Ulama Kurikulum

Tiga pokok dalam agama Islam sebagaimana yang disampaikan malaikat Jibril kepada baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam didepan para Sahabat ra.
1. Tentang Islam (diuraikan dalam fiqih),
2. Tentang Iman (diuraikan dalam ushuluddin/i’tiqad) dan
3. Tentang Ihsan (diuraikan dalam tasawuf).
Fiqih, Ushuluddin, Tasawuf adalah istilah semata.
Pada saat ini pendiidikan agama diberbagai tingkatan sampai perguruan tinggi dan lanjutannya dibatasi oleh kurikulum dan waktu. Dahulu dibatasi oleh kompetensi murid.
Seorang murid dahulu bisa berpindah dari satu guru ke guru lain tergantung kompetensi yang dia ingin dalami tanpa batasan kurikulum dan waktu.
Dahulu,  hal yang paling awal bagi tholabul ilmi (penuntut ilmu) khususnya ilmu agama adalah mengenal Allah (ma’rifatullah) dan upaya mendapatkan Ridha-Nya.
Awaluddin makrifatullah, awal-awal agama ialah mengenal Allah
Semakin banyak mengenal Allah (ma’rifatullah) melalui ayat-ayat-Nya qauliyah dan kauniyah, maka semakin dekat hubungan dengan-Nya.
Ilmu harus dikawal hidayah. Tanpa hidayah, seseorang yang berilmu menjadi sombong dan semakin jauh dari Allah ta’ala. Sebaliknya seorang ilmuwan yang mendapat hidayah maka hubungannya dengan Allah ta’ala semakin dekat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“.
Ilmu agama adalah mempelajari segala petunjukNya dan Allah ta’ala berkehendak kepada siapa Dia memberikan karunia pemahaman.
Syarat agar Allah ta’ala ridho memberikan pemahaman agama kepada seseorang adalah upaya tazkiyah / purifikasi / penyucian jiwa. Seorang penuntut ilmu agama wajib memperhatikan akhlaknya dari sejak awal.
Tujuan agama adalah akhlakul karimah
Rasulullah mengatakan “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)..
Dahulu seorang penunut ilmu sampai mereka menjadi ulama (ahli ilmu) selalu memperhatikan aspek akhlak atau tentang Ihsan.
Saat ini penuntut ilmu sampai mereka dikatakan ulama (ahli ilmu) dibatasi oleh kurikulum dan waktu , selain itu sedikit sekali yang memperhatikan tentang Ihsan . Semua diajarkan sebatas kurikulum dan waktu. Oleh karenanya besar kemungkinan dilahirkan ulama-ulama yang tidak ihsan atau tidak berakhlak atau tidak sholeh.
Di alam dunia ini, muslim yang hidup dan berada pada jalan yang lurus hanyalah muslim yang sholeh, muslim yang baik, muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin/sholihin).
“Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS Al Fatihah [1]:6 )
” (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:7 )
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Indikasi seorang muslim berada pada jalan yang lurus adalah menjadi orang-orang sholeh atau muslim yang sholeh (sholihin) atau muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin).
Inilah yang dikatakan bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin, output dari beragama Islam adalah ke-sholeh-an atau ke-ihsan-an mereka sehingga mereka memberikan rahmatan (kasih sayang/kebaikan) bagi lingkungan mereka.
Pada masa sekarang, pendidikan agama dibatasi kuruikulum dan waktu serta tidak disampaikan tentang Ihsan sebagai prasyarat mengikuti pendidikan agama maka ulama (ahli ilmu) yang dihasilkan belum tentu termasuk pengikut Rasulullah dan Salafush Sholeh sampai mereka menunjukkan ke-shaleh-an nya.
Ke-sholeh-an menurut standar ukuran manusia pastilah  relatif.
Standard ukuran ke-sholeh-an yang pasti, tentu adalah berdasarkan petunjukNya
Ke-shaleh-an atau ke-ihsan-an hanya ada dua kondisi.
Kondisi paripurna adalah dapat memandang Allah ta’ala dengan hati atau hakikat keimanan dan kondisi minimum adalah kesadaran bahwa Allah ta’ala selalu melihat sikap/perbuatan kita.
Dengan kondisi minimum saja dapat tercapai akhlak yang baik.
Rasa selalu dilihat Allah ta’ala sehingga berakhlak baik di hadapan Allah ta’ala, berakhlak baik terhadap ciptaanNya yang lain seperti alam, tumbuh-tumbuhan, hewan,dll serta berakhlak baik bagi sesama manusia apalagi sesama muslim.
Ulama yang sholeh akan bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim, bersikap keras terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Ulama yang tidak sholeh adalah kebalikannya yakni bersikap keras terhadap sesama muslim, bersikap lemah lembut terhadap orang-orang kafir dan suka mencela, men-jarh, men-tahdzir bahkan mengkafirkan saudara muslim sendiri.  Naudzubillah min dzalik.
“…kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui“. (QS. Al-Maidah: 54)
Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

2 Tanggapan
Assalamu’alaikum.
Alhamdulillah.
Tulisan Ust memberikan point kepada kenapa wujudnya masalah-masalah sosial kepada mereka yang juga mempelajari agama terutamanya kepada pelajar di Malaysia yang bersekolah agama suatu masa dahulu.
Rupa2nya kerana sistem pendidikan Islam di Malaysia suatu masa dahulu tidak berobjektifkan mengenali Allah sebagai matlamat utama.
Sebaliknya matlamat utama sistem pendidikan Islam di Malaysia ialah supaya dapat kelulusan yang baik. Dengan kelulusan yang baik itu dapat masuk sekolah menengah yang berkualiti.
Sepatutnya menuntut ilmu agama ini matlamat utamanya ialah untuk mengenal Allah dan mendapatkan cahaya hidayah daripadaNya, supaya seterusnya dapat mendekatkan diri kepada ALlah.
Bagaimana tidak syaitan2 dapat menghasut dan mengoda mereka yang tidak benar2 kenal Allah. (termasuk saya).
Mudah2an saya dan kita semua termasuk dlm golongan yg diberi hidayah oleh Allah untuk benar2 mengenaliNya dan seterusnya dpt mendekatkan diri padaNya.
Terima kasih kepada Ust atas tulisan yang membuka minda saya.


pada 20 Maret 2011 pada 3:37 pm | Balasmutiarazuhud
Walaikumsalam Wr Wb.
Alhamdulillah, memang selayaknya ilmu agama tidak dapat disamakan dengan ilmu-ilmu lainnya yang pendekatannya bisa melalui tulisan atau apa yang tersurat semata. Ilmu agama sangat tergantung sekali dengan kehendakNya berupa karunia pemahaman yang dalam (hikmah) atau yang tersirat atau hidayahNya.
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar