Ikutilah jumhur ulama

Ikutilah kelompok mayoritas di atas jalan yang lurus
Dalam tulisan kami sebelumnya padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/29/maksud-yang-berbeda/  memuat Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang merupakan pedoman bagi kita agar mengikuti as-sawaad al-a’zhom (jama’ah kaum muslimin yang terbanyak), karena kesepakatan mereka (as-sawaad al-a’zhom) mendekati ijma’, sehingga kemungkinan keliru sangatlah kecil.
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Begitupula ulama-ulama yang sholeh menjelaskan
al-Imam as-Suyuthi rahimahullaah menafsirkan kata As-sawadul A’zhom sebagai sekelompok (jamaah) manusia yang terbanyak, yang bersatu dalam satu titian manhaj yang lurus. (Lihat: Syarah Sunan Ibnu Majah: 1/283).
Menurut al-Hafidz al-Muhaddits Imam Suyuthi, As-Sawad Al-A’zhom merupakan mayoritas umat Islam.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Atsqolani menukil perkataan Imam Ath-Thabari mengenai makna kata “jamaah” dalam hadits Bukhari yang berbunyi, “Hendaknya kalian bersama jamaah”, beliau berkata, “Jamaah adalah As-Sawad Al-A’zhom.” (Lihat Fathul Bari juz 13 hal. 37)
Ibnu Hajar al-Atsqolani pun memaknai “Jama’ah” sebagai As-Sawad Al-A’zhom (mayoritas umat Islam).
Namun mereka bersikukuh untuk mengikuti golongan minoritas yang mengaku  berpegang teguh pada Manhaj Salafus Sholeh bahkan mengaku pula mengikuti Manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah
Bagaimana mungkin benar pengakuan mereka bahwa mereka mengikuti Manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah sedangkan mereka dengan bersikukuh untuk mengikuti golongan minoritas, dengan sendirinya telah membantah Sunnah Rasulullah agar mengikuti  “kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham)”
Mereka secara tidak sadar telah berdusta bahwa mereka i’ttiba li Rasulihi karena kenyataannya mereka taqlid kepada ulama/ustadz mereka untuk mengikuti golongan minoritas  bahkan mengaku di atas manhaj Salafush Sholeh atau manhaj/mazhab Salaf
Sebagaimana yang kami sampaikan  dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/27/antara-salaf-dan-salafi/Mazhab/manhaj Salaf walaupun namanya terkait Salaf (terdahulu) namun sebenarnya adalah perkara baru yang tidak pernah dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maupun para Salafush Sholeh. 
Apa yang dimaksud mereka sebagai manhaj Salafush Sholeh atau Manhaj/Mazhab Salaf adalah jalan/cara yang dipahami oleh segilintir ulama (kelompok minoritas) yang berupaya memahami lafazh / tulisan ulama Salaf yang Sholeh namun pemahaman segelintir ulama (kelompok minoritas) tersebut bisa benar dan bisa pula salah.
Ulama yang menggagas adanya mazhab/manhaj Salaf salah satunya adalah ulama Ibnu Taimiyah
Beliau berfatwa,
“Barangsiapa mengingkari penisbatan kepada salaf dan mencelanya, maka perkataannya terbantah dan tertolak ‘karena tidak ada aib untuk orang-orang yang menampakkan madzab salaf dan bernisbat kepadanya bahkan hal itu wajib diterima menurut kesepakatan ulama, karena mazhab salaf itu pasti benar” [Majmu Fatawa 4/149]

Jadi pada hakikat yang disebut kelompok minoritas yang berada di atas manhaj salaf, pada hakikatnya adalah para pengikut ulama Ibnu Taimiyah atau umumnya disebut kaum Salafi.
Kemudian tumbuh salah satu jalur pemahaman ulama Ibnu Taimiyah lewat pemahaman  ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang disebut kaum Salafi Wahhabi atau disingkat kaum Wahhabi
Perkembangan selengkapnya pemahaman ulama Ibnu Taimiyah dan jalur-jalurnya kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/05/2011/06/21/pemahaman-ibnu-taimiyah/
Dengan mereka mengikuti kelompok minoritas atau mengikuti Salafi  atau pemahaman Salaf ala ulama Ibnu Taimiyah  dengan sendirinya membuktikan bahwa mereka bukan di atas manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah karena Ahlussunnah wal Jama’ah mengikuti/menjalani sunnah Rasulullah untuk mengikuti as-sawaad al-a’zhom (jama’ah kaum muslimin yang terbanyak),
Mereka berpendapat bahwa  kebanyakan kaum muslim bangga dengan jumlah yang banyak, dan menganggap yang banyak itu adalah benar
Kami tidak membanggakan diri dengan mengikuti  as-sawaad al-a’zhom(jama’ah kaum muslimin yang terbanyak) namun kami sekedar ittiba li Rasulihi , mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Mereka lagi-lagi membantah  bahwa yang banyak itu belum tentu benar dengan mempergunakan firman Allah Azza wa Jalla antara lain,
“Tetapi kebanyakan manusia tidak beriman”. ( QS Hud : 17
“Tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” ( QS. Yusuf : 21 )
“Tetapi kebanyakan manusia itu tidak mensyukuri (Nya)”. ( QS. Yusuf : 38, QS. Al Baqoroh : 243 )
“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” ( QS. Yusuf : 40 dan 68, QS. An Nahl : 38, 75 )
“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya” ( QS. Yusuf : 105 )
“Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir”. ( QS. An Nahl : 83 )
“Tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari (nya)”. ( QS. Al Israa’ : 89 )
“Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah”. ( QS. Al Kahfi : 54 )

Firman Allah Azza wa Jalla yang mereka sampaikan adalah banyak dari orang-orang  yang salah, yakni “manusia tidak beriman”, “manusia tiada mengetahui”, “manusia tidak mensyukuriNya”, “manusia yang berpaling”, “orang-orang kafir”, “manusia yang mengingkariNya”, “makhluk yang paling banyak membantah”
Firman Allah Azza wa Jalla tersebut bukanlah yang dimaksud dengan   as-sawaad al-a’zhom (jama’ah kaum muslimin yang terbanyak) namun banyak dari orang-orang yang salah.
Imam Sayyidina Ali kw  mengungkapkan yang artinya,
“kalimatu haqin urida bihil batil” (perkataan yang benar dengan tujuan yang batil/salah).

Dengan ungkapan tersebut Imam  Sayyidina Ali kw telah memperingatkan kita agar tidak seperti kaum khawarij  (asal kata kharij artinya kaum yang keluar / minoritas) dimana mereka kerap mempergunakan perkataan yang benar (firman Allah Azza wa Jalla  atau sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam) untuk maksud tujuan yang batil.
Sekali lagi kami mengingatkan bahwa  as-sawaad al-a’zhom (jama’ah kaum muslimin yang terbanyak) adalah banyak dari orang-orang yang benar karena mengikuti  sunnah Rasulullah (ittiba li Rasulihi). Kaum yang berada di atas manhaj Salafush Sholeh.  Mereka yang istiqomah pada jalan Rasulullah yakni “jalan Allah yang lurus”, jalan orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla.
Ibnu Mas’ud meriwayatkan:
“Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam membuat garis dengan tangannya lalu bersabda, ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan yang sesat tak satu pun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat setan yang menyeru kepadanya. Selanjutnya beliau mem-baca firman Allah, ‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus maka ikutilah dia janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (Al-An’am: 153) (Hadits shahih riwayat Ahmad dan Nasa’i)

“Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS Al Fatihah [1]:6 )
” (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:7 )
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )

Oleh karenanya marilah kita mengikuti as-sawaad al-a’zhom (jama’ah kaum muslimin yang terbanyak), tinggalkanlah kelompok minoritas walaupun mereka mengaku-aku  berada di atas manhaj Salafush Sholeh.
Marilah kita berkumpul dalam as-sawaad al-a’zhom (jama’ah kaum muslimin yang terbanyak) , berkumpul dengan orang-orang sholeh sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla yang artinya , “Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa [4]: 69 ).
Orang-orang sholeh yang selalu didoakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia.
Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin,
“Semoga keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh”.

Para Sahabat menyampaikan bahwa “sesungguhnya jika kita mengucapkan “Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin”, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba yang shalih baik di langit maupun di bumi“. Perkataan ini dilukiskan dalam hadits pada

Hamba-hamba shalih yang di langit adalah hamba-hamba shalih yang secara dzahir sudah wafat namun mereka hidup di sisi Allah Azza wa Jalla sebagaimana para Syuhada, sebagaimana yang difirmankan Allah Azza wa Jalla yang artinya.
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan(sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )

”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
Mereka yang disisi Allah Azza wa Jalla yakni para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-orang sholeh walaupun secara dzahir mereka telah wafat namun mereka hidup di sisi Allah Azza wa Jalla.   Manusia yang telah wafat pada hakikatnya hanya berpindah alam, berpindah ketempat penantian. Namun ada manusia yang menanti di tempat yang sempit atau mendapatkan siksa  di dalam penantian (siksa alam kubur).
Mereka yang disisi Allah Azza wa Jalla menanti di tempat yang sesuai ketetapan Allah Azza wa Jalla dan mereka selalu mendapatkan rezki atau ni’mat dari Allah wa Jalla
Lihatlah penantian para Nabi yang terlukis dalam,
“Lalu perawi membawakan hadits tersebut dengan kisahnya, dia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya di langit kedua, dan pada langit ketiga, beliau berjumpa dengan Nabi Yusuf. Lalu di langit keempat bertemu dengan Nabi Idris. Setelah sampai di langit kelima beliau bertemu dengan Nabi Harun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda: Kemudian kami meneruskan perjalanan sehingga sampai di langit keenam, lalu aku menemui Nabi Musa dan memberi salam kepadanya. Dia segera menjawab, ‘Selamat datang wahai saudara yang dan nabi yang shalih.’ Ketika aku meningalkannya, dia terus menangis. Lalu dia ditanya, ‘Apakah yang menyebabkan kamu menangis? ‘ dia menjawab, ‘Wahai Tuhanku! Kamu telah mengutus pemuda ini setelahku, tetapi umatnya lebih banyak memasuki Surga daripada umatku’. Beliau bersabda lagi, Kami meneruskan lagi perjalanan sehingga sampai di langit ketujuh, lalu aku mengunjungi Nabi Ibrahim. ” (HR Muslim)

Sayang sekali ada segelintir kaum muslim tidak meyakini bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan kaum muslim lainnya yang disisi Allah Azza wa Jalla tetap hidup walau mereka secara dzahir telah wafat.
Ketidakyakinan mereka terjadi karena mereka memahami Al Qur’an dan Hadits  cenderung secara harfiah atau secara dzahir.
Pemahaman secara harfiah atau pemahaman secara apa yang tertulis atau pemahaman yang “tidak melewati kerongkongan”  atau pemahaman sebatas ra’yu (akal/otak/rasio/ilmiah) saja atau  pemahaman dengan metodologi “terjemahkan saja” sebagaimana yang telah kami sampaikan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/02/terjemahkan-saja/
Pemahaman yang melewati kerongkongan adalah pemahaman secara hikmah atau  pemahaman yang dalam atau pemahaman dengan hati atau mengambil pelajaran sebagaimana Ulil Albab.
Ulil Albab dengan ciri utamanya adalah,
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Ali Imran [3] : 191)

Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]:269 )
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830


7 Tanggapan
gak ada jaminan mengikuti yang mayoritas ketika dihadapkan dengan Qur’an masih berpandangan negatif.
bagaimana anda mengambil pelajaran zon, kalau otak anda tidak difungsikan?



Andi ………SAMPEYAN MUSLIIIIIIM ?????



pada 1 Agustus 2011 pada 2:47 pm | Balasmutiarazuhud
Mas Andi, kita harus mengikuti sunnah Rasulullah yakni untuk mengikuti kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham). Kelompok mayoritas mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang empat yang sudah jelas bekompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak dan bersanad ilmu sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Kita sebaiknya jangan mengikuti pendapat ulama yang belum berkompetensi sebagai imam mujtahid mutlak dan tidak bersanad ilmu. Jika kita mengikuti ulama seperti itu berarti membentuk firqoh, sekte atau kelompok.
Biarkanlah mereka membentuk sekte/kelompok dengan sendirinya mereka tidak mengikuti sunnah Rasulullah yakni untuk mengikuti kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham). Jika mereka membantah sunnah Rasulullah maka klaim mereka sebagai Ahlussunnah wal Jamaah pun menjadi batal dan pengakuan mereka ittiba’ li Rasulillah baru sebatas di lidah. Apakah yang dimaksud bermanhaj salaf atau salafi telah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpr​ess.com/2011/07/27/antara-​salaf-dan-salafi/



pada 1 Agustus 2011 pada 2:53 pm | Balasmutiarazuhud
Mas Andi masalah otak atau akal kita fungsikan mengikuti firman Allah Azza wa Jalla dan sunnah Rasulullah, inilah yang disebut mengambil pelajaran atau pemahaman secara hikmah
Hal yang terlarang adalah otak atau akal kita mendahului firman Allah Azza wa Jalla dan Sunnah Rasulullah, inilah yang disebut upaya pembenaran. atau pemahaman dengan ra’yu.



Otak kita ciptaan Tuhan… Tak sepantasnya kita mengedepankannya diatas firman Tuhan… Terlalu sombong jika kita mendahului firmannya.



sebenernya banyak hukum islam yang tidak sepenuhnya di sampaikan kepada masyarak umum,banyak ajaran islam yang masih di filter di sesuaikan dengan kadar tauhid orang itu sendiri,jadi kadang kala orang beranggapan bahwa banyak hal yang merek anggap tabu dan keluar dari ajaran islam karena bertentangan dengan alqur’an dan hadist padahal bukan karena alasan itu tetapi karena mereka tidak mengetahui sepenuhnya ajaran islam sampai dengan pemahaman yang lebih dalam, biasanya orang seperti itu hanya tau dari orang dan orang tanpa mengkaji lebih dalam dari tukilan2 para ulama mengenai kajian pemahaman tersebut.



pada 31 Oktober 2011 pada 8:22 pm | BalasGATOT AREMA
mas admin yg dirahmati allah….
saya selama ini sering mengikuti kajian salafi walu hnya via internet..
jujur saya mengagumi salafi dari kemampuan berhujjah nya…

tapi membaca tulisan saudara, sepertinya saya musti mikir dua kali lagi. yaa allah beginilah nasib saya yg bodoh ini. mudah terombang ambing…
oh ya mas admin..tulisan yg bagus begini kenapa tdk dibuatkan site resmi..biar lebh manstaap dan haqqul yakin lagi kami terhdap ke absahan ilmu mas admin

yo paling ora orang bener musti berani muncul menampakkan diri. dan situs bermodal resmi begitu salah satu cara menurut sy mas. maaf mass menggurui wallahuaklam..
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar