumi semua jalur sanad yg diketahui Baihaqi adalah palsu..hanya wahabi yg bilang palsu.

ajam said:
dalam contoh kasus yang dibawakan oleh Ibnu Hajar, Ibnu Hibban telah menyelisihi pendapat jumhur yang di antaranya terdapat Abi Hatiim. Ibnu Hibban lahir tahun 274 H, sedangkan Abu Hatim lahir tahun 195 H. seharusnya menurut logika antum, Abu Hatim lebih mengetahui detail perowi daripada Ibnu Hibban.

jawab:
meskipun Abi Hatiim lebih dulu tp blum tentu beliau telah bertemu dgn semua jalur sanad yg diketahui Ibnu Hibban.

ajam said:
namun bukan ini yang menjadi letak kekeliruan Ibnu Hibban.sudah ana katakan sebelumnya, tautsiq Ibnu Hibban kepada salah seorang perowi yang dinilai majhul oleh jumhur ulama adalah karena perowi tersebut tidak dicela oleh jumhur, sehingga perowi itu patut dipuji menurut beliau.

tautsiq itu bukan karena beliau lebih mengenal detail tentang perowi tersebut. kalaupun itu alasannya, tentu saja akan beliau terangkan panjang lebar tentang jati diri perowi tersebut.
jawab:
ente muter2 sudah dibilang..klo ane kenal penjual soto sedangkan orang lain ga ada yg kenal masak lalu ane dituduh pura2 kenal?
lagipula jumhur ulama yg ente sebut ga banyak dan hidup sesudah Ibnu Hibban.

ajam said:
ana tidak pernah bilang bahwa Ibnul Jauzi dan lainnya sudah mengetahui jalur sanad yang dikumpulkan Al Baihaqi. jadi antumlah yang berdusta. yang ana katakan adalah, penilaian Ibnul Jauzi dll sudah final, sedangkan penilaian Al Baihaqi belum final. maka seharusnya pendapat yang diambil adalah yang sudah final.

jawab:
justru ente penipu karena menganggap Ibnul Jauzi pasti benar dan Ibnu Hibban blum tentu benar.

ajam said:
Mr. Hempher yang antum jadikan suratnya sebagai dalil untuk memukul Syaikh Ibnu Abdil Wahab bukan cuma tidak punya sanad, namun juga majhul, kafir, ahli maksiat. tapi kenapa ucapannya tetap antum benarkan?

Al Albani punya sanad hadits juga, hanyas aja beliau bukan orang yang riya’ (suka pamer) seperti Habib Mundzir. beliau sebetulnya juga seorang Al Hafidz karena telah menghafal 100 ribu hadits dari sisi riwayah maupun diroyah. namun lagi2 beliau bukan orang yang suka pamer.
jawab:
semua tahu dan sepakat Imam Bukhari hafal 600 ribu hadits berserta sanadnya dan bertemu langsung dengan perawinya.
Syiah dan Ahmadiyah juga mengakui kehebatan beliau.

semua tahu dan sepakat Imam Ahmad hafal 1 juta hadits berserta sanadnya dan bertemu langsung dengan perawinya.
Syiah dan Ahmadiyah juga mengakui kehebatan beliau.

dan begitu pula para Imam Hadits yg lain.
tapi semua juga tahu Syeh Albani tidak jelas sanad ilmunya, hanya belajar dari perpustakaan dan tidak ada kesepakatan pd jumhur ulama tentang berapa hadits yg dia hafal lengkap berserta sanad dan matannya.
ajam said:
lagipula, jumhur itu bukan acuan kebenaran. pada saat memerangi orang2 murtad dan orang2 yang tidak mau bayar zakat, Abu Bakar hanya seorang diri. pendapat beliau ditentang oleh seluruh sahabat yang lain, terutama Umar ibnul Khoththob. nbamun ternyata Alloh menghendaki kebenaran ada pada pihak beliau (minoritas).

jawab:
bagus sabda Nabi sudah jelas begitu pula para Imam, tapi ente hendak menyangkal dengan berlindung dibalik Abu Bakar ra? padahal semua tau Abu Bakar ra adalah sahabat paling utama disisi Nabi SAW.
mana buktinya Wahabi dan Moyang mereka yaitu Khawarij mendapat tempat utama disisi Nabi? yg ada justru Nabi melaknat mereka.

ajam said:
antum menerjemahkan hadits itu salah. seharusnya bukan “membuat hal yang baru”, melainkan “mencontohkan kebiasaan”. lafadhnya adalah “man sanna sunnatan”. sunnah dalam segi bahasa berarti contoh atau kebiasaan. sedangkan hal yang baru adalah muhdats.

jawab:
bukan ane yg menerjemahkan tapi semua ulama ahlus sunnah turun menurun hingga ke Nabi SAW.

ajam said:
anyway, bukan itu yang mau ana perbincangkan. dari komentar antum yang sangat panjang dan cukup baik untuk menambah perbendaharaan ilmu ana, antum hendak mengatakan bahwa semua yang antum sampaikan itu merupakan dalil pengkhususan terhadap keumuman hadits “kullu bid’atin dholalah”.

kalau begitu, ana terapkan juga hal ini pada perkataan Al Albani. perkataan beliau “bahwa hadis apapun yang datang dari koleksi Imam Bukhori dan Imam Muslim adalah Shohih” adalah perkataan yang umum, sebagaimana keumuman hadits “kullu bid’atin dholalah”. lalu perkataan beliau selanjutnya “Tapi ini tidak berarti bahwa setiap huruf atau kata dalam Sahihain memiliki kedudukan yang sama dengan huruf dan kata dalam Al Quran, dimana tidak mungkin ada kesalahan dari sebagian perawinya” adalah peraktaan yang khusus, sebagaimana kekhususan dalil2 yang antum bawakan.
jawab:
enak aja..masak Albani hendak disamakan dengan Nabi?
kalau Nabi mengatakan demikian bukan karena beliau alpa atau merevisi sabdanya tapi liat konteks waktu dan persoalan alias asbabul wurud sehingga Nabi bersabda demikian.

tapi Albani ambiguitas karena tidak ada konteks waktu dan masalah yg membuat dia mengeluarkan pendapat saling bertolak belakang.
Hadits Bukhari, Muslim dan lainnya sudah final dibukukan tidak ada lagi update atau revisi, tapi anehnya Albani mempunyai 2 sikap berbeda..jelas tidak sama dengan Nabi karena beliau bersabda di waktu2 dan masalah yg berbeda2.

ajam said:
namun jangan karena ana begini, lalu hal ini membuat antum lari dari pertanyaan ana. jawablah dengan hati nurani yang suci sebagai seorang yang telah disucikan oleh Alloh dengan kalimat syahadat, jawablah dengan inshof dan ‘adhil :

1) apakah kitab shahihain adalah kitab yang ma’shum, terjaga dari kesalahan, kecacatan, kekeliruan, baik hurufnya, katanya, maupun kalimatnya sehingga tidak boleh dikritik?
2) apakah Al Bukhori dan Muslim adalah manusia yang ma’shum, tidak pernah salah, tidak pernah keliru, tidak pernah lupa?
3) apakah Syaikh Al Alwi yang membawakan hadits “akan keluar pada abad kedua belas…dst” lebih ilmiah (sesuai kaidah ilmu hadits) perkataannya dibandingkan Syaikh Al Albani yang melemahkan hadits Al Bukhori “Nabi menikahi Maimunah dalam keadaan ihram”?

jawab:
jangan ngeles..tidak ada yg bilang Imam Bukhari, Muslim dan yg lainnya maksum tapi hanya Albani yg mendoifkan atau bahkan mengatakan palsu terhadap hadits2 mereka. dan jelas Albani bertentangan dengan pendapat jumhur ulama yg bukan cm segilintir spt ente sandarkan utk melawan Ibnu Hibban dan Baihaqi, tapi ribuan atau bahkan jutaan ulama yg bertentangan dengan Albani.

apalagi Albani tidak punya sanad ilmu maka makin parahlah penyimpangan dia.
wassalam



antum berkata:
pendapat mereka final tp mereka tidak pernah menghukumi semua jalur sanad yg diketahui Baihaqi adalah palsu..hanya wahabi yg bilang palsu.

ana katakan:
tolong untuk kesekian kalinya, jangan membuat-buat kedustaan lagi ya akhi. demi Alloh, ana sama sekali tidak pernah berkata seperti itu. silakan cek kembali diskusi kita dari awal, mana ada pernyataan ana yang mengatakan bahwa semua jalur yang dikumpulkan Al Baihaqi adalah palsu.

antum berkata:
meskipun Abi Hatiim lebih dulu tp blum tentu beliau telah bertemu dgn semua jalur sanad yg diketahui Ibnu Hibban.

ana katakan:
pembahasan antum melenceng. saat ini yang kita bicarakan adalah status perowi yang dinilai majhul oleh jumhur ulama termasuk Abu Hatim akan tetapi dinilai tsiqoh oleh Ibnu Hibban. kita bukan membicarakan jalur sanad hadits.

apa dasar pembelaan antum kepada Ibnu Hibban bahwa tautsiq beliau kepada perowi yang dimajhulkan oleh jumhur ulama itu adalah benar? apakah lagi-lagi karena Ibnu Hibban lebih populer?
antum berkata:
ente muter2 sudah dibilang..klo ane kenal penjual soto sedangkan orang lain ga ada yg kenal masak lalu ane dituduh pura2 kenal?
lagipula jumhur ulama yg ente sebut ga banyak dan hidup sesudah Ibnu Hibban.

ana katakan:
antum masih belum paham perkataan ana. jika memang Ibnu Hibban lebih mengenali perowi itu daripada Abu Hatim yang hidup lebih dahulu daripada beliau, maka itu tidak menjadi masalah.

yang menjadi masalah adalah jika beliau membuat suatu metode, yaitu dimana jika ada perowi yang tidak dicela oleh seorang pun ulama ahli jarh wa ta’dhil, maka perowi itu patut dipuji, sekalipun tidak diketahui siapa gurunya, dari mana asalnya, kapan ia lahir dan wafat, siapa saja yang meriwayatkan hadits darinya, dll.
lebih baik antum belajar dulu sekilas tentang ilmu jarh wa ta’dhil ini, daripada salah paham dan tidak paham terus menerus.
antum berkata:
justru ente penipu karena menganggap Ibnul Jauzi pasti benar dan Ibnu Hibban blum tentu benar.

ana katakan:
mungkin yang antum maksud adalah perbandingan antara Ibnul Jauzi dengan Al Baihaqi, bukan dengan Ibnu Hibban.

dusta apa lagi ini? kapan ana berkata “PASTI”? ana tidak pernah berkata bahwa Ibnul Jauzi pasti benar sedangkan Al Baihaqi belum tentu benar. kedua pendapat mereka tidak bisa diperbandingkan karena berbeda dimensi. Ibnul Jauzi mengomentari tentang haditsnya, sedangkan Al Baihaqi mengomentari tentang sanadnya.
ana malahan mengkompromikan kedua pendapat mereka, dimana Al baihaqi mengomentari tentang sanadnya yang dho’if, lalu disimpulkan oleh Ibnul Jauzi bahwa haditsnya maudhu’. masih ingatkah antum, istilah “dho’iful isnad” beda dengan istilah “dho’iful hadits”.
hadits yang sanadnya dho’if, belum tentu hasil akhirnya adalah dho’iful hadits. jika mempunyai syahid, bisa saja ia naik menjadi hasan (baik li dzahihi maupun li ghoirihi). atau malah bisa jadi turun menjadi maudhu’ jika terdapat perowi pendusta atau pemalsu hadits.
antum berkata:
tapi semua juga tahu Syeh Albani tidak jelas sanad ilmunya, hanya belajar dari perpustakaan dan tidak ada kesepakatan pd jumhur ulama tentang berapa hadits yg dia hafal lengkap berserta sanad dan matannya.

ana katakan:
jika acuan antum adalah sanad, kenapa mengambil perkataan Mr. Hempher sebagai dalil?

jika Al Albani antum cela karena tidak ada kesepakatan ulama berapa hadits yang dia hafal, lalu ana tanya, berapa hadits yang dihafal Sa’id ibnul Musayyib, Hasan Al Bashri, Umar bin Abdul Aziz, Al Baihaqi, Ibnu Hibban, Ibnu Hajar, An Nawawi, Syaikh Alwi, Habib Mundzir, Gus Dur.
antum berkata:
bagus sabda Nabi sudah jelas begitu pula para Imam, tapi ente hendak menyangkal dengan berlindung dibalik Abu Bakar ra? padahal semua tau Abu Bakar ra adalah sahabat paling utama disisi Nabi SAW.
mana buktinya Wahabi dan Moyang mereka yaitu Khawarij mendapat tempat utama disisi Nabi? yg ada justru Nabi melaknat mereka.

ana katakan:
sabda nabi yang mana? golongan kalian kan paling doyan hadits palsu dan tidak ada sanad. kalau yang dimaksud adalah sabda nabi tentang “Al Jama’ah”, maka itu adalah kekeliruan kalian dalam menerjemahkan lafadh Al Jama’ah dengan mayoritas. buka di kamus bahasa arab manapun tidak akan kita dapati lafadh Al Jama’ah diterjemahkan dengan kata mayoritas.

justru mayoritas manusia berada dalam kesesatan:
“Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia (mayoritas) tidak bersyukur.” (Al Baqoroh 243)
“Dan sesungguhnya kebanyakan manusia (mayoritas) adalah orang-orang yang fasik.” (Al Maidah 49)
“Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia (mayoritas) tidak beriman.” (Hud 17)
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia (mayoritas) tiada mengetahuinya.” (Yusuf 21)
antum berkata:
bukan ane yg menerjemahkan tapi semua ulama ahlus sunnah turun menurun hingga ke Nabi SAW.

ana katakan:
ya akhi, jangan menganggap enteng dusta meskipun kecil, karena itu akan mengantarkan antum kepada julukan PENDUSTA. sebutkan penerjemahan ulama yang antum maksud!

“Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”. (Al baqoroh 111)
sebenarnya perkataan antum itu bisa dengan mudah dikenali sebagai kedustaan. mana ada ulama semenjak zaman nabi menerjemahkan bahasa arab ke bahasa indonesia. namun kalau antum masih bersikeras, tunjukanlah buktinya.
antum berkata:
enak aja..masak Albani hendak disamakan dengan Nabi?

ana berkata:
waduh, ana kan hanya menyamakan bentuk perkataannya. dimana lafadh perkataan yang khusus menjadi pengecualian terhadap lafadh yang umum. ini adalah kaidah bahasa manapun.

hukum di Indonesia juga mengenal azaz LEX SPECIALIS DEROGAT LEX GENERALIS (hukum yang khusus lebih didahulukan daripada hukum yang umum).
antum berkata:
jangan ngeles..tidak ada yg bilang Imam Bukhari, Muslim dan yg lainnya maksum tapi hanya Albani yg mendoifkan atau bahkan mengatakan palsu terhadap hadits2 mereka. dan jelas Albani bertentangan dengan pendapat jumhur ulama yg bukan cm segilintir spt ente sandarkan utk melawan Ibnu Hibban dan Baihaqi, tapi ribuan atau bahkan jutaan ulama yg bertentangan dengan Albani.

ana katakan:
jika mereka tidak ma’shum, kenapa mereka tidak boleh dikritik?
ana sudah bawa contoh kritikan Al Albani terhadap hadits dalam shahih bukhori. menurut antum sudah benarkah cara kritik Al Albani? lalu bandingkan dengan Syaikh Alwi, mana yang lebih ilmiah?




ajam katakan:
ana katakan:
sabda nabi yang mana? golongan kalian kan paling doyan hadits palsu dan tidak ada sanad. kalau yang dimaksud adalah sabda nabi tentang “Al Jama’ah”, maka itu adalah kekeliruan kalian dalam menerjemahkan lafadh Al Jama’ah dengan mayoritas. buka di kamus bahasa arab manapun tidak akan kita dapati lafadh Al Jama’ah diterjemahkan dengan kata mayoritas.

justru mayoritas manusia berada dalam kesesatan:
jawab:
Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimaullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari Rahimahullah yang menyatakan : “Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa Jama’ah adalah Sawadul A’dzam (Mayoritas Umat). Kemudian diceritakan dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jama’ah, karena Allah tidak akan mengumpulkan umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah mengikuti salah sati firqah. Hindarilah semua firqah itu jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan”.

itulah wahabi menggunakan ayat ttg orang kafir digunakan utk menghantam mayoritas muslimin yg di dalamnya termasuk mayoritas dzurriyah Rasul



ana kan bertanya, “sabda nabi yang mana?”, ko yang disebutin perkataan Ath Thobari. bukan bermaksud merendahkan atau meremehkan perkataan beliau.
ayat untuk orang kafir?
di Al Quran disebutkan kebanyakan manusia tidak bersyukur, kebanyakan manusia fasiq, kebanyakan manusia sangat ingkar, kebanyakan manusia tidak mengetahui, kebanyakan manusia sesat, kebanyakan manusia lalai, dll.
apakah semua itu berkonsekuensi bahwa mereka kafir? kalau begitu siapa sekarang yang asal main takfir?
Al Jama’ah tidak selalu mayoritas, bahkan seringnya mayoritas itu berada dalam kesesatan. satu contoh adalah kasus Abu Bakar dan Ahmad.bin Hambal.
Nabi bersabda: “Al-Jamaah: Ia adalah yang berada di atas contoh (seperti) apa-apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya pada hari ini” (As-Sahihah No. 203 dan 1492.)
“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (Al An’am 153)
jalan kebenaran itu hanya satu, sedangkan jalan kesesatan itu ada banyak.



hadits yg ini..knapa ente gak buka fathul bari?
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu Ta’ala Anhu berkata : Manusia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan menimpaku. Maka aku bertanya ; Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan ? Beliau bersabda : ‘Ada’. Aku bertanya : Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan ?. Beliau bersabda : Ya, akan tetapi didalamnya ada dakhanun. Aku bertanya : Apakah dakhanun itu ?. Beliau menjawab : Suatu kaum yang mensunnahkan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah. Aku bertanya : Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan ?. Beliau bersabda : Ya, da’i – da’i yang mengajak ke pintu Jahannam. Barangsiapa yang mengijabahinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya : Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda : Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita. Aku bertanya : Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya ?. Beliau bersabda : Berpegang teguhlah pada Jama’ah Muslimin dan imamnya. Aku bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya ? Beliau bersabda : Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu”. (Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/432. Abu Dawud no. 4244-4247.Baghawi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399).



hadits yg ini..knapa ente gak buka fathul bari?
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu Ta’ala Anhu berkata : Manusia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan menimpaku. Maka aku bertanya ; Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan ? Beliau bersabda : ‘Ada’. Aku bertanya : Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan ?. Beliau bersabda : Ya, akan tetapi didalamnya ada dakhanun. Aku bertanya : Apakah dakhanun itu ?. Beliau menjawab : Suatu kaum yang mensunnahkan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah. Aku bertanya : Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan ?. Beliau bersabda : Ya, da’i – da’i yang mengajak ke pintu Jahannam. Barangsiapa yang mengijabahinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya : Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda : Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita. Aku bertanya : Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya ?. Beliau bersabda : Berpegang teguhlah pada Jama’ah Muslimin dan imamnya. Aku bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya ? Beliau bersabda : Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu”. (Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/432. Abu Dawud no. 4244-4247.Baghawi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399).



dari hadits yang panjang itu, bagian mana yang menunjukkan bahwa mayoritas adalah tolok ukur kebanaran atau Rasulullah memerintahkan untuk mengikuti kelompok mayoritas?



pada 29 Juni 2011 pada 9:33 pm | Balasahmad hanafi
SUDAH… TIT…. PRITT… stop dulu…. ini kok pada debat kusir.. ndak akan selesai.. saran ana.. kembali pada Al-qur’an dan Sunnah nabi.. Bagi pengikut Ahlussunnah jangan sampai termakan emosi… bagi pengikut NU>.. tolong.. belajar lagi.. ndak usah debat.. sebab banyak kesalahan ilmunya… seperti:
- melafalkan niat dalam shalat,
- jama’ah tidak rapat shafnya,
- shalat tarawaih super kilat..
- mewajibkan kunut subuh,
- tahlilan
- yasinan
- manakiban
- peringatan kematian (selama 7hari, 40hari, 100 hari, 1000hari, haul)
- kirim alfatehah
- lafal sayyidina kepada nabi (baik dibaca biasa maupun dalam shalat)
- dll
yang kesemuanya adalah bid’ah gak ada dasar hukumnya… seluruh warga nahdliyin dimanapun berada… bertobatlah.. dan belajarlah..




pada 30 Juni 2011 pada 2:35 pm | Balasmamo cemani gombong
@ahamad hanafi nt wahabi masih kurang ilmu nggak malu komen gitu nt yang belajar lagi mad ….



khan dah dibilang..Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menggunakan hadits itu untuk menunjukkan bahwa yg dimaksud jamaah adalah Sawadul A’dzam (Mayoritas Umat).
hadits itu ditujukan kepada sesama muslim sedangkan ayat yg ente bawa ditujukan kepada orang kafir, sangat keterlaluan jika ente gunakan ayat itu utk melawan sesama muslim. berarti ente sama saja mengatakan bahwa mayoritas muslimin adalah kafir !!.
ini ane tambahkan hadits yg digunakan utk sesama muslim bukan kepada kafir.
Dari Anas bin Malik ra berkata : “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah kelompok mayoritas.” [HR. Ibnu Majah (3950), Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1220) dan al-Thabarani dalam Musnad al-Syamiyyin (2069).



kalau begitu, pegangan antum bukanlah hadits, melainkan perkataan Ibnu Hajar dan At Thobroni. sepanjang pengetahuan ana yang dangkal ini, tidak ada ayat Al Quran maupun Al Hadits yang menyebutkan bahwa golongan mayoritas adalah tolok ukur kebenaran.
Ishaq bin Rohawaih menjelaskan tentang makna As Sawadul A’zhom, beliau berkata: “Bila anda bertanya pada orang-orang jahil tentang maksud ‘As Sawul A’zhom’, niscaya mereka akan menjawab, ‘Mayoritas manusia’, padahal Al Jama’ah adalah seorang berilmu yang berpegang teguh dengan sunnah Nabi. Barangsiapa mengikuti beliau dan paras alaf yang mengikutinya, maka dialah Al Jama’ah.” (Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya 9/239)
perlu antum perhatikan dari perkataan Ibnu Rohawaih di atas bahwa beliau berkata “dialah Al Jama’ah”,
dengan dhomir tunggal. beliau tidak berkata “merekalah Al Jama’ah” dengan dhomir jamak. artinya, bisa saja seorang diri menjadi Al Jama’ah jika memenuhi syarat, yaitu mengikuti sunnah Nabi dan mengikuti paras alah yang mengikuti beliau.
ayat yang ana bawakan tidak harus ditujukan kepada orang kafir. selalu ingkar, tidak bersyukur, lalai dan lain2 tidak mengharuskan takfir pada mereka.

hadits dari Anas bin Malik yang antum bawakan sebetulnya tidak ada lafadh mayoritas. antumlah yang salah menerjemahkannya. lafadh yang benar seharusnya adalah Al Jama’ah. sudah ana katakan, silakan lihat di kamus bahasa arab manapun, versi wahabi maupun versi asy’ari atau versi syi’ah sekalipun, tidak akan antum menemukan lafadh Al Jama’ah diterjemahkan mayoritas.
Ibnu Mas’ud berkata: “Al Jama’ah adalah sesuai dengan kebenaran sekalipun engkau sendirian.” (Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimsyaq)



makanya khan sudah ane bilang..mayoritas yg berilmu itu harus memliki sanad ilmu kepada Nabi SAW bukan seperti Ibnu Wahab yg uda gak punya sanad ilmu..minoritas lagi..
dasar wahabi keblinger !!!



antum sendiri tidak bisa jawab ketika ana tanya kenapa menerima riwayat dari Mr. Hempher yang seorang kafir, majhul, ahli maksiat, dan tanpa sanad? apa dasar antum menerima riwayat darinya sebagai dalil untuk menjatuhkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab? apakah karena mencocoki hawa nafsu antum?
kemarin antum ana suruh untuk belajar sedikit tentang ilmu jarh wa ta’dhil, sudahkah antum laksanakan? jika sudah, maka ana tanyakan pada antum, apakah ada ulama yang men-jarh (mencela) seorang perowi atau ulama lain dikarenakan dia tidak punya sanad? dan apakah ada ulama yang men-ta’dhil (memuji) seorang perowi atau ulama lain dikarenakan dia mempunyai sanad?
misalnya, “si fulan dho’if atau matruk atau majhul karena tidak punya sanad”. apakah ada komentar seperti ini dari ulama ahli jarh wa ta’dhil, seperti Abu Hatiim, Yahya ibnul Ma’in, Ali Ibnul Madini, At Tirmidzi, Syu’bah Ibnul Hajjaj, Al Mizzy, Adz Dzahaby, Ibnu Hajar dll?



hehe..soal ibnu wahab siapa yg gak tau..dia sendirian melawan mayoritas ulama saat itu.
buktinya sodara dia sendiri sampe bikin kitab yg mengkritik ajaran ibnu wahab.



Nabi Muhammad juga dimusuhi Abu Jahal, pamannya sendiri. begitu pula dalam perang Badr, berapa banyak ayah yang melawan anak, anak melawan ayah, sodara melawan sodara. dua orang yang pada masa jahiliyah menjadi sahabat, kemudian saling bunuh di medan Badr.
sudah biasa jika terjadi pertentangan dalam keluarga. kenapa langsung dihakimi bahwa Syaikh Ibnu Abdil Wahab yang salah sedangkan sodaranya yang menentang itu yang benar? jika kaidahnya seperti itu, maka antum harus menerapkan kaidah ini pada Nabi Muhammad juga.
tapi apa boleh buat. ahli jarh wa ta’dhil tidak menerapkan kaidah seperti ini. ini hanya kaidah yang antum buat-buat sendiri. begitu pula kaidah mengambil perkataan ulama yang lebih populer, yang diakui sanadnya, yang mayoritas, dll. semua kaidah itu tidak dikenal oleh ahlus sunnah wal jama’ah.
lalu siapa yang membuatnya? tentu saja ahlul bid’ah



astaghfirullahal ‘adzhim minkulli dzambin ;adzhim adznabtuhu ‘amdan au khothoan sirron au ‘alaniatan wa atubu ilaihi
( mari saudaraku sesama muslim sesudah berdiskusi ” yang saling Merendahkan/hinaan/cercaan dan tuduhan’ kita ber istighfar mohon ampun Kepada Allah ‘Azza wajalla jangan sampai Allah murka dan syetan bertepuk tangan melihat sesama muslim saling hina saling tuduh dan sebagainya ( انَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُون
( Lana ‘a’maluna walakum ‘a’malukum ( walau kurang Pas dalilnya …..He ))




Terlihat disini jawaban2 saudara Rejeb yg suka lempar kata ‘bahlul’ kpd akh ‘Ajam gak fokus,, klu sudah tdk mampu mjwb ujung2nya ngritik syaikh Ibnu Wahhab lg.
Sebaiknya antum “akh Rejeb tdk gampank merendahkan seseorang dgn perkataan jelek,,apalagi Ulama




AKIBAT SALAH PENAFSIRAN
Hayat Pernah Ajak Warga Pengajian (“Siapapun yang tak sesuai pahamnya dianggap kafir,” )
CIREBON, KOMPAS.com- Warga Jalan Pandesan, Kota Cirebon, pernah menolak ajakan pengajian oleh kelompok Hayat (31), buron kasus bom Cirebon yang juga diduga sebagai pelaku bom bunuh diri di Solo, Jawa Tengah.
Sejak tahun 2001, Hayat cenderung bersikap ekstrem. “Rumah warga di sini didatangi satu per satu untuk diajak pengajian kelompoknya. Tetapi warga banyak menolak, karena perilaku dan cara penyampaian Hayat yang meragukan,” kata Riska (28), salah satu warga Pandesan.
Dalam berpakaian, Hayat tampak biasa. Namun, untuk urusan beribadah, bapak satu anak itu dikenal tidak toleran.
Menurut Uni Sahroni (61), salah satu warga, ia sempat berdebat dengan Hayat mengenai ritual tahlil dan ajaran agama. “Siapapun yang tak sesuai pahamnya dianggap kafir,” kata Uni.
Orangtuanya pun sudah tidak lagi menghiraukan Hayat, karena berbeda pandangan. “Orangtuanya kelihatan stres sejak dia jadi buron,” kata Uni.
HASIL DARI DOKTRIN SALAFIWAHABI



Mas…, mas… Mbok kalo ngomong tu dipikir dulu, to… Jangan suka menebarkan fitnah… Sederhana aja dulu, coba, yang sering bikin pengajian tentang bahaya teroris siapa, salafi bukan…? Coba, yang menerbitkan buku tentang kesesatan paham teroris dan paham yang benar tentang bermu’amalah dengan pemerintah siapa, salafy bukan…? Coba, yang secara lantang menyerukan supaya umat taat sama pemerintah siapa, salafy bukan…?
Saya tidak mengatakan kalau hanya kami saja yang menentang keras sikap terorisme, tapi tulisan anda ttg doktrin salafy wahabi itu, lho… akan menimbulkan kebencian terhadap saudara muslim yang lain… saya takut anda termasuk orang yang menyakiti muslim yang lain, tanpa perbuatan dosa yang mereka lakukan… istighfar, mas



Mas Susilo, kesalahpahaman mengenai Salafi yang mana dikarenakan kaum salafi sangat beragam dan tanpa identitas atau ciri khas yang jelas
Contoh pernyataan beberapa orang yang mengaku salafi
Berikut ini beberapa pernyataan dari beberapa orang
1. Abdurahman Wonosari:
Berkaitan dengan fitnah tahazzub, yang dinukilkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi, dengannya memecah-belah barisan salafiyyin dimana-mana, termasuk di Indonesia. Kemudian fitnah yang ditimbulkan oleh Yayasan Ihya’ ut Turots yang dipimpin oleh Abdurahman Abdul Kholiq serta Abdullah as Sabt.
Abdurahman Abdul Khaliq telah dinasihati secara keras dan sebagian Ulama’ menyebutnya sebagai mubtadi’. Adapun Jum’iyyah Ihya’ ut Turots dan Abdurahman Abdul Khaliq telah berhasil menyusupkan perpecahan sehingga mencerai-beraikan Salafiyyin di Indonesia. Apakah Jum’iyah Ihya’ ut Turots (disingkat JI) ini memecah-belah dengan pemikiran, kepandaian,gaya bicara mereka saja?

2. Abu Ubaidah Syafrudin:
Bahkan sampai ta’ashub dengan kelompoknya, golongannya, sehingga menyatakan bahwa salafy yang murni adalah kelompok salafy yang ada di tempat fulani dan berada di bawah ustadz fulan.
Perpecahan internal ini bisa sangat tajam, sehingga kata-kata yang diucapkan bisa sangat kasar, sehingga tidak layak diucapkan oleh seorang hamilud da’wah (pengemban da’wah),

3. Abdul Mu’thi:
Khususnya yang berkenaan tentang Abu Nida’, Aunur Rafiq, Ahmas Faiz serta kecoak-kecoak yang ada di bawah mereka. Mereka ternyata tidak berubah seperti sedia kala, dalam mempertahankan hizbiyyah yang ada pada mereka.

4. Muhammad Umar As-Sewed:
Adapun Abdul Hakim Amir Abdat dari satu sisi lebih parah dari mereka, dan sisi lain sama saja. Bahwasanya dia ini, dari satu sisi lebih parah karena dia otodidak dan tidak jelas belajarnya, sehingga lebih parah karena banyak menjawab dengan pikirannya sendiri. Memang dengan hadits tetapi kemudian hadits diterangkan dengan pikirannya sendiri, sehingga terlalu berbahaya.
Ini kekurangan ajarannya Abdul Hakim ini disebabkan karena dia menafsirkan seenak sendiri dan memahami seenaknya sendiri. Tafsirnya dengan Qultu, saya katakan, saya katakan , begitu. Ya.., di dalam riwayat ini…ini… dan saya katakan, seakan-akan dia kedudukannya seperti para ulama, padahal dari mana dia belajarnya.
Ketika ditanyakan tentang Abdul Hakim , “Siapa?”, lalu diterangkan kemudian sampai pada pantalon (celana tipis yang biasa dipakai untuk acara resmi ala Barat, red), “Hah huwa Mubanthal (pemakai panthalon, celana panjang biasa yang memperlihatkan pantatnya dan kemaluannya itu)”

5. Dzulqarnain Abdul Ghafur Al-Malanji:
KITA KATAKAN: apalagi yang kalian tunggu wahai hizbiyyun? Abu Nida’, Ahmas Faiz dan kelompok kalian At-Turatsiyyin!! Bukankah kalian menunggu pernyataan dari Kibarul Ulama’? Bahkan “kita hadiahkan” kepada kalian fatwa dari barisan ulama salafiyyin yang mentahdzir Big Boss kalian!! Kenapa kalian tidak bara’ dan lari dari At-Turats?! Mengapa kalian masih tetap menjilat dan mengais-ngais makanan, proyek-proyek darinya?

Walhasil, perpecahan diantara salafi terjadi beberapa kelompok dan diantara mereka merasa paling dirinya paling benar.

Namun berdasarkan kajian kami Salafi terbagi dalam dua golongan utama yakni
Salafi Wahhabi yang anti hizb dan melarang demo terhadap pemerintahan
Salafi haraki/jihadi yang berkelompok (hizb) membolehkan demo atau mengkritisi pemerintahan bahkan dengan kekerasan




Mas Susilo jika anda berkomentar seperti itu.. apakah anda perbah mendengar sendiri dan melihat sendiri pengajian para ust Salafy??? Itu seperti saya dulu pernah ikut dan melihat ada sebuah buku yang dijual di disana ternyata, para Ustd Salafy sangat menentang Pahan Teroris, Buku yang dikeluarkan oleh para Ust Salafy tidak mengajarkan hal tersebut. Justru Bunih diri dengan alasan apapun itu sangat di laknat Allah SWT. Jadi jangan asal komentar. Karena pengajian Salafi tidak mengajarkan hal-hal tersebut. Yang diajarkan adan bisa sangat gambalang mengDownload di http://www.kajian.net/.
Disitu sangat lengkap dan sangat gamblang, bagaimana Salafy mensiarkan Islam sesuai tuntunan Quran dan Hadist. Saya dulu seperti anda yaitu menentang para Ust – Ust Salafy, tetapi setelah mendengarkan dan melihat sendiri, ternyata kajian-kajiannya sangat indah dan tidak ada unsur-2 kekerasan dan perpecahan UMAT. Semoga kita sama-sama belajar Ilmu Agama Islam secara sungguh-sunggu dan Haq. Yang menjadi kita terkadang susah berubah karena (ini khusus untuk saya probadi) Islam yang saya anut adalah dari garis keturunan orang tua, sehingga untuk belajar dan berubah jika ada kekeliruan kita susah untuk melakukannya. Semoga kita seluruh Umat Islam dipertumakan di SUrga Allah SWT kelak. AMin……..

=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar