Mereka saja benar

Pendapat mereka tentang Imam Nawawi sebagai berikut,
“Secara umum beliau termasuk salafi dan berpegang teguh pada manhaj ahlul hadits, tidak terjerumus dalam filsafat dan berusaha meneladani generasi awal umat dan menulis bantahan untuk ahlul bid’ah yang menyelisihi mereka“.
“Namun beliau tidak ma’shum (terlepas dari kesalahan) dan jatuh dalam kesalahan yang banyak terjadi pada uluma-ulama di zaman beliau yaitu kesalahan dalam masalah sifat-sifat Allah Subhanah“.
“Beliau kadang men-ta’wil dan kadang-kadang tafwidh. Orang yang memperhatikan kitab-kitab beliau akan mendapatkan bahwa beliau bukanlah muhaqqiq dalam bab ini, tidak seperti dalam cabang ilmu yang lain. Dalam bab ini beliau banyak mendasarkan pendapat beliau pada nukilan-nukilan dari para ulama tanpa mengomentarinya.“

“Adapun memvonis Imam Nawawi sebagai Asy’ari, itu tidak benar karena beliau banyak menyelisihi mereka (orang-orang Asy’ari) dalam masalah-masalah aqidah yang lain seperti ziyadatul iman dan khalqu af’alil ‘ibad.“
“Karya-karya beliau tetap dianjurkan untuk dibaca dan dipelajari, dengan berhati-hati terhadap kesalahan-kesalahan yang ada.”
Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa kerajaan Saudi ditanya tentang aqidah beliau dan menjawab: “Lahu aghlaath fish shifat” (Beliau memiliki beberapa kesalahan dalam bab sifat-sifat Allah).
Pendapat mereka yang lain,

“Ibnu Hajar dan An Nawawi rahimahumallah memang dalam beberapa masalah aqidah terdapat ketergelinciran terutama dalam pembahasan Asma’ wa Shifat, di mana mereka berdua di antara orang yang mentakwil makna nama dan sifat Allah tanpa dalil. Namun demikianlah kesalahan ini tertutupi dengan kemanfaatan ilmu dan keutamaan mereka. Moga Allah merahmati mereka.“
Mereka anti ta’wil dan tafwidth terhadap ayat-ayat mutasyabihat atau ayat-ayat yang mempunyai makna lebih dari satu atau ayat-ayat-ayat yang dapat menyerupakan Allah Azza wa Jalla dengan makhlukNya jika maknanya sesuai dengan yang diterjemahkan atau maknanya dibiarkan saja sesuai yang teertulis tanpa diambil pelajaran dari ayat-ayat tersebut.

Mereka boleh jadi serupa i’tiqodnya dengan mereka yang di dalam video berikut ini
video http://www.youtube.com/watch?v=CaT4wldRLF0 mulai pada menit ke 03 detik 15
I’tiqod mereka bahwa Allah ta’ala punya tangan namun mereka tambahkan bahwa tangan Allah ta’ala tidak serupa dengan tangan makhluk.
Berikut transkriptnya,

“Ya sudah kalau kita apa, misalkan tangan Allah, ya sudah itu tangan Allah
Allah punya tangan akan tetapi apakah tangan Allah seperti tangan makhluk ? tidak.
Sedangkan sama sama makhluknya Allah subhanahu wa ta’ala, kaki gajah dengan kaki semut ndak sama. Sama-sama kaki namanya. Kaki meja dengan kaki kamera ini yang untuk tahan sandaran ini, ndak sama.
Apalagi tangan Allah subhanahu wa ta’ala dengan tangan makhluknya ndak sama karena Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman “Laisa kamitslihi syai’un wahuwa samii’u bashiir” tidak ada yang sama dengan Allah subhanahu wa ta’ala, apapun di dunia ini, adapun kalau sama namanya ndak sama bentuknya dan rupanya.”

Pendapat Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad yang sebaiknya kita ingat selalu agar kita terhindar dari kekufuran dalam i’tiqod / akidah.
“Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”
“Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis mutasyabihat, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran”.
Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam “Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn ‘Arabi” mengatakan “Ia (ayat-ayat mutasyabihat) memiliki makna-makna khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiapa memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaimana makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, betempat), ia kafir secara pasti.”

Selengkapnya silahkan baca uraian dalam tulisan pada

Kalau kita perhatikan lebih seksama maka mereka pada hakikatnya mempunyai kesamaan dalam i’tioqd namun berbeda dengan i’tiqod kaum muslim pada umumnya. Inilah yang dimaksud dengan firqoh yang berbeda dengan kaum muslim pada umumnya. Silahkan periksa firqoh-firqoh yang telah ada dalam tulisan pada
Sungguh memang ada kaum yang dapat mengambil pelajaran dari firman-firman Allah ta’ala dan sunnah Rasulullah, walaupun mereka telah sedikit. Mereka adalah Ulil Albab dengan ciri utamanya adalah,
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Ali Imran [3] : 191).
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Al-Baqarah [2]: 269).
Ulil Albab melakukan ta’wil atau tafwidth dalam rangka mengambil pelajaran atau hikmah dari firman Allah Azza wa Jalla namun mereka tidak “mencari-cari” takwil. Hal ini dibenarkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam firmanNya yang artinya, “Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan Ulil Albab” (QS Ali Imron [3]:7 )

Selengkapnya,
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu.
Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah.
Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.”
Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan Ulil Albab“. (QS Ali Imron [3]:7 )
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar