Perkataan yang benar untuk maksud yang berbeda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “sepeninggalku kelak, akan muncul suatu kaum yang pandai membaca Al Qur`an tidak melewati kerongkongan mereka. mereka keluar dari agama, seperti anak panah yang meluncur dari busurnya dan mereka tidak pernah lagi kembali ke dalam agama itu. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk dan akhla mereka juga sangat buruk.“ (HR Muslim)
Rasulullah dalam hadits tersebut menyampaikan tentang kaum yang lain yakni kaum khawarij yang telah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/28/keluar-beberapa-kaum/
Namun pada zaman kini kareteristik kaum khawarij ditengarai dapat kita temui pula pada kaum yang lain.
Salah satu kareteristik kaum khawarij yang ada pada mereka adalah dalam memahami Al Qur’an dan Hadits cenderung harfiah/tekstual dan parsial, sehingga dalam menetapkan suatu hukum terkesan dangkal dan sektarian
Pemahaman secara harfiah atau pemahaman secara apa yang tertulis atau pemahaman yang “tidak melewati kerongkongan” atau pemahaman sebatas ra’yu (akal/otak/rasio/ilmiah) saja atau pemahaman dengan metodologi “terjemahkan saja” sebagaimana yang telah kami sampaikan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/02/terjemahkan-saja/
Pemahaman yang melewati kerongkongan adalah pemahaman secara hikmah atau pemahaman yang dalam atau pemahaman dengan hati atau mengambil pelajaran sebagaimana Ulil Albab.
Ulil Albab dengan ciri utamanya adalah,
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Ali Imran [3] : 191).
Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]:269 )
Mereka dengan pemahaman secara harfiah, menolak mengikuti pendapat mayoritas ulama yang sholeh. Mereka keluar dari keumuman pendapat ulama. Hal ini telah kami sampaikan dalam tulisan sebelumnya pada
Mereka membantah berpegang dengan pemahaman secara harfiah pada “Badaal islamu ghoriban wasaya’udu ghoriba kama bada’a fatuuba lil ghoroba“ , Islam datang dalam keadaan asing dan akan akan kembali asing maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.. (Hr Ahmad)
Kalau asing ditengah-tengah orang kafir atau orang yang sesat, tentulah hal yang benar namun asing ditengah-tengah mayoritas ulama yang sholeh maka itulah yang dimaksud keluar seperti anak panah yang meluncur dari busurnya
Mereka membantah berpegang dengan pemahaman secara harfiah pada perkataan Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu (yang artinya): ”Al-Jama’ah adalah sesuatu yang menetapi al-haq walaupun engkau seorang diri”
Seorang diri ditengah-tengah orang kafir atau orang yang sesat, tentulah hal yang mudah dalam menetapkan al haq namun seorang diri ditengah-tengah ullama-ulama yang sholeh dan lebih berkompetensi menetapkan al haq maka itulah yang dimaksud keluar seperti anak panah yang meluncur dari busurnyaatau keluar dari jamaah atau keluar dari As-Sawad Al-A’zhom (mayoritas umat Islam).
Mereka membantah dengan berkata bahwa Allah Azza wa Jalla melarang kita mengikuti orang kebanyakan. Mereka memahami secara harfiah firman Allah Azza wa Jalla yang artinya
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS Al An’aam [6]:116)
Mereka tidak dapat membedakan antara “menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi” dalam firman Allah ta’ala tersebut dengan “menurutipendapat kebanyakan ulama yang sholeh (jumhur ulama)”.
Inilah apa yang dikatakan oleh Imam sayyidina Ali kw , “kalimatu haqin urida bihil batil” (perkataan yang benar dengan tujuan yang salah).
Apa yang disampaikan oleh mereka adalah benar merupakan firman Allah ta’ala dalam (QS Al An’aam [6]:116) namun Allah ta’ala tidak bermaksud melarang hambaNya menuruti pendapat kebanyakan ulama (jumhur ulama).
Makna firman Allah ta’ala dalam (QS Al An’aam [6]:116) adalah larangan “menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi” yakni orang-orang musyrik. Hal ini dapat kita pahami dengan memperhatikan ayat-ayat sebelumnya pada surat tersebut.
Secara tidak sadar mereka telah memfitnah Allah Azza wa Jalla , menggunakan firman Allah ta’ala untuk tujuan/maksud yang berbeda.
Baginda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam sudah memberikan pedoman bagi kita agar mengikuti as-sawaad al-a’zhom (jama’ah kaum muslimin yang terbanyak), karena kesepakatan mereka (as-sawaad al-a’zhom) mendekati ijma’, sehingga kemungkinan keliru sangatlah kecil.
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham).”
(HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
al-Imam as-Suyuthi rahimahullaah menafsirkan kata As-sawadul A’zhom sebagai sekelompok (jamaah) manusia yang terbanyak, yang bersatu dalam satu titian manhaj yang lurus. (Lihat: Syarah Sunan Ibnu Majah: 1/283). Menurut al-Hafidz al-Muhaddits Imam Suyuthi, As-Sawad Al-A’zhom merupakan mayoritas umat Islam.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Atsqolani menukil perkataan Imam Ath-Thabari mengenai makna kata “jamaah” dalam hadits Bukhari yang berbunyi, “Hendaknya kalian bersama jamaah”, beliau berkata, “Jamaah adalah As-Sawad Al-A’zhom.” (Lihat Fathul Bari juz 13 hal. 37)
Ibnu Hajar al-Atsqolani pun memaknai “Jama’ah” sebagai As-Sawad Al-A’zhom (mayoritas umat Islam).
Demikianlah nasehat Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam kepada kita, agar kita mengikuti mayoritas umat Islam dan jangan menyendiri/menyempal, karena ancamannya neraka. Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam telah menjamin bahwa mayoritas umat Islam tidak mungkin berada dalam kesesatan, sebagai umat Islam sudah pasti kita wajib iman/percaya dan tidak ada keragu-raguan setitikpun pada beliau.
Semoga kita semua tergolong dalam kelompok As-Sawad Al-A’zhom (mayoritas umat Islam) yaitu kaum ahlussunnah wal jama’ah yang selalu berpedoman kepada Al-Qur’an, al-Hadits, al-Ijma’ wa al-Qiyas, yang kemudian pengamalan syari’atnya/fiqhnya berdasarkan salah satu dari 4 madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), aqidahnya berdasarkan faham Asy’ariyah-Maturidiyah, dan ihsannya mengikuti ulama-ulama sufi seperti Syaikh Abdul Qadir Jailani , Syaikh Ibnu Athoillah dll
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
=====
la� � l y � 0t namun asing ditengah-tengah mayoritas ulama yang sholeh maka itulah yang dimaksud keluar seperti anak panah yang meluncur dari busurnya
Mereka membantah berpegang dengan pemahaman secara harfiah pada perkataan Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu (yang artinya): ”Al-Jama’ah adalah sesuatu yang menetapi al-haq walaupun engkau seorang diri”
Seorang diri ditengah-tengah orang kafir atau orang yang sesat, tentulah hal yang mudah dalam menetapkan al haq namun seorang diri ditengah-tengah ullama-ulama yang sholeh dan lebih berkompetensi menetapkan al haq maka itulah yang dimaksud keluar seperti anak panah yang meluncur dari busurnyaatau keluar dari jamaah atau keluar dari As-Sawad Al-A’zhom (mayoritas umat Islam).
Mereka membantah dengan berkata bahwa Allah Azza wa Jalla melarang kita mengikuti orang kebanyakan. Mereka memahami secara harfiah firman Allah Azza wa Jalla yang artinya
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS Al An’aam [6]:116)
Mereka tidak dapat membedakan antara “menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi” dalam firman Allah ta’ala tersebut dengan “menurutipendapat kebanyakan ulama yang sholeh (jumhur ulama)”.
Inilah apa yang dikatakan oleh Imam sayyidina Ali kw , “kalimatu haqin urida bihil batil” (perkataan yang benar dengan tujuan yang salah).
Apa yang disampaikan oleh mereka adalah benar merupakan firman Allah ta’ala dalam (QS Al An’aam [6]:116) namun Allah ta’ala tidak bermaksud melarang hambaNya menuruti pendapat kebanyakan ulama (jumhur ulama).
Makna firman Allah ta’ala dalam (QS Al An’aam [6]:116) adalah larangan “menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi” yakni orang-orang musyrik. Hal ini dapat kita pahami dengan memperhatikan ayat-ayat sebelumnya pada surat tersebut.
Secara tidak sadar mereka telah memfitnah Allah Azza wa Jalla , menggunakan firman Allah ta’ala untuk tujuan/maksud yang berbeda.
Baginda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam sudah memberikan pedoman bagi kita agar mengikuti as-sawaad al-a’zhom (jama’ah kaum muslimin yang terbanyak), karena kesepakatan mereka (as-sawaad al-a’zhom) mendekati ijma’, sehingga kemungkinan keliru sangatlah kecil.
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham).”
(HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
al-Imam as-Suyuthi rahimahullaah menafsirkan kata As-sawadul A’zhom sebagai sekelompok (jamaah) manusia yang terbanyak, yang bersatu dalam satu titian manhaj yang lurus. (Lihat: Syarah Sunan Ibnu Majah: 1/283). Menurut al-Hafidz al-Muhaddits Imam Suyuthi, As-Sawad Al-A’zhom merupakan mayoritas umat Islam.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Atsqolani menukil perkataan Imam Ath-Thabari mengenai makna kata “jamaah” dalam hadits Bukhari yang berbunyi, “Hendaknya kalian bersama jamaah”, beliau berkata, “Jamaah adalah As-Sawad Al-A’zhom.” (Lihat Fathul Bari juz 13 hal. 37)
Ibnu Hajar al-Atsqolani pun memaknai “Jama’ah” sebagai As-Sawad Al-A’zhom (mayoritas umat Islam).
Demikianlah nasehat Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam kepada kita, agar kita mengikuti mayoritas umat Islam dan jangan menyendiri/menyempal, karena ancamannya neraka. Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam telah menjamin bahwa mayoritas umat Islam tidak mungkin berada dalam kesesatan, sebagai umat Islam sudah pasti kita wajib iman/percaya dan tidak ada keragu-raguan setitikpun pada beliau.
Semoga kita semua tergolong dalam kelompok As-Sawad Al-A’zhom (mayoritas umat Islam) yaitu kaum ahlussunnah wal jama’ah yang selalu berpedoman kepada Al-Qur’an, al-Hadits, al-Ijma’ wa al-Qiyas, yang kemudian pengamalan syari’atnya/fiqhnya berdasarkan salah satu dari 4 madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), aqidahnya berdasarkan faham Asy’ariyah-Maturidiyah, dan ihsannya mengikuti ulama-ulama sufi seperti Syaikh Abdul Qadir Jailani , Syaikh Ibnu Athoillah dll
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar