Wahabi dan Saudi

Mengungkap Persekongkolan Wahabi dan Penguasa Saudi Dalam Menghancurkan Khilafah
Oleh KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Pengantar
Gerakan Wahabi (al-harakah al-wahhabiyyah) dapat dianggap salah satu gerakan reformasi Islam yang berpengaruh besar terhadap umat Islam sejak abad ke-18. (Al-Ja’bari, 1996). Gerakan yang dirintis oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792) memang dinilai banyak pakar memberi kontribusi positif bagi umat Islam, misalnya membuka pintu ijtihad, memurnikan tauhid sesuai pahamnya, dan memerangi apa yang dianggapnya bid’ah dan khurafat. Bahkan Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Mujaddid Ad-Din fi Al-Qarn Ats-Tsani ‘Asyar, menganggap Muhammad bin Abdul Wahhab adalah mujaddid abad ke-12 H. Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Kaifa Hudimat Al-Khilafah hal. 14, juga mengakui Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang mujtahid dalam mazhab Hambali.
Namun sisi gelap dari gerakan ini juga harus diungkap, khususnya dalam aspek politik. Menurut Abdul Qadim Zallum, gerakan Wahabi telah dimanfaatkan oleh Muhammad bin Saud (w. 1765) untuk memukul Khilafah Utsmaniyah dari dalam. Namun tindakan yang sudah dapat disebut pemberontakan ini, menurut Zallum terjadi tanpa disadari oleh para penganut gerakan Wahabi, meski disadari sepenuhnya oleh Muhammad bin Saud. (Zallum, Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 14).
Tulisan ini hendak mengkaji kitab Kaifa Hudimat Al-Khilafah (hal. 13-20) yang mengungkapkan upaya Muhammad bin Saud memanfaatkan gerakan Wahabi untuk mengguncangkan Khilafah Utsmaniyah dari dalam. Kajian akan dilengkapi dengan berbagai referensi lain yang relevan.
Persekongkolan Negara-Negara Eropa
Gerakan Wahabi dan penguasa Saudi muncul pertama kali pada abad ke-18 di tengah kondisi yang kurang menguntungkan bagi Khilafah Utsmaniyah, baik internal maupun eksternal.
Secara internal, kelemahan Khilafah mulai menggejala pada abad ke-18 ini, disebabkan oleh buruknya penerapan hukum Islam, adanya paham-paham asing –seperti nasionalisme dan demokrasi– yang mengaburkan ajaran Islam dalam benak umat Islam, dan lemahnya pemahaman Islam yang ditandai dengan vakumnya ijtihad. (An-Nabhani, Ad-Daulah Al-Islamiyyah, hal. 177).
Secara eksternal, negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, dan Italia telah dan sedang berkonspirasi untuk menghancurkan Khilafah Utsmaniyah. Negara-negara Eropa itu berkali-kali berkumpul dan bersidang membahas apa yang disebutnya Masalah Timur (al-mas’alah al-syarqiyyah, eastern question) dengan tujuan untuk membagi-bagi wilayah Khilafah. Meski tidak berhasil mencapai kata sepakat dalam pembagian ini, namun mereka sepakat bulat dalam satu hal, yaitu Khilafah harus dihancurkan. (El-Ibrahimy, Inggris dalam Pergolakan Timur Tengah, hal. 27).
Agar Khilafah hancur, negara-negara Eropa itu melakukan serangan politik (al-ghazwuz siyasi) dengan menggerogoti wilayah-wilayah Khilafah. Selain Rusia yang yang telah mencaplok wilayah Turkistan tahun 1884 dari wilayah Khilafah, Perancis sebelumnya telah mencaplok Syam (Ghaza, Ramalah, dan Yafa) tahun 1799. Perancis juga telah merampas Al-Jazair tahun 1830, Tunisia tahun 1881, dan Marakesh tahun 1912. Italia tak ketinggalan menduduki Tripoli (Libya) tahun 1911. Sementara Inggris menguasai Mesir tahun 1882 dan Sudan tahun 1898. (An-Nabhani, Ad-Daulah Al-Islamiyyah, hal. 206-207).
Demikianlah serangan militer telah dilancarkan Eropa untuk menghancurkan Khilafah dengan cara melakukan disintegrasi wilayah-wilayahnya satu demi satu. (Jamal Abdul Hadi Muhammad, Akhtha` Yajibu an Tushahhah fi Tarikh Ad-Daulah Al-Utsmaniyyah, Juz II/9).
Selain upaya langsung dari luar, berbagai cara juga ditempuh oleh Eropa untuk menghancurkan Khilafah dari dalam. Menurut Zallum ada empat cara yang digunakan, yaitu :
Pertama, menghembuskan paham nasionalisme.
Kedua, mendorong gerakan separatisme.
Ketiga, memprovokasi umat untuk memberontak terhadap Khilafah.
Keempat, memberi dukungan senjata dan dana untuk melawan Khilafah.
(Zallum, Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 13; Abdur Rauf Sinnu, An-Naz’at Al-Kiyaniyat al-Islamiyah fi ad-Daulah al-Utsmaniyah, hal. 91).
Di sinilah Inggris menggunakan cara-cara tersebut untuk memukul Khilafah dari dalam, melalui antek-anteknya Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud (w. 1830) yang memanfaatkan gerakan Wahabi. Upaya ini mendapat dukungan dana dan senjata dari Inggris. (Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 13).
Hubungan konspiratif segitiga antara Inggris, Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud, dan gerakan Wahabi ini diuraikan secara detail oleh Abul As’ad dalam kitabnya As-Su’udiyyah wa Al-Ikhwan al-Muslimun (hal. 15). Menurutnya, Abdul Aziz membangun ambisi politiknya atas dasar dua basis. Pertama, adanya dukungan internasional dari Inggris. Kedua, adanya dukungan milisi bersenjata dari gerakan Wahabi.
Dukungan Inggris terhadap Abdul Aziz ini terbukti misalnya dengan adanya berbagai perjanjian rahasia antara Inggris dan Abdul Aziz tahun 1904. Abul As’ad mengatakan,”Hubungan ini [Inggris dan Abdul Aziz] semakin kuat dengan berbagai perjanjian rahasia antara dua pihak tahun 1904, di mana Abdul Aziz menerima dukungan materi, politik, dan militer dari Inggris yang membantunya untuk meluaskan pengaruhnya di Nejed serta menguasai kota Ihsa` dan Qathif tahun 1913.” (Abu Al-As’ad, As-Su’udiyyah wa Al-Ikhwan al-Muslimun, hal. 16).
Adapun dukungan milisi dari gerakan Wahabi kepada Abdul Aziz, telah terbentuk sebelumnya sejak tahun 1744 ketika terjadi kontrak politik antara ayahnya (Muhammad bin Saud) dengan Muhammad bin Abdul Wahhab. Kontrak politik ini berlangsung di kota Dir’iyyah, sehingga sering disebut “Baiah Dir’iyyah” (Tarikh Al-Fakhiri, tahqiq Abdullah bin Yusuf Asy-Syibl, hal. 25).
Dengan kontrak politik itu, Muhammad bin Saud mendeklarasikan dukungannya terhadap paham gerakan Wahabi dan menerapkannya dalam wilayah kekuasaannya. Sedang gerakan Wahhabi yang sebelumnya hanya gerakan dakwah kelompok, berubah menjadi gerakan dakwah kekuasaan. Implikasinya, paham Wahabi yang semula hanya disebarkan lewat dakwah murni, kemudian disebarkan dengan paksa menggunakan kekuatan pedang kepada penganut mazhab lain, antara lain penganut mazhab Syafi’i. (Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 16).
Pemberontakan Penguasa Saudi dan Wahabi Terhadap Khilafah
Dengan dukungan dana dan senjata dari Inggris, penguasa Saudi dan kaum Wahabi bahu membahu memerangi dan menduduki negeri-negeri Islam yang berada dalam kekuasaan Khilafah. Dengan ungkapan yang lebih tegas, sebenarnya mereka telah memberontak kepada Khalifah dan memerangi pasukan Amirul Mukminin dengan provokasi dan dukungan dari Inggris, gembongnya kafir penjajah. (Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 13).
Penguasa Saudi dan Wahabi telah menyerang dan menduduki Kuwait tahun 1788, lalu menuju utara hingga mengepung Baghdad, menguasai Karbala dan kuburan Husein di sana untuk menghancurkan kuburan itu dan melarang orang menziarahinya. Pada tahun 1803 mereka menduduki Makkah dan tahun berikutnya (1804) berhasil menduduki Madinah dan merobohkan kubah-kubah besar yang menaungi kuburan Rasulullah SAW. Setelah menguasai Hijaz, mereka menuju ke utara (Syam) dan mendekati Hims. Mereka berhasil menguasai banyak wilayah di Siria hingga Halb (Aleppo). (Muwaffaq Bani Al-Marjih, Shahwah ar-Rajul Al-Maridh, hal. 285).
Menurut Zallum, serangan militer ini sebenarnya adalah aksi imperialis Inggris, karena sudah diketahui bahwa penguasa Saudi adalah antek-anek Inggris. Jadi, penguasa Saudi telah memanfaatkan gerakan Wahabi untuk memukul Khilafah dari dalam dan mengobarkan perang saudara antar mazhab dalam tubuh Khilafah.
Hanya saja, seperti telah disebut di depan, para pengikut gerakan Wahabi tidak begitu menyadari kenyataan bahwa penguasa Saudi adalah antek Inggris. Mengapa? Karena menurut Zallum, hubungan yang terjadi bukanlah antara Inggris dengan Muhammad bin Abdul Wahhab, melainkan antara Inggris dengan Abdul Aziz, lalu antara Inggris dengan anak Abdul Aziz, yaitu Saud bin Abdul Aziz. (Kaifa Hudimat Al-Khilafah, hal. 14).
Mungkin karena sebab itulah, banyak para penganut gerakan Wahabi mereka lebih senang menyebut dirinya Salafi– menolak anggapan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab telah memberontak kepada Khilafah Utsmaniyah. Banyak kitab telah ditulis untuk membersihkan nama Muhammad bin Abdul Wahhab dari tuduhan yang menurut mereka tidak benar itu. Contohnya kitab Tashih Khathta` Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah karya Asy-Syuwai’ir; lalu kitab Bara`ah Da`wah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab min Tuhmah Al-Khuruj ‘Ala Ad-Daulah Al-Utsmaniyah karya Al-Gharib, juga kitab Kasyfu Al-Akadzib wa al-Syubuhat ‘an Da’wah Al-Mushlih Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab karya Shalahudin Al Syaikh. Termasuk juga kitab yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yang berjudul Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah karya Ash-Shalabi. (Pustaka Al-Kautsar, 2004).
Bahkan dalam buku yang terakhir ini, Ash-Shalabi mencoba membangun konstruksi persepsi sejarah yang justru mengaburkan fakta sejarah yang sesungguhnya. Ash-Shalabi mengatakan bahwa perang antara Khilafah (yang diwakili oleh Muhammad Ali, yakni Wali Mesir) melawan gerakan Wahabi pertengahan abad ke-19, adalah Perang Salib yang berbaju Islam. (Ash-Shalabi, Ad-Daulah Al-Utsmaniyah Awamil An-Nuhudh wa Asbab As-Suquth, hal. 623).
Maksudnya, Muhammad Ali dianggap representasi pihak Salib karena dia dianggap antek Inggris dan Perancis, sementara gerakan Wahabi dianggap representasi tentara Islam. Subhanallah, hadza buhtanun ‘azhim.
Padahal, Muhammad Ali meski benar dia adalah antek Perancis menurut Zallum tapi dia memerangi Wahabi karena menjalankan perintah Khalifah, bukan menjalankan perintah kaum Salib. Jadi, perang yang terjadi sebenarnya adalah perang antara Khilafah dan kaum pemberontak yang didukung Inggris, bukan antara kaum Salib melawan pasukan Islam.
Ada satu fakta sejarah yang diabaikan oleh para penulis sejarah apologetik itu, yang mencoba membela posisi Wahabi atau penguasa Saudi yang memberontak kepada Khilafah. Mereka nampaknya lupa bahwa wilayah Hijaz telah lama masuk ke dalam wilayah Khilafah Utsmaniyah. Sejak tahun 1517 M, Hijaz telah secara resmi menjadi bagian Khilafah pada masa Khalifah Salim I yang berkuasa 1512-1520. Peristiwa ini ditandai dengan pernyerahan kunci Makkah dan Madinah kepada penguasa Khilafah Utsmaniyah. (Abdur Rauf Sinnu, An-Naz’at Al-Kiyaniyat al-Islamiyah fi ad-Daulah al-Utsmaniyah, hal. 89; Tarikh Ibnu Yusuf, hal. 16; Abdul Halim Uwais, Dirasah li Suquth Tsalatsina Daulah Islamiyyah, hal. 88).
Jadi, kalau Hijaz adalah bagian Khilafah, maka upaya mendirikan kekuasaan dalam tubuh Khilafah, seperti yang dilakukan penguasa Saudi dan Wahabi, tak lain adalah upaya ilegal untuk membangun negara di dalam negara. Lalu kalau mereka berperang melawan Khalifah, apa namanya kalau bukan pemberontakan?
Para penulis sejarah apologetik itu semestinya bersikap objektif dan adil, tidak secara apriori berpihak kepada penguasa Saudi atau gerakan Wahabi. Atau secara apriori membenci Khilafah atau aktivis pejuang Khilafah saat ini. Allah SWT berfirman (artinya) :

“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
(QS Al-Maaidah : 8  )
Namun nampaknya justru bersikap adil sepertilah yang paling sulit dilakukan oleh sejarawan, sejarawan manapun, khususnya penulis sejarah sezaman (l’histoire contemporaine, contemporary history). Dalam ilmu sejarah, menulis sejarah sezaman ini adalah paling sulit bagi ahli sejarah untuk tidak memihak (non partisan). Namun meski sulit, sejarawan seharusnya menulis secara obyektif, sekalipun menulis tentang penguasa yang sedang berkuasa. (Poeradisastra, 2008). Wallahu a’lam.
DAFTAR BACAAN
Aal Syaikh, Shalahudin bin Muhammad bin Abdurrahman, Kasyfu Al-Akadzib wa al-Syubuhat ‘an Da’wah Al-Mushlih Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, (ttp : tp), tt.
Abu Al-As’ad, Muhammad, As-Su’udiyyah wa Al-Ikhwan al-Muslimun, (Kairo : Markaz Ad-Dirasat wa Al-Ma’lumat al-Qanuniyah li Huquq al-Insan), 1996.
Al-Fakhiri, Tarikh Al-Fakhiri, tahqiq Abdullah bin Yusuf Asy-Syibl, (Riyadh : Maktabah Al-Malik Fahd), 1999.
Al-Gharib, Abdul Basith bin Yusuf, Bara`ah Da`wah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, (Amman : tp), tt.
Al-Ja’bari, Hafizh Muhammad, Gerakan Kebangkitan Islam (Harakah Al-Ba’ts Al-Islami), Penerjemah Abu Ayyub Al-Anshari, (Solo : Duta Rohmah), 1996.
Al-Marjih, Muwaffaq Bani, Shahwah ar-Rajul Al-Maridh, (Kuwait : Muasasah Shaqr Al-Khalij), 1984.
An-Nabhani, Taqiyuddin, Ad-Daulah Al-Islamiyyah, (Beirut : Darul Ummah), 2002.
Ash-Shallabi, Ali Muhammad, Ad-Daulah al-Utsmaniyah ‘Awamil an-Nuhudh wa Asbab as-Suquth, (ttp : tp), tt.
Asy-Syuwai’ir, Muhammad Saad, Tashih Khathta` Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, (Ttp : Darul Habib), 2000.
El-Ibrahimy, M. Nur, Inggris dalam Pergolakan Timur Tengah, (Bandung : NV Almaarif), 1955.
Ibnu Yusuf, Tarikh Ibnu Yusuf, tahqiq Uwaidhah Al-Juhni, (Riyadh : Maktabah Al-Malik Fahd), 1999.
Imam, Hammadah, Daur Al-Usrah As-Su’udiyah fi Iqamah Ad-Daulah Al-Israiliyyah, (ttp : tp), 1997.
Muhammad, Jamal Abdul Hadi, Akhtha` Yajibu an Tushahhah fi Tarikh Ad-Daulah Al-Utsmaniyyah, Juz II, (Al-Manshurah : Darul Wafa`), 1995.
Poeradisastra, S.I., Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Depok : Komunitas Bambu), 2008.
Sinnu, Abdur Rauf, An-Naz’at Al-Kiyaniyat al-Islamiyah fi ad-Daulah al-Utsmaniyah 1877-1881, (Beirut : Baisan), 1998.
Uwais, Abdul Halim, Dirasah li Suquth Tsalatsina Daulah Islamiyyah, (ttp : tp), tt.
Yaghi, Ismail Ahmad, Ad-Daulah Al-Utsmaniyyah fi At-Tarikh Al-Islami al-Hadits, (Ttp : Maktabah Al-’Abikan), 1998.
Zallum, Abdul Qadim, Kaifa Hudimat Al-Khilafah, (Beirut : Darul Ummah), 1990.
——— 0Oo ——–
Tulisan lain terkait Saudi dan  Wahabi
Republika (27/12/2009) menulis dalam rubrik Islam Digest terkait Saudi dan Wahabi sebagai berikut,
Abdullah Mohammad Sindi, seorang professor Hubungan Internasional berkebangsaan Saudi-Amerika, dalam artikelnya yang bertajuk Britain and the Rise of Wahhabism and the House of Saud, menyebutkan, pemerintah kerajaan Inggris turut andil dalam membidani kelahiran gerakan Wahabi.
Menurutnya, Inggrislah yang telah merekayasa Abdul Wahhab sebagai imam dan pendiri gerakan Wahabi, untuk tujuan menghancurkan Islam dari dalam dan meruntuhkan Daulah Turki Utsmani.
Seluk beluk tentang konspirasi Inggris dengan Abdul Wahhab, papar Prof Sindi, tertulis dalam buku memoir Hempher: The British Spy to the Midle East. Dalam karya tersebut, sebagaimana dikutip Nur Khalik Ridwan dalam buku Doktrin Wahabi dan benih-Benih Radikalisme Islam, Hempher menyebut sang pendiri Wahabi sebagai asuhan dari mata-mata Inggris.
Hempher dalam memoir itu, menyebut dirinya sebagai guru Abdul Wahhab, sang pendiri sekaligus ideolog Wahabi. Guna memudahkan tugasnya sebagai seorang mata-mata Inggris, menurut Prof Sindi, Hempher berpura-pura menjadi seorang Muslim dan memakai nama Muhammad.
Dengan cara yang licik, Hempher mendekati Abdul Wahhab dalam waktu yang relatif lama. Menurut Prof Sindi, Hempher telah memberi Abdul Wahhab uang dan hadiah-hadiah lainnya, mencuci otaknya dengan meyakinkannya bahwa orang-orang Islam mesti dibunuh, karena mereka telah melakukan penyimpangan yang berbahaya.
Mereka (kaum Muslim) telah keluar dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar. Mereka semua telah melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dan syirik. Hempher juga membuat sebuah mimpi liar, dan mengatakan bahwa dia bermimpi Nabi Muhammad SAW mencium kening Abdul Wahhab.
Berdasarkan versi itu, Abdul Wahhab menjadi terobsesi dan merasa bertanggung jawab untuk melahirkan suatu aliran baru di dalam Islam, yang bertujuan memurnikan dan mereformasi Islam, aliran ini lalu menyerang dan memberantas semua adat kebiasaan buruk yang terdapat dalam masyarakat Arab.
Menurut Wahabi orang yang menyembah selain Allah SWT telah musyrik dan boleh dibunuh. Wahabi pun dipandang sebagai salah satu aliran yang menumbuhkan benih-benih radikalisme dalam Islam.
The Jewish roots of the Saudi Royal family
Dinasti Saud Adalah Keturunan Yahudi
Penelitian dan Pemaparan Mohammad Sakher: Setelah menemukan fakta-fakta di bawah ini, Rejim Saudi memerintahkan untuk membunuhnya.

Apakah anggota keluarga Saudi berasal dari Suku Anza bin Wa’il seperti pengakuannya?
Apakah agama mereka Islam?
Apakah mereka asli Bangsa Arab?
Di Najd, pada tahun 851 H serombongan bani Al-Masalikh, keturunan Suku Anza, membentuk sebuah kafilah dipimpin oleh Sahmi bin Hathlul, ditugaskan untuk membeli bahan makanan, biji-bijian gandum dan jagung ke Iraq. Ketika sampai di Bashra, mereka langsung menuju ke sebuah toko pakan yang pemiliknya seorang Yahudi bernama Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe.
Ketika sedang berlangsung tawar-menawar, Yahudi si pemilik toko bertanya kepada mereka: “Berasal dari suku manakah Anda?”. Mereka menjawab: “Kami berasal dari Bani Anza”, salah satu Suku Al-Masalikh”. Mendengar nama suku itu disebut, orang Yahudi itu memeluk mereka dengan mesra sambil mengatakan bahwa dirinya juga berasal dari Suku Al-Masalikh, namun menetap di Bashra, Iraq karena permusuhan keluarga antara ayahnya dengan anggota Suku Anza lainnya.
Setelah Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe mengatakan kepada mereka ceritera yang direkayasa mengenai dirinya, dia kemudian memerintahkan kepada pembantunya untuk menaikkan barang-barang belanjaan kafilah itu ke atas Unta-unta mereka.
Sikap Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe yang dinilai baik dan tulus itu membuat kagum rombongan bani Masalikh dan sekaligus menimbulkan kebanggaan mereka karena bertemu saudara sesama suku di Iraq – dimana mereka mendapatkan bahan makanan yang sangat mereka perlukan, mereka percaya kepada setiap kata yang diucapkan Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe, karena dia seorang pedagang kaya komoditi pakan, mereka menyukai Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe (walaupun sebenarnya dia bukan orang Arab dari suku Al-Masalikh, tapi seorang Yahudi yang berpura-pura)
Saat kafilah sudah siap akan kembali ke Najd, pedagang orang Yahudi itu meminta ijin menumpang dengan mereka pergi ke tempat asalnya, Najd. Permintaan pedagang Yahudi itu diterima dengan senang hati oleh rombongan bani Al-Masalikh.
Akhirnya Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe sampai di Najd. Di Najd ia mulai menyebarluaskan propaganda dirinya dibantu beberapa orang dari bani Al-Masalikh yang baru tiba bersama-’sama dia dari Bashra. Propagandanya berhasil, sejumlah orang mendukungnya, tetapi ditentang oleh yang lain dipimpin oleh Shaikh Saleh Salman Abdullah Al-Tamimi, ulama di kota Al-Qasim, yang wilayah dakwahnya meliputi Najd, Yaman dan Hijaz.
Ia mengusir Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe ( nenek moyang Keluarga Saudi yang saat ini berkuasa ) dari kota Al-Qasim ke kota Al-Ihsa, di sana ia mengganti namanya menjadi Markhan bin Ibrahim Musa . Kemudian dia pindah ke daerah Dir´iya dekat Al-Qatif. Di daerah ini dia mulai menyebarkan ceritera rekayasa kepada penduduk mengenai Perisai Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam yang dirampas sebagai rampasan perang oleh orang musyrik Arab sewaktu Perang Uhud. Perisai itu kemudian dijual oleh orang musyrik Arab kepada Suku Yahudi Bani Qunaiqa dan menyimpannya sebagai koleksi barang berharga. Perlahan tapi pasti, Markhan bin Ibrahim Musa menanamkan pengaruhnya di antara orang-orang Badui melalui ceritera fiktif yang hal ini memberitahu kita bagaimana berpengaruhnya suku-suku Yahudi di Arab dengan menempati kedudukan terhormat.
Dia menjadi orang penting diantara suku Badui dan memutuskan untuk tetap tinggal di kota Dir´iya, dekat Al-Qatif kemudian memutuskan menjadikannya sebagai ibukota di Teluk Persia. Ia bercita-cita menjadikan kota itu sebagai batu loncatan untuk membangun kerajaan Yahudi di Tanah Arab.
Dalam rangka memenuhi ambisisnya, dia mulai mendekati dan mempengaruhi suku Arab Badui padang pasir untuk mendukung posisinya, kemudian menobatkan dirinya sebagai raja mereka.
Pada saat yang genting ini, Suku Ajaman bersama-sama dengan Suku Bani Khalid mencium bahaya Yahudi licik ini dan sangat mengkhawatirkan rencana jahatnya, karena dia telah dapat mengukuhkan identitasnya sebagai orang Arab. Mereka sepakat untuk menghentikannya, kemudian menyerang kota Dar’iya dan berhasil menaklukannya, tetapi sebelum menawan Markhan bin Ibrahim Musa, dia melarikan diri.
Dalam pelariannya, Yahudi nenek moyang Keluarga Saudi (Mordakhai) mencari perlindungan di sebuah perkebunan Al-Malibiid-Ghusaiba dekat Al-Arid, milik orang Arab. Sekarang kota itu bernama Al-Riyadh.
Mordakhai meminta perlindungan politik kepada pemilik perkebunan. Pemiliknya yang ramah itu kemudian segera memberikan tempat perlindungan. Namun belum juga sampai sebulan dia tinggal di perkebunan itu, Mordakhai membunuh pemilik beserta anggota keluarganya, kemudian mengarang ceritera bahwa mereka dibunuh oleh perampok. Dia juga mengaku telah membeli real estate dari pemiliknya sebelum kejadian tragis itu. Maka tinggallah dia disana sebagai pemilik tanah yang baru, kemudian daerah itu diberi nama baru Al-Di’riya, nama yang sama dengan tempat sebelumnya yang ia tinggalkan.
Yahudi nenek moyang Keluarga Saudi (Mordakhai) segera membangun sebuah “Guest House” yang disebutnya “Madaffa” di atas tanah yang direbut dari korbannya. Kemudian berkumpullah disekelilinya kelompok munafik yang mulai menyebarkan propaganda bohong bahwa Mordakhai adalah seorang Seikh Arab terkemuka. Mereka merencanakan membunuh Sheikh Saleh Salman Abdullah Al-Tamimi, musuh bebuyutan Mordakhai dan berhasil membunuhnya di sebuah mesjid di kota Al-Zalafi.
Mordakhai puas telah berhasil membunuh Sheikh Saleh Salman Abdullah Al- Tamimi, kemudian menjadikan Al-Dir’iya sebagai tempat tinggalnya. Di Al-Dir’iya dia berpoligami dan beranak’pinak, anak-anaknya diberi nama asli Arab.
Sejak saat itu keturunan dan kekuasaan mereka tumbuh berkembang di bawah nama Suku Saudi, mereka juga mengikuti jejak Mordakhai dan kegiatannya dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi serta berkonspirasi melawan bangsa Arab. Secara ilegal mereka menguasai daerah pedalaman dan tanah-tanah perkebunan, membunuh setiap orang yang mencoba menghalangi rencana jahat mereka. Untuk mempengaruhi penduduk di wilayah itu, mereka menggunakan segala macam jenis tipu daya untuk mencapai tujuannya: mereka suap orang-orang yang tidak sefaham dengan uang dan perempuan. Mereka suap penulis sejarah untuk menuliskan biografi sejarah keluarganya yang bersih dari kejahatan, dibuatkannya silsilah keluarga bersambung kepada Suku Arab terhormat seperti Rabi’á, Anza dan Al-Masalikh.
Seorang munafik jaman kiwari bernama Mohammad Amin Al-Tamimi – Direktur/Manager Perpustakaan Kontemporer Kerajaan Saudi, menyusun garis keturunan (Family Tree) untuk Keluarga Yahudi ini (Keluarga Saudi), menghubungkan garis keturunan mereka kepada Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam . Sebagai imbalan pekerjaannnya itu, ia menerima imbalan sebesar 35.000 (Tiga Puluh Lima Ribu) Pound Mesir dari Duta Besar Saudi Arabia di Kairo pada tahun 1362 H atau 1943 M. Nama Duta Besar Saudi Arabia itu adalah Ibrahim Al-Fadel.
Seperti disebutkan di atas, Yahudi nenek moyang Keluarga Saudi (Mordakhai), yang berpoligami dengan wanita-wanita Arab melahirkan banyak anak, saat ini pola poligami Mordakhai dilanjutkan oleh keturunannya, dan mereka bertaut kepada warisan perkimpoian itu.
Salah seorang anak Mordakhai bernama Al-Maqaran, (Yahudi: Mack-Ren) mempunyai anak bernama Muhammad, dan anak yang lainnya bernama Saud, dari keturunan Saud inilah Dinasti Saudi saat ini.
Keturunan Saud (Keluarga Saud) memulai melakukan kampanye pembunuhan pimpinan terkemuka suku-suku Arab dengan dalih mereka murtad, mengkhianati agama Islam, meninggalkan ajaran-ajaran Al-Quran, dan keluarga Saud membantai mereka atas nama Islam.
Di dalam buku sejarah Keluarga Saudi halaman 98-101, penulis pribadi sejarah keluarga Saudi menyatakan bahwa Dinasti Saudi menganggap semua penduduk Najd menghina tuhan, oleh karena itu darah mereka halal, harta-bendanya dirampas, wanita-wanitanya dijadikan selir, tidak seorang islampun dianggap benar, kecuali pengikut sekte Muhammad bin Abdul Wahhab (yang aslinya juga keturunan Yahudi Turki).
Doktrin Wahhabi memberikan otoritas kepada Keluarga Saudi untuk menghancurkan perkampungan dan penduduknya, termasuk anak-anak dan memperkosa wanitanya, menusuk perut wanita hamil, memotong tangan anak-anak, kemudian membakarnya. Selanjutnya mereka diberikan kewenangan dengan Ajarannya yang Kejam ( Brutal Doctrin ) untuk merampas semua harta kekayaan milik orang yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran agama karena tidak mengikuti ajaran Wahhabi.
Keluarga Yahudi yang jahat dan mengerikan ini melakukan segala jenis kekejaman atas nama sekte agama palsu mereka (sekte Wahhabi) yang sebenarnya diciptakan oleh seorang Yahudi untuk menaburkan benih-benih teror di dalam hati penduduk di kota-kota dan desa-desa. Pada tahun 1163 H, Dinasti Yahudi ini mengganti nama Semenanjung Arabia dengan nama keluarga mereka, menjadi Saudi Arabia, seolah-olah seluruh wilayah itu milik pribadi mereka, dan penduduknya sebagai bujang atau budak mereka, bekerja keras siang dan malam untuk kesenangan tuannya, yaitu Keluarga Saudi.
Mereka dengan sepenuhnya menguasai kekayaan alam negeri itu seperti miliknya pribadi. Bila ada rakyat biasa mengemukakan penentangannya atas kekuasaan sewenang-wenang Dinasti Yahudi ini, dia akan di hukum pancung di lapangan terbuka .
Seorang putri anggota keluarga kerajaan Saudi beserta rombongannya sekali tempo mengunjungi Florida, Amerika Serikat, dia menyewa 90 (sembilan pukuh) Suite rooms di Grand Hotel dengan harga $1 juta semalamnya. Dapatkah kita memberikan komentar terhadap pemborosan yang dilakukan keluarga kerajaan seperti itu, yang pantas adalah: Dihukum pancung di lapangan terbuka.
Kesaksian bahwa nenek moyang Keluarga Saudi adalah Yahudi:
- Pada tahun 1960′an, pemancar radio “Sawt Al-Arab” di Kairo, Mesir, dan pemancar radio di Sana’a, Yaman, membuktikan bahwa nenek moyang Keluarga Saudi adalah Yahudi
- Raja Faisal Al-Saud tidak bisa menyanggah bahwa keluarganya adalah keluarga Yahudi ketika memberitahukan kepada the WASHINGTON POST pada tanggal 17 September 1969, dengan menyatakan bahwa: “Kami, Keluarga Saudi, adalah keluarga Yahudi: Kami sepenuhnya tidak setuju dengan setiap penguasa Arab atau Islam yang memperlihatkan permusuhannya kepada Yahudi, sebaliknya kita harus tinggal bersama mereka dengan damai. Negeri kami, Saudi Arabia merupakan sumber awal Yahudi dan nenek-moyangnya, dari sana menyebar ke seluruh dunia”. Itulah pernyataan Raja Faisal Al-Saud bin Abdul Aziz.
Hafez Wahbi, Penasihat Hukum Keluarga Kerajaan Saudi menyebutkan di dalam bukunya yang berjudul “Semenanjung Arabia” bahwa Raja Abdul Aziz yang mati tahun 1953 mengatakan: “Pesan Kami (Pesan Saudi) dalam menghadapi oposisi dari Suku-suku Arab, kakekku, Saud Awal, menceriterakan saat menawan sejumlah Shaikh dari Suku Mathir, dan ketika kelompok lain dari suku yang sama datang untuk menengahi dan meminta membebaskan semua tawanannya, Saud Awal memberikan perintah kepada orang-orangnya untuk memenggal kepala semua tawanannya, kemudian mempermalukan dan menurunkan nyali para penengah dengan cara mengundang mereka ke jamuan makan, makanan yang dihidangkan adalah daging manusia yang sudah dimasak, potongan kepala tawanan diletakkannya di atas piring.
Para penengah menjadi terkejut dan menolak untuk makan daging saudara mereka sendiri, karena mereka menolak untuk memakannya, Saud Awal memerintahkan memenggal kepala mereka juga. Itulah kejahatan yang sangat mengerikan yang telah dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya sendiri sebagai raja kepada rakyat yang tidak berdosa, kesalahan mereka karena menentang terhadap kebengisannya dan memerintah dengan sewenang-wenang.
Hafez Wahbi selanjutnya menyatakan bahwa, berkaitan dengan kisah nyata berdarah yang menimpa Shaikh suku Mathir, dan sekelompok suku Mathir yang mengunjunginya dalam rangka meminta pembebasan pimpinan mereka yang menjadi tawanan Raja Abdul Aziz Al-Saud bernama Faisal Al-Darwis. Diceriterakannya kisah itu kepada utusan suku Mathir dengan maksud mencegah agar mereka tidak meminta pembebasan pimpinan mereka, bila tidak, mereka akan diperlakukan sama. Dia bunuh Shaikh Faisal Darwis dan darahnya dipakai untuk berwudlu sebelum dia shalat. (melaksanakan ajaran menyimpang Wahhabi). Kesalahan Faisal Darwis waktu itu karena dia mengkritik Raja Abul Aziz Al-Saud, ketika raja menandatangani dokumen yang disiapkan penguasa Inggris pada tahun 1922 sebagai pernyataan memberikan Palestina kepada Yahudi, tandatangannya dibubuhkan dalam sebuah konferensi di Al-Qir tahun 1922.
Sistem rezim Keluarga Yahudi (Keluarga Saudi) dulu dan sekarang masih tetap sama: Tujuan-tujuannya adalah: merampas kekayaan negara, merampok, memalsukan, melakukan semua jenis kekejaman, ketidakadilan, penghujatan dan penghinaan, yang kesemuanya itu dilaksanakan sesuai dengan ajarannya Sekte Wahhabi yang membolehkan memenggal kepala orang yang menentang ajarannya.memalsukan, melakukan semua jenis kekejaman, ketidakadilan, penghujatan dan penghinaan, yang kesemuanya itu dilaksanakan sesuai dengan ajarannya Sekte Wahhabi yang membolehkan memenggal kepala orang yang menentang ajarannya.

15 Tanggapan
Ditya Pratama
Saya sangat menghargai tulisan anda yang “terkesan ilmiah” dan sarat fakta, sayangnya karena referensi yang anda gunakan tidak cukup menjamin netralitas keilmuan anda; yang saya lihat bahwa anda ‘terkesan emosional’ dalam melihat perspektif Islam di Abad ke- 18. Patut anda ketahui (meski saya tahu bahwa anda sudah tahu!), andaikan gerak Wahabi (meminjam istilah anda) itu tidak ada, maka mungkin sampai hari ini kaum Muslimin ‘memuja’ kuburan dan meyakini klenik berkedok kewalian..suatu perbuatan yang sangat dikutuk oleh Rasulullah dan para ulama salaf. Lihatlah akhi, bagaimana negeri ini bisa mendapatkan rahmat Allah SWT jika segudang kemaksiatan ditambah kejahilan dalam memahami agama ini semakin merajalela. Lihatlah banyaknya bencana yang datang beruntun menimpa negeri ini, bahkan do’a istighasah yang dibaca setiap minggu pun tidak lagi cukup mampu meredam murka Allah SWT terhadap negeri ini, meski yang membacanya adalah ‘konon’ turunan Nabi SAW.


mutiarazuhud

Wahai saudaraku pencitraan bahwa kaum Muslimin “memuja” kuburan dan meyakini klenik berkedok kewalian adalah perbuatan yang melampaui batas. Bagaimana sesungguhnya para wali songo menyampaikan dakwah/syiar agama Islam telah diputarbalikkan faktanya oleh para penjajah non muslim.
Oleh karenanya sebaiknya membaca fakta sejarah Islam sesungguhnya dan perkembangannya di Indonesia dari mulai masa Khalifah sampai zaman kini, salah satunya dari buku yang dikumpulkan data dan dituliskan dengan judul “API SEJARAH” oleh Ahmad Mansur Suryanegara, Penerbit Salamadani terbit dalam dua jilid.
Umat muslim Indonesia dicitrakan pula mendapatkan ajaran Islam dari ulama nenek moyang. Siapakah ulama nenek moyang kita itu ?
Silahkan baca tulisan padahttp:syaikh-nawawi
Atau tulisan yang menjelaskan penolakkan paham Wahabi sejak dahulu kala, silahkan baca tulisan padahttp:syaikh-ahmad-khatib-al-minangkabawi

Apakah ulama nenek moyang kita mengajarkan menyembah kuburan atau orang sholeh ?
Tentu mustahil hal itu terjadi karena muslim yang awampun berpegang kepada salah satu firman Allah yang sering diucapkan setiap hari yang artinya
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan”. (QS Al Fatihah [1]:5 )
Wassalam


Wisnu

@Ditya Pratama
Apabila tulian KH. M. Shiddiq Al-Jawi anda komentari sebagai “terkesan ilmiah”, memang begitulah adanya. Beliau menyampaikan fakta melalui referensi-referensi yang dapat dipertanggung jawabkan bobot keilmuannya.

Selanjutnya bagaimana dengan Wahabi/Salafi.
Yang mengimani dengan takzim bahwa Allah memiliki 2 buah tangan (kanan semua?), sepasang kaki, sepasang mata, serta sebuah mulut.
Lebih dari itu, Allah ditandu oleh 8 ekor kambing hutan kesana kemari untuk mengurus alam semesta ini, termasuk naik turun dari dan Arasy ke bumi untuk menemui mahluknya.
Adakah penjelasan ilmiah mengenai pemahaman diatas. Jangan lagi muter-muter copas sana copas sini berhalaman-halaman, supaya thread cepat penuh dan orang malas membacanya.
Kalau saja Ibnu Taymiyyah tahu bahwa alam semesta ini terentang sejauh 28-32 milyard tahun cahaya, mungkin dia akan mengganti kambing gunung dengan kijang yang mampu berlari lebih cepat lagi.
Ditunggu balasannya.


uut
maksudnya ini
Mengungkap Tipu Muslihat Abu Salafy CS
Ijmak para ulama tentang keberadaan Allah di atas langit
subhad yang lain


mutiarazuhud

Dalam situs firanda.com sudah kami postkan komentar kami tentang “Allah di atas arasy”
Semoga mereka dapat mempublish komentar kami sebagaimana kami mempublish komentar antum untuk menerangkan bagaimana pemahaman antum terhadap Al-Qur’an dan Hadits.
Berikut komentar yang kami tuliskan
Post komentar kesatu.
Assalamualaikum
Sebenarnya kita sebaiknya menghindari membicarakan secara langsung tentang dzatNya karena dzatNya adalah sesuatu yang ghaib.
Namun kita mengetahui apa yang telah Allah ta’ala wahyukan kepada Rasulullah
Rasulullah tidak dapat mengetahui yang ghaib, kecuali yang diwahyukan saja.
“Katakanlah: ‘Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak pula aku mengetahui yang ghaib dan tidak pula aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.’ Katakanlah: ‘Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?’ Maka apakah kamu tidak memikirkannya?” (Al-An’am: 50)
Dalam Asmaul Husna salah satu nama Allah adalah AD-DZAHIR artinya Maha Nyata.
Allah ta’ala dzahir, sebagaimana firmanNya yang artinya

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang “Aku” maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka itu beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran ( Al Baqarah: 186).
“Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat” (QS Al-Waqi’ah: 85).
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf: 16)
Allah swt berfirman kepada Nabi-Nya, “Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)“. (QS Al-’Alaq [96]:19 )
Allah itu dekat itu bukan berarti bahwa Allah ta’ala itu di bumi , di langit atau di mana-mana, karena Allah itu atau dzatNya adalah sesuatu yang ghaib. Maha suci Allah ta’ala dari “di mana”.
Allah itu dekat dapat kita yakini dengan SifatNya, NamaNya dan perbuatanNya sedangkan SifatNya,NamaNya dan perbuatanNya tidak berpisah dengan dzatNya.
Jadi dengan sifatNya,NamaNya dan perbuatanNya lah kita menjadi seolah-olah melihat dzatNya inilah yang dinamakan dengan Ihsan atau Tasawuf dalam Islam yang salah satu pokoknya adalah tentang mengenal Allah ta’ala (ma’rifatullah).

Hal yang menarik adalah antum dapat memahami bahwa di atas Arasy bukan maknanya bertempat di atas Arasy, tentu antum juga memahami bahwa dzatNya tidak di langit dalam arti langit sebagai tempat sehingga tidak membenarkan orang yang menunjuk ke langit untuk menjawab pertanyaan “di mana Allah ?”.
Maha suci Allah dari “di mana”
**** bersambung
Post komentar ke dua

Kami memahami bahwa Allah menguasai atau meng-atas-i semua makhlukNya.
Mungkin ada yang bertanya apakah Allah ta’ala tidak menguasai di bumi ?
Pertanyaan seperti inilah yang memahami bahwa langit adalah tempat bagi dzatNya

Allah berfirman dalam hadist Qudsi:
“Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan menampung Aku. Hanya hati orang beriman yang sanggup menerimanya.”
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Aku ingin dikenal, maka aku ciptakan makhluk agar mereka mengenal-Ku”.
Tuhan menciptakan makhluk supaya mengenal Dia dengan sebenar-benar kenal, berhubungan dengan mesra, terus menerus berdialog dengan Tuhan agar kita terus terbimbing kejalan-Nya.
Wassalam


MY. Shandy

Alhamdulilllah…
Terima kasih atas tulisannya yang telah memaparkan banyak hal tentang Wahabi, yang–menurut saya–sebuah pembelaan kepada Muhammad bin Abdul Wahhab dan “wahhabi” itu sendiri bahwa dia adalah orang yang dimanfaatkan pihak penguasa Nejed.
Buktinya:
1. “Menurut Abdul Qadim Zallum, gerakan Wahabi telah dimanfaatkan oleh Muhammad bin Saud (w. 1765) untuk memukul Khilafah Utsmaniyah dari dalam. Namun tindakan yang sudah dapat disebut pemberontakan ini, menurut Zallum terjadi tanpa disadari oleh para penganut gerakan Wahabi”
2. “…melalui antek-anteknya Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud (w. 1830) yang memanfaatkan gerakan Wahabi. Upaya ini mendapat dukungan dana dan senjata dari Inggris.”
3. Menurut Zallum, serangan militer ini sebenarnya adalah aksi imperialis Inggris, karena sudah diketahui bahwa penguasa Saudi adalah antek-anek Inggris. Jadi, penguasa Saudi telah memanfaatkan gerakan Wahabi untuk memukul Khilafah dari dalam dan mengobarkan perang saudara antar mazhab dalam tubuh Khilafah.
4. Anda juga menuliskan: “Hanya saja, seperti telah disebut di depan, para pengikut gerakan Wahabi tidak begitu menyadari kenyataan bahwa penguasa Saudi adalah antek Inggris. Mengapa? Karena menurut Zallum, hubungan yang terjadi bukanlah antara Inggris dengan Muhammad bin Abdul Wahhab, melainkan antara Inggris dengan Abdul Aziz, lalu antara Inggris dengan anak Abdul Aziz, yaitu Saud bin Abdul Aziz.”
5. “Jadi, kalau Hijaz adalah bagian Khilafah, maka upaya mendirikan kekuasaan dalam tubuh Khilafah, seperti yang dilakukan penguasa Saudi dan Wahabi, tak lain adalah upaya ilegal untuk membangun negara di dalam negara. Lalu kalau mereka berperang melawan Khalifah, apa namanya kalau bukan pemberontakan?”
Untuk poin No.5, soal pemberontakan, hal ini sangat berbeda dengan apa yang diyakini dan didakwahkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Dalam surat dan pesan-pesan beliau, sebagaimana yang dinukil dalam buku “Muhammad bin Abdul Wahhab, Da’watuhu wa Aqudatuhu” dg jelas menyebutkan bahwa siapapun tidak boleh melakukan pemberontakan terhadap pemimpin (al-khuruj ‘alal imam), sekalipun pemimpin itu seorang yang fasik.

Thanks Bro,
sukses selalu buat semua.


mutiarazuhud
Alhamdulillah, terima kasih atas kunjungan dan komentar yang bersifat analisis terhadap tulisan KH. M. Shiddiq Al-Jawi.
Sejatinya bukan kapasitas kami untuk memberikan tanggapan atas nama beliau, untuk itu izinkan kami memberikan tanggapan berdasarkan apa yang kami ketahui dan pahami tentang Wahabi selama ini.
Hal yang perlu kita perhatikan adalah kita wajib berprasangka-baik kepada ulama, termasuk kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebagian muslim menanggapi beliau tentu berdasarkan pemahaman terhadap tulisan-tulisan beliau dan bisa saja terjadi kesalahpahaman dan bisa pula karena fitnah terhadap beliau seperti merubah tulisan-tulisan beliau, menyembunyikan tulisan-tulisan beliau dll.
Bisa jadi apa yang telah pahami dan disebarluaskan oleh kaum Wahabi pada saat ini sebenarnya tidak lagi sesuai dengan dakwah/syiar/pemahaman Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau bahkan tidak sesuai dengan dakwah/syiar/pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah, karena hal ini bisa dipengaruhi oleh kepentingan keluarga Saudi sebagai pemimpin atau penguasa kerajaan Saudi. Apalagi sampai saat ini umat muslim belum mengetahui dengan jelas silsilah sebenarnya dari keluarga Saudi. Wallahu a’lam.
Lalu bagaimana kita menghadapi para umara (pemimpin/penguasa). Tentu kita wajib berprasangka baik dengan mereka pula, namun perkembangannya kita bisa berprasangka atau menganalisa berdasarkan fakta-fakta apa yang telah mereka perbuat dalam kepemimpinan mereka. Hal itulah yang diuraikan oleh KH. M. Shiddiq Al-Jawi.
Sebagai contoh tentang tasawuf dalam Islam, penguasa kerajaan Saudi dengan para ulama Wahabi pada zaman ini, telah memasukkan dalam kurikulum pendidikan mereka bahwa Umat Muslim yang mendalami tasawuf adalah sesat. Padahal kita tahu tasawuf adalah hanya sebuah istilah semata, hal yang sesungguhnya adalah tentang akhlak atau menguraikan salah satu pokok ajaran Islam yakni tentang Ihsan. Coba perhatikan jurusan/pendalaman di perguruan tinggi Islam, kita kenal jurusan atau pendalaman Tasawuf/akhlak.
Jadi sebagian ulama zaman kini yang tidak lagi mendalami,mengamalkan dan mengajarkan tentang Ihsan (Tasawuf/Akhlak), hanya mengajarkan dua pokok saja yakni tentang Islam (Rukun Islam/fiqih) dan tentang Iman (rukun Iman/Ushuluddin/I’tiqad) besar kemungkinan akan menghasilkan hasil didikan yang tidak Ihsan atau tidak mampu seolah-olah melihat Allah atau minimal tidak begitu yakin bahwa Allah ta’ala melihat perbuatan kita.
Contoh yang kita temui ada seorang muslim beriman dan mengerjakan seluruh rukun Islam namun mereka korupsi atau memimpin tidak adil. Hal itu terjadi karena mereka tidak menyadari/meyakini minimal bahwa Allah melihat segala perbuatan mereka atau bisa dikatakan mereka tidak berakhlak baik sebagai hamba Allah dihadapan Allah ta’ala.
Semoga antum dapat memahami apa yang terjadi di dunia Islam masa kini yang dikatakan modernisasi agama atau pembaharuan namun kenyataan adalah kemunduran dalam akhlak, baik akhlak dihadapan Allah ta’ala maupun akhlak terhadap sesama manusia.
Wassalam


uut
melengkapi aja

Wahabisme
1.Apa itu Wahabi, oleh Ustadz Zainal Abidin Syamsudin
2.Wahabi dalam Sorotan, oleh Ustadz Abu Qatadah
3.Meluruskan Sejarah Wahhabi oleh Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawy
4.Apa Itu Wahabi, oleh Ustadz Dr. Ali Musri, MA
5.Menyingkap Syubhat Terorisme dan Wahabisme Terhadap Dakwah AhlusSunnah, oleh Ustadz Abu Qatadah
6.Pro Kontra Dakwah Wahhabi, oleh Ustadz Badrusalam
7.E-Book The Wahhabi Myth – Menyingkap Mitos Wahhabi, Penulis : Haneef James Oliver

SIAPA PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI?
SIAPA PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI?
Muhammad bin Abdul Wahhab: Fitnah Nejed?
Buku Putih Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Wahabi jadi kambing hitam lagi dll


Addhoif

@ditya
Asslmlkm wr .. saudaraku..
sebelumnya saya minta maa klo seandainya ada perkataan atau tulisan saya yg salah atau menyinggung perasaan saudara..
mengenai perkataan anda bahwa muslim memuja kuburan dan klenik berkedok kewalian, saya kurang sependapat dengan anda…
umat muslim berziarah kemakam org tua atau org sholeh adalah bentuk dari amal atas pngetahuan yg dimiliki mereka tentang fadh8illah berziarah… bukan menyembah..
kewalian itu timbul dari atas ketaqwaan dan ketaatan seseorang yg ikhlas dan sabar terhadap Alloh SWT.. apabila timbul kemuliaan yg Alloh berikan kepadanya bukan lah sesuatu yg syirik atau sesat… itu sebagai bukti dari kekuasaan dan kehendak Alloh SWT … mereka para waliyullah tidaklah merasa memiliki sesuatu kekuatan ..malah mereka merasa semakin merasa lemah di hadapan Alloh ta’alaa …
demikian yg bisa saya ungkapkan.. sebkali lgi mohon maaf apabila ada perkataan atau tul;isan yg menyinggung perasaan saudara..
wassalamu’alaikum wr wb….


nash ujiek

Saya muslim dan saya sangat tertarik dengan sejarah dunia islam dan apa yang berhubungan dengannya. Terus terang setelah membaca beberapa tulisan Anda, pemahaman saya jadi bertambah, walaupun belum benar-benar ‘mudheng’ tapi setidaknya saya akan terus belajar, salah satunya dari tulisan Anda. Terima Kasih.
Salam Kenal.


adi

Saya merasa tercengang membaca tulisan anda tentang wahhabi dan saud, tapi apakah benar ?
Bagaimana reaksi orang arab sendiri?


adeniel
Assalamu’alaikum..
Saya sebagai mu’alaf sebenarnya kagum dengan ke “tinggan” ke-ilmuan mas yg punya blog. Namun disayangkan mas-nya terkesan semakin keblinger dengan ilmunya yg akhirnya menghantam sejarah perjalanan & menebar kebencian thd syari’at islam yg diturunkan oleh Allah yg diamanatkan kepada Rasulullah & diwariskan kepada para sahabat kemudian penerusnya (para ulama2 terpecaya/shahih yg terdahulu hingga sekarang).
Masukan dari saya, sebaiknya mas-nya ini mengundang/mengadakan dialog terbuka dg ulama2 yg terpercaya keilmuannya/shahih baik ulama dlm negeri ataupun ulama2 luar negeri (klo dr luar minimal ulama dari saudi lah..). Jadi secara profesional kita bisa menilai, mana yg lurus/benar.. mana yg bengkok/membual.. Sebab, klo cm post/quote cm lewat blog spt ini sih semua org bisa bikin blog & gak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya/setara menghasut ataupun hoax.. -Islam itu indah.. Allah yg menurunkan & Allah pula yg menjaganya- Sukses semuanya deh..
adeniel->wa’alaikum salam warahmatullah

sudah banyak ulama berdialog masalah-masalah khilafiah. Ini salah satunya http://www.youtube.com/watch?v=IZ6Gf8YKKkE
alangkah indahnya umat Islam saling menghormati dalam perbedaan yang bersifat furu’iyyah seperti yang diajarkan para salaf dan ulama-ulama sesudahnya.
~semoga bermanfaat~
di bagian akhir-akhir dialog mereka membahas tentang maulid, silahkan simpulkan sendiri. O iya akhiy ini pendapat Syaikhul Hadist Abdur Rahim Abu Nauman http://www.youtube.com/watch?v=SoEhaGHn7Vs&feature=channel_video_title
Ini penjelasan Al ‘Allaamah Syaikh Aliy Jum’ah Muhammadhttp://www.youtube.com/watch?v=jipqxIBf79c
Semoga Allah menunjukkan kita jalan yang benar
mengenai dialog pada link di atas, saya hanya ingin antum menyimpulkan isi dialog tersebut (manakah pendapat yang kuat berdasarkan dalil dan keterangan para ulama), sedangkan komentar-komentar atas video, muqodimah vidoe dll saya berlepas tangan.
~jazakumullah ahsanal jaza’~
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar