Sebelumnya saya berpendapat bahwa masjid itu tidak selalu masjid sebagaimana yang kita ketahui, namun masjid berati pula tempat sujud dan itu bisa berarti di mana saja, sehingga saya membolehkan diri saya untuk tidak sholat berjama’ah di masjid.
Untuk menyadarkan saya, sebagian ulama dengan cara mengatakan bahwa kalau saya hidup di zaman Rasulullah atau zaman Salafush Sholeh, pastilah rumah saya dibakar dengan berhujjah pada
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Sesungguhnya sholat yang paling berat bagi kaum munafik adalah sholat isya dan subuh. Andai mereka tahu apa manfaat di dalam keduanya niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus merangkak-rangkak. Sungguh aku ingin memerintahkan sholat untuk didirikan, lalu aku perintahkan seseorang untuk mengimami manusia dalam sholat. Kemudian aku pergi bersama mereka dengan membawa beberapa ikat kayu bakar menuju kaum yang tidak menghadiri sholat berjamaah, lalu aku bakar rumah mereka dengan api. (HR Muslim 2/123)
Sedangkan teman saya yang mendalami tasawuf menyadarkan saya dengan ala sufi, cukup dia bertanya kepada saya, apa yang hendak saya tuju, apakah Ridho Allah ta’ala atau Maafnya Allah ta’ala?
Karena sesungguhnya bagi yang tidak sholat berjamaah ke masjid tanpa alasan yang berarti dan mereka yang tidak sholat wajib tepat waktu tanpa alasan yang berarti adalah mereka yang mengharapkan maafnya Allah ta’ala.
Sedangkan kita butuh ridho Allah ta’ala untuk mendapatkan akhir yang baik.
“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan dalam kegelapan (waktu Isya’ dan Subuh) menuju masjid dengan cahaya yang sangat terang pada hari kiamat” [HR. Abu Dawud, At-Tarmidzi dan Ibnu Majah]
Yok, kita sholat wajib tepat waktu dan berjama’ah ke mesjid. Buktikan bahwa jama’ah sholat subuh bisa seramai jama’ah sholat jum’at.
Marilah kita makmurkan masjid. Kembalilah kejayaan umat Islam karena sesungguhnya Allah akan mencukupi.
Wassalam
13 Tanggapan
mamo cemani gombong
maaf bang Zon …ingin tau ilmunnya : sholat berjamaah hukumnya sunah atau wajib . Apabila sholat sendirian apa nggak sah atau tertolak bang ……
mutiarazuhud
Kita paham bahwa perkara yang hukumnya wajib adalah perbuatan yang diharus dilakukan oleh seorang yang mengaku sebagai hamba Allah yang telah memenuhi syarat. Jika perbuataan tersebut dilakukan akan mendapat pahala, jika ditinggalkan berdosa
Sholat berjamaah ke Masjid jika ditinggalkan tidak berdosa maka hukumnya bukan wajib.
Berdasarkan hadits-hadits yang terkait sholat berjamaah di masjid maka kita ketahui merupakan hal yang diutamakan atau jika ditinggalkan tidak disukai Allah maupun RasulNya maka berjamaah ke masjid merupakan sunah muakad (sunah yang di utamakan).
Namun bagi yang ingin menuju kepada Allah ta’ala atau mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, kenapa menjadi enggan ke rumah Allah / baitullah (masjid) ?
“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan dalam kegelapan (waktu Isya’ dan Subuh) menuju masjid dengan cahaya yang sangat terang pada hari kiamat” [HR. Abu Dawud, At-Tarmidzi dan Ibnu Majah]
mamo cemani gombong
trims pencerahannya bang Zon …..mantab….
oyyik
ustadz, mohon penjelasanya dg bahasa awam apa itu makna ridho illahi? …klo bribadah krn brharap surga dan takut neraka , trmasuk ridho illahi bkn?…skalian klo tdk kberatan, djelasin juga makna lillahi ta’ala?…mhon maaf klo tdk brkenan, terima kasih…semoga brkah
mutiarazuhud
Ridho Allah ta’ala.
Cobalah pahami apakah hamba Allah akan masuk surga dikarenakan semata-mata amal ibadah mereka ?
Kita paham seseorang tidak bisa dipastikan masuk surga-walaupun ia telah melakukan amalan-amalan yang baik, ibadahnya nampak ikhlas, ketaatannya demikian tinggi dan jalan kehidupannya pantas untuk diteladani- kecuali jika diijinkan oleh Allah, sebagai keutamaan yang diberikan kepada kita. Maka dengan keutamaan dan karunia-Nya itu kita masuk surga.
Karena amal baik yang kita lakukan tidaklah dapat dilakukan dengan mudah kecuali karena kemudahan dari Allah.
Jika Allah tidak memberi kemudahan niscaya kita tidak dapat melakukannya. Dan jika Allah tidak mengarunianya hidayah niscaya kita tidak mendapat hidayah selama-lamanya, meskipun kita telah berupaya keras. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala:”…Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki…”(An-Nuur:21)
Allah juga berfirman memberitakan tentang penduduk surga:”..Dan mereka berkata:”segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini, dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami
petunjuk..”(Al-A’raaf:43)
Jadi untuk mendapatkan ridho Allah maka kitapun harus ridho sebagai hamba Allah. Jika kita ridho sebagai hamba Allah maka kita harus taat kepada perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, kita harus mengenal Allah, kita harus memperbagus hubungan dengan Allah, kita harus menjalankan amalan-amalan sunah.
Mengenai memperbagus hubungan dengan Allah ta’ala silahkan baca tulisan di
Sedangkan mengenai makna lillahi ta’ala, insyaallah sedang dalam penyusunan tulisan (koq akhi bisa tahu ?).
Namun kalau boleh tahu hal apa yang membuat akhi ingin penjelasan makna lillahi ta’ala ?
Wassalammualaikum Wr Wb
mutiarazuhud
Alhamdulillah, sudah kami upload tulisan tentang makna Lillahi ta’ala, silahkan baca pada
oyyik
terima kasih atas apresiasi nya atas prtanyaan ane…maap masi da mw tanya lg…lalu knp Allah SWT menawarkn surga kpd kita? Pasti ada makna trsembunyi dan bkn tawaran yg main2 atau sia2 krn itu jelas2 d kbrkn dlm Al qur’an…truz gmn ane tahu klo Allah SWT jg meridhoi ane sbg hamba Nya?…bagaimana klo ada 2 org pro kontra ttg agama, dua2nya mengatakn lillahi ta’alla, apakah dua2nya diridhoi oleh Allah SWT atau salah satu aja yg dridhoi?…ane takut merasa pede berbuat lillahi ta’alla tapi trnyata Allah blm ridho, (ya Allah maafkan hamba Mu ini)…maap ustadz jd nambh prtanyaan lg, smoga ustadz slalu dlm keluhuran dan kemuliaan…
mutiarazuhud
Akhi Oyyik – semoga Allah merahmati akhi.
Pertanyaan akhi kenapa Allah SWT menawarkan surga mungkin timbul karena kesalahpahaman bahwa kita mengharapkan ridho Allah ta’ala , padahal sepengetahuan akhi tujuan hamba Allah adalah surga.
Pada hakikatnya tujuan hamba Allah bukanlah surga semata. Surga adalah ciptaanNya, kita tidak menuju kepada ciptaanNya namun kita menuju(wushul) kepada Allah atau untuk sampai kepadaNya
“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” ( QS An Nisaa’ [4]:175 )
Allah ta’ala menetapkan seorang hamba Allah ke surga merupakan bagian dari ridhoNya bukan karena amal ibadah manusia karena Allah ta’ala berbuat sekehendakNya
Firman Allah yang artinya,
“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS Al Hajj [22]:14 )
Sebagian muslim berpemahaman bahwa maafNya itu sama dengan ridhoNYa.
maafNya adalah sebagian dari ridhoNya namun maafNya tidak sama dengan ridhoNya RidhoNya meliputi hal yang lebih luas seperti cintaNya, karuniaNya, petunjukNya, dll . Jadi dicintaiNya sebagian dari diridhoiNya
Contoh firmanNya yang artinya,
(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.
Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.
(QS Al Jin [72]: 26-27 )
dalam hal ini dirdhoi-Nya bisa diartikan dicintai-Nya, dipilihNya
Sekarang manakah yang lebih dicintai atau diridhoi Allah ta’ala , hamba Allah ta’ala yang sholat wajib tepat waktu atau hamba Allah ta’ala yang menunda waktu dengan alasan yang berarti ?
Hamba Allah ta’ala yang menunda waktu sholat wajib dan dengan alasan yang berarti termasuk hamba Allah ta’ala yang mengharapkan maafNya karena pada hakikatnya penundaan tersebut, mengangap ada yang “lebih” daripada Allah ta’ala (syirik kecil) , untuk itulah kita memohon/mengharapkan maafNya.
Bayangkan bagaimana bagi mereka yang mengaku hamba Allah ta’ala namun menunda sholat dengan sengaja atau memperturutkan hawa nafsu walaupun pada akhirnya mereka mengerjakan juga sebelum habis waktunya sholat. Memperturutkan hawa nafsu pada hakikatnya adalah menuhankan hawa nafsu.
Kalau boleh saya mengibaratkan tingkat keridhoan Allah bagi seorang hambaNya yang pria
1. Allah ta’ala meridhoi hambaNya yang sholat wajib tepat waktu, berjamaah, di masjid
2. Allah ta’ala meridhoi hambaNya yang sholat wajib tepat waktu, berjamaah
3. Allah ta’ala meridhoi hambaNya yang sholat wajib tepat waktu sendiri
4. Allah ta’ala meridhoi hambaNya yang menyegerakan sholat wajib
5. Allah ta’ala memafkan hambaNya yang tidak dapat sholat wajib tepat waktu dengan alasan berarti atau alasan yang memenuhi syarat.
Batasan keutamaan ke masjid atau ke tempat yang ber-azan, sejauh kita dapat mendengar Azan.
Kalau tidak terdengar azan, tahu waktu sholat, dirikanlah sholat berjamaah di mana pun seperti di medan perang, berjamaah secara bergantian.
Kalau tidak mendengar azan, tahu waktu sholat dan memang seorang diri barulah melakukan sholat sendiri.
Contoh point no 4 , menyegerakan sholat
Sedang rapat , rapat belum selesai dan sama sekali tidak dapat ditinggalkan sedangkan kita mendengar azan atau tahu waktunya sholat
Hakekatnya tidak dikatakan menyegerakan sholat jika tidak “mempedulikan” azan atau tidak “mempedulikan” waktu sholat
Hakekatnya agar kita termasuk menyegerakan sholat maka ketika kita mendengar azan atau ketika tahu waktunya sholat, ucapkan dalam hati
“Ya Allah, Tuhan kami, kami mendengar seruan azan, mohon segerakan rapat kami ini”
atau untuk yang tahu waktunya sholat.
“Ya Allah, Tuhan kami, saat ini kami mengetahui waktunya sholat, mohon segerakan rapat kami ini ”
kemudian setelah rapat selesai harus benar-benar langsung sholat.
Hakekat menyegerakan sholat adalah dengan mengungkapkan kepedulian terhadap azan maupun kepedulian terhadap waktunya sholat.
Hakekat perbedaan maafNya (point 5) dengan point 4 adalah ungkapan hati.
maafNya Point 5 dapat berubah mejadi ridhoNya point 4 dengan menyertai ungkapan hati kepaa Allah ta’ala
Mohon bisa dapat membedakan antara secara syariat dan secara hakekat.
Kita dapat mengetahui perbedaan secara syariat dengan secara hakekat melalui pendalaman dan pengamalan tasawuf dalam Islam atau tentang Ihsan (Muhsin/Muhsinin).
Wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh
oyyik
maaf tadz, brarti indikasi ada ridho Allah trlihat bgmna dipermudahkan untuk berbuat kebaikan dg cara terbaik…terima kasih ustadz atas penjelasannya…do’a kan ane smoga dpt bertasawuf kpd Allah…apa ustadz mengadakn pengajian rutin?dmn? …keberkahan selalu bwt ustadz…o iya ane tunggu penjabaran lillahi ta’alla, smoga dberi kemudahan dan kejernihan hati…
mutiarazuhud
Alhamdulillah, benar bahwa salah satu indikasi ridho Allah bagaimana dipermudahkan untuk berbuat kebaikan dengan cara yang terbaik. Bagaimana kita dapat memahami dan menerima Taufiq dan hidayahNYa. Bagaimana dapat menyadari bahwa kita diberi petunjuk dan bimbinganNya.
Mungkin bukan bertasawuf kepada Allah namun bagaimana mengenal Allah lebih jauh yang semua itu ada dalam Tasawuf dalam Islam atau memahami dan mengamalkan tentang Ihsan.
MAN ‘ARAFA NAFSAHU FAQAD ‘ARAFA RABBAHU
(Siapa yang kenal kenal dirinya akan Mengenal Allah)
Firman Allah Taala :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?“ (QS. Fush Shilat [41]:53 )
Selengkapnya silahkan baca tulisan di
Sejauh ini kami belum mengadakan pengajian rutin, baru sebatas menghadirkan blog ini, ikut milis, forum diskusi dan jejaring sosial. Silahkan baca tulisan-tulisan dalam blog ini yang berhubungan dengan tasawuf dalam Islam. Indeks tulisan ada pada kolom sebelah kanan dengan judul “seputar Tasawuf” ataupun dengan judul “tulisan khusus”
Apa yang kami lakukan untuk menghadirkan blog ini, insyaallah adalah upaya untuk menyampaikan petunjukNya.
Mohon bantuannya untuk menyebarluaskan blog ini tentu dengan cara-cara yang baik.
Apa yang antum telah ketahui dan pahami maka syiarkanlah kepada yang lain namun hal yang harus diingat adalah apa yang kita ketahui atau pahami , sebaiknyalah kita amalkan/jalankan karena Allah ta’ala tidak suka kepada hambaNya yang tahu namun tidak mengamalkan.
Semoga akhi dapat merasakan kedekatan dengan Allah ta’ala.
Bayangkan orang awam merasa senang dekat dengan para penguasa seperti dekat dengan lurah, camat, walikota, bupati, gubernur ataupun presiden. Apalagi dekat dengan Allah ta’ala Yang Maha Kuasa tentulah sebuah kesenangan dan kenikmatan melebihi itu semua sehingga tidak ada kekhawatiran dan tidak pula bersedih hati
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. “(QS Al Baqarah [2]: 277 )
oyyik
terima kasih ustadz, jd nambah wawasan nie, sukron…mengenai QS 2:277, apakah klo masi ada rasa khawatir dan brsedih hati brarti blm sempurna iman dong?? Khawatir dan sedih adlh sifat manusia, ketika harapan ane tidak sesuai impian, ane sedih, gmn mengelola khawatir dan sedih agar tetap dlm koridor keimanan?…maaf byk nanya, masi awam soalnya, terima kasih atas kesabarannya, smoga Allah cinta…o iya klo boleh tau milist atau forum apa yg ustadz ikuti?…skali lg mohon maaf, mengganggu waktu istirahat…sent al fatihah bwt ustadz
mutiarazuhud
Baik, kita sedikit masuk ke dalam tasawuf dalam Islam.
Pada hakikatnya sebuah pertanyaan lahir dari suatu proses yang terjadi dari sejak kesaksian kita sewaktu di rahim ibu sampai kita dewasa.
Kesaksian kita sewaktu di rahim Ibu
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (QS- Al A’raf 7:172)
Namun sayangnya kita lupa akan kesaksian tersebut dipengaruhi beberapa hal yang pada awalnya keadaan fitri (suci). Silahkan baca tulisan pada
Dari keadaan fitri berubah karena pengaruh orang tua, guru dan lingkungan terhadap pemahaman agama. Pokok-pokok agama Islam yakni, tentang Islam (rukun Islam/Fiqih), tentang Iman (rukun iman/Ushuluddin/I’tiqad)
dan tentang Ihsan (akhlak/tasawuf dalam Islam). Umumnya kita diajarkan lebih mengutamakan dua pokok saja yakni tentang Islam dan Tentang Iman namun umumnya sebagian ulama tidak mengajarkan dan membimbing tentang Ihsan (akhlak/tasawuf dalam Islam) karena belum paham atau salah paham. Sebagaiman yang kami sampaikan dalam tulisan pada
Padahal dalam dunia Tasawuf dalam Islam dikenal
Awaluddin makrifatullah, awal-awal agama ialah mengenal Allah
Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu, Siapa yang kenal kenal dirinya akan Mengenal Allah.
Seperti pertanyaan akhi tentang hubungan antara rasa khawatir dan rasa sedih dengan kualitas/tingkatan keimananan dan bagaimana mengelola rasa khawatir dan rasa sedih , pada hakikatnya adalah dapat dipahami, dirasakan, dilakukan dengan memahami/mengenal diri sendiri dan mengenal Allah.
Rasa khawatir dan rasa sedih timbul karena kita membiarkan diri kita kurang mengenal diri kita dan mengenal Allah.
Untuk itulah perdalam dan amalkan tasawuf dalam Islam, sebagai langkah awal pahami tulisan pada
oyyik
Alhamdulillah, terima kasih ustadz atas jawabannya, do’a kan ane smoga selalu dlm bimbingan, lindungan dan hidayah Allah SWT dlm menjalani hidup…amin
Semoga ustadz dan keluarga dlm kebahagia
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar