Tidak ada larangan bagi kaum Muslim melakukan Maulid Nabi saw
Perihal yang terlarang jika melarang perbuatan/ibadah kaum muslim lainnya hanya dengan sebuah kaidah buatan manusia tanpa dalil/hujjah dalam Al-Qur’an dan Hadits karena kita sudah ketahui bahwa larangan/batas dan pengharaman bagi kaum muslim adalah merupakan hak Allah swt.
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Rasulullah menerangkan sbb: “Jauhilah olehmu sesuatu yang diada-adakan karena yang diada-adakan itu bid’ah dan sekalian bid’ah adalah dholalah (sesat)”.
Inilah kesalahpahaman yang membawa malapetaka bagi dunia Islam yakni kesalahpahaman tentang bid’ah. Selengkapnya baca tulisan pada
Bagi pemahaman mereka perbuatan/ibadah peringatan Maulid Nabi terlarang dilakukan karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw, Khulafaur Rasyidin dan para Sahabat, serta tidak pula para tabi’in dan pada masa yang utama (Salafush Sholeh).
Mereka salah memahami hukum seluruh perbuatan/ibadah yang dicontohkan Rasulullah saw atau salah memahami antara sunnah dalam arti hadits Nabi saw dan sunnah dalam arti anjuran Nabi saw. Selengkapnya baca tulisan pada
Bagi pemahaman mereka perbuatan/ibadah yang tidak pernah dicontohkan adalah bid’ah dan sesat (dholalah).
Bagaimanakah mungkin Rasulullah saw menyatakan sesat/tertolak bagi perbuatan/ibadah yang hukum dasarnya Allah swt telah diamkan/bolehkan selama tidak melanggar larangan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Bagaimanakah mungkin Allah swt telah mendiamkan/membolehkan kemudian Rasulullah saw tidak membolehkannya ?
Kesimpulannya tentu bukan haditsnya (perkataan Nabi saw) yang keliru namun mereka salah memahami hadits “Jauhilah olehmu sesuatu yang diada-adakan karena yang diada-adakan itu bid’ah dan sekalian bid’ah adalah dholalah (sesat)”
Adalah sebuah kekeliruan kalau hanya berhujjah/berdalil dengan sebuah hadits dan hadits yang semakna, karena hadits-hadits saling menguraikan/menjelaskan, terutama hadits-hadits bersifat umum selalu dijelaskan oleh hadits-hadits bersifat khusus.
Hadits “Jauhilah olehmu sesuatu yang diada-adakan karena yang diada-adakan itu bid’ah dan sekalian bid’ah adalah dholalah (sesat)” dan yang semakna, telah dijelaskan atau diuraikan oleh hadits lain seperti
“Barangsiapa yang menbuat-buat sesuatu dalam urusan kami ini maka sesuatu itu ditolak” (H.R Muslim – Lihat Syarah Muslim XII – hal 16)
Sudah dijelaskan oleh Rasulullah saw bahwa perbuatan/ibadah yang baru (bid’ah) dan tertolak adalah bid’ah dalam urusan kami. Selengkapnya silahkan baca tulisan pada
Mustahil Rasulullah saw menyatakan tertolak untuk perbuatan/ibadah yang telah Allah swt diamkan/bolehkan.
Jelaslah yang tertolak adalah bid’ah dalam urusan kami. Urusan kami adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah swt baik berupa kewajiban, larangan dan pengharaman.
Kewajiban adalah perbuatan/ibadah yang hukumnya wajib.
Larangan dan pengharaman adalah perbuatan/ibadah yang hukumnya haram
Marilah kita lihat kembali pemetaan perbuatan/ibadah
Peta perbuatan/ibadah
Ibadah mahdah (ibadah ketaatan), ibadah wajib, ibadah yang ditetapkan oleh Allah swt yakni
• wajib dilakukan (perbuatan/ibadah yang hukumnya wajib)
• wajib dihindari (perbuatan/ibadah yang hukumnya haram, berupa yang dilarang dan diharamkan)
Ibadah ghairu mahdah (ibadah kebaikan), ibadah boleh, ibadah yang didiamkan/dibolehkan oleh Allah swt yakni
• sebaiknya dilakukan (perbuatan/ibadah yang hukumnya boleh-dianjurkan / sunnah / mandub)
• sebaiknya dihindari (perbuatan/ibadah yang hukumnya boleh-boleh / mubah dan boleh-tidak disukai / makruh)
Dasar/Hujjah/Dalil peta perbuatan/ibadah
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Al Baqarah [2]:277 )
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Baqarah [2]:110 )
Tahapan perbuatan/ibadah adalah
1. Menjadi Muslim, mengucapkan syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji. (rukun Islam)
2. Menjadi Mukmin, menjalankan perbuatan/ibadah yang wajib dijalankan dan wajib dihindari serta meyakini seluruh rukun iman (QS Lukman [31]:4)
3. Menjadi Muhsin (muhsinin), menjalankan perbuatan/ibadah yang boleh-dianjurkan (sunnah/mandub) dan berupaya menjauhi perbuatan boleh-boleh (mubah) , boleh-tidak disukai (makruh) (QS Lukman [31]:3)
Jadi dapat kita pahami bahwa bid’ah yang tertolak (dholalah) adalah bid’ah pada perbuatan/ibadah yang wajib dilakukan dan yang wajib dihindari (ibadah wajib/ibadah mahdah)
Sedangkan bid’ah dalam perbuatan/ibadah yang hukumnya boleh/ibadah ghairu mahdah asalkan tidak melanggar larangan dalam Al-Qur’an dan Hadits merupakan perbuatan baik atau bid’ah hasanah atau bid’ah mahmudah.
Oleh karenanya sebagian ulama menganggap kaum Wahabi atau salaf(i) justru telah melakukan bid’ah dan sesat/dholalah karena mereka menetapkan perbuatan/ibadah sebagai hukum wajib padahal sesungguhnya perbuatan/ibadah tersebut adalah hukumnya sunnah/mandub atau sebaliknya mereka melarang/mengharamkan (hukumnya haram) padahal sesungguhnya perbuatan/ibadah tersebut adalah hukumnya sunnah/mandub, seperti melarang/mengharamkan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw adalah perbuatan/ibadah yang hukumnya boleh-dianjurkan atau sunnah/mandub berdasarkan firman Allah swt
Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad
“Perhatikan masa lampaumu untuk hari esokmu” (QS al Hasyr [59] : 18 )
Jika dikatakan bahwa perbuatan/ibadah Maulid Nabi Muhammad saw meniru/mengikuti perbuatan kaum Nasrani yang memperingati hari kelahiran Nabi Isa as berdasarkan dalil/hujjah bahwasannya orang-orang kafir bergembira dengan perbuatan kaum muslimin yang menyerupai mereka adalah firman Allah ta’ala :
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” [QS. Al-Baqarah : 120].
Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw bukanlah “mengikuti agama mereka” dan bukan pula “mengikuti kemauan mereka”.
Agama mereka, kemauan mereka adalah menjadikan Nabi Isa as sebagai anak Tuhan
Sekali lagi kami sampaikan bukanlah sebuah kesalahan/dosa perbuatan kaum Nasrani memperingati hari kelahiran Nabi Isa as.
Dosa / kesesatan mereka adalah menjadikan Nabi Isa as sebagai anak Tuhan.
Kesimpulannya adalah tidak ada larangan dalam Al-Qur’an dan Hadits bagi kaum muslim yang melakukan perbuatan/ibadah Maulid Nabi saw.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
14 Tanggapan
pada 26 Oktober 2010 pada 3:48 pm | Balasabu zaid
ya akhi, ana sangat menyayangkan ternyata antum masih menduga-duga kalau kaidah hukum asal ibada adalah mamnu’ adalah kaidah yang membawa malapetaka?
sungguh pernyataan antum inilah yang membawa malapetaka bagi ahlul ‘ilm.
kaidah itu diambil dari hadits ‘Aisyah ra:
man ‘amila ‘amalan laysa ‘alaihi amruna, fa huwa roddun (Muslim)
“barangsiapa yang mengerjakan suatu amal ibadah yang TIDAK ADA PERINTAH DARI KAMI, maka ia tertolak”
jadi asal dari ibadah itu adalah perintah dari kami kata Nabi, bukan perintah kyiai, habaib ayau syaikh antum.
Dari situlah ulama selanjutnya merumuskan kaidah tentang ibadah.
Nah sekarang ana mau tanya kaidah yang antum bawakan bahwa semua ibadah itu boleh kecuali ada larangan, asalnya dari mana akhi? bisakah antum tunjukkan?
Hadits imam Nawawi yang antum bawakan di atas tidak sama sekali bertentangan dengan hadits dari jalan ‘Aisyah yang ana bawakan, hanya saja antum keliru memahami hadits an Nawawi tsb. Karena ada kaidah yang menjelaskan bahwa sesuatu yang umum harus dibawa kepada yang muqoyyad. Sedangkan hadits ‘Aisyah tentang ibadah ini sifatnya muqoyyad, tidak bisa dikalahkan oleh yang umum sifatnya.
pada 26 Oktober 2010 pada 5:54 pm | Balasmutiarazuhud
Ya akhi, pahami dengan baik hadits
“barangsiapa yang mengerjakan suatu amal ibadah yang TIDAK ADA PERINTAH DARI KAMI, maka ia tertolak”
Yang dimaksud amal ibadah adalah ibadah ketaatan (ibadah mahdah), ibadah yang telah Allah ta’ala tetapkan yakni berupa kewajiban (hukum/perkara wajib) , larangan dan pengharaman (hukum/perkara haram).
Selengkapnya silahkan baca tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/09/09/peta-perbuatan-ibadah/
pada 11 Desember 2010 pada 11:08 pm | BalasNajieb
Gampang aja mas, para sabahat yang mulia sepeninggalnya nabi saw dulu pada ngelakuin begituan kagak… emang mereka orang-orang beloon yaa yang ga tahu mana kewajiban, mana larangan dan mana anjuran…
Ooh, barang kali ulama2 di jaman ini lebih dalam ya pemahamnya tentang Islam ketimbang para sahabat dan pengikutnya yang di jamin Allah karena kemuliaan dan keluhuran pengetahuannya…
Masa Abu Bakar ra lupa ? kagak ngerayaan muludan, bawa2 tumpeng ke masjid…
pada 17 Desember 2010 pada 4:59 pm | Balasmutiarazuhud
Bukankah telah kami sampaikan dalam tulisan tentang kebutuhan umat muslim yang timbul karena masa kehidupannya telah jauh dari masa kehidupan Rasullah , para Sahabat maupun Salafush Sholeh. Sedangkan tata-cara pengisian acara maulid Nabi saw haruslah tidak melanggar ketentuan dalam Al-Quran maupun Hadits.
pada 10 Januari 2011 pada 7:54 pm | Balasmamo cemani gombong
bang Zon usul aja bang ….penjelasan anda biar orang awam yang baca kaya saya mengerti ……ada contoh kongkrit ibadah ketaatan yang dimaksud …..salam
pada 10 Januari 2011 pada 8:47 pm | Balasmutiarazuhud
Silahkan baca tulisan dihttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/09/09/peta-perbuatan-ibadah/
kalau masih belum membantu, silahkan kabari kami kembali
pada 9 Februari 2011 pada 7:40 pm | Balasnatasha
Allahummaau’dzubika minal fitan ma dzohara minha wa ma bathan. berikut fatwa dari salah satu syeikh di saudi.
1. Malam kelahiran Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam tidak diketahui secara qath’i (pasti), bahkan sebagian ulama kontemporer menguatkan pendapat yang mengatakan bahwasannya ia terjadi pada malam ke 9 (sembilan) Rabi’ul Awwal dan bukan malam ke 12 (dua belas). Jika demikian maka peringatan maulid Nabi Muhammad yang biasa diperingati pada malam ke 12 (dua belas) Rabi’ul Awwal tidak ada dasarnya, bila dilihat dari sisi sejarahnya.
2. Di lihat dari sisi syar’i, maka peringatan maulid Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak ada dasarnya. Jika sekiranya acara peringatan maulid Nabi disyari’atkan dalam agama kita, maka pastilah acara maulid ini telah di adakan oleh Sallallahu ‘alaihi wa sallam atau sudah barang tentu telah beliau anjurkan kepada ummatnya. Dan jika sekiranya telah beliau laksanakan atau telah beliau anjurkan kepada ummatnya, niscaya ajarannya tetap terpelihara hingga hari ini, karena Allah ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Q.S; Al Hijr : 9 .
Dikarenakan acara peringatan maulid Nabi tidak terbukti ajarannya hingga sekarang ini, maka jelaslah bahwa ia bukan termasuk dari ajaran agama. Dan jika ia bukan termasuk dari ajaran agama, berarti kita tidak diperbolehkan untuk beribadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan acara peringatan maulid Nabi tersebut.
Allah telah menentukan jalan yang harus ditempuh agar dapat sampai kepada-Nya, yaitu jalan yang telah dilalui oleh Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bagaimana mungkin kita sebagai seorang hamba menempuh jalan lain dari jalan Allah, agar kita bisa sampai kepada Allah?. Hal ini jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak Allah, karena kita telah membuat syari’at baru pada agama-Nya yang tidak ada perintah dari-Nya. Dan ini pun termasuk bentuk pendustaan terhadap firman Allah ta’ala :
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridha’i islam itu jadi agama bagimu”. Q.S; Al-Maidah : 3.
Maka kita perjelas lagi, jika sekiranya acara peringatan maulid Nabi r termasuk bagian dari kesempurnaan dien (agama), niscaya ia telah dirayakan sebelum Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia. Dan jika ia bukan bagian dari kesempurnaan dien (agama), maka berarti ia bukan dari ajaran agama, karena Allah ta’ala berfirman: “Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu”.
Maka barang siapa yang menganggap bahwa ia termasuk bagian dari kesempurnaan dien (agama), berarti ia telah membuat perkara baru dalam agama (bid’ah) sesudah wafatnya Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam, dan pada perkataannya terkandung pendustaan terhadap ayat Allah yang mulia ini (Q.S; Al-Maidah : 3) .
Maka tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang mengadakan acara peringatan maulid Nabi , pada hakekatnya bertujuan untuk memuliakan (mengagungkan) dan mengungkapkan kecintaan terhadap Rasulullah SAW, serta menumbuhkan ghirah (semangat) dalam beribadah yang di peroleh dari acara peringatan maulid Nabi tersebut. Dan ini semua termasuk dari ibadah. Cinta kepada Rasulullah termasuk ibadah, dimana keimanan seseorang tidaklah sempurna hingga ia mencintai Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri, anak-anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia. Demikian pula bahwa memuliakan (mengagungkan) Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk dari ibadah. Dan juga yang termasuk kedalam kategori ibadah adalah menumbuhkan ghirah (semangat) dalam mengamalkan syari’at Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kesimpulannya adalah bahwa mengadakan peringatan maulid Nabi dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, dan pengagungan terhadap Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk dari ibadah. Jika ia termasuk ibadah maka kita tidak diperbolehkan untuk mengadakan perkara baru pada agama Allah (bid’ah) yang bukan syari’at-Nya. Oleh karena itu peringatan maulid Nabi termasuk bid’ah dalam agama dan termasuk yang diharamkan.
Kemudian kita mendengar informasi bahwasannya pada acara peringatan maulid Nabi terdapat kemunkaran-kemunkaran yang besar, yang tidak dibenarkan syar’i, indera maupun akal. Dimana mereka mensenandungkan qashidah yang didalamnya mengandung pengkultusan terhadap Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam, hingga terjadi pengagungan yang melebihi pengagungannya kepada Allah ta’ala –kita berlindung kepada Allah dari hal ini-.
Dan juga kita mendengar informasi tentang kebodohan sebagian orang yang mengikuti acara peringatan maulid Nabi tersebut , dimana ketika dibacakan kisah maulid (kelahiran) beliau, lalu ketika sampai pada perkataan (dan lahirlah Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam), maka mereka semua serentak berdiri. Mereka mengatakan bahwa ruh Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang, maka kami berdiri sebagai penghormatan terhadap kedatangan ruhnya. Dan ini jelas suatu kebodohan.
Dan bukan merupakan adab bila mereka berdiri untuk menghormati kedatangan ruh Nabi Muhammad Sallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam merasa enggan (tidak senang) apabila ada sahabat yang berdiri untuk menghormatinya. Padahal kecintaan dan pengagungan para sahabat terhadap Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi yang lainnya, akan tetapi mereka tidak berdiri untuk memuliakan dan mengagungkannya, ketika mereka melihat keengganan Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perbuatan tersebut. Jika hal ini tidak mereka lakukan pada saat Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, lalu bagaimana hal tersebut bisa dilakukan oleh manusia setelah beliau meninggal dunia?.
Bid’ah ini, maksudnya adalah bid’ah maulid, terjadi setelah berlalunya 3 (tiga) kurun waktu yang terbaik (masa sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). sesungguhnya Peringatan maulid Nabi telah menodai kesucian aqidah dan juga mengundang terjadinya ikhtilath (bercampur-baurnya antara laki-laki dan wanita) serta menimbulkan perkara-perkara munkar yang lainnya.
pada 9 Februari 2011 pada 10:31 pm | Balasmutiarazuhud
Berikut adalah fakta bahwa Sahabat Khulafa’urrosyidin dan Ulama tiga generasi menganjurkan dan memotivasi ummat Islam agar diselenggarakan majelis untuk membesarkan atau mengagungkan Maulid Nabi Saw.
1. Abu Bakar ash-Shiddiq
Telah berkata Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq: “Barangsiapa yang menafkahkan satu dirham bagi menggalakkan bacaan Maulid Nabi saw., maka ia akan menjadi temanku di dalam syurga.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
2. Umar bin Khottob al-Furqon
Telah berkata Sayyidina ‘Umar: “Siapa yang membesarkan (memuliakan) majlis maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
3. Utsman bin ‘Affan Dzun-Nuraini
Telah berkata Sayyidina Utsman: “Siapa yang menafkahkan satu dirham untuk majlis membaca maulid Nabi saw. maka seolah-olah ia menyaksikan peperangan Badar dan Hunain” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
4. Ali bin Abi Tholib Karomallahu wajhah
Telah berkata ‘Ali : “Siapa yang membesarkan majlis maulid Nabi saw. dan karenanya diadakan majlis membaca maulid, maka dia tidak akan keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan masuk ke dalam syurga tanpa hisab”. (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
5. Syekh Hasan al-Bashri
Telah berkata Hasan Al-Bashri: “Aku suka seandainya aku mempunyai emas setinggi gunung Uhud, maka aku akan membelanjakannya untuk membaca maulid Nabi saw. (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
6. Syekh Junaid al-Baghdady
Telah berkata Junaid Al-Baghdadi semoga Allah mensucikan rahasianya: “Siapa yang menghadiri majlis maulid Nabi saw. dan membesarkan kedudukannya, maka sesungguhnya ia telah mencapai kekuatan iman”. (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
7. Syekh Ma’ruf al-Karkhy
Telah berkata Ma’ruf Al-Karkhi: “Siapa yang menyediakan makanan untuk majlis membaca maulid Nabi saw. mengumpulkan saudaranya, menyalakan lampu, memakai pakaian yang baru, memasang bau yang wangi dan memakai wangi-wangian karena membesarkan kelahiran Nabi saw, niscaya Allah akan mengumpulkannya pada hari kiamat bersama kumpulan yang pertama di kalangan nabi-nabi dan dia berada di syurga yang teratas (Illiyyin)” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
8. Fakhruddin ar-Rozi
Telah berkata seorang yang unggul pada zamannya, Imam Fakhruddin Al-Razi: “Tidaklah seseorang yang membaca maulid Nabi saw ke atas garam atau gandum atau makanan yang lain, melainkan akan zahir keberkatan padanya, dan setiap sesuatu yang sampai kepadanya (dimasuki) dari makanan tersebut, maka makanan tersebut akan bergoncang dan tidak akan tetap sehingga Allah mengampunkan orang yang memakannya”.
“Sekirannya dibacakan maulid Nabi saw. ke atas air, maka orang yang meminum seteguk dari air tersebut akan masuk ke dalam hatinya seribu cahaya dan rahmat, akan keluar daripadanya seribu sifat dengki, penyakit dan tidak mati hati tersebut pada hari dimatikan hati-hati”.
“Siapa yang membaca maulid Nabi saw. pada suatu dirham yang ditempa dengan perak atau emas dan dicampurkan dirham tersebut dengan yang lainnya, maka akan jatuh ke atas dirham tersebut keberkatan, pemiliknya tidak akan fakir dan tidak akan kosong tangannya dengan keberkatan Nabi saw.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
9. Imam as-Syafii
Telah berkata Imam Asy-Syafi’i: “Siapa yang menghimpunkan saudaranya (sesama Islam) untuk mengadakan majlis maulid Nabi saw., menyediakan makanan dan tempat serta melakukan kebaikan, dan dia menjadi sebab dibaca maulid Nabi saw. itu, maka dia akan dibangkitkan oleh Allah pada hari kiamat bersama ahli siddiqin (orang-orang yang benar), syuhada’ dan solihin serta berada di dalam syurga-syurga Na’im.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
10. as-Sary as-Saqothy
Telah berkata As-Sariyy As-Saqothi: “Siapa yang pergi ke suatu tempat yang dibacakan di dalamnya maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah pergi ke satu taman dari taman-taman syurga, karena tidaklah ia menuju ke tempat-tempat tersebut melainkan lantaran kerana cintanya kepada Nabi saw. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: “Sesiapa yang mecintaiku, maka ia akan bersamaku di dalam syurga.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
11. Syihabuddin Ahmad Ibnu Hajar al-Haitami
“Siapa yang hendak membesarkan maulid Nabi saw. maka cukuplah disebutkan sekedar
ini saja akan kelebihannya. Bagi siapa yang tidak ada di hatinya hasrat untuk membesarkan maulid Nabi saw. sekiranya dipenuhi dunia ini dengan pujian ke atasnya, tetap juga hatinya tidak akan tergerak untuk mencintai Nabi saw. Semoga Allah menjadikan kami dan kalian di kalangan orang yang membesarkan dan memuliakannya dan mengetahui kadar kedudukan Baginda saw. serta menjadi orang yang teristimewa di kalangan orang-orang yang teristimewa di dalam mencintai dan mengikutinya. Aamiin, wahai Tuhan sekalian alam. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas penghulu kami Nabi Muhammad saw. keluarganya dan sahabat-sahabatnya sekalian hingga Hari Kemudian.”
(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
Mas … dasarnya yang jelas dong…. jangan asal ngomong, kok semua pernyataannnya di pelintir pake nafsu sih, ngomong yang sesuai dengan al – qur’an, ngomong hanya untuk pembenaran kubu semata, liat tuh al-qur’an… jangan asal ngomong…
pada 7 Maret 2011 pada 4:00 pm | Balasmutiarazuhud
Mana bagian yang belum jelas bagi antum ?
Mana bagian yang menurut pemahaman antum tidak sesuai dengan Al-Qur’an, jadi kami bisa koreksi segera kalau itu memang benar sebuah kesalahan.
Terima kasih
pada 24 Maret 2011 pada 11:49 pm | Balasarinie
kita memperingati maulid Nabi tiada lain hanya mengenang perjuangan Beliau, akhlak Beliau, keteladanan Beliau yang patut dicontoh oleh ummatnya. apalagi pada zaman sekarang yang mana anak-anak sudah hampir tidak mengenal siapa itu nabi Muhammad bahkan mereka lebih mengenal nama-nama artis yang mungkin dari sebagian mereka tidak petut dicontoh prilakunya. pertanyaanya mengapa Nabi Muhammad tidak menganjurkan untuk memperingati hari kelahiranya. Nabi Muhammad bukanlah orang yang sombong yang ingin mengagung agungkan dirinya.
Saudara-saudaraku! kita memperingati hari kelahiran Nabi setiap tahun saja sudah banyak mengaku Nabi apalagi tidak.
sekali lagi saya katakan kita memperingati kelahiran Nabi bukan untuk berpoya-poya tapi diisi dengan mauidhotul hasanah dan hikayat perjuangan Rasulullah Saw.
pada 25 Maret 2011 pada 1:34 pm | Balasmamo cemani gombong
saya sepakat dgn antum @arinie ……namun sebagian saudara kita punya pemahaman lain yang justru dgn pemahaman mereka muslim seperti anda dianggap melaksanakan bid’ah yang mana bid’ah menurut pemahaman mereka semuanya tanpa kecuali adalah sesat dan kesesatan adanya nanti dineraka …….apa nggak ngeri orang yang masih awam menerima hujjah tsb ??? seolah olah Islam itu mengerikan , nggak sejuk , nggak damai , padahal islam rahmatan lil ‘allamiin……..
pada 27 Maret 2011 pada 8:13 am | BalasAHMAD YAMIN
Demi Allah,setelah saya membaca artikel diatas..saya jadi merasa bahwa anda adalah orang yang paling baik pendapatnya,paling bagus hujjahnya,paling benar dalilnya,dan paling indah bahasa penyampaiannya…daripada:
kaidah yang telah banyak diketahui dan tidak terdapat perdebatan didalamnya,Insya Allah.
Allah berfirman : “Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah. Dan Allah menyediakan untuk mereka surga-surga yang di bawahnya ada sungai-sungai yang mengalir, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar. “(QS. At-Taubah : 100).
Rosululllah bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah masaku kemudian umat yang setelah mereka kemudian umat yang datang setelah umat tersebut.” (HR. Muttafaqun ‘Alaih dari Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu)
Tidak pantas bagi orang yang berakal sehat untuk tertipu dengan banyaknya orang yang melakukan maulid di seluruh penjuru dunia, karena kebenaran tidak diukur dengan banyaknya pelaku, tapi diukur dengan dalil-dalil syar’i, sebagaimana Allah berfirman tentang Yahudi dan Nasrani : “Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata : ‘Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nasrani’. Demikianlah itu (hanya) angan-angan kosong mereka belaka. Katakanlah :’ Tunjukkanlah bukti kebenaran jika kamu adalah orang yang benar .” (QS. Al Baqarah : 111).
Allah juga berfirman : “Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Alloh. “(QS. Al An’aam : 116 ).
Wallahu a’lamu bis showab.
pada 27 Maret 2011 pada 6:32 pm | Balasmutiarazuhud
Alhamdulillah, terima kasih atas kunjungan dan komentar mas Ahmad Yamin. Bagi kami ada kesalahpahaman dalam memahami firman Allah ta’ala dalam (QS Al An’aam : 6: 116). Inilah yang kami sampaikan bahwa kesalahpahaman dikarenakan menggunakan metodologi “terjemahkan saja” sebagaimana yang telah kami sampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/02/terjemahkan-saja/. Kita harus dapat membedakan antara “kebanyakan orang-orang” dengan “kebanyakan orang muslim” atau “kebanyakan ulama sholeh” Ulama sholeh pastilah mereka yang telah berhasil mengikuti Rasulullah maupun para Salafush Sholeh. Ulama sholeh yang selalu istiqomah pada jalan yang lurus dan telah memperoleh karunia ni’mat dari Allah Azza wa Jalla. Kita sebaiknya tidak mengikuti ulama yang tidak terbukti ke-sholeh-an atau ke-ihsan-an mereka.
Maulid nabi bukanlah yang termasuk “urusan kami” namun merupakan amal kebaikan . Amal kebaikan yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits tetaplah merupakan amal kebaikan walupun tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah maupun para Salafush Sholeh. Saat ini sebagian ulama salah memahami tentang bid’ah sebagaimana yang telah kami uraikan dalam blog ini . Contohnya silahkan baca tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/09/17/kesalahpahaman-bidah/
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar