Semoga shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, tauladan kita, manusia yang paling mulia, paling taqwa, paling agung sepanjang zaman, baginda Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Semoga kita berada dalam golongan yang mendapatkan syafaatnya di hari akhir kelak.
Hentikanlah memandang Rasulullah sebagai manusia biasa karena kita bisa menjadi seperti Abu Jahal.
Marilah kita ambil pelajaran / hikmah dari kisah/nasehat berikut ini yang ditulis oleh Syaikh Ibnu Athoillah dalam bukunya “Umwan al Tawfiq fi Adab al Thariq”. Salah satu terjemahan buku tersebut bisa didapatkan dari penerbit Zaman dengan judul Terapi Makrifat – Kasidah Cinta dan Amalan Wali Allah.
***** awal kutipan *****
Seorang Sultan pernah mendatangi kuburan Abu Yazid ra. Ia bertanya kepada orang-orang, “Adakah yang pernah bertemu dengan Abu Yazid?”
Seseorang menunjukkannya kepada seorang kakek tua yang pernah bertemu dengannya. Sultan itu bertanya, “Pernahkah kau mendengar apa yang dikatakan Abu Yazid?”.
“Ya. Ia pernah berkata, “Siapa saja yang mengunjungiku, niscaya ia tidak akan terbakar api neraka.”
Jawabannya itu terasa aneh di telinga sang sultan sehingga ia kembali berkata, “Bagaimana mungkin Abu Yazid berkata seperti itu, sementara Abu Jahal pernah melihat Nabi saw saja, nyatanya dibakar api (neraka)”.
Kakek itu menjelaskan, “Abu Jahal tidak melihat/memandang nabi saw. Ia hanya melihat/memandang anak yatim yang dipelihara Abu Thalib. Seandainya ia melihat/memandang Nabi saw, tentu ia tidak akan terbakar api neraka.”
Sultan mengangguk takzim mendengar penjelasan orang tua itu. Ia kagumi jawabannya.
Jelasnya, Abu Jahal tidak melihat Nabi saw dengan sikap yang mengagungkan dan memuliakannya. Ia tidak percaya bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Seandainya ia melihat Nabi disertai sikap yang mengagungkan dan memuliakan, niscaya ia tidak akan dibakar api neraka.
Alih-alih, ia melihat Muhammad sebagai anak yatim yang lemah dan hina yang diasuh Abu Thalib. Pandangan semacam itu tentu saja tidak bermanfaat (pen. pada hakikatnya akan kembali pada dirinya sendiri).
***** akhir kutipan *****
Firman Allah ta’ala yang maknanya “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu” (Al Kahfi [18]: 110 ) hanyalah untuk mengingatkan agar kita tidak menjadikan atau meyakini Rasulullah sebagai “bukan manusia” atau sebagai tuhan, bukan untuk menetapkan derajat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Mustahil Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dijadikan tauladan bagi seluruh manusia jika ada manusia lain yang derajatnya lebih mulia dan lebih agung darinya
Begitupula perkataan Rasulullah “Jangan memujiku secara berlebihan seperti kaum Nasrani yang memuji Isa putera Maryam” hanyalah untuk mengingatkan atau membatasi jangan memuji seperti kaum Nasrani yang menjadikan Nabi Isa a.s sebagai putera Tuhan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan ‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah ‘abdullahu wa rasuuluh (hamba Allah dan utusan-Nya”). (HR. Bukhari no 3189)
Mana lagi batas pujian bagi tingkatan manusia yang dianggap berlebihan untuk manusia yang paling mulia dan paling agung ?
Rasulullah tidak pernah melarang bagaimanapun ungkapan sholawat asalkan ungkapan sholawat itu tidak bertentagan dengan Al-Qur’an dan hadits.
[47.76]/4750 Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Dzakwan ia berkata; Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afran berkata; suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan masuk saat aku membangun mahligai rumah tangga (menikah). Lalu beliau duduk di atas kasurku, sebagaimana posisi dudukmu dariku. Kemudian para budak-budak wanita pun memukul rebana dan mengenang keistimewaan-keistimewaan prajurit yang gugur pada saat perang Badar. Lalu salah seorang dari mereka pun berkata, “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.” Maka beliau bersabda: “Tinggalkanlah ungkapan ini, dan katakanlah apa yang ingin kamu katakan.“
Sumber:
Rasulullah hanya mengkoreksi perkataan “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari” karena Beliau tahu sebatas yang diwahyukan namun beliau tidak melarang ungkapan cinta (sholawat) sebagaimana kita ingin mengungkapkannya dengan pernyataan “katakanlah apa yang ingin kamu katakan“
Kalau batas berlebihan dalam bilangan sholawat. Rasulullah pun tidak pernah melarangnya.
Berkata Ubay,” Wahai Rasulullah, aku memperbanyak bershalawat atasmu, lantas berapa kadar banyaknya shalawat yang sebaiknya aku lakukan?” Beliau saw menjawab,” Berapa banyaknya terserah padamu.”
Ubay berkata,” Bagaimana kalau seperempat (dari seluruh doa yang aku panjatkan)?”
Beliau menjawab,” Terserah padamu. Tetapi jika engkau menambah maka akan lebih baik lagi.”
Ubay berkata,” Bagaimana jika setengah?”
Beliau saw menjawab,” Terserah padamu, tatapi jika engkah menambah maka akan lebih baik lagi.”
Ubay berkata,” Bagaimana jika duapertiga?”
Beliau saw menjawab,”Terserah padamu, tetapi jika engkau menambah maka akan lebih baik lagi.”
Ubay berkata,” Kalau demikian maka aku jadikan seluruh doaku adalah shalawat untukmu.”
Bersabda Nabi saw,” Jika demikian halnya maka akan tercukupi segala keinginanmu dan diampuni segala dosamu.”
Wassalam
Zon di Jonggol, kab Bogor 16830
4 Tanggapan
pada 27 April 2011 pada 8:07 am | Balaspeace99
Mereka yang mengaku mengikuti manhaj salaf mengatakan Rasulullah manusia biasa berdasarkan:
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. [al A'raaf/7:188].
Sehingga mereka menganggap kalo kita memuliakan Rasulullah berarti menyembahnya, padahal itu penyamaan yang bathil karena tak sama antara memuliakan dengan menyembah:)
Mereka tidak dapat memilah-milah pengertian sesuatu karena tak mau mendefinisikan sesuatu, atau memberi batasan sesuatu karena tidak mau berargumen “apa, bagaimana, mengapa” apalagi memahami hakikat:) Sehingga ibarat orang buta berjalan menabrak sana sini hingga berbuat kerusakan dimana-mana, hal itu tak lain disebabkan tak mau mengunakan akal untuk memilah
Rasulullah seperti manusia biasa, adalah dalam hal mengenai sunnah Rasulullah bisa dilakukan oleh manusia biasa:) juga dalam pengertian Rasulullah bisa berbuat salah atau benar sesuai dengan keadaan orang biasa,:)bedanya Rasulullah dijaga dari dosa:)
Semoga yang saya sampaikan ini benar, kalo ada kekeliruan, saya terbuka untk kritikan, maaf kalo nyinggung, saya manusia biasa, kebenaran adalah milik Allah:)
pada 27 April 2011 pada 8:41 am | Balasmutiarazuhud
Alhamdulillah, terima kasih atas tambahan info apa yang mereka salah pahami. Semua itu karena mereka baru tahap pengumpulan dalil naqli dan penterjemahan, perlu dilanjutkan upaya pemahaman yang dalam (hikmah).
Penterjemahan menggunakan pikiran, dalil naqli adalah bukti/memori. Sedangkan pemahaman yang dalam (hikmah) adalah menggunakan akal dan hati. Penjelasan lebih lanjut perbedaan antara pemahaman dengan “pikiran dan memori” dengan “akal dan hati”, silahkan baca tulisan kami pada
pada 23 Juli 2011 pada 6:20 pm | BalasDEWA TIMUR
yg dimaksud dg rosululloh adalah manusia biasa secara fisik karena rosululloh juga makan, minum, tidur, mandi, wafat, punya anak isteri, marah, senang, sedih dll spt manusia pada umum nya. dari sisi akhlak dan ketaqwaan, rosululloh adalah manusia luar biasa. tdk ada tandingan nya.yg dimaksud dg rosululloh adalah manusia biasa secara fisik karena rosululloh juga makan, minum, tidur, mandi, wafat, punya anak isteri, marah, senang, sedih dll spt manusia pada umum nya. dari sisi akhlak dan ketaqwaan, rosululloh adalah manusia luar biasa. tdk ada tandingan nya.
pada 23 Juli 2011 pada 6:20 pm | BalasDEWA TIMUR
yg dimaksud dg rosululloh adalah manusia biasa secara fisik karena rosululloh juga makan, minum, tidur, mandi, wafat, punya anak isteri, marah, senang, sedih dll spt manusia pada umum nya. dari sisi akhlak dan ketaqwaan, rosululloh adalah manusia luar biasa. tdk ada tandingan nya.
=====
26 April 2011 oleh mutiarazuhud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar