Perselisihan ditimbulkan oleh perbedaan pemahaman
Dalam tulisan sebelumnya padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/18/mengaku-mengikuti-salaf/telah disampaikan bahwa mereka yang mengaku-aku mengikuti pemahaman Salafush Sholeh namun pada kenyataannya mereka tidak lebih dari mengikuti pemahaman ulama-ulama seperti ulama Ibnu Taimiyyah, ulama Ibnu Qoyyim al Jauziah (pengikut Ibnu Taimiyyah), ulama Muhammad bin Abdul Wahhab (pengikut Ibnu Taimiyyah)
Oleh karena mereka mengikuti pemahaman ulama yang tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mutahid Mutlak sehingga mengakibatkan perselisihan di antara kaum muslim.
Kita telah mendapatkan perselisihan karena perbedaan pamahaman. Oleh karenanya marilah kita kembalikan kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya“. (QS An Nisaa [4]:59 )
Permasalahannya adalah mengembalikan berdasarkan pemahaman siapa ?
Apakah berdasarkan pemahaman dengan akal pikiran sendiri ?
Apakah berdasarkan pemahaman ulama yang tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak seperti ulama Ibnu Taimiyyah, ulama Ibnu Qoyyim al Jauziah, ulama Muhammad bin Abdul Wahhab atau bahkan pemahaman ulama Al Albani ?
Mereka tidak dikenal atau tidak berkompetensi sebagai pemimpin ijtihad (Imam Mujtahid Mutlak) sehingga pemahaman mereka tidak patut untuk diikuti.
Oleh karenya kita ikuti Sunnah Rasulullah bahwa jika kita mendapatkan perselisihan karena perbedaan pemahaman / pendapat maka agar selamat dari kesesatan kita disuruh untuk mengikuti as-sawad al a’zham atau mengikuti kesepakatan jumhur ulama
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan, “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Jangan sekali-kali mengikuti pemahaman sebuah sekte atau kelompok yang menyempal dari kaum muslimin walaupun mereka mengaku-aku sebagai yang dimaksud al ghuroba karena boleh jadi mereka adalah yang dimaksud oleh Rasulullah sebagai “orang muda” bagaikan meluncurnya anak panah dari busurnya. Selengkapnya dalam tulisan pada
Dari dahulu sampai sekarang , jumhur ulama telah sepakat bahwa ulama yang berkompetensi sebagai pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) adalah para Imam Mazhab yang empat. Memang ada Imam Mazhab yang lain selain yang berempat namun pada akhirnya pendapat / pemahaman mereka karena tidak komprehensive atau tidak menyeluruh sehingga ditinggalkan orang.
Gigitlah As Sunnah dan sunnah Khulafaur Rasyidin berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad (Imam Mujtahid) / Imam Mazhab dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah. Janganlah memahaminya dengan akal pikiran sendiri atau mengikut pemahaman ulama yang tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Sanad ilmu / sanad guru sama pentingnya dengan sanad hadits
Sanad hadits adalah otentifikasi atau kebenaran sumber perolehan matan/redaksi hadits dari lisan Rasulullah
Sedangkan Sanad ilmu atau sanad guru adalah otentifikasi atau kebenaran sumber perolehan penjelasan baik Al Qur’an maupun As Sunnah dari lisan Rasulullah.
Contoh sanad Ilmu atau sanad guru Imam Syafi’i ra
1. Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
2. Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra
3. Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra
4. Al-Imam Malik bin Anas ra
5. Al-Imam Syafei’ Muhammad bin Idris ra
Al Imam Syafi’i ra mendapatkan penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah dari lisannya Al-Imam Malik bin Anas ra,
Al-Imam Malik bin Anas ra mendapatkan penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah dari lisannya Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra,
Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah bin Umar ra mendapatkan penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah dari lisannya Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra,
Baginda Abdullah bin Umar bin Al-Khottob ra mendapatkan penjelasan Al Qur’an dan As Sunnah dari lisannya Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
Salah satu cara mempertahankan sanad ilmu atau sanad guru adalah dengan mengikuti pendapat/pemahaman pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) alias Imam Mazhab yang empat dan penjelasan dari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Ulama yang tidak mau bermazhab , pada hakikatnya telah memutuskan rantai sanad ilmu atau sanad guru, berhenti pada akal pikirannya sendiri dimana didalamnya ada unsur hawa nafsu atau kepentingan.
Mereka mengatakannya janganlah memahami Al Qur’an dan As Sunnah berdasarkan Qolla Wa Qilla padahal setiap kita menemukan hujjah yang sulit dipahami atau timbulnya perbedaan pemahaman maka kita harus merujuk kepada perkataan / pendapat ulama-ulama terdahulu tersambung kepada perkataan Imam Mazhab yang mengambil perkataan Salafush Sholeh dan pada akhirnya sampai kepada perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Akibat mereka berhenti pada akal pikiran mereka sendiri dimana didalamnya ada unsur hawa nafsu atau kepentingan sehingga mengakibatkan timbulnya perselisihan di antara mereka sendiri
Pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah diikuti oleh dua jalur utama.
Jalur pertama adalah jalur ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang dikenal dengan Salafi Wahabi yang anti berkelompok (Hizb).
Jalur kedua adalah jalur ulama Jamaludin Al-Afghany bersama muridnya ulama Muhammad Abduh dan dilanjutkan oleh ulama seperti ulama Rasjid Ridha, mereka terpecah dalam beberapa kelompok antara lain, Salafi Jihadi, Salafi Haraki, Salafi Sururi dll . Mereka tidak anti berkelompok (Hizb). Salah satu kelompok yang terkenal dari jalur ini adalah Ikhwanul Muslimin, Ihya Turots , dll
Paham anti berkelompok / beroganisasi atau mereka menjulukinya sebagi Hizbiyyun pada hakikatnya timbul dikarenakan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab mendatangi penguasa Muhammad bin Sa’ud. pendiri dinasti kerajaan Saudi.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda “barangsiapa mendatangi pintu penguasa maka ia akan terfitnah” ( HR Abu Dawud [2859]).
Diriwayatkan dari Abu Anwar as-Sulami r.a, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Jauhilah pintu-pintu penguasa, karena akan menyebabkan kesulitan dan kehinaan‘,”
Maka bersatulah dua orang “Muhammad”, yang berlain kepentingan, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad bin Sa’ud. Muhammad bin Abdul Wahab membutuhkan seorang penguasa untuk menolong penyiaran pahamnya yang baru dan Muhammad bin Sa’ud membutuhkan seorang ulama yang dapat mengisi rakyatnya dengan ideology yang keras, demi untuk memperkokoh pemerintahan dan kekuasaannya. Sehingga timbullah upaya pembenaran agar tidak timbul kekuatan kaum muslim dari berorganisasi bahkan pada hakikatnya mengada-ada perkara larangan dalam memperingati Maulid Nabi juga dalam rangka menghindari timbulnya kekuatan kaum muslim dari berjamaah/berkelompok.
Jadi yang berselisih adalah diantara jalur pertama dengan jalur kedua dari pengikut Ibnu Taimiyyah.
Contohnya lihatlah fatwa ketua Lajnah Daimah, Ulama Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Salafi Wahabi) tentang Ikhwanul Musliminhttp://nasihatonline.wordpress.com/2010/09/24/fatwa-fatwa-ulama-ahlus-sunnah-tentang-kelompok-kelompok-islam-kontemporer/
Kita dapat pula mengambil pelajaran dari perselisihan antara Ustadz Askari (Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal) dengan Ustadz Firanda
http://firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/144-tanggapan-terhadap-tulisan-seorang-ustadz-hafizohullah-
Kita dapat pula mengambil pelajaran dari perselisihan antara Ust Ja’far Umar Thalib dengan ust Abu Bakar Baasyir
Ust Ja’far Umar Thalib, ulama yang berupaya kembali (ruju) ke Salafi Wahhabi setelah menjalani Salafi Haraki atau Salafi Jihadi dengan laskar jihad. Upaya ruju beliau http://salafiyunpad.wordpress.com/2008/08/21/walhamdulillah-pernyataan-resmi-tentang-ruju-nya-ust-jafar-umar-thalib-hafizhohullah/
Tanggapan ulama Salafi Wahabi terhadap rujunya beliau
Ust Abu Bakar Baasyir adalah Salafi Haraki atau Salafi Jihadi.
Begitupula tidak timbulnya persatuan kaum muslim di Somalia karena perbedaan pemahaman mengakibatkan bencana kelaparan. Tidak timbulnya persatuan kaum muslim di Palestina karena perbedaan pemahaman antara Hamas dan Fatah mengakibatkan belum tercapainya kemerdekaan.
Firman Allah Azza wa Jalla,
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS An Nisaa 4 : 82)
Firman Allah ta’ala dalam (QS An Nisaa 4 : 82) menjelaskan bahwa dijamin tidak ada pertentangan di dalam Al Qur’an. Jikalau manusia mendapatkan adanya pertentangan di dalam Al Qur’an maka pastilah yang salah adalah pemahaman mereka. Dengan arti kata lain segala pendapat atau pemahaman yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits tanpa bercampur dengan akal pikiran sendiri atau hawa nafsu maka pastilah tidak ada pertentangan di dalam pendapat atau pemahaman mereka.
Timbulnya perselisihan karena perbedaan pemahaman adalah tujuan ghazwul fikri (perang pemaham) kaum Zionis Yahudi yang dilancarkan oleh mereka melalui pusat-pusat kajian Islam yang mereka dirikan. Empat gerakan yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi yakni
1. Paham anti mazhab, umat muslim diarahkan untuk tidak lagi mentaati pimpinan ijtihad atau imam mujtahid alias Imam Mazhab
2. Pemahaman secara ilmiah, umat muslim diarahkan untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran masing-masing dengan metodologi “terjemahkan saja” hanya memandang dari sudut bahasa (lughat) dan istilah (terminologis) namun kurang memperhatikan nahwu, shorof, balaghoh, makna majaz, dll
3. Paham anti tasawuf untuk merusak akhlak kaum muslim karena tasawuf adalah tentang Ihsan atau jalan menuju muslim yang Ihsan
4. Paham Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme (SEPILIS) disusupkan kepada umat muslim yang mengikuti pendidikan di “barat” .
Protokol Zionis yang ketujuhbelas
“…Kita telah lama menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para rohaniawan non-Yahudi (contohnya para Imam Mazhab yang empat) dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakat mereka berkurang dari hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari paham agama telah dikumandangkan diman-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan bertumbangan..“
Salah satunya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis sebuah buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
Dalam rangka ghazwul fikri (perang pemahaman) terhadap kaum muslim, kaum Zionis Yahudi mengangkat kembali pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah yang sudah lama terkubur.
Ulama-ulama terdahulu sebenarnya telah mengingatkan kita untuk meninggalkan pemahaman Ibnu Taimiyyah maupun Ibnu Qoyyim Al Jauziah dan pemahaman orang seperti mereka berdua. Peringatan ini termuat dalam tulisan salah satunya pada
Begitu pula ulama-ulama kita terdahulu seperti Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Beliau menyampaikan bahwa pemahaman Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya telah menyelisihi pemahaman para Imam Mazhab atau menyelisihi pemahaman jumhur ulama atau menyelisihi pemahaman as-sawaad al-a’zhom.
Secara tidak langsung mereka menyelisihi atau mengingkari Sunnah Rasulullah bahwa jka kita berbeda pendapat / pemahaman maka kita wajib mengikuti as-sawaad al-a’zhom (pendapat jumhur ulama) sebagaimana hadits yang telah disampaikan di atas.
Wassalam
Zon di Jonggol.
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar