Ketakutan di luar penguasa

Peringatan Maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah termasuk amal kebaikan (amal sholeh). Hal yang kita cermati adalah pengisian acaranya , apakah ada yang bertentangan dengan Al-Qur’an atau Hadits. Umumnya peringatan Maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam diisi dengan acara pembacaan Al-Qur’an, sholawat dan ceramah seputar riwayat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan implementasi sunnahnya pada zaman sekarang.
Sangat disayangkan ulama (ahli ilmu) ada yang melarang peringatan Maulid Nabi hanya berdasarkan kaiidah tanpa dalil dari Al-Qur’an dan Hadits  yakni “LAU KANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” (Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya). Kaidah ini telah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/08/lau-kaana-khoiron/
“Sungguh sebesar-besarnya kejahatan diantara kaum muslimin adalah orang yang mempermasalahkan hal yang tidak diharamkan, kemudian menjadi diharamkan karena ia mempermasalahkannya“. (HR. al-Bukhari)
Kita harus ingat sebuah batas/larangan dan pengharaman sikap/perbuatan adalah hak Allah Azza wa Jalla. Allah ta’ala tidak lupa menetapkannya bagi manusia sampai akhir zaman (kiamat).  Jika ada manusia yang membuat batas/larangan tanpa dalil dari Al-Qur’an dan Hadits , baik pembuat larangan maupun yang mentaati larangan adalah penyembahan diantara mereka.
“Betul! Tetapi mereka itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Jika ulama menetapkan ijma maupun fatwa haruslah “turunan” atau berlandaskan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla , tidak bisa berdasarkan kaidah buatan manusia semata.
Ditengarai pengharaman peringatan Maulid Nabi adalah bagian dari sikap pragmatis ulama Muhammad bin Abdul Wahhab , sang pendiri Wahhabi.
Sikap pragmatis beliau timbul dari upaya mempertahankan dinasti Saudi. Kolaborasi ulama dan umaro mengupayakan agar tidak timbul kumpulan umat muslim yang dapat menimbulkan kekuatan selain penguasa. Bagi mereka jama’ah hanyalah sholat jama’ah dan tholabul ilmi. Oleh karenanya mereka berupaya mencitrakan buruk jama’ah minal muslimin atau hizb. Inilah akibat mendekatnya ulama kepada penguasa sebagaimana yang dilakukan oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab kepada dinasti Saudi
“Barangsiapa mendatangi pintu penguasa maka ia akan terfitnah,” (Shahih, HR Abu Dawud [2859]).
Diriwayatkan dari Abu Anwar as-Sulami r.a, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Jauhilah pintu-pintu penguasa, karena akan menyebabkan kesulitan dan kehinaan’,” (Silsilah Ahaadits ash-Shahihah [1253]).
Sampai sekarang pun tidak ada yang tahu riwayat silsilah dinasti Saudi. Yang jelas mereka tampak bersahabat dengan kaum non muslim.
Padahal Allah ta’ala telah memperingatkan dengan firmanNya yang artinya
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (Ali Imran, 119)
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.”
(Qs. Al Mujadilah : 22)
“Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dan meninggalkan orang-orang mu’min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah…” (Qs. Ali-Imran : 28)
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
Kami sampaikan hal ini karena ulama-ulama (khususnya di wilayah dinasti Saudi) mulai meninggalkan pendapat imam-imam Mazhab dan lebih condong kepada pemahaman ulama Muhammad bin Abdul Wahhab yang memahami pemahaman ulama Ibnu Taimiyah
Perlu kami ingatkan bahwa apa yang disampaikan oleh ulama Ibnu Taimiyah maupun ulama Muhammad bin Abdul Wahhab maupun Ulama Al Albani dan lainnya bukanlah pasti pemahaman Salafush Sholeh. Mereka hanya berupaya mengikuti pemahaman Salafush Sholeh. Bagaimana hasil upaya mereka tidaklah pasti identik dengan pemahaman Salafush Sholeh.
Zionis Yahudi ditengarai berupaya mendiskreditkan imam-iman Mazhab dan mengangkat pemahaman ulama Ibnu Taimiyah. Sebagian sudah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/28/mengangkat-taimiyah/
Benar imam-imam Mazhab adalah tidak maksum namun mereka mahfuzh (Dipelihara) dengan pemeliharaan Allah swt terhadap orang-orang soleh. Merekalah yang dengan sholatnya terjaga dari perbuatan keji dan mungkar.
Bedanya Rasulullah dengan orang-orang sholeh, orang-orang sholeh masih ada kemungkinan memilih yang bathil namun mereka segera bertobat atas kesalahan mereka.
Kenapa mereka dapat segera bertobat ?
Karena mereka dapat memahami dengan cepat “teguran” dari Allah ta’ala karena orang-orang sholeh dapat memandang Allah ta’ala dengan hati atau hakikat keimanan
atau
Allah ta’ala menyegerakan teguran kepada mereka karena cintaNya
Orang-orang sholeh pada hakikatnya  terjaga dari perbuatan buruk/salah karena  sholat mereka telah dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar sehingga jiwa mereka selalu memilih yang haq.
Oleh karenanya sebagian muslim menganggap juga orang-orang sholeh adalah maksum namun bukan maksum mutlak.
Kitapun dapat menjadi orang sholeh, jika jiwa kita selalu memilih yang haq berdasarkan Al Quran dan Sunnah Rasulullah.
Selain itu kita perhatikan keadaan jiwa dengan penyucian jiwa, tazkiyatun nafs atau TAKHALLI, kemudian mengisi jiwa dengan hal-hal yang terpuji atau TAHALLI sehingga pada akhirnya akan memperoleh kenyataan Tuhan (TAJALLI) atau menjadi muslim yang sholeh , muslim yang ihsan, muslim yang dapat melihat Allah ta’ala dengan hati atau hakikat keimanan minimal muslim yang yakin selalu dilihat oleh Allah Azza wa Jalla
Jadi marilah kita mengikuti atau bergaul dengan muslim yang sholeh (sholihin, muhsin/muhsinin) atau ulama sholeh, mencontoh cara beribadah mereka kepada Allah ta’ala, agar kita dapat berada pada jalan yang lurus.
Muslim yang sholeh adalah sebenar-benarnya pengikut Rasulullah dan para Salafush sholeh, sebagaimana yang telah kami sampaikan dalam tulisanhttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/03/05/pengikut-rasulullah-sebenarnya/
Kami akhiri tulisan ini dengan sebuah doa yang terkait yakni
“Ya Allah, Tuhan Yang Maha Membolak-balikkan hati manusia, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu dan ketaatan kepada-Mu“.
Amin ya Robbal Alamin.
Wasallam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830


4 Tanggapan
Ghia Zharapova
semoga jd nur dan pembuka hidayah/teguran kpd mereka yg bertolak pinggang dgn kesombongan wacana pengetahuan spiritual,…tulisan ini indah..konteks nya jelas dgn pertanggung jawaban intelektual yg fasih”…
“saudaraku yg masih meragukan tuisan ini,…sungguh tebal dan berkerak hijab hatimu;;;…….
“Maju terus Akhi..kami trus menunggu karya Andia…



mutiarazuhud
Alhamdulillah, mohon bantuannya untuk menyebarluaskannya.
Marilah kita bantu saudara-saudara kita yang telah bersyahadat namun mereka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla bagaikan “robot” tanpa mempunyai “hubungan” ruhani dengan Allah Azza wa Jalla. Mereka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla tanpa pernah “melihat”Nya.
Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Imam Ali menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangannya yang kasat tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan …”.



Assalamu’alaikum wrb. Tulisan yang bagus pak,dan istilah robot bolehlah :-)
Hrmt kmi,
Robot Alloh:-)
Nb.Oya..kunjungi web saya,siapa tahu mbutuhkan info rumah dBanjarmasin.



mutiarazuhud
Walaikumsalam Warohmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah.
Mereka bagaikan robot yang mempunyai kemampuan berpikir (logika) dan memori namun tidak mempunyai/tidak menggunakan akal dan hati. Robot yang bersikap, berbuat berdasarkan “perintah” berupa dalil-dalil naqli yang diterjemahkan saja.
Gunakanlah akal dan hati dijalan Allah ta’ala dan RasulNya. Contohnya dalam tulisan kami yang baruhttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/25/baik-dan-benar/
Wassalam
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar