Belajar dari Somalia

dapat kita ketahui langkah-langkah awal kaum muslim negeri kita dalam membantu saudara-saudara muslim kita di Somalia yang sedang dilanda bencana kelaparan , konflik berkepanjangan dan kemiskinan yang ditimbulkan karena tidak terbentuknya pemerintahan yang berdaulat.
Langkah-langkah yang dilakukan baik oleh kaum muslim di negeri kita maupun kaum muslim seluruh dunia membantu saudara-saudara kita di Somalia pada hakikatnya adalah mengatasi pada bagian hilir (akibat) belum menyentuh bagian hulu (sebab) dari bencana kelaparan dan konflik berkepanjangan di negara Somalia.
Berdasarkan analisa kami hakikat dari bencana kelaparan dan konflik berkepanjangan di negara Somalia adalah bersumber dari ketidak setujuan Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi atas penerapan syariat Islam di negara Somalia.  Hal ini juga hakikat yang terjadi di Palestina, Irak, Afghanistan, Mesir, Libya dan negara-negara kaum muslim lainnya. Di belahan bumi manapun , kaum Zionis Yahudi berupaya agar syariat Islam tidak dapat ditegakkan.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS At Taubah [9]:32)

“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya” (QS Ash Shaff [61]:8)
Kenapa mereka “mampu” membiayai upaya menggagalkan penegakkan syariat Islam ?
Mereka dibantu secara tidak langsung maupun tidak disadari oleh para penguasa negeri yang muslim yang bersekutu dengan mereka seperti yang dilakukan oleh Raja Abdullah, penguasa kerajaan dinasti Saudi maupun yang dilakukan oleh penguasa negeri kita sendiri dan penguasa-penguasa negeri yang muslim namun merupakan penguasa “boneka” dari Amerika.
Para penguasa negeri yang muslim memberikan bantuan keuangan bagi Amerika dan sekutunya dengan bekerjasama dalam pengelolaan sumber daya alam yang dikaruniakan Allah Azza wa Jalla dan bentuk-betuk kerjasama lain yang memberikan kekuatan keuangan bagi Amerika.
Mereka yang menjadikan Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercayaan adalah penyebab kelaparan, konflik berkepanjangan dan kemudharatan lainnya bagi kaum muslim di muka bumi ini.
Allah Azza wa Jalla telah memperingatkan bahwa menjadikan kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercayaan akan menimbulkan kemudharatan tiada henti-hentinya.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (Ali Imran, 118)

“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (Ali Imran, 119)
Setelah resolusi PBB mengenai pemecahan Palestina dan pendirian Israel, Pangeran Faisal (masih belum menjadi raja) mendesak ayahandanya supaya memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat, tetapi desakannya itu ditolak.
Selepas skandal keuangan Raja Saud, Pangeran Faisal dilantik menjadi pemerintah sementara. Pada tanggal 2 November 1964, ia dilantik menjadi raja setelah Raja Saud di usir keluar dari Arab Saudi ke Yunani.
Raja Faisal melakukan banyak reformasi sewaktu menjadi raja, diantaranya adalah memperbolehkan anak-anak perempuan bersekolah, televisi, dan sebagainya. Usahanya ini mendapat tentangan dari berbagai pihak karena perkara-perkara ini dianggap bertentangan dengan Islam. Ia berasa amat kecewa saat Israel memenangkan Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Pada tahun 1973, Raja Faisal memulai suatu program yang bertujuan untuk memajukan kekuatan tentara Arab Saudi. Pada tanggal 17 Oktober 1973, ia menghentikan ekspor minyak Arab Saudi ke Amerika Serikat yang menyebabkan harga minyak di Amerika Serikat melambung tinggi. Hal ini dilakukan untuk mendesak Amerika Serikat agar menekan Israel keluar dari wilayah Palestina.
Namun kenyataan yang “tampak” kemudian adalah pada tanggal 25 Maret 1975, Raja Faisal ditembak mati oleh anak adiknya, yaitu Faisal bin Musad.
Raja Faisal adalah salah atu sosok penguasa negeri yang mentaati peringatan Allah Azza wa Jalla untuk tidak menjadikan kaum Zionis Yahudi sebagai teman kepercayaan.
Diluar masalah kepemimpinan Saddam Husein , beliau juga “memerangi” Amerika yang dibelakangnya adalah kaum Zionis Yahudi. Salah satu alasan Amerika menggulingkan Saddam Husein adalah disebabkan beliau mempelopori penggantian mata uang dolar sebagai alat tukarnya, termasuk dalam komoditi minyak.
Seperti apa yg dirumuskan oleh Nowmky, bahwa globalisasi merupakan konspirasi negara-negara barat, maka Globalisasi tersebut dijadikan negara-negara barat untuk menguasai bidang-bidang tertentu sehingga mereka bisa mengontrol apapun yang dikehendakinya. Globalisasi itu sangat berpengaruh pada aspek ekonomi maupun perdagangan. Sumber-sumber ekonomi negara-negara berkembang maupun sedang berkembang dikuasai oleh barat. Dimana di dalamnya ada konspirasi untuk menguasai dunia lewat hegemoninya. Dan di dunia perdagangan, dolar merupakan salah satu jalan untuk memudahkan konspirasi itu.
Perdagangan dunia sekarang ini, tak lebih dari sekedar permainan, dimana AS menyediakan dolar dan negara lainnya menyediakan komoditas yang bisa dibeli dengan dolar. Dunia yang begitu terbelit ekonominya satu sama lainnya, berupaya keras untuk melakukan hubungan dagang dengan harapan memperoleh keuntungan komparatif. Mereka bersaing dengan memaksimalkan ekspor yang sebesar-besarnya untuk mendapatkan dolar, yang pada akhirnya bisa dipakai untuk membayar utang negara dalam bentuk Dolar, dan untuk mempertebal cadangan devisa agar nilai tukar Mata Uang Domestiknya terpelihara…”(Asia Times, 11 April 2002).
Penggunaan dolar sebagai alat tukar (uang kartal) dalam transaksi-transaksi dimulai ketika negara-negara OPEC pada tahun 1971 menerima dengan “ikhlas dan sukarela” dolar sebagai satu-satunya alat tukar dalam transaksi jual beli minyaknya. Dan mulai saat itu pula hegemoni AS berjalan lancar untuk menguasai dunia. Selanjutnya bidang-bidang lainnya kemudian menjadi latah dan ikut-ikutan menggunakan dolar sebagai alat tukar. Akibatnya negara-negara lain harus mengikuti perkembangan nilai dolar yang semakin menurun ketimbang dengan menggunakan uang dengan back up emas yang justru nilainya semakin meningkat.  Bahkan nilai Euro lebih besar dari dolar. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan holey dolar di Australia dimana dolar tersebut di beking oleh emas sehingga bisa meningkatkan nilai totalnya sebesar 25 % dan mencegah keluarnya logam dari koloni.
Padahal jika mereka mengetahui sejarah dolar yang dikeluarkan oleh federal reserve yang merupakan bank buatan yahudi, maka tidak akan ada negara yang menggunakan dolar. Awal terbentuknya dolar itu sendiri sarat dengan tujuan menguasai negara lain.  Sebagaimana yang dikatakan oleh  seorang milyuner Yahudi  kelahiran Jerman yang memegang kerajaan dunia perbankan di Eropa, Meyer Amshel Rothchild (1743-1812),  give me control over a nations economic and I don’t care who writes its laws. Sedangkan James Abram Garfiled menyatakan  bahwa Whom ever that control the money or economic of nation , they would control the nation too.
Dari apa yang dikatakan Rotchild dan Garfield penguasaan atas suatu negara tidak harus dengan mengepur dengan persenjataan tetapi cukup dengan menguasai ekonominya melalui menguasaan mata uangnya. Inilah kunci dari permainan ekonomi AS dalam  menguasai dunia. Ini hanya salah satu aspek saja hegemoni dari AS (barat) saja dan masih banyak aspek lain.
Seperti yang dikatakan oleh Henry Ford, presiden AS, “Barangkali ada bagusnya rakyat Amerika pada umumnya tidak mengetahui asal-usul uang kartal dolar, karena jika mereka mengetahuinya, saya yakin esok pagi akan timbul revolusi“. Selain itu pada dasarnya siapa pun yang menggunakan dolar, maka mereka mempunyai utang atau bunga di federal reserve, secara rasional semakin banyak uang dengan dolar maka semakin banyak pula bunga (utang) yang diperoleh.
Di era globalisasi ini, penggunaan dolar sebagai alat tukar internasional di segala bidang masih dilakukan akan tetapi dengan adanya inflasi dolar di AS pada tahun 2008 yang mempengaruhi seluruh negara dibelahan dunia itu membuat banyak negara ingin berpaling dari dolar. Pada tahun 1995 saja, menurut data UNCTAD-WB-WTO, mata uang ekspor dunia dalam dolar sebesar 47,6 %. Sedangkan koleksi Dolar di negara-negara berkembang dalam cadangan devisanya sebanyak 63,5 % dan jumlah utang Jeratan utang dalam bentuk dolar di negara-negara berkembang sebesar 50 %.
Kekhawatiran AS meningkat ketika Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad mengusulkan agar negara-negara OPEC mengganti mata uang transaksi minyak dari dolar ke euro pada pertemuan KTT OPEC bulan Nobember 2007.  Tuntutan menggusur dolar AS diperjuangkan kelompok negara anti-AS yang dipelopori Iran dan Venezuela.  Namun, sampai KTT berakhir, sama sekali tidak disebut-sebut soal usul pengubahan patokan mata uang ini. Diduga, kubu pro-AS yang dimotori Arab Saudi mengeblok usul radikal tersebut.
Menurut analisa William Engdahl dari Global Research,  “memiliterisasi” selat Mandab dan perompak Somalia adalah merupakan upaya AS untuk menekan negara-negara OPEC agar tetap melakukan transaksi dalam dollar Amerika.  Semua negara  Arab Saudi, Mesir, Somalia, Jibouti, Eritrea, Sudan, dan Yaman saling berhadapan dengan Selat Mandab (Bab el Mandab) yang super-strategis, tanker-tanker minyak dari Teluk Persia harus lewat ke Selat Mandab, baru kemudian melewati Kanal Suez, dan menuju Mediterania.
Engdahl kemudian menyoroti kasus bajak laut Somalia yang membuat kacau di Selat Mandab selama dua tahun terakhir. Pertanyaannya: bagaimana mungkin bajak laut dari Somalia, sebuah negara yang berada di nomor teratas dalam list ‘negara gagal’ (failed state) sampai punya senjata dan logistik yang canggih, sampai-sampai dalam dua tahun terakhir mampu membajak 80 kapal dari berbagai negara? Bahkan pembajak Somalia itu memakai gaya-gaya penjahat di negara maju: menelpon langsung kantor koran Times di Inggris, memberitahukan bahwa mereka sudah membajak.
Merajalelanya perompak Somalia di Selat Mandab memberi alasan kepada AS untuk menaruh kapal perangnya di sana. Pemerintah Mesir, Sudan, Jibouti, Eritrea, Somalia, Arab Saudi, sudah terkooptasi oleh AS sehingga diperkirakan tidak akan memberikan reaksi negatif bagi militerisasi AS di Selat Mandab. Kini, masih ada satu negara di sekeliling Selat Mandab yang masih perlu ditaklukkan: Yaman.
Pemerintah Yaman memang pro-AS, tapi masalahnya, Presiden Ali Abdullah Saleh tidak cukup kuat untuk mengontrol negaranya, karena itulah dia harus ‘digulingkan’. Aksi-aksi protes di Yaman saat ini, karenanya, sangat bersesuaian dengan keinginan AS.
Begitupula apa yang terjadi di negara Somalia setelah sejak jatuhnya pemerintahan militer di bawah diktator Mohammed Siad Barre, negara Somalia menjadi negara yang tidak aman. Berbagai konflik terus mendera negara ini. Mulai dari kelaparan hingga perang saudara. Sejak tahun 1991, Somalia merupakan negara yang sering sekali terjadi perang saudara. Perang yang bermula dari meluapnya kemarahan rakyat kepada pemerintahan Mohammed Siad Barre kala itu, ternyata terus berlanjut hingga 15 tahun lamanya. Perang saudara tersebut mengakibatkan terpecahnya beberapa wilayah Somalia, dan berdirinya dua blok politik yang berseberangan antara satu dengan lainnya. Yang pertama bernama Somaliland dan yang kedua bernama Puntland. Keduanya saling mengklaim sebagai negara yang sah dan berdaulat. Tidak hanya itu, sebagian wilayah Somalia lainnya pun terpecah menjadi beberapa bagian dalam klan-klan Somalia.
Pemerintahan Somalia yang diakui dunia internasional adalah “Pemerintahan Transisi Nasional”, dikepalai oleh Abdul Kassim Salat Hassan yang kemudian, diganti dengan Abdullah Yusuf pada parlemen transisional Somalia ditahun 2004.  Kendati legalitas pemerintahan Abdullah Yusuf diakui oleh masyarakat internasional, akan tetapi ia tidak mengantongi otoritas aktual dalam pemerintahannya. Artinya banyak kebijakan dan keputusan strategis negara yang didikte dan dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu.
Kondisi yang serbakacau, akhirnya mendorong para ulama dan tokoh agama membentuk Uni Pengadilan Islam atau Union of Islamic Court (UIC) tahun 2003. Mereka pun menjadi tandingan Pemerintah Federal Sementara (PSF) pimpinan Presiden Abdullahi Yusuf Ahmad yang kurang disukai rakyat.
UIC pimpinan Sharif Syekh Ahmed berusaha menghentikan krisis berkepanjangan di negeri berpenduduk mayoritas Muslim itu dengan menerapkan syariat Islam. Bagi UIC, hanya Islam yang bisa menyatukan Somalia. UIC, berbasis di utara ibukota Mogadishu, berusaha mengembalikan ketertiban dan syariah Islam di kota yang marak dengan tindakan anarki.
UIC terdiri dari berbagai kelompok Islam di Somalia. Rakyat Somalia menyambut baik kehadiran UIC.   ”Akhirnya kami melihat berakhirnya pembunuhan warga sipil dan perampokan terhadap rumah-rumah mereka,” kata Amina, aktivis kemanusiaan di selatan Mogadishu.  Ia menambahkan,”Toko-toko yang menjual narkotika juga sudah ditutup”.
Warga di kota-kota besar seperti Mogadishu, Jowhar, dan Balad mengatakan, transportasi kini lebih lancar, binis mulai menggeliat, dan senjata-senjata sudah tidak terlihat lagi di jalan-jalan. “Kami akhirnya menikmati situasi yang aman dan stabil” kata Ali Mayo, seorang warga Mogadishu pada situs Islamonline.
Dalam waktu singkat, UIC mampu menarik simpati warga.  . UIC menguasai seluruh bagian ibukota pada Juni 2006 dengan mengusir para kepala suku berhaluan sekuler pro-Amerika.  Sebagian besar wilayah, seperti Jowhar, Kismayo, Beledweyne, dikuasai, dengan basis di Mogadishu.
Ketika itulah, syariat Islam diterapkan di wilayah-wilayah ini. UIC juga memberikan bantuan sosial, kesehatan, dan pendidikan kepada warga.Hanya saja, tampilnya UIC dengan syariat Islam cukup mengkhawatirkan negara-negara tetangga yang non-Muslim, juga pihak Barat. Mereka tidak ingin pengaruh Islam makin meluas di benua Afrika, yang dipandang bisa menumbuhkan kelompok-kelompok garis keras.
Maka, pada Desember 2006, pasukan PSF dengan didukung tentara Ethiopia dan negara Barat, menyerang basis-basis UIC. Serangan ini membuat UIC terdesak dari Mogadishu sebelum kehilangan seluruh wilayah. Mereka selanjutnya bergerilya. Pertikaian panjang tak terhindarkan. PBB mengirimkan pasukan perdamaian untuk meredam konflik. Meski begitu, para pejuang Islam berikrar untuk terus melawan pemerintah dukungan Barat, mengusir tentara asing, sekaligus mengembalikan penerapan syariat Islam di seluruh wilayah Somalia.
Dari pengamatan koresponden BBC, Mohammad Olad Hassan, meski telah tersingkir, syariat Islam yang diusung UIC sudah kadung dicintai oleh warga Somalia. Parameternya bisa terlihat ketika UIC berkuasa. Masyarakat menilai, saat hukum Islam dijalankan, tercipta kondisi aman. “Stabilitas terwujud, juga tidak muncul kekhawatiran terhadap tindak kejahatan dan peredaran narkoba,” kata dia.
Oleh karena itulah, sebenarnya pengaruh Islam pada aspek kemasyarakatan dan kekuatan politik tidak lenyap begitu saja. Warga, sambung Olad Hassan, tetap menghormati hukum Islam, kendati pemerintah lebih condong pada pengaruh Barat.
Sementara itu, Haroun Hassan, jurnalis Somalia yang bertugas di London, mengonfirmasi bahwa masyarakat Somalia cenderung memilih syariat Islam karena merasa kecewa dengan sistem demokrasi ala Barat. “Dalam pandangan warga, sistem politik modern yang diadopsi pemerintah justru melanggengkan praktik korupsi, nepotisme, dan tata kelola yang buruk,” katanya.
Mohammad Olad Hassan lantas menegaskan, rakyat Somalia menginginkan elemen-elemen Islam kembali terlibat pada pemerintahan baru yang akan dibentuk kemudian. Mereka berdoa agar syariat Islam hadir sebagai unsur utama lagi. Doa itu dikabulkan Allah Subhanahu wa ta’ala. Setelah melalui perundingan panjang, tercapai kesepakatan antara pemerintah dengan pejuang Islam. Ada dua butir penting, yakni penarikan mundur pasukan Ethiopia dan berlanjut pada penerapan syariat Islam di seluruh negeri.
Kalangan dunia Islam menyambut gembira keputusan parlemen Somalia yang menyepakati secara aklamasi pemberlakuan syariat Islam. Situs eramuslim melaporkan, keputusan ini merupakan cerminan keinginan rakyat yang menginginkan hidup di bawah hukum Islam.
Presiden Somalia terpilih Syaikh Syarif Syekh Ahmad menyetujui gencatan senjata dan penerapan syariat Islam guna mengakhiri konflik panjang yang melanda negara itu.
Ketua Himpunan Ulama Muslim Internasional, Dr Yusuf Al Qaradhawi, melalui utusannya menyampaikan seruan terhadap semua faksi perjuangan di Somalia melakukan pembicaraan damai.
Seruan ini rupanya disambut positif Syeikh Syarif. ”Kami tegaskan respon kami atas seruan anda ”tanpa syarat”, dan kami telah siap melakukan kerja sama dengan Anda dan berusaha agar apa yang Anda, yang kami amat mengharapkan keberhasilannya”, ungkap Syarif.
Syarif juga menegaskan bahwa pihaknya juga siap menerima faksi-faksi lain yang berbeda pendapat dengannya untuk melakukan pembicaraan damai untuk mewujudkan Somalia yang terbabas dari cengkraman penjajah dan menerpakan syari’at Islam di semua lini kehidupan.
Sebagaimana diketahui, setelah Syarif diangkat menjadi pemimpin Somalia pada Januari  2009 lalu, faksi pejuang Somalia terbagi menjadi dua, antara pendukung dan penentang.
Sebagian kelompok Mahakim Al Islami, yang dipimpin oleh Syeikh Abdul Qadir Ali Umar, Harakah Al Ishlah (Ikhwan Al Muslimun), Harakah Tajammu’ Al Islami dan Jama’ah Ahlu Sunnah wa al Jama’ah adalah 4 faksi menyatakan dukungan kepada Syarif.
Sedangkan Harakah As Syabab Al Mujahidin serta Al Mahakim Al Islami wilayah Asmarah, Al Jabhah Al Islamiyah serta Mu’askar Anuli, yang bergabung dalam Hizb Al Islami.
Syeikh Syarif sebagai kepala pemerintahan transisi menegaskan, “Islam adalah dasar dalam setiap gerak pemerintah Somalia.”  Akan tetapi Syeikh Syarif menolak pemikiran Syabab Mujahidin yang menurutnya masih jauh dari konsep Islam ideal.
Tampaknya permasalahan di Somalia selain menghadapi campur tangan pihak asing juga permasalah internal dalam Somalia yakni perbedaan pemahaman terhadap syariat Islam.
Pemahaman saudara-saudara kita yang tergabung pada As Syabab atau Hizb Al Islami dapat mempermasalahkan makanan ringan berbentuk segitiga dengan isi daging cincang dan sayur yang dinamakan samosa atau sambusa yang merupakan makanan yang populer di negara-negara Afrika.
Sebuah surat kabar di Kenya melaporkan bahwa samosa sudah tak lagi ditemukan di kota Afgoye, Somalia. Hukuman berat akan dijatuhkan bagi siapapun warga Somalia yang ketahuan memasak, membeli, atau bahkan mengonsumsinya
Menurut harian Daily Mail, Selasa, 26 Juli 2011, kelompok militan Al-Shabaab mengumumkan larangan ini dengan menggunakan mobil berpengeras suara ke seantero negeri. Tidak ada penjelasan resmi dari Al-Shabaab mengenai alasan pelarangan makanan tersebut.
Begitu pula langkah-langkah kelompok militan Al Shabaab menghancurkan kuburan Sheikh Mohidin Eli dan kuburan Sheikh Ahmed Haji dikarenakan  bagi pemahaman mereka telah terjadi pemujaan terhadap kuburan atau ahli kubur.
Sheikh Abdukadir Sheikh Abukar (Somow), salah seorang petinggi kelompok “Ahlu Sunnah wal Jama’a” yang ikut memerangi Mujahidin Al-Shabaab dan bekerjasama dengan pemerintah mengutuk keras perusakan kedua kuburan tersebut.
Dengan pemahaman seperti itu,  jelaslah kelompok militan Al Shabaab yang tergabung dalam Hizb al Islami mengikuti pemahaman Ibnu Taimiyah (Salafi) namun jalur pemahaman yang membolehkan hizb atau berkelompok dan membolehkan “mengkritik” pemerintahan yang sah atau yang dikenal dengan Salafi Jihadi.
Menteri luar negeri Somalia menuduh kelompok perlawanan Al-Shabaab dan Islam Hizbul yang bertanggung jawab atas merajalelanya pertumpahan darah di wilayah tanduk yang dilanda perang negara Afrika.
“Kedua kelompok militan ini pada kesempatan lalu telah menolak untuk menerima perundingan damai yang diusulkan dalam rangka untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas komprehensif di seluruh negeri.“
“Mereka tetap melakukan serangan militan mereka yang telah meninggalkan Somalia dalam kondisi berantakan dan banyak korban jiwa sipil jatuh,” seorang koresponden Press TV di Mogadishu mengutip pernyataan Abdullahi Mohamed Omar yang mengatakan di istana presiden pada hari Kamis kemarin (18/11). Sumber:
Jadi kelompok militan As Shabaab yang tergabung dalam Hizb Al Islami dengan pemahaman mereka terhadap syariat Islam namun membolehkan tindakan makar terhadap pemerintahan yang sah dan dipimpin oleh seorang yang telah bersyahadat (muslim) dan masih sholat.
Kelompok berpemahaman Salafi Jihadi pula yang “terjun” belakangan ke Gaza, Palestina dibawah otoritas Hamas dan Fatah.  Perbedaan pemahaman menimbulkan insinden di masjid Ibnu Taimiyah hingga mengakibatkan korban tewas dari pejuang Jund Ansharallah sheikh Abu Nuur Al Maqdisi. Jund Ansharallah adalah bagian dari pendukung jihad global di bawah arahan/kepemimpinan Al Qaidah sebagaimana kelompok militan As Shabaab yang tergabung dalam Hizb Al Islami. Di Palestina, akhir-akhir ini,  perbedaan pemahaman dapat mencetus peledakan bom di sebuah pesta pernikahan dikarenakan yang hadir bercampur baur antara pria dan wanita.
Sampai saat ini, kami tidak sependapat dengan tindakan Al Qaidah di bawah  kepemimpinan Osama bin Laden  terhadap tragedi 911 yang justru menjadikan alasan bagi Amerika untuk membunuh saudara-saudara muslim kita kaum Ahlusunnah wal Jama’ah atau kaum Sunni di berbagai negara kaum muslim. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
dan
Hikmah dari uraian yang cukup panjang dari kami kali ini adalah kita dapat mengambil pelajaran bahwa upaya penerapan syariat Islam dalam sistem pemerintahan,  sebaiknya dilakukan tanpa menimbulkan  korban jiwa sesama muslim, bencana kelaparan dan kemudharatan lainnya.
Kita sebaiknya lebih mengedepankan Ukhuwah Islamiyah, persatuan dan kesatuan kaum muslim dengan menyamakan pemahaman terhadap Syariat Islam dengan upaya  penjernihan (tashfiyah), pembersihan (tanqiyah) dari unsur-unsur ghazwul fikri yang dilakukan oleh pusat-pusat kajian Islam yang didirikan oleh kaum non muslim, orientalis, imperialis yang dibelakang semuanya adalah kaum Zionis Yahudi. Sebagian telah kami uraikan dalam tulisan pada
Pemahaman terhadap Al Qur’an dan Hadits hendaklah tidak bersandar kepada pemahaman secara ilmiah / rasional / logika / dzahir / harfiah / tersurat namun pemahaman hendaknya dikembalikan kepada (karunia) Allah Azza wa Jalla yakni secara hikmah /bathin / tersirat. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/08/23/pemahaman-secara-hikmah/   Sebagian Ulama (ahli ilmu) di zaman modern ini membangun keyakinannya secara ilmiah (alasan logis) atau keyakinannya semata-mata berdasarkan bukti-bukti yang tampak dan argumen deduktif, maka mereka membangun keyakinan dengan dasar yang tak bisa diandalkan seperti buih di laut. Pemahaman secara hikmah yang menimbulkan keyakinan dan ketauhidan yang tidak akan goyah oleh karena makanan ringan berbentuk segitiga atau penghormatan kepada sebiuah bendera.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Setelah aku wafat, setelah lama aku tinggalkan, umat Islam akan lemah. Di atas kelemahan itu, orang kafir akan menindas mereka bagai orang yang makan dengan rakus.” Sahabat bertanya, “Apakah ketika itu umat Islam lemah dan musuh sangat kuat?” Sabda Rasulullah, “Bahkan masa itu mereka lebih ramai tetapi tidak berguna, tidak berarti dan tidak menakutkan musuh. Mereka ibarat buih di laut.” Sahabat bertanya lagi, “Mengapa seramai itu tetapi seperti buih di laut?” Jawab Rasulullah, “Karena ada dua penyakit yaitu mereka ditimpa penyakit Al Wahan.” Sahabat bertanya lagi, “Apakah itu Al Wahan?” Rasulullah bersabda, “Cinta dunia dan takut mati”.
Langkah mudah yang dapat diambil oleh para penguasa negara yang muslim “untuk menakutkan musuh” atau  untuk menghentikan hegemoni Amerika yang dibelakangnya adalah kaum Zionis Yahudi dengan secara perlahan namun pasti untuk tidak menjadikan mereka teman kepercayaan dan melepaskan kaitan alat tukar dari mata uang dolar, kembali mengkaitkannya dengan alat tukar yang dikehendaki Allah Azza wa Jalla yakni emas.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
 =====
29 Agustus 2011 oleh mutiarazuhud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar