Waspada Salafiyyah

Ada dua fenomena yang bisa kita amati pada zaman ini.
Umat muslim yang mengikuti pendidikan pada orang Barat (seperti Amerika) kembali dari sana ada kemungkinan berpemahaman Liberal
Umat muslim yang mengikuti pendidikan pada orang Timur (jazirah Arab) kembali dari sana ada kemungkinan berpemahaman Wahabi atau Salaf(i)

Kita harus membedakan antara Salaf dengan Salaf(i).
Salaf(i) adalah kaum yang menjadi berbeda dengan pemahaman ulama Salaf.
Salafi adalah kaum yang merujuk kepada pemahaman Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, dan beliau merujuk kepada pemahaman syaikh Ibnu Taimiyah.
Saya sampai bertanya dalam hati “Siapa sesungguhnya Syaikh Ibnu Taimiyah itu”.
Maaf, bagi saya umat Islam yang mengikuti  pemahaman beliau itu mengacaukan pemahaman.

Sebagai contoh adalah cara memahami firman Allah, Al ‘Araf : 54 yang artinya  “Kemudian Dia bersemayam di atas Arsy” .
Istawa = bersemayam atau bahkan ada yang memahami dengan duduk, walaupun diberi catatan bersemayam/duduk yang tidak serupa dengan mahluk. Pemahaman atau terjemahan Al-Qur’an seperti inilah yang kita jumpai pada umumnya.
Sedangkan saya pribadi memahami istawa tersebut tidak dengan arti tekstualnya bersemayam atau duduk. Namun saya memahami sebagai menguasai dan/atau memerintah.
Begitu juga kata Istawa yang kita temukan pada ayat-ayat lain yang tidak kita artikan secara tekstual sebagai bersemayam/duduk seperti.
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu“. (Al Baqarah: 29)
Disini Istawa dipahami sebagai berkehendak menciptakan.
“Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Al Qashash : 14)
Disinipun istawa tidak dipahami sebagai  bersemayam atau duduk.
Saya sepemahaman yang menyatakan bahwa Allah sama sekali tidak menyerupai makhluk-Nya, Dia tidak membutuhkan kepada tempat atau arsy, karena arsy adalah makhluk Allah sendiri. Mustahil Allah membutuhkan kepada makhluk-Nya.

Al-Imam Abu Hanifah juga menuliskan sebagai berikut:
“Dan kelak orang-orang mukmin di surga nanti akan melihat Allah dengan mata kepala mereka sendiri. Mereka melihat-Nya tanpa adanya keserupaan (tasybih), tanpa sifat-sifat benda (Kayfiyyah), tanpa bentuk (kammiyyah), serta tanpa adanya jarak antara Allah dan orang-orang mukmin tersebut (artinya bahwa Allah ada tanpa tempat, tidak di dalam atau di luar surga, tidak di atas, bawah, belakang, depan, samping kanan atau-pun samping kiri)”
Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah. Sesuai dengan yang dimaksud oleh Al-Imam Abu Hanifah bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah tanpa tasybih, tanpa Kayfiyyah, dan tanpa kammiyyah.
Jadi memahami Istiwa sebagai menguasai dan/atau memerintah dibeberapa ayat Al-Qur’an ketimbang bersemayam atau duduk adalah lebih aman buat i’tiqad karena tidak akan ada sedikitpun bertentangan dengan firman Allah yang artinya, … Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia … (As Syuura: 11).
Saya sangat khawatir dengan beredar luasnya pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah selain kata bersemayam/duduk, ada kata lain seperti tangan, turun, bertubuh dll.
Mengenai pemahaman turunnya  Allah silahkan baca tulisan sebelumnya
Pada masa hidupnya Syaikh Ibnu Taimiyah, pendapat, perkataan atau fatwa beliau bertentangan dengan jumhur ulama dan fatwa beliau dianggap ganjil. Sehingga beliau beberapa kali masuk penjara karena keganjilannya namun sebagian umat Islam saat ini menganggap beliau dipenjara karena keteguhan beliau dalam i’tiqad. Wallahu a’lam.
Kunci meluasnya pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah adalah apa yang diupayakan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Bagi saya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah ulama yang pragmatis karena kita ketahui beliau “membantu” kekuasaan Muhammad bin Sa’ud (cikal bakal kerajaan Saudi).
Saat ini kita ketahui pemerintahan kerajaan Saudi Arabia berkehendak meluaskan pemahaman Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang kita kenal dengan Wahabi atau diluar negeri mereka diberi nama Salaf(i).

Pertimbangan Pertama
Upaya kerajaan Saudi Arabia untuk penyeragaman / perluasan pemahaman wahabi atau salaf(i)  ke seluruh dunia,  adanya kemungkinan menyesatkan setelah kita lihat perbedaan pemahaman yang telah saya uraikan.

Terlebih lagi mempertimbangkan hadist tentang Imam Mahdi akan berperan sebagai panglima perang ummat Islam di akhir zaman. Beliau akan mengajak ummat Islam untuk memerangi para Mulkan Jabriyyan (Para Penguasa Diktator).
“Kalian perangi jazirah Arab dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian Persia (Iran), dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Rum, dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Dajjal,dan Allah beri kalian kemenangan.” (HR Muslim 5161)

Pertimbangan Kedua
Sikap pragmatis dari Muhammad bin Abdul Wahab mengikat perjanjian dengan Muhammad bin Saud, seorang pemimpin suku di wilayah Najd. Sesuai kesepakatan, Ibnu Saud ditunjuk sebagai pengurus administrasi
politik sementara Ibnu Abdul Wahhab menjadi pemimpin spiritual. Sampai saat ini, gelar “keluarga kerajaan” negara Arab Saudi dipegang oleh keluarga Saud. Namun mufti umum tidak selalu dari keluarga Ibnu abdul wahhab misalnya Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz.

Dan hadist yang menyatakan bahwa fitnah berasal dari Najd
Daripada Abdullah Ibn Umar r.a., beliau berkata: Rasulullah SAW menyebut: Ya Allah! Berkatilah kami pada Yaman kami dan berkatilah kami Ya Allah! pada Syam kami.
Maka sebahagian sahabat berkata: Dan pada Najd kami Ya Rasulallah!
Rasulullah pun bersabda: Ya Allah! Berkatilah kami pada Yaman kami dan berkatilah kami Ya Allah! pada Syam kami.
Maka sebahagian sahabat berkata: Dan pada Najd kami Ya Rasulallah!
Dan aku menyangka (seingat aku) pada kali ketiga Rasulullah SAW bersabda: Di sanalah berlakunya gegaran-gegaran, fitnah-fitnah dan di sanalah terbitnya tanduk Syaitan.
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam al-Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam Ibnu Hibban dan lain-lain.
Wallahu a’lam

7 Tanggapan
maaf sblumx, orang awam mau ikut komentar. Al-Qur’an itu memilki makna lahir dn makna batin, ada ayat2 Qauliyah dan Qauniyah, ada ayat muhkamat dan mustasyabihat. utk mengetaui semua itu perlu menuntut ilmu dunia dan ilmu akhirat, ada yg tersembunyi dn ada yg nampak. maka tuntunlah ilmu Allah yg ada disurat Al-Ankabut ayat 49. dan Ar-Rahman ayat 33.


Abu Khodijah

Bismillah,
1. mengenai makna istiwa’ dan penjelasan lainnya silahkan ikuti link inisifat-istiwa-allah-di-atas-arsy
2. mengenai dimana Allah, silahkan ikuti penjelasannya di link berikut Tahukah Anda Di Mana Allah?

Wallahu’alam
barokallahufiykum..


mutiarazuhud

Silahkan Abu, kalau tetap ingin mengikuti Salafi yakni “orang yang berupaya” mengikuti Salaf
Kami kan cuma mau menyarankan saja, lalu mengapa tidak mengikuti Salaf secara langsung.
Metode pemahaman Salafi secara harfiah atau tekstual tidak mau “mengambil pelajaran” terhadap nash-nash Al-Qur’an dan Hadits.
Padahal Allah telah memerintahkan untuk “mengambil pelajaran” sesuai firmanNya yang artinya,
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (Al Baqarah : 269)

Kaum Salafi salah paham dalam perihal “menggunakan akal” untuk mengambil pelajaran terhadap Al-Qur’an dan Hadits.
Yang terlarang adalah “menggunakan akal” untuk menambah hukum atau nash-nash Al-Qur’an dan Hadits karena Agama Islam sudah sempurna.


syowa
saya orang awam (syowa) saja, masih bodoh
Surat Al-Imran ayat 7
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
[183]. Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
[184]. Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.


sowa
saya orang awam belum pandai, mengikuti yang ahli saja lah

surat 3:7
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
[183]. Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah.
[184]. Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.


abu zaid
ya akhi, yang dimaksud dengan Najd di dalam hadits mengenai tanduk syaithan adalah Irak dimana Ibnu Hajar menjelaskannya di dalam kitab beliau. Karena ada hadits yang semakna dengan hadits tsb, namun kata Najd diganti dengan Irak.


mutiarazuhud

Silahkan antum dengan pemahaman sendiri.
Silahkan baca pula tulisan pada
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar