Pengetahuan hal ghaib

Rasulullah mengetahui hal yang ghaib walaupun sebatas yang dikehendakiNya
Kata ghoib, menurut beberapa kamus arab, seperti lisaanul arab berasal dari kata ghoba (tidak tampak, tidak hadir) kebalikan dari kata hadhoro atau dhoharo (hadir atau nampak). Ghaib adalah sesuatu yang tidak tampak dengan panca indera seperti mata kita atau sesuatu yang tidak tampak secara kasat mata.
Salah seorang ulama mereka, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menguraikan dalam bukunya Risalah fi Hukmi as-Sihr wa al-Kahanah menetapkan bahwa barang siapa yang berkeyakinan Rasulullah mengetahui hal ghaib maka ini adalah keyakinan kufur yang pelakunya dianggap sebagai orang kafir karena melakukan kekufuran yang besar. Cuplikan uraian beliau dapat diketahui seperti pada http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=571
Beliau beralasan dengan firman Allah ta’ala antara lain

Yang artinya, Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS Al A’raaf [7]:188) .
Yang artinya, “Katakanlah! (Hai Muhammad) Tiada seorang pun baik di langit maupun di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka dibangkitkan”. (QS. an-Naml: 65)

Firman Allah ta’ala dalam (QS Al A’raaf [7]:188) terkait dengan ayat sebelumnya yakni (QS Al A’raaf [7]:187) Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mengetahui yang ghaib dalam hal tentang hari kiamat.
Firmat Allah ta’ala dalam (QS an Naml:65) Allah ta’ala menegaskan hal yang ghaib hanya diketahui oleh Allah ta’ala seperti pengetahuan kapan mereka dibangkitkan. Namun Allah ta’ala tidak mengatakan apa yang diketahui oleh Allah ta’ala seluruhnya tidak disampaikan kepada manusia karena Allah ta’ala berfirman pada (QS. Al Jin [72]: 26-27) yang artinya, “Tuhan Maha Mengetahui yang gaib. Maka Dia tidak akan membukakan kegaibannya itu kepada seorang pun, kecuali kepada Rasul yang di kehendaki”.

Dan dalam firmanNya yang lain yang artinya “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit“. (QS Al Isra [17]:85 ).
Dan dalam firmanya yang artinya, “Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS Al An’aam [6]:50)

Dari ketiga firmanNya tersebut dapat diketahui bahwa Allah ta’ala memberikan pengetahuan tentang ghaib walaupun sedikit atau sebatas apa yang diwahyukan kepada Rasul yang dikehendakiNya, tentulah Rasul yang dikehendakiNya adalah Sayyidina Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengetahui tentang ghaib berdasarkan al-khabar as-sadiq (pemberitaan valid) dari Allah Azza wa Jalla seperti pengetahuan tentang malaikat, jin, adanya akhirat, dll. Juga Rasulullah mengetahui tentang ghaib berdasarkan pengalaman beliau “diperjalankan” hingga sampai kepada Allah Azza wa Jalla dengan peristiwa Isra Mi’raj.
Begitupula kita muslim pada umumnya akan mendapatkan pengetahuan tentang ghaib berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Cuma untuk pengetahuan tentang ghaib yang lebih jauh, khusus untuk hamba Allah yang dikehendakiNya pula. Bagaimana seorang hamba Allah “diperjalankan” hingga sampai kepada Allah Azza wa Jalla dengan dzikrullah. Dzikrullah yang utama adalah sholat. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam bersabda, bahwa Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin, “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“. Yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah. Contoh dalam urusan sholat yang berhubungan dengan ghaib adalah makna bersuci (thaharah) secara bathin.
Pengetahuan tentang jiwa, ruhNya, hawa nafsu, akal, hati, rasa adalah contoh bagian dari pengetahuan tentang ghaib , sesuatu yang tidak dapat diindera oleh panca indera seperti mata kepala kita. Semua ini ada dalam pengenalan tentang diri kita (jasmani ruhani), mengenal Allah ta’ala (ma’rifatullah), takzkiyatun nafs, Takhali (mengosongkan dari sifat sifat yang tercela) , Tahalli (mengisinya dengan sifat-sifat terpuji) hingga selanjutnya beroleh kenyataan Tuhan (Tajalli).
Semua hal yang di atas adalah yang dimaksud dengan Tasawuf dalam Islam atau tentang Ihsan atau tentang akhlak

MAN ‘ARAFA NAFSAHU FAQAD ‘ARAFA RABBAHU
(Siapa yang kenal kenal dirinya akan Mengenal Allah)
Firman Allah Taala :
“ Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?“ (QS. Fush Shilat [41]:53 )

Awaluddin makrifatullah, Awal agama adalah mengenal Allah, akhirnya adalah berakhlakul karimah atau muslim yang baik, muslim yang sholeh atau muslim yang Ihsan. Rasulullah menyampaikan yang maknanya “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Begitulah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di depan para sahabat bahwa tonggak Islam ada tiga yakni tentang Islam (rukun Islam/fiqih), tentang Iman (rukun iman/ushuluddin/i’tiqad) dan tentang Ihsan (akhlak/tasawuf).
Dari sejak dahulu kala dalam perguruan tinggi Islam yang dimaksud Tasawuf dalam Islam adalah tentang akhlak atau tentang Ihsan namun pada zaman ini ada ulama (ahli ilmu) mengingkari tasawuf dalam Islam atau tidak mendalami / menjalankan tasawuf atau tentang Ihsan sehingga sebagian mereka masih bertanya “di mana” atau “bagaimana” Allah Azza wa Jalla. Maha suci Allah ta’ala dari “di mana” maupun “bagaimana”
Sayang sekali mereka telah melupakan bahkan mengharamkan Tasawuf dalam Islam yang sejatinya adalah tentag Ihsan atau tentang akhlak. Tentang bagaimana mencapai muslim yang Ihsan (mushin/muhsinin), muslim yang baik atau muslim yang sholeh, sholihin golongan/tingkataan manusia yang paling awal di sisi Allah Azza wa Jalla.
Ihsan, “…. hendaknya kamu menyembah Allah seakan–akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu .…” (H.R. Muslim)
Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”

Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Imam Ali menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangannya yang kasat tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan …”.

Pada hakikatnya mereka terhasut oleh ulama (ahli ilmu) tentang Islam namun non muslim yang mencitrakan buruk tentang tasawuf atau terhasut oleh dukhala ilmi (mereka yang berkecimpung dalam ilmu namun bukan ahlinya). Hakikatnya mereka sekedar berkecimpung dalam ilmu namun tidak mendapatkan keahlian. Wallahu a’lam
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

29 Tanggapan
pada 23 Mei 2011 pada 9:45 am | Balasmamo cemani gombong
sangat….sangat….sangat ……SEPAKAT BANG ZON …..salam




pada 24 Mei 2011 pada 9:43 am | Balasabu_salman
Tentu yang dimaksud syaikh adalah hal ghaib yang tidak dikabarkan oleh Allah Ta’ala kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam… sehingga beliaupun shallallahu’alaihi wa sallam tidak mengetahui hal ghaib tersebut…
Bang Zon terburu-buru, lah…




pada 24 Mei 2011 pada 11:43 am | Balasmutiarazuhud
Cobalah mas Abu Salman baca kembali pada link yanghttp://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=571




pada 24 Mei 2011 pada 3:09 pmabu_salman
Dari sisi amanah penukilan, kalau kita kembali kepada link tersebut, yang saya pahami adalah bahwa uraian tersebut bukan dari syaikh bin baz melainkan dari penulis sendiri, di mana syaikh bin baz menjadi salah satu rujukan dalam penulisan artikel tersebut. Tapi, rujukannya bukan hanya syaikh, ada juga kitab2 serta tokoh-tokoh yang lain. Kalau boleh bertanya, dari mana penulis menyimpulkan seolah-olah uraian tersebut seutuhnya dari syaikh bin baz…
Meskipun tidak menutup kemungkinan hal yang demikian itu, akan tetapi kita tidak bisa mengenyampingkan bahwa penulis menguraikan artikelnya dari berbagai sumber rujukan, tidak dari syaikh bin baz saja.
Kemudian kalau dari sisi substansi, maka yang dimaksudkan adalah sebagaimana disebutkan pada postingan terdahulu bahwasanya Nabi tidaklah mengetahui yang ghaib, kecuali apa-apa yang dikabarkan oleh Allah kepada beliau shallallahu’alaih wa sallam tentang beberapa perkara ghaib. Dan saya rasa kesimpulan ini bersesuaian dengan keterangan pada artikel di atas. Tidaklah yang memahaminya dengan kesimpulan yang lain kecuali mungkin ia terburu-buru atau ia menyengaja membuat kekaburan bagi pembaca.
Wallahu a’lam




pada 24 Mei 2011 pada 4:42 pmmutiarazuhud
Mas Abu Salman, silahkan lihat pada Majalah Al-Buhuts, vol. 40, hal. 155-158, Fatwa dari Syaikh Ibnu Baz.

Begini bunyinya

Siapa saja yang mati di atas keyakinan seperti ini, yakni meyakini bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah manusia biasa yakni bukan dari bani Adam atau meyakini bahwa beliau mengetahui hal yang ghaib; maka ini adalah keyakinan kufur yang pelakunya dianggap sebagai orang kafir karena melakukan kekufuran yang besar.




pada 25 Mei 2011 pada 8:41 amabu_salman
jadi ceritanya ganti rujukan, nih… bisa aja emang bang Zon, ini…
Secara isi masih sama bang Zon, insya Allah maksud syaikh tentu Nabi tidak mengetahui hal yang ghaib, kecuali apa-apa yang Allah kabarkan kepada beliau dari beberapa perkara-perkara ghaib sehingga beliaupun mengetahuinya…
Mengapa bang Zon sepertinya sulit menerima keterangan yang seperti ini… bukankah di banyak kesempatan anda menyarankan kepada pembaca agar jangan hanya melihat tekstual nya saja…




pada 25 Mei 2011 pada 11:36 ammutiarazuhud
Justru dalam hal fatwa (ketetapan) tidak boleh yang bersifat multi tafsir.
Jelas koq diutarakan oleh beliau bahwa jika meyakini bahwa Rasulullah mengetahui hal yang ghaib; maka ini adalah keyakinan kufur yang pelakunya dianggap sebagai orang kafir karena melakukan kekufuran yang besar.




ya monggo saja…




Yang Allah minta kita ini jadi orang ber-IMAN dan ISLAM dengan sebenar2nya.
Kalaulah memang tasawuf mau mengajarkan orang mencapai ihsan cukuplah AL QUR’AN sebaik2 petunjuk untuk mencapai hal tersebut sebagaimana yang telah Rasulullah SAW contohkan.
Apakah kalau tasawuf ini tidak ada, orang islam tidak bisa mencapai hidup ihsan?
Laqad Kāna Lakum Fī Rasūli Al-Lahi ‘Uswatun Ĥasanatun Liman Kāna Yarjū Al-Laha Wa Al-Yawma Al-’Ākhira Wa Dhakara Al-Laha Kathīrāan.




pada 24 Mei 2011 pada 11:44 am | Balasmutiarazuhud
Mas Andi, berulang kali telah kami sampaikan bahwa tasawuf itu hanyalah istilah saja, sedangkan yang dimaksud adalah tentang Ihsan atau tentang akhlak




sebenarnya fatwa Syaikh Ibnu Baz ini adalah benar, hanya saja mungkin Al Akh MZ dan penulis artikel salah memahaminya.
Rasulullah tidak mengetahui hal ghaib tidak berlaku absolut, maksudnya adalah ada pengecualiannya yaitu hal-hal yang telah diwahyukan kepada beliau.
jika Al Akh MZ dan penulis memahami fatwa Syaikh Ibnu Baz dengan mengira bahwa beliau telah menafikan seluruh pengetahuan Rasulullah tentang hal ghaib dari yang diwahyukan Allah, maka hal yang sama bisa diberlakukan kepada Al Akh MZ dan penulis.
bisa saja kami memahami bahwa Al Akh MZ dan penulis berkeyakinan bahwa Rasulullah mengetahui hal yang ghaib secara absolut, yakni baik dengan wahyu dari Alloh maupun tanpa wahyu dari Alloh.
karena itulah, untuk memahami ini kita kembalikan dulu pada Alquran dan Assunnah. pada dasarnya, Rasulullah adalah manusia biasa yang tidak mengetahui hal yang ghaib. akan tetapi beliau diberi wahyu, sehingga beliau mengabarkan hal yang ghaib dari apa yang telah diwahyukan beliau. meskipun demikian, pada hakikatnya beliau tidak mengetahui hal tersebut kecuali sebatas yang disebutkan pada apa yang telah diwahyukan kepada beliau.
misalnya beliau diwahyukan bahwa akan muncul fitnah dari nejd. beliau tidak tahu fitnah apa yang muncul. siapa pembuat fitnahnya, siapa yang terlibat dalam fitnah, siapa yang menjadi korban dalam fitnah, bagaimana kronologinya, bagaimana keadaan mu’minin pada saat itu, dll. beliau hanya tahu bahwa dari nejd akan timbul fitnah, (titik).




pada 25 Mei 2011 pada 7:22 am | Balasmamo cemani gombong
maaf mas Ajam dgn kata2 nt “misalnya beliau diwahyukan bahwa akan muncul fitnah dari nejd. beliau tidak tahu fitnah apa yang muncul. siapa pembuat fitnahnya, siapa yang terlibat dalam fitnah, siapa yang menjadi korban dalam fitnah, bagaimana kronologinya, bagaimana keadaan mu’minin pada saat itu, dll. beliau hanya tahu bahwa dari nejd akan timbul fitnah, (titik).”………Apakah ada riwayat yang shohih yang menceritakan Rosullulloh pernah ditanya tentang fitnah apa yang muncul ? siapa pembuat fitnah ? dll spt yang nt sebutkan ? ……salam




sepengetahuan ana tidak ada. wallohu ‘alam, mungkin antum atau ikhwah yang lain lebih tahu.




pada 26 Mei 2011 pada 12:48 am | Balasmamo cemani gombong
kalau ngga ada insyaAlloh beliau Rosullulloh belum tentu tidak tau kan ?????




pasti beliau tidak tahu, karena hal itu adalah ghoib bagi beliau




pada 26 Mei 2011 pada 7:43 am | Balasmamo cemani gombong
masyaAlloh Ajam nt memastikan ????? istighfar bos kita sudah terpaut sangat jauh dari Rosullulloh mas banyak sekali peristiwa yang kita tidak tau persis kejadianya .jadi kalau nt memastikan nt spt yang MAHA TAHU aja ana hanya berprasangka baik aja terhadap beliau ……..ana berlepas diri dari hal ini ……..wallohu’alam ……..salam




kepastian itu dijamin oleh firman Alloh dan sabda Rosululloh sendiri. akan tetapi antum tidak memahami firman Alloh dan sabda Rosululloh tersebut.
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.” (Al An’am 59)
sudah jelas bahwa ayat di atas dan yang semisalnya menyebutkan hanya Alloh saja yang mengetahui perkara ghoib. Rosululloh mengetahui perkara ghoib karena wahyu dari Alloh.
kalo seandainya Rosululloh mengetahui perkara ghoib kemudian ia menyimpan untuk dirinya sendiri, bukankah itu termasuk pengkhianatan amanah risalah, karena Alloh telah perintahkan pada Rosul-Nya untuk menyampaikan apa yang diwahyukan kepadanya.
“Wahai Rosul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya.” (Al Maidah 67)




Rasulullah tentu banyak tahu masalah ghaib, tapi tidak mesti semuanya di kabarkan kepada manusia,

contohnya :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda riwayat Shahih Muslim :

لَوْلَا أَنْ تَدَافَنُوْا لَسَأَلتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ
” Jika seandainya aku tidak khawatir kalian meninggal atau hilang pendengaran kalian aku akan meminta kepada Allah agar memeperdengarkan kepada kalian siksa kubur ”
Nabi Muhammad tahu dan mendengar bagaimana siksa kubur, tapi tentu tidaklah dijelaskannya lebih detail kan?
Semua pengetahuan ghaib dari Allah, maka apa hak kita membatasi kehendak Allah yang memberikan pengetahuan hal-hal ghaib kepada haba-hamba yang dipilhNya?




sekali lagi, Rosululloh tidak akan mengetahui hal ghoib kecuali hanya apa yang diwahyukan kepada beliau.
hadits2 yang mengisyaratkan bahwa beliau mempunyai pengetahuan tentang suatu perkara yang ghoib, maka hadits itu adalah dalil pengkhususan dari dalil yang umum, yakni dalil bahwa beliau tidak mempunyai pengetahuan apapun tentang hal yang ghoib.
ini adalah dalil yang umum:

“Katakanlah! (Hai Muhammad) Tiada seorang pun baik di langit maupun di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka dibangkitkan”. (QS. an-Naml: 65)

dan ini adalah dalil yang khusus:

Rosululloh melakukan shalat wajib, lalu menggenggam tangannya. Sesudah selesai beliau melakukan shalat, para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, apakah telah terjadi sesuatu di dalam shalat? Beliau menjawab: Tidak, hanya saja setan ingin berlalu di hadapanku, maka aku mencekiknya sehingga aku mendapatkan dingin lidahnya di atas tanganku. Dan aku bersumpah dengan nama ALLAH bahwa sekiranya aku tidak didahului oleh saudaraku Sulaiman kepadanya, niscaya syetan itu akan aku ikat kepada salah satu tiang masjid sampai anak-anak penduduk Madinah mengetahuinya. Maka barangsiapa yang dapat mencegah seseorang untuk berlalu di antara dirinya dengan kiblat, hendaklah ia melakukannya.
[Ahmad, Daruquthni dan Thabrani dengan sanad yang shahih, serta matan yang berbeda diriwa atkan oleh Muslim]





Sekali lagi kami katakan bahwa, hanya Allah yg tahu perkara ghaib, dan Allah dapat memberitahukan perkara ghaib itu kepada siapa saja yg dikehendakiNya.




“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada RASUL yang diridhoi-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS Jin: 26,27)
Maka camkanlah… bahwa Allah memperlihatkan hal yang ghaib itu kepada Rasul yang diridhoiNya.




pada 28 Mei 2011 pada 6:31 pm | BalasYusuf Ibrahim
Sepertinya perlu dipisahkan terlebih dahulu pemahaman kita antara ‘mengetahui hal-hal gaib’ dengan ‘tanda-tanda kerasulan’…..
Memang benar, tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa ada banyak sabda Rassulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam yg berkaitan dengan hal-hal gaib seperti tanda-tanda kiamat, apa saja yg terjadi di hari kiamat, surga-neraka, besar-kecilnya pahala, peristiwa Isra’ Miraj dll.
Maka, dudukanlah di dalam otak kita, akal kita, keyakinan kita dan hati kita bahwa hal-hal tsb merupakan tanda-tanda kenabian dan kerasulan dari seorang Muhammad bin Abdullah, tanda bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasalam adalah kekasih Allah Subhanahu wata’ala, tanda bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasalam adalah utusan Allah Subhanahu wata’ala, jadi hal tsb BUKANLAH bukti bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaih wasalam mengetahui perkara gaib….
Dengan kita meyakini bahwa Allah Subhanahu wata’ala dapat memberitahukan perkara gaib kepada siapa saja SELAIN kepada Nabi dan Rasul-Nya sesuai dg kehendak-Nya, maka hal tsb bisa membuka pintu kepada kita untuk pecaya kepada orang SELAIN Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam yg mengaku mengetahui perkara gaib dg dalil seperti itu (Allah Subhanahu wata’ala bisa memberitahukan perkara gaib kpd orang yg dikehendaki-Nya).
waallahu ‘alam….




Saya bingung dengan penjelasan antum… Kalau nabi bersabda tentang hal-hal ghaib tentulah beliau tahu tentang masalah tersebut, aneh kalau seorang rasul tidak tahu dan mengerti dengan apa yang diucapkannya.

Masalah tanda-tanda kerasulan sama saja, intinya nabi mengetahui hal-hal ghaib yang beliau sabdakan. Kalau tidak tahu mengapa Allah berfirman “maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada RASUL yang diridhoi-Nya”.

“Dengan kita meyakini bahwa Allah Subhanahu wata’ala dapat memberitahukan perkara gaib kepada siapa saja SELAIN kepada Nabi dan Rasul-Nya sesuai dg kehendak-Nya, maka hal tsb bisa membuka pintu kepada kita untuk pecaya kepada orang SELAIN Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam yg mengaku mengetahui perkara gaib dg dalil seperti itu (Allah Subhanahu wata’ala bisa memberitahukan perkara gaib kpd orang yg dikehendaki-Nya)”.
Kenyataannya memang begitu ….. kenapa harus diingkari ?

Yang perlu diluruskan adalah pemahaman agama kita agar kita dapat memahami bahwa mereka adalah para rasul, nabi dan wali Allah, bukan sembarang orang.

Diceritakan bahwa `Umar bin Khattab r.a. mengangkat Sariyah bin Zanim al-Khalji sebagai pemimpin salah satu angkatan perang kaum muslimin untuk menycrang Persia. Di Gerbang Nihawan, Sariyah dan pasukannya terdesak karena jumlah pasukan musuh yang sangat banyak, sehingga pasukan muslim hampir kalah. Sementara di Madinah, `Umar naik ke atas mimbar dan berkhutbah. Di tengah-tengah khutbahnya, ‘Umar berseru dengan suara lantang, “Hai Sariyah, berlindunglah ke gunung. Barangsiapa menyuruh esrigala untuk menggembalakan kambing, maka ia telah berlaku zalim!” Allah membuat Sariyah dan seluruh pasukannya yang ada di Gerbang Nihawan dapat mendengar suara `Umar di Madinah. Maka pasukan muslimin berlindung ke gunung, dan berkata, “Itu suara Khalifah `Umar.” Akhirnya mereka selamat dan memperoleh kemenangan.
‘Aisyah r.a. bercerita, ‘Ayahku (Abu Bakar Shiddiq) memberiku 20 wasaq kurma (1 wasaq = 60 gantang) dari hasil kebunnya di hutan. Menjelang wafat, beliau berwasiat, `Demi Allah, wahai putriku, tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai ketika aku kaya selain engkau, dan lebih aku muliakan ketika miskin selain engkau. Aku hanya bisa mewariskan 20 wasaq kurma, dan jika lebih, itu menjadi milikmu. Namun, pada hari ini, itu adalah harta warisan untuk dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuanmu, maka bagilah sesuai aturan Al-Qur’an.’ Lalu aku berkata, `Ayah, demi Allah, beberapapun jumlah harta itu, aku akan memberikannya untuk Asma’, dan untuk siapa lagi ya?’ Abu Bakar menjawab, `Untuk anak perempuan yang akan lahir.”‘
Cerita tentang sayidina Usman yang terkenal : Usman mengatakan, “Ada 2 orang di antara kalian yang datang, sedangkan

kedua matanya terlihat bekas berzinah..! ” kata sayidina Usman. Kemudian orang
tersebut terkejut dan mengira bahwa Usman telah mendapatkan wahyu dari
Allah sebagaimana layaknya Nabi Muhammad SAW.

Karomah-karomah diatas termasuk pengetahuan akan hal ghaib….. maka camkanlah.
Adapun masalah adanya orang-orang tak jelas yang mengaku mengetahu hal-hal ghaib, maka ketahuilah bahwa dengan pemahaman yang mendalam, dari diri kita tentang agama, maka kita akan mengetahui kedustaannya.




pada 29 Mei 2011 pada 11:15 amYusuf Ibrahim
-dianth-
Jangan bingung mas, yg mengingkari bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam tidak mengetahui perkara gaib adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam sendiri….
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (Q.S Al-An’aam : 50)
Perlu digarisbawahi ya mas, yg menjadi fokus pembahasan disini adalah bagaimana kita umat muslim menyikapi Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tentang perkara gaib tsb, jadi BUKAN tentang ISI sabda mengenai perkara gaibnya tsb? kalo soal ISI sabdanya, pastilah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasalam paham….
Sudut pandangnya harus dibedakan mas, jadi Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam yg berkaitan dg perkara gaib tsb harus kita sikapi bahwa itu merupakan salah satu bukti kenabian dan kerasulan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam karena tidak ada yg keluar dari mulut Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasalam melainkan wahyu dari Allah Subhanahu wata’ala….
Jika Rasulullah ‘mengetahui perkara gaib’, maka konsekuensinya adalah akan muncul pertanyaan2 seperti kapan hari kiamat terjadi? apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam tau kapan ia akan wafat? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam pernah terluka pd saat berperang, jika beliau Shallallahu ‘alaihi wasalam tau akan hal gaib, tentu beliau Shallallahu ‘alaihi wasalam tidak akan terluka, begitu juga beliau Shallallahu ‘alaihi wasalam pernah kalah dalam peperangan, jika beliau Shallallahu ‘alaihi wasalam tau akan hal gaib, tentu beliau Shallallahu ‘alaihi wasalam tidak akan kalah dalam peperangan…
Lagipula, jika kita mengatakan bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasalam ‘mengetahui perkara gaib’, maka itu sama saja telah mengingkari Firman Allah Subhanahu wata’ala, karena HANYA Allah Subhanahu wata’ala yg tau tentang hal gaib ;
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan“. (QS.An-Naml : 65)
dianth : “……Kalau tidak tahu mengapa Allah berfirman “maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada RASUL yang diridhoi-Nya”.

——————————————–
kalau mas dianth sudah tau Allah Subhanahu wata’ala berfirman bahwa Allah subhanahu wata’ala memberitahukan ttg perkara gaib HANYA kepada Rasul-Nya, tp kenapa di coment tgl 27 Mei 2011 jam 9:39 pm, mas dianth berkata ; “……Allah dapat memberitahukan perkara ghaib itu kepada SIAPA SAJA yg dikehendaki-Nya.”
kata ‘SIAPA SAJA’ memiliki arti siapa saja termasuk kepada SELAIN Rasul-Nya, perkataan itulah yg sedang saya ingkari mas, karena konsekuensi dari perkataan tsb adalah kita bisa meyakini bahwa Allah Subhanahu wata’ala bisa saja menurunkan ‘wahyu’ kepada orang SELAIN Rasul-Nya….Na’udzubillah……





al akh diant
karomah yang didapat oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman di atas sumbernya dari mana? atau dalilnya apa?




cari sendiri mas…




persis seperti dugaan ana bahwa antum cuma omong kosong




@Yusuf Ibrahim
Maksud saya bingung adalah perkataan anda menjadi kontradiktif, anda mengakui sabda-sabda nabi tentang perkara-perkara ghaib adalah tanda-tanda kerasulan, tapi anda juga mengingkari pengetahuan nabi terhadap hal-hal ghaib.
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (Q.S Al-An’aam : 50)
Mas Yusuf, inilah bedanya Nabi Muhammad dengan manusia, kalau nabi itu semua pengetahuannya adalah berasal dari wahyu. bukan hanya pengetahuan masalah ghaib tetapi semua pengetahuan, petunjuk, sabda dan tingkah lakunya semuanya berasal dari wahyu.
Ayat-ayat diatas menegaskan bahwa semua yang dilakukan nabi itu berdasarkan wahyu, sehingga nabi itu adalah maksum.
Maksud nabi “tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib”adalah bahwa pengetahuan beliau akan hal-hal ghaib semuanya berasal dari wahyu, tidak ada pengetahuan beliau yang berasal dari luar wahyu. Oleh karena itu Nabi menjelaskan bahwa beliau tidak mengetahui hal ghaib kecuali bersumber dari wahyu Ilahi.

Tidak ada sumber pengetahuan nabi akan hal ghaib selain wahyu Ilahi atau berasal dari Allah Swt.

Berbeda dengan kebanyakan manusia yang mengaku mengetahui hal-hal ghaib, namun pengetahuan itu berasal dari jin, syetan atau ramalan, mimpi dsbnya, sehingga pengetahuan tersebut tidak bisa dijadikan pegangan dan pedoman sebelum ditimbang oleh Al Qur an dan Sunnah.
antum berkata : kata ‘SIAPA SAJA’ memiliki arti siapa saja termasuk kepada SELAIN Rasul-Nya, perkataan itulah yg sedang saya ingkari mas, karena konsekuensi dari perkataan tsb adalah kita bisa meyakini bahwa Allah Subhanahu wata’ala bisa saja menurunkan ‘wahyu’ kepada orang SELAIN Rasul-Nya….Na’udzubillah……
siapa bilang konsekuansi dari perkataan tsb adalah kita bisa meyakini bahwa Allah Subhanahu wata’ala bisa saja menurunkan ‘wahyu’ kepada orang SELAIN Rasul-Nya?

Kenyataannya bukan demikian…. anda harus paham bahwa wahyu adalah untuk para nabi, dan sudah disepakati oleh kita semua tanpa keraguan bahwa hal itu adalah pasti kebenarannya. Sedangkan pengetahuan yang di berikan Oleh Allah kepada selain para nabi dan Rasul misalnya kepada para wali Allah bisa berupa kesadaran bathin, mimpi, ilham dan bentuk-bentuk lainnya yang tidak pasti kebenarannya dan tidak bisa dijadikan pedoman sebelum ditimbang dengan Al Qur an dan Sunnah. Demikian pemahaman saya, kalau anda ngotot menolak pengetahuan yang dimiliki para Wali Allah, maka anda telah menolak salah satu diantara karomah, yaitu pengetahuan ghaib yang di dapat dari ilham atau firasat.

Saya perlu tegaskan lagi bahwa pengetahuan yang diberikan kepada manusia adalah sedikit dan Allah Maha mengetahui.
Salam.




terima kasih atas artikelnya, izin mengambil pelajaran dari tulisan antum zon… semakin jelas bagi saya untuk memahami islam yang sebenarnya.
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar