Permasalahan melihat hilal

Pemberitaan media seputar penetapan 1 Syawal , khususnya yang dilakukan pemerintahan Indonesia telah diputarbailkkan fakta sesungguhnya dan bahkan diikuti dengan pelecehan.
Contohnya dengan judul “Penetapan 1 Syawal Indonesia Ditertawakan Negara-negara Islam” pada  http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/08/31/15978/penetapan-1-syawal-indonesia-ditertawakan-negaranegara-islam/
Bahkan dalam berita tersebut dikatakan bahwa “pemerintah dalam sidang itsbatnya menganulir hasil rukyat dan memutuskan Idul Fitri 1 Syawal jatuh pada hari Rabu (31/8/2011)”.   
Padahal kenyataannya pemerintah memutuskan berdasarkan kesepakatan bersama para ulama sesuai sunnah Rasulullah bahwa jika terjadi perbedaan agar mengikuti kesepakatan as-sawaad al-a’zhom (kesepakatan jumhur ulama (ahli ilmu)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)

Pemerintah berdasarkan kesepakatan para ulama (ahli ilmu) tidak menganulir rukyat (melihat hilal) namun tidak mengakui laporan “melihat hilal” yang bersumber dari Pantai Kartini Jepara dan Cakung Jakrta Timur saja.  Berdasarkan hasil hisab (perhitungan) pun keadaan hilal yang telah diproyeksikan untuk wilayah Indonesia tidak akan terlihat oleh mata.  Ironisnya di Jepara hilal dikatakan terlihat oleh mata telanjang namun tidak telihat dengan alat bantu
“Posisi hilal diketahui oleh Saiful Mujab dengan mata telajang tanpa bantuan alat, sedangkan peserta lain yang menggunakan alat tidak melihat hilal,” kata Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jepara Sholikin di Jepara, Senin (29/8;2011).”  Sebagaimana dilaporkan pada http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/08/30/15969/hilal-sudah-terlihat-senin-sore-tapi-pemerintah-tetapkan-1-syawal-hari-rabu/
Bahkan saudara-saudara kita kaum Muhammadiyah dalam penentuan 1 Syawal bersandarkan penuh pada perhitungan (hisab) dikatakan bahwa “Kriteria ini tidak berdasarkan konsep penampakan. Kriteria ini adalah kriteria memasuki bulan baru tanpa dikaitkan dengan terlihatnya hilal, melainkan berdasarkan hisab terhadap posisi geometris benda langit tertentu” sebagaimana disampaikan pada http://www.voa-islam.com/news/citizens-jurnalism/2011/08/30/15971/sahkah-idul-fitri-muhammadiyah-pada-selasa-30-agustus-2011/
Dalam permasalahan penentuan awal bulan Syawal seolah-olah  mereka tidak lagi mengikuti dalil yang shahih yakni dengan cara “melihat hilal”
Nabi Muhammad  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah (berhari rayalah) karena melihatnya.” (HR. Bukhari [1810], Muslim [1081], At Tirmidzi [684], An Nasa’i [2117], Ibnu Majah [1655], Ahmad [2/497], Ad Darimi [1685])

Boleh kita “melihat hilal” melalui perhitungan manusia atau hisab namun pada tanggal 29 Agustus 2011, hasil perhitungan hisabpun menyatakan bahwa dengan “keadaan hilal” yang diproyeksikan oleh perhitungan manusia (hisab)  maka kemungkinan manusia tidak akan melihat hilal pada tanggal 29 Agustus 2011,  sehingga 1 Syawal 1432 H   jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011
Bahkan sebagaimana yang dilaporkan oleh Kyai Thobary Syadzily,  Ketua Lajnah Al-Falakiyyah PWNU Provinsi Banten, berdasarkan hisab untuk wilayah Mekkah mengikuti sistem “Almanak Nautika”,  Senin 29 Agustus 2011 adalah
“Ketinggian Hilal Toposentris tersebut di atas di kota Mekkah sebesar 1 o 13 ‘ 31 ” atau 1,2 o ( di atas ufuk ) tidak mungkin dapat dilihat atau dirukyat meskipun menggunakan teropong atau teleskop. Dengan demikian, awal bulan Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu Legi, tanggal 31 Agustus 2011 M”.    Laporan selengkapnya pada http://www.facebook.com/media/set/?set=a.242185842492717.59915.100001039095629

Keputusan penguasa kerajaan dinasti Saudi  yang  tetap menerima/mengakui  laporan “telah melihat hilal” dari beberapa saksi walaupun secara hisab (perhitungan) dalam kondisi hilal ‘not possible sighting‘ patut dipertanyakan dan sangat menyesatkan umat Islam di seluruh dunia. Sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada http://rukyatulhilal.org/artikel/kesaksian-mustahil-rukyat-saudi-syawwal-1432.html
Berikut kutipan dari sumber tersebut
*****  awal kutipan *****
Para pakar falak dunia di forum Islamic Crescent Observation Project (ICOP) yang berpusat di Jordania , Forum Moonsighting Committee Worldwide (MCW) yang berpusat di USA dan para pakar falak di Indonesia menyayangkan sikap otoritas Saudi yang hanya mendasarkan pada pengakuan seorang / beberapa saksi apalagi saksi tersebut  ternyata hanya orang awam (badui) yang notebene bukan petugas resmi dari kerajaan yang memiliki kompetensi dalam bidangnya. Bahkan setiap laporan saksi tanpa pernah dilakukan klarifikasi dan uji materi tentang validitas laporan tersebut.

Para pakar tersebut juga sempat membuat Petisi yang disampaikan langsung kepada pihak kerajaan mengenai kejanggalan tersebut.  Lucunya lagi tim resmi yang telah dibentuk oleh kerajaan yang melakukan rukyat di beberapa lokasi dan dilengkapi teleskop canggih yang mampu melakukan tracking secara akurat terhadap posisi Bulan dan perlengkapan pencitraan hilal menggunakan CCD itu justru tidak pernah dipercaya laporannya yang menyatakan hilal tidak terlihat.
Menurut data yang dikumpulkan oleh lembaga tersebut, setidaknya selama 30 tahun terakhir, khusus untuk Zulhijjah saja dari 30 kali laporan rukyat ternyata sekitar 75% nya atau 23 laporan rukyat dinyatakan mustahil secara ilmiah dan 7 laporan rukyat diterima.
Penentuan awal bulan dalam kaitannya dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawwal dan Hijriyah di Saudi memang menggunakan rukyat sebagai dasarnya, sementara hisab hanya digunakan untuk pembuatan kalender sipil untuk kepentingan kenegaraan dan kemasyarakatan yang disebut sebagai Kalender Ummul Qura. Namun itulah yang berlaku di sana ‘hilal syar’i’ bukan ‘hilal falaki’. Entah sampai kapan Saudi akan bertahan dengan  tradisi ini.
Di zaman hitungan yangg super akurat sekarang ini hisab justru menjadi sesuatu yang “qath’i” karena sudah terbukti akurasinya, sementara hasil rukyat lebih bersifat “dhon” karena sangat berpeluang terjadinya ‘salah identifikasi terhadap obyek yg disebut sebagai hilal saat rukyat entah karena faktor psikologis maupun faktor lingkungan.
Lalu kenapa Saudi kerap menerima “klaim rukyat” yang sebenarnya sudah diketahui bahwa itu mustahil?
Inilah teka-tekinya. Beberapa kemungkinan jawaban sebenarnya sudah saya dapatkan, namun saya belum berani tulis di sini sebab masih memerlukan klarifikasi lebih lanjut. Namun demikian tetap saja bagi saya ini masih “misteri”. Apakah memang disengaja?
***** akhir kutipan *****

Pertanyaan penulis tersebut  bahwa  apakah pemerintah kerajaan dinasti Saudi memang sengaja dengan kekeliruan tersebut ,  patut didiskusikan jawabannya agar kemungkaran / kezaliman ini dapat diluruskan.
Apalagi  konvensi Istambul yang dihadiri oleh negera-negara  Islam, termasuk Indonesia telah mengamanahkan (memberi mandat) kepada kerajaan dinasti Saudi sebagai pelayan tanah suci dan pemelihara Ka’bah, sebagai tempat standart untuk melihat hilal dan kemudian menyebarkan informasi keseluruh dunia.
Pada  situs http://www.infoskripsi.com/Article/Argumen-Waktu-Kaabah.htmljustru dikatakan bahwa pemerintah Indonesia  tidak taat pada konvensi Istambul karena tidak mentaati keputusan kerajaan dinasti Saudi padahal pemerintah Indonesia telah mentaati para ulama yang taat kepada sunnah Rasulullah untuk “melihat hilal”
Bahkan dalam tulisan pada situs tesebut terungkap keyakinan bahwa,  “masalahnya Hilal hanya bisa dilhat sempurna hanya di satu titik dibelahan dunia. Oleh karena itu tidak selalu hilal bisa dilihat dari Arab Saudi.”
Keyakinan seperti itu pada hakikatnya sama saja berkeyakinan bahwa “melihat hilal” yang dilakukan zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para Salafush Sholeh di jazirah Arab adalah tidak valid atau tidak baik atau tidak sah karena tidak selalu hilal bisa dilihat dari Arab Saudi. Semoga mereka tidak bermaksud mengatakan hal tersebut namun semata-mata mereka tidak paham yang dimaksud “melihat hilal”
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

2 Tanggapan
trims atas pencerahannya, semoga yg belum paham masalah hilal dapat menjadi paham.klo sengaja menyimpang dari fakta hanya Allah yg tau



Ada berita menyeramkan dari eramuslim yang menganggap penetapan 1 syawal oleh sidang itsbat sebagai “permainan”.. Astaghfirullahak’adzim,..nampaknya eramuslim sudah berganti eramuhammadiyah,..kalimatnya profokatif dan subyektif…
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar