Ulama yang Sholeh

Pada zaman modern ini ada sebuah kesalahpahaman yang luar biasa. Ada banyak ulama (ahli ilmu) yang mengaku-aku sebagai pengikut Rasulullah dan pengikut Salafush Sholeh.
Ulama (ahli ilmu) belum tentu termasuk pengikut Rasulullah dan Salafush Sholeh sampai mereka menunjukkan  ke-shaleh-an nya.
Telah kami sampaikan bahwa urutan langkah-langkah sehingga dapat dikatakan telah beragama dan sholeh adalah  ilmu —> amal —> akhlak
Amal berdasarkan ilmu berdasarkan Al-Quran dan Hadits
Amal yang sering diperbuat akan membentuk akhlak yang baik, maka jadilah mereka ulama yang berakhlak baik, ulama sholeh atau alim ulama. Ulama Sholeh semakin berilmu dan beramal maka mereka semakin merunduk (tawadu) bagaikan padi yang berisi.
Rasulullah mengatakan “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)..
Ulama sholehlah yang termasuk pengikut Rasulullah dan Salafush Sholeh karena mereka telah termasuk orang-orang sholeh atau  muslim yang sholeh (sholihin) , muslim yang baik, muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin) yakni muslim yang dapat memandang Allah ta’ala dengan hati atau hakikat keimanan atau minimal muslim yang selalu yakin bahwa Allah ta’ala selalu melihat segala sikap/perbuatan manusia.
Tulisan selengkapnya tentang siapa sebenarnya para pengikut Rasulullah dan para Salafush Sholeh, silahkan baca tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/05/pengikut-salafush-sholeh-sebenarnya/
Ulama sholeh adalah ulama yang berakhlak yang dipengaruhi oleh rasa memandang Allah ta’ala  atau minimal rasa selalu dilihat Allah ta’ala  sehingga berakhlak baik di hadapan Allah ta’ala, berakhlak baik terhadap ciptaanNya yang lain seperti alam, tumbuh-tumbuhan, hewan,dll serta berakhlak baik bagi sesama manusia apalagi sesama muslim.
Sasaran yang paling utama bagi ulama  adalah mengenal Allah (ma’rifatullah) dan mendapatkan Ridha-Nya. Semakin banyak mengenal Allah (ma’rifatullah) melalui ayat-ayat-Nya qauliyah dan kauniyah, maka semakin dekat hubungan dengan-Nya.   Ilmu harus dikawal hidayah. Tanpa hidayah, seseorang yang berilmu menjadi sombong dan semakin jauh dari Allah ta’ala. Sebaliknya seorang ilmuwan yang mendapat hidayah maka hubungannya dengan Allah ta’ala semakin dekat. Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“.
Kami sangat merindukan ulama seperti alm Buya Hamka. Bagi kami beliau termasuk ulama sholeh.
Buya Hamka adalah salah satu ulama yang mencontohkan bagaimana bersikap lemah lembut terhadap orang mukmin,  bersikap keras terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah, dan  tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya,
“…kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui“. (QS. Al-Maidah: 54)
Beliau terkenal tegas kepada orang-orang yang tidak bersyahadat, contohnya beliau medakwahkan untuk tidak mengucapkan “selamat” kepada kaum Nasrani namun beliau memperlakukan kaum nasransi sebagaimana seharusnya memperlakukan ciptaan Allah ta’ala yang lainnya.
Di mata beliau tetap kaum nasrani bukanlah termasuk orang-orang beragama dan bukanpula orang-orang beriman sebagaimana yang beliau uraikan dalam tafsirnya. Silahkan baca sehubungan itu dalam tulisan
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/10/28/2009/04/23/jangan-memfitnah-buya-hamka/
dan tafsir beliau atas surat Al Baqarah [2]: 22-26
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/10/28/2009/04/23/toleransi-beragama/
Oleh karenanya berdasarkan dari  tafsir beliau dan diolah dari pemahaman kami maka kami tuliskan
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/03/2011/01/21/agama-hanya-islam/
dan
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/03/2010/10/27/orang-orang-beriman/
Buya Hamka lah yang menyadarkan kami ketika dewasa  bahwa ada Tasawuf dalam Islam yakni tentang Ihsan atau Akhlak,  yang disebut beliau dengan “Tasawuf Modern” artinya bagaimana penerapan Tasawuf dalam Islam di zaman modern ini.  Tasawuf sebagaimana sejak Rasulullah ajarkan dan diikuti oleh para Salafush Sholeh yakni tentang Ihsan atau akhlak
Rasulullah mengatakan “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Tasawuf adalah sekedar istilah untuk lingkup tentang Ihsan/akhlak sebagaimana istilah fiqih untuk tentang Islam dan Ushuluddin untuk tentang Iman atau i’tiqad
Sejak dahulu kala di perguruan tinggi Islam , silabus/kurikulum Tasawuf pastilah seputar akhlak atau Ihsan. Entah bagaimana sebagian ulama  sibuk memperdebatkan istilah Tasawuf , bukan memperhatikan lingkupan tasawuf itu sendiri.  Kesalahpahaman ini harus kita luruskan segera termasuk upaya  penjernihan (tashfiyah), pembersihan (tanqiyah) terhadap Tasawuf itu sendiri terutama menghilangkan pemahaman-pemahaman yang berasal dari luar agama Islam karena kebenaran hanyalah dari Allah Azza wa Jalla semata dan pada hakikatnya tidak ada agama lain selain agama Islam.
Apa yang terjadi sekarang  adalah kebalikan dari yang ditauladankan oleh alm Buya Hamka, ada kita temukan ulama yang keras kepada saudara muslim sendiri dan lemah lembut terhadap orang-orang kafir dan suka mencela, men-jarh, mentahdzir atau menilai pribadi ulama lainnya dan mengaku-aku sebagai pengikut Salafush Sholeh.  Jelas jauh panggang daripada api.
Cobalah tengok bagaimana mereka saling berbantah-bantahan , saling keras bagi sesama saudara muslim. Contohnya silahkan baca tulisan yang cukup terkenal pada
Sungguh jika manusia telah bersyahadat maka telah dikaruniakan rasa persaudaraan
Firman Allah ta’ala yang artinya“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara(QS Al Hujurat [49]:10 )
Sedangkan manusia yang belum/tidak bersyahadat maka mereka mempunyai rasa permusuhan yang keras  terhadap kaum muslim.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik” ( QS Al Maaidah [5]: 82 ).
Biarkan manusia yang belum/tidak bersyahadat memusuhi kita. Kita tidak pernah memusuhi mereka karena keberadaan mereka di dunia adalah kehendak Allah Azza wa Jalla dan sebagai cobaan bagi kaum muslim. Kalau mereka benar-benar menunujukkan sikap/perbuatan tidak baik dengan kita, barulah kita perangi sebagaimana saudara-saudara kita memerangi Yahudi Israel yang telah menjajah negeri Palestina. Saudara-saudara kita di Palestina bukan memerangi kaum Yahudi namun mereka memerangi perbuatan kaum Yahudi. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/28/takut-dan-harap/
Jadi kalau sesama muslim timbul rasa permusuhan, maka perlu dipertanyakan kembali syahadat mereka. Apalagi permusuhan tersebut terjadi pada sesama ulama (ahli ilmu), jelas sudah mereka tidak termasuk ulama yang sholeh dan bukan pengikut Rasulullah maupun pengikut Salafush Sholeh.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor, 16830 .

6 Tanggapan
Alhamdulillah…, ini adalah penjelasan yg sangat logis dan berdasarkan dalil yg benar dalam penempatannya. Semoga banyak yg tercerahkan dengan membaca penjelasan yg komprehensif ini.


pada 10 Maret 2011 pada 3:03 pm | Balasmutiarazuhud
Alhamdulillah,
Kesalahpahaman-kesalahpahaman selama ini memang harus segera diluruskan.
Umat muslim umumnya belum memahami apa yang dimaksud dengan perkataan Rasulullah “Orang-orang yang mengikutiku dan para sahabatku.”
Akhirnya mereka kenyataannya mengikuti perkataan/pendapat ahli ilmu (ulama) yang cuma membolak-balik kitab dan berkurung di perpustakaan.
Padahal Allah ta’ala telah memerintahkan untuk mengikuti ulama yang sholeh, ulama yang hidup di zaman kita sendiri.
” Wahai orang-orang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rosul-Nya dan ulil amri di antara kamu ” (QS An Nisa’ : 59 )
“…tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” [Al Anbiyaa' 7]
Di alam dunia ini, muslim yang hidup dan berada pada jalan yang lurus hanyalah muslim yang sholeh, muslim yang baik, muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin/sholihin).
“Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS Al Fatihah [1]:6 )
” (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:7 )
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Semoga dengan tulisan ini , kita semua berlomba dalam ke-sholeh-an, berlomba-lomba untuk istiqomah di jalan yang lurus. Mohon bantuannya untuk menyebar-luaskan tulisan kami ini dengan yanghttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/05/pengikut-salafush-sholeh-sebenarnya/
Wassalam


pada 10 Maret 2011 pada 3:22 pm | BalasMazlan Salim
Assalamu’alaikum ….
Ulama itu harus sholeh, karena hamba Allah yg paling takut kepada-Nya adalah ulama. Kalau tidak shaleh berarti tidak ulama. Bagaimana mungkin kita menyebut seorg yg berilmu tapi tidak sholeh sebagai ulama, sedangkan mereka adalah pewaris Rasulullah saw ?
Maka yang perlu dijelaskan rumusannya adalah tentang kesalehan itu sendiri.
Zaman sekarang, ada kecenderungan umat untuk mengukur keulamaan itu dari penampilan2 lahiriah, retorika yang berapi2 serta aksesoris2 lainnya yang tidak penting. Kalau sudah berjubah, sorban lebar warna hijau, lilitan besar di kepala dianggap sebagai ulama atau orang soleh yang harus dihormati. Ini tentu saja tidak sesuai dengan tuntunan agama yg sebenarnya. Kalau hidung mancung pake jubah sorban di kepala langsung dicium tangannya krn dianggap keturunan Rasulllah saw. Padahal di Bakhutmah, saya melihat sopir dan kenek angkot pun pake pakaian seperti itu. (nostalgia sejenak pak zon…hehhee)
Saya juga melihat adanya kecenderungan “ulama” untuk mengumpulkan jama’ah sebanyak2nya dengan mendirikan majlis2 zikir yang sangat marak belakangan ini. Apa yg mereka lakukan? Tidak lebih – paling tidak kesan saya – hanya membangun loyalitas dan tidak mencerdaskan umat untuk memhamai agama dan mengamalkannya dengan sebenarnya.
Disamping itu, betapa banyak kita lihat org alim yang hidupnya mewah, rumah besar, mobil mewah, harta melimpah, (kalau mau ditambahkan istrinya banyak..hehhe). Atau saya sering melihat kiyai atau ust yang saking sibuknya tidak pernah berjamaah di mesjid dekat rumahnya. Bagaimana mungkin kita bisa menandai kesalehan dari hal2 seperti ini?
Jadi, keilmuan tidak indentik kesalehan karena diantara ada yang penghubung yang paling penting yaitu amal. Amal ini tentu saja meliputi seluruh aspeknya, vertikal dan horizontal.
Wassalam


pada 10 Maret 2011 pada 4:28 pm | Balasmutiarazuhud
Walaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Apa kabar, pa ust Mazlan
Benar ulama itu harusnya sholeh, namun kenyataannya ada ulama yang tidak sholeh.
Semua itu diakibatkan salah memahami tentang ke-sholeh-an. Ke-sholeh-an menurut standar ukuran manusia yang relatif.
Standard ukuran ke-sholeh-an yang pasti, tentu adalah berdasarkan petunjukNya
Setelah kami menelusurinya dalam Al-Qur’an dan Hadits, yang dimaksud ke-sholeh-an itu adalah ke-ihsan-an.
Jadi untuk dapat mencapai tingkatan muslim yang sholeh maka harus mencapai muslim yang Ihsan atau muhsin/muhsinin.
Muslim yang Ihsan adalah muslim yang dapat memandang Allah Azza wa Jalla dengan hati atau hakikat keimanan atau minimal muslim yang selalu yakin bahwa Allah Azza wa Jalla melihat segala perbuatan kita.
Ulama (ahli ilmu) adalah mereka yang mengetahui (hukum) agama atau syariat
Alim atau arif adalah mereka yang mengetahui (hukum) Tuhan atau ma’rifat (mengenal Allah)
Siapakah yang mendalami tentang ke-ihsan-an ? Merekalah ulama-ulama Tasawuf.
Sedangkan ulama sekarang mulai melupakan Tasawuf bahkan sebagian lagi mengharamkan tasawuf.
Mohon koreksinya pa ustadz
Wassalam
Zon di Jonggol


pada 10 Maret 2011 pada 7:24 pm | BalasSodiq Albaz
Sepakat saya Mas, mantab ilmunya, syukron katsiron,


Alhamdulillahirobbil`alamin… syukron Ya Uztadz… semoga kita selalu dalam hidayah Nya. Aamiin Ya Robbal `alamin.
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar