Tidak Ada Perumpamaan bagiNya

Allah Azza wa Jalla ada sebagaimana sebelum diciptakan ‘Arsy , sebagaimana sebelum diciptakan langit, sebagaimana sebelum diciptakan ciptaanNya.
Dia tidak berubah dan tidakpula berpindah. Sesuatu yang berubah dan berpindah adalah ciptaanNya.
Dia sebagaimana awalnya dan sebagaimana akhirnya
Tidak ada kanan, kiri, depan, belakang, atas, bawah bagiNya
Dia tidak berbatas (hadd) dan tidak ada satupun yang kuasa membatasiNya
Salah satu dalilnya adalah
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir dari Suhail dia berkata; Abu Shalih pernah menganjurkan kami yaitu, apabila salah seorang dari kami hendak tidur, maka hendaknya ia berbaring dengan cara miring ke kanan seraya membaca doa; ALLOOHUMMA ROBBAS SAMAAWAATI WA ROBBAL ARDH, WAROBBAL’ARSYIL’AZHIIMII, ROBBANAA WAROBBA KULLI SYAI’IN, FAALIQOL HABBI WAN NAWAA, WAMUNZILAT TAUROOTI WAL INJIIL, WAL FURQOON, A’UUDZU BIKA MIN SYARRI KULLI SYAI’IN ANTA AAKHIDZUN BINAASHIYATIHI, ALLOOHUMMA ANTAL AWWALU FALAISA QOBLAKA SYAI’UN, WA ANTAL AAKHIRU FALAISA BA’DAKA SYAIUN, WA ANTAZH ZHOOHIRU FALAISA FAUQOKA SYAI’UN, WA ANTAL BAATHINU FALAISA DUUNAKA SYAI’UN, IQDHI’ANNAA ADDAINA, WA AGHNINAA MINAL FAQRI ‘Ya Allah, Tuhan langit dan bumi, Tuhan yang menguasai arasy yang agung, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, Tuhan yang membelah dan menumbuhkan biji-bijian, Tuhan yang menurunkan kitab Taurat, Injil, dan Al Qur’an. Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala sesuatu, karena segala sesuatu itu berada dalam genggaman-Mu. Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Awal, maka tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Mu. Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Akhir, maka tidak ada sesuatu setelah-Mu. Ya Allah, Engkaulah Yang Zhahir, maka tidak ada yang menutupi-Mu. Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Bathin, maka tidak ada yang samar dari-Mu. Ya Allah, lunaskanlah hutang-hutang kami dan bebaskanlah kami dari kefakiran.’ (HR Muslim 4888) Link: http://www.indoquran.com/index.php?surano=49&ayatno=57&action=display&option=com_muslim
Dalam hadits tersebut telah dijelaskan bahwa Allah Azza wa Jalla adalah Tuhan yang menguasai Arasy bukan bertempat di Arasy
Dalam hadits tersebut pada kalimat yang artinya “Ya Allah, Engkaulah Yang Zhahir, maka tidak ada yang menutupi-Mu. Ya Allah, Engkaulah Tuhan Yang Bathin, maka tidak ada yang samar dari-Mu” maka kita dapat simpulkan terjemahannya “tidak ada yang menutupi-Mu” maknanya adalah tidak ada apapun di atas Allah ta’ala sedangkan terjemahannya “tidak ada yang samar dari-Mu” maknanya adalah Dia tidak terhalang oleh sesuatupun, tidak ada apapun di bawah Nya atau tidak ada apapun yang kuasa membatasiNya.
Pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) yang sepatutnya kita ikuti pendapatnya seperti Imam Syafi’i ra mengatakan
إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكان ولا يجوز عليه التغير في ذاته ولا التبديل في صفاته (إتحاف السادة المتقين بشرح إحياء علوم الدين, ج 2، ص 24)
“Sesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Kemudian Dia menciptakan tempat, dan Dia tetap dengan sifat-sifat-Nya yang Azali sebelum Dia menciptakan tempat tanpa tempat. Tidak boleh bagi-Nya berubah, baik pada Dzat maupun pada sifat-sifat-Nya” (LIhat az-Zabidi, Ithâf as-Sâdah al-Muttaqîn…, j. 2, h. 24).
Kita harus mengingat apa yang disampaikan oleh Rasulullah yang artinya, “Berfikirlah tentang nikmat-nikmat Allah, dan jangan sekali-kali engkau berfikir tentang Dzat Allah.“
Berpeganglah kepada apa yang disampaikan dalam firmanNya yang artinya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang “Aku” maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat “.( Al Baqarah [2]:186 ).
Allah ta’ala dekat tidak bersentuh, jauh tidak berjarak.

Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf [50] :16 ).
“Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat” (QS Al-Waqi’ah [56]: 85 )
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata” (QS Al An’am [6]:103)
Proses penglihatan mata terjadi ketika cahaya dipantulkan dari sebuah benda melewati lensa mata dan menimbulkan bayangan terbalik di retina yang berada di belakang otak. Setelah melewati proses kimiawi yang ditimbulkan oleh sel-sel kerucut dan batang retina, penglihatan ini pun berubah menjadi implus listrik. Implus ini kemudian dikirim melalui sambungan di dalam sistem syaraf ke belakang otak. Kemudian otak menerjemahkan aliran ini menjadi sebuah penglihatan tiga dimensi yang penuh makna. Kita perhatikan bahwa “proses melihat terjadi ketika cahaya dipantulkan dari sebuah benda” dan Allah Azza wa Jalla bukanlah benda !
Allah ta’ala dapat dilihat dengan ruhani (ruhNya) yakni dengan hati

Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan …”
Manusia terhalang / terhijab melihat Rabb adalah karena dosa mereka. Setiap dosa merupakan bintik hitam hati, sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati. Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari melihat Allah. Inilah yang dinamakan buta mata hati.

Sebagaimana firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS Al Isra 17 : 72)
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (al Hajj 22 : 46)
Setiap manusia pernah dapat melihat Allah Azza wa Jalla  dalam keadaan fitri (suci) ketika jasmani belum dapat digunakan, ketika setelah ditupkan ruhNya atau ketika setelah keberadaan ruhani.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (QS- Al A’raf 7:172)
Penduduk surga baik mereka yang melalui hisab maupun tanpa dihisab akan dapat melihat Rabb karena mereka kembali fitri (suci) atau mereka telah disucikan kembali (telah dibukakan hijab pembatas) sehingga tidak lagi terhalang akan dosa. Mereka melihat bagaikan “melihat bulan di kala purnama yang tidak ada awan” (HR Muslim 267) yang maknanya melihat jelas tidak terhalang atau melihat tanpa kesulitan. Uraian selengkapnya tentang melihat Rabb dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/12/melihat-rabb/
Kalau dikatakan bahwa penduduk surga melihat Allah membuktikan Allah ta’ala bertempat di surga maka pendapat tersebut tidak sesuai dengan kenyataan bahwa penduduk bumi dapat melihat bulan namun bulan tidak bertempat di bumi. Namun yang  harus selalu diingat adalah tidak ada perumpamaan bagiNya

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Maka janganlah kalian membuat perumpamaan-perumpamaan bagi Allah.” [QS. An-Nahl (16): 74]
Berkata Ibnu Jariir Ath Thabary, “Maka janganlah kamu menjadikan bagi Allah misal-misal (tertentu). Dan jangan pula menjadikan bagi-Nya rupa-rupa (tertentu). Sesungguhnya tiada bagi Allah perumpamaan dan peyerupaan.”
Dalam ayat lain Allah ta’ala katakan yang artinya, “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya. ” [QS. Al-Ikhlash (112): 4]
Begitupula firmanNya yang artinya “Tiada sesuatupun yang serupa dengan Dia (Allah), dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”  (QS Assyura [42]:11)
Diterangkan oleh Ibnu Jariir ath Thabary dan Al Baqhwy, dalam ayat ini ada dua pengertian, salah satunya ,Allah tidak menyerupai sesuatu. Kedua, tiada sesuatupun yang menyerupainya. (tafsir Ath Thabari, 21/507, dan tafsir Al Baqhwy, 7/186).
Kaum Yahudi telah mensesatkan kaum Nasrani dengan bertindak sebagai “pengikut Rasul” sehingga kaum Nasrani berkeyakinan bahwa tuhan mereka bertempat di surga dan dekat dengan manusia adalah putera Tuhan dalam satu kesatuan.
Mereka salah satunya adalah Paulus (Yahudi dari Tarsus),   pengikut Rasul setelah “bertobat” ,   yang mengubah esensi dasar kekristenan. Paulus dijadikan seorang Santo (orang suci) oleh seluruh gereja yang menghargai santo, termasuk Katolik Roma, Ortodoks Timur, dan Anglikan, dan beberapa denominasi Lutheran. Dia berbuat banyak untuk kemajuan Kristen di antara para orang-orang bukan Yahudi, dan dianggap sebagai salah satu sumber utama dari doktrin awal Gereja, dan merupakan pendiri kekristenan bercorak Paulin (bercorak Paulus). Surat-suratnya menjadi bagian penting Perjanjian Baru.  Banyak yang berpendapat bahwa Paulus memainkan peranan penting dalam menjadikan Kristen sebagai agama yang berdiri sendiri alias “agama turunan”, dan bukan sebagai sekte dari Yudaisme
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).”   (QS Al Mu’minun [23] : 52-53)
Kaum Yahudi adalah orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.”  (QS Al Maa’idah [5]:82)
Kaum Yahudi pada masa kini adalah kaum Zionis Yahudi atau juga dikenal dengan lucifier, freemason atau iluminati adalah mereka yang mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman. Kaum Zionis Yahudi berupaya keras agar umat muslim dapat mencintai mereka dan menjadikan mereka sebagai pemimpin dunia.
Telah dijelaskan tentang adanya kaum Zionis Yahudi dalam firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah) dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]: 101-102 )
Ditengarai kaum Zionis Yahudi melancarkan ghazwul fikri (perang pemahaman) melalui pusat-pusat kajian Islam yang mereka dirikan. Mereka mengangkat kembali pemahaman ala pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah yang telah ditolak oleh jumhur ulama sejak dahulu kala. Contoh penolakan diuraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf 
Kaum Zionis Yahudi ditengarai mengulangi kembali  upayanya terhadap kaum Nasrani dengan  berupaya menyebarluaskan kepada kaum muslim keyakinan bahwa Tuhan bertempat di atas ‘Arsy, sedangkan  yang dekat dengan hambaNya adalah IlmuNya.  Mereka berupaya “memisahkan”  DzatNya dengan SifatNya bagaikan memisahkan rasa manis dengan gula. Berhati-hatilah.

Hal yang perlu diingat selalu bahwa mustahil Allah Azza wa Jalla dibatasi/berbatas dengan ‘Arsy ataupun langit.
Jika berkeyakinan (beri’tiqod) bahwa Allah Azza wa Jalla dibatasi/berbatas dengan ‘Arsy ataupun langit maka sama saja pengingkaran terhadap ke-Maha Kuasa-an Allah Azza wa Jalla atau pengingkaran terhadap Allah Azza wa Jalla.  Pengingkaran  terhadap Allah Azza wa Jalla inilah yang diperingatkan  oleh Imam Sayyidina Ali ra sebagai berikut,

Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : “Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-orang kafir.“
Seseorang bertanya kepadanya : “Wahai Amirul Mukminin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkaran?”
Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : “Mereka menjadi kafir karena pengingkaran. Mereka mengingkari Pencipta mereka (Allah Subhanahu wa ta’ala) dan mensifati-Nya dengan sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan.” (Imam Ibn Al-Mu’allim Al-Qurasyi (w. 725 H) dalam Kitab Najm Al-Muhtadi Wa Rajm Al-Mu’tadi).
Allah Azza wa Jalla tidak membutuhkan SifatNya, NamaNya, PerbuatanNya ataupun ciptaanNya. Kita mengetahui, memahami dan meyakini  SifatNya, NamaNya, PerbuatanNya untuk mengenalNya sehingga kita ikhlas tersungkur sujud dihadapanNya setiap saat dan dimanapun. Bagaikan Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra yang oleh kaum Sufi diberikan gelar Karramallahu Wajhah yang artinya Semoga Allah memuliakan wajahnya.  Wajahnya , makna majaz artinya dirinya  Imam Sayyidina Ali bin Abi Thalib.   Beliau dimuliakan Allah ta’ala  karena selalu memandang Allah Azza wa Jalla.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar