Bid’ah paling gawat

Paham Anti Mazhab Bid’ah paling gawat
Gerakan menyebar-luaskan istilah mazhab Salaf boleh jadi merupakan gerakan anti bermazhab
Marilah kita kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Jika kita tidak mampu merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah secara langsung maka kita membutuhkan pemahaman mereka yang mengetahuinya. Ketidakmampuan bisa disebabkan oleh karena kompetensi/keahlian, waktu, dana dan sebab-sebab yang lain.
Firman Allah yang artinya,
“Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fush shilat [41]:3).
Selama ini banyak ulama yang secara tidak disadari telah menyesatkan umat muslim dengan slogannya atau seruannya untuk merujuk langsung kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tanpa mempedulikan atau memperhatikan keadaan yang diserunya atau syarat-syarat untuk berijtihad.
Seruan seperti ini justru pemecah belah umat muslim karena masing-masing berijtihad sehingga terjadi kesalahpahaman-kesalahpahaman. Contoh ada yang berijtihad dan berpendapat bahwa muslim yang sholat menggunakan sajadah adalah bid’ah atau sesat sehingga mereka menggali lantai tanah rumah mereka untuk dapat sholat di atas tanah. Boleh jadi karena mereka menemukan hadits ketika itu memang diriwayatkan bahwa Rasulullah sholat di atas tanah. Padahal hadits-hadits yang turun selanjutnya ada yang menguraikan perkembangan alas untuk sholat seperti masjid dihampari batuan kecil dan seterusnya sampai saat ini kita menggunakan sajadah sebagai alas untuk sholat. Sungguh perkara baru dalam amal kebaikan (amal sholeh) tetaplah sebuah kebaikan selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits
Pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Sunnah , khususnya perkara syariat atau perkara ibadah yang harus kita laksanakan sudah tuntas dijelaskan oleh para ulama sejak masa salaf dan seterusnya di dalam kitab-kitab mereka.
Para ulama itu seolah sudah menghidangkannya untuk umat dalam bentuk “makanan siap saji” yang dapat langsung diikuti atau diamalkan. Bahkan perbedaan pendapat dalam urusan furu’ (cabang) sekalipun sudah selesai dibahas dengan hasil sangat memuaskan diiringi rasa solidaritas serta saling menghormati antara yang satu dengan yang lain.
Singkatnya, apa yang disampaikan para imam 4 mazhab dalam pembahasan perkara syariat yakni apa yang telah Allah ta’ala tetapkan berupa kewajiban, larangan dan pengharaman, merupakan hasil ijtihad yang sangat maksimal dalam mengkaji seluruh dalil-dalil agama.
Itu adalah hadiah yang sangat berharga bagi seluruh umat Islam, terlebih lagi umat belakangan yang bila disuruh mengkaji sendiri dalil-dalil tersebut maka tidak mungkin dapat mencapai hasil yang sama. Mengapa tidak mungkin, apakah pintu ijtihad telah tertutup? Pintu ijtihad memang belum tertutup, tetapi kemampuan dan kriteria berijtihad itulah yang sulit dipenuhi oleh orang belakangan. Syarat orang berijtihad atau mujtahid, silahkan baca tulisan pada
Jadi bermazhab bukanlah kewajiban namun merupakan kebutuhan bagi kita umat belakangan.
Kesalahpahaman bagi mereka yang anti bermazhab dengan Imam Mazhab dan mengajak bermazhab salaf, karena sudah kami sampaikan bahwa apa yang difatwakan oleh Ibnu Taimiyah tentang adanya mazhab salaf adalah perkara yang mengada-ada yang tidak pernah disampaikan oleh Salafush Sholeh maupun oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada
Mazhab salaf digagas salah satunya oleh Ibnu Taimiyah sebagaimana yang difatwakannya
“Barangsiapa mengingkari penisbatan kepada salaf dan mencelanya, maka perkataannya terbantah dan tertolak ‘karena tidak ada aib untuk orang-orang yang menampakkan madzab salaf dan bernisbat kepadanya bahkan hal itu wajib diterima menurut kesepakatan ulama, karena mazhab salaf itu pasti benar” [Majmu Fatawa 4/149]
Pengangkatan kembali istilah mazhab salaf yang telah digagas Ibnu Taimiyah ditengarai adalah merupakan upaya dari para pengkaji tentang Islam namun mereka non muslim atau yang berpura menjadi muslim.
Contoh pengkaji tentang Islam, kita kenal dengan sebutan Laurens Of Arabian. Dia telah diarahkan supaya menyelidiki ke dalam masyarakat Islam dengan menyamar sebagai ulama dan mendalami ilmu Islam di Mekah dan Mesir (Al Azhar) dan ia telah bertemu dengan ratusan ulama besar yang masyur, memperbincangkan tentang cara untuk membiasakan umat Islam di segi kemajuan dunia seperti kebiasaan barat serta ia menyebarkan faham supaya umat Islam tidak terikat dan tidak fanatik kepada aliran mazhab. Uraian dapat ditemukan dalam tulisan pada
Pengangkatan kembali istilah mazhab salaf , boleh jadi merupakan upaya adu domba atau pemecah belah kaum muslim yang dilakukan oleh diluar kalangan muslim sehingga terciptalah secara tidak langsung “musuh” dari kalangan kaum muslim sendiri.
Kalau dikatakan dalam fatwa Ibnu Taimiyah di atas bahwa mazhab Salaf itu pasti benar tentu akan menimbulkan keraguan atau kebingungan kaum muslim yang bermazhab akan kebenaran mazhab yang diikutinya.
Hal ini ditengarai termasuk salah satu upaya Zionis Yahudi untuk menyesatkan kaum muslim sebagaimana yang tercantum dalam rencana kerja mereka sebagai berikut
Protokol Zionis yang ketujuhbelas, ” …Kita telah lama menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para rohaniawan non-Yahudi dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakat mereka berkurang dari hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari faham agama telah dikumandangkan diaman-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan bertumbangan“.
Mereka mendiskreditkan para rohaniawan non Yahudi diantaranya adalah Imam Mazhab untuk menghancurkan hasil jerih payah para Imam Mazhab agar tidak diikuti lagi dan masing-masing merujuk secara langsung atau berijtihad masing-masing menurut selera mereka masing-masing.
Disebarluaskan bahwa Imam Mazhab tersebut tidak maksum. Padahal kenyataannya Imam Mazhab itu mahfuzh (dipelihara) dengan pemeliharaan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap orang-orang soleh. Mereka yang dengan sholatnya telah terjaga dari perbuatan keji dan mungkar atau mereka yang dengan sholatnya telah terjaga dari kesalahan.
Bukanlah larangan kaum muslim untuk mengikuti kepada Imam Mazhab seperti perkaan Imam Asy Syafi’i: “Jika kalian mendapati sesuatu pada karya tulisku yang menyelisihi Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ambillah Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut dan tinggalkan perkataanku.”
Maupun
“Jika apa yang aku katakan menyelisihi hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lah yang lebih utama, dan jangan kalian taqlid kepadaku.” (Lihat Manaqib asy Syafi’i, 1/472 dan 473)
Imam Asy Syafi’i dengan dua perkataan diatas hanya mengingatkan agar kita meninggalkan perkataan/pendapat beliau hanya jika menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Jadi kita dilarang taqlid hanya kepada perkataan Imam Asy Syafi’i yang menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam saja dan untuk itulah kita bermazhab seraya merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber para Imam Mazhab melakukan istinbath. Pada kenyataannya kita sangat jarang mendapatkan perkataan/pendapat Imam Mazhab yang menyelisihi Al-Qur’an maupun Hadits.
Ulama besar Syria, Dr. Said Ramadhan Al-Buthy telah melakukan dialog dengan Al Albani. Dr. Said Ramadhan Al-Buthy berupaya membela dan mempertahankan kedudukan ilmu Fiqih serta urgensinya dalam memahami Al-Quran dan Sunnah.
Menurut Dr. Said Ramadhan Al-Buthy, kedudukan ilmu fiqih kira-kira sama dengan kedudukan ilmu hadits. Keduanya tidak pernah diajarkan secara baku oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Ilmu hadits atau juga dikenal dengan ilmu naqd (kritik) hadits, juga merupakan produk manusia, hasil ijtihad, bukan ilmu yang turun dari langit.
Tapi dengan ilmu hadits, kita jadi tahu mana hadits yang shahih, mana hadits yang dhaif dan mana hadits yang maudhu’. Padahal yang menyusun ilmu hadits itu bukan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, juga bukan para shahabat, tetapi para ulama dengan ijtihad mereka.
Ketika menetapkan syarat-syarat hadits shahih agar bisa dimasukkan ke dalam kitab As-Shahih, sesungguhnya Al-Bukhari juga sedang berijtihad. Dan kita umat muslim sedunia mengikuti ijtihad beliau dan menggunakan syarat-syarat yang beliau tetapkan.
Maka ketika Al-Imam Asy-Syafi’i yang lahir jauh sebelum zaman Bukhari meletakkan syarat dan aturan dalam mengistimbath hukum dari Quran dan Sunnah, lalu mendirikan ilmu Ushul fiqih, sebenarnya beliau telah berjasa besar kepada umat Islam. Sama dengan Al-Bukhari yang juga berjasa agar umat Islam tidak salah dalam memilih hadits.
Demikian juga ketika Abu Hanifah menetapkan dasar-dasar istimbath hukumnya, agar setiap orang tidak asal main qiyas begitu saja, sebenarnya ilmu yang beliau tetapkan itu sangat bermanfaat buat umat Islam. Sama dengan Al-Bukhari yang juga berijtihad agar umat Islam tidak jatuh ke dalam hadits palsu atau lemah.
Sayangnya, ilmu fiqih dan ushul fiqih yang sudah sejak 14 abad dijadikan standar dalam mengistimbath hukum oleh seluruh umat Islam, oleh kalangan mereka ada yang menginginkan dirobohkan begitu saja, dengan alasan kedua ilmu itu dianggap bid’ah dan hanya merupakan ijtihad manusia.
Amat disayangkan dialog semalam suntuk, Al Albani tetap ‘keukeuh‘ dengan pendiriannya. Untuk itulah Dr. Said Ramadhan Al-Buthy kemudian menyusun tulisan untuk membantah pemikiran/pemahaman Al Albani. Judul buku itu dalam bahasa arab adalah : Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau kita terjemahkan secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : “Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancurkan Syariat Islam“. Selengkapnya dalam tulisan pada
Hal yang harus kita ingat adalah
- Penamaan mazhab hanyalah untuk perorangan yang telah melakukan ijtihad atau istinbath (penggalian hukum) dari Al-Qur’an dan hadits.
- Tidak semua Salafush Sholeh melakukan ijtihad atau istinbath, pada umumnya adalah sekedar periwayatan atau penyampaian hadits semata.
- Imam Mazhab yang empat adalah dari kalangan Salafush sholeh atau Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in
- Bermazhab bukanlah yang dimaksud berfirqoh. Firqoh atau aliran adalah terkait perbedaan i’tiqod. Seperti meyakini bahwa Tuhan bertempat di atas ‘Arsy dan turun langit dunia setiap malam. Keyakinan seperti itui termasuk kekufuran i’tiqod. Selengkapnya tentang firqoh dapat dilihat pada
- Perbedaan mazhab diantara Imam Mazhab yang empat pada hakikatnya hanya perbedaan sudut pandang. Sebagian Imam Mazhab menetapakan seminimal mungkin sebagai syarat atau kewajiban sebagai muslim dengan melihat contoh Rasulullah yang selalu dilakukannya sedangkan Imam Mazhab yang lain mengambil sebanyak mungkin contoh dari Rasulullah dan mengabaikan yang meniadakan. Prinsipnya adalah yang menetapkan (al-mutsbit) itu harus didahulukan daripada yang meniadakan
Wassalam
Zon di Jongol, Kab Bogor 16830

Satu Tanggapan
pada 16 Juni 2011 pada 5:15 pm | BalasYusuf Ibrahim
“Katakanlah (Muhammad): “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. (Yusuf: 108)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putri Fathimah Radhiyallahu ‘anha.
“Sesungguhnya sebaik-baik pendahulu (salaf) bagimu ialah aku” (Hadits Shahih Riwayat Muslim No. 2450)

Berkata Imam Bukhari (6/66 Fathul Bariy) : Rasyid bin Sa’ad berkata : “Dulu para salaf menyukai kuda jantan, krn dia lebih cepat dan lebih kuat.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar menafsirkan perkataan Rasyid ini dgn mengatakan : “Yaitu dari para sahabat dan orang setelah mereka.”
Rasyid bin Sa’ad ialah seorang Tabi’in maka sudah tentu yg dimaksud di sini ialah shahabat.

Imam Bukhari berkata (1/342 Fathul Bariy) : Dan Az-Zuhri berkata tentang tulang-tulang bangkai seperti gajah dan yg sejenis : Saya menjumpai orang-orang dari kalangan ulama Salaf bersisir dan berminyak dgn dan mereka tdk mempersoalkan hal itu.
Yang dimaksud ialah sahabat karena Az-Zuhri ialah seorang tabiin.

Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al ‘Aql mengatakan, “Salaf adalah generasi awal umat ini, yaitu para sahabat, tabi’in dan para imam pembawa petunjuk pada tiga kurun yang mendapatkan keutamaan (sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, red). Dan setiap orang yang meneladani dan berjalan di atas manhaj mereka di sepanjang masa disebut sebagai salafi sebagai bentuk penisbatan terhadap mereka.” (Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah, hal. 5-6)
Jadi, setelah kita tau SIAPA SEBENARNYA SALAF, salahkah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa manhaj Salaf tidak lain adalah kebenaran?
Salahkah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengajak umat muslim untuk mengikuti manhaj salaf?

=====
14 Juni 2011 oleh mutiarazuhud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar